MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh Ariwisdha Nita Sahara NIM : E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Oleh karena

hal 0 dari 11 halaman

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

EKSEKUSI PUTUSAN PERKARA PERDATA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB II PUTUSAN SERTA MERTA DALAM KEPAILITAN. A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kembali hak-haknya yang dilanggar ke Pengadilan Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan. Kehakiman mengatur mengenai badan-badan peradilan penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. warga negara merupakan badan yang berdiri sendiri (independen) dan. ini dikarenakan seorang hakim mempunyai peran yang besar dalam

PERMOHONAN PUTUSAN SERTA-MERTA ATAS GUGATAN SEWA MENYEWA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. diantara mereka. Hal itu dikarenakan setiap manusia memiliki. kepentingannya, haknya, maupun kewajibannya.

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PELAKSANAAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB II SUMBER HUKUM EKSEKUSI. mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan

GUGAT BALIK (REKONVENSI) SEBAGAI SUATU ACARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DALAM PERADILAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

EKSEKUSI TANAH TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA Muhammad Ilyas,SH,MH Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar

SKRIPSI PENGINGKARAN PUTUSAN PERDAMAIAN OLEH SALAH SATU PIHAK YANG BERPERKARA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. usaha dalam penegakan hukum dalam masyarakat lewat peradilan maupun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ELIZA FITRIA

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PERKARA JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dan hendak dilaksanakan oleh bangsa ini tidak hanya hukum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pemeriksaan perkara dalam persidangan dilakukan oleh suatu

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2009 mengenai. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

PENYELESAIAN PERKARA GUGATAN PIHAK KETIGA /DERDEN VERZET

PERANAN HAKIM TERHADAP LAHIRNYA PUTUSAN PENGADILAN YANG MENYATAKAN GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (Studi Kasus Putusan No. 191/Pdt.G/2010/PN.

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

SURAT EDARAN Nomor : 05 Tahun 1975

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN MEMAKAI AKTA DI BAWAH TANGAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BOYOLALI)

EVITAWATI KUSUMANINGTYAS C

oleh: Dr.H.M. Arsyad Mawardi, S.H.,M.Hum (Hakim Tinggi PTA Makassar) {mosimage}a. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. pihak lainnya atau memaksa pihak lain itu melaksanakan kewajibannya. dibentuklah norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara

SKRIPSI PROSES BERPERKARA PERDATA SECARA PRODEO DALAM PRAKTEK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI PURWODADI )

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan. berkembang dan berkehidupan yang adil dan berdaulat.

BENI DHARYANTO C FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BERACARA DALAM PERKARA PERDATA Sapto Budoyo*

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

EKSEKUSI RIEL PUTUSAN HAKIM TERHADAP BENDA TIDAK BERGERAK

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdas arkan hukum.

JAMINAN. Oleh : C

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan

BAB 4 PENERAPAN UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari seringkali terjadi gesekan-gesekan yang timbul diantara. antara mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.

PERKEMBANGAN PENGATURAN PUTUSAN SERTA-MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD) DARI PENDEKATAN KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA MELALUI PERDAMAIAN MEDIASI

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga munculah sengketa antar para pihak yang sering disebut dengan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

PROSES PEMBUKTIAN DAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT BUKTI PADA PERKARA PERDATA DI PENGADILAN. Oleh : Deasy Soeikromo 1

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

Transkripsi:

MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: Rhesma Nur Vita Wati C. 100 040 210 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2009 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Segala aspek kehidupan manusia (social phenomena) dalam masyarakat baik dari hal yang sekecil-kecilnya sampai pada hal yang sebesarbesarnya yang pada kenyataannya selalu diatur oleh hukum, antara lain oleh hukum perdata. Hal ini berkaitan (sebagai konsekuensi yuridis) dengan pernyataan bahwa negara Indonesia sebagai negara hukum, dimana segala tindakan setiap warga negaranya dan aparatur pemerintahannya harus berdasarkan hukum, sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian sebagai negara hukum Indonesia harus membuktikan dirinya telah menerapkan secara nyata dari prinsip-prinsip negara hukum, yaitu sebagai berikut: - Kepastian hukum; - Menjamin/melindungi hak asasi penduduk; dan - Peradilan bebas Karena manusia mempunyai kepentingan yaitu tuntutan perorangan/kompleks yang diharapkan dapat dipenuhi sesuai yang diharapkan. 1 Seperti kita ketahui bersama bahwa keinginan dari masyarakat dan para pencari keadilan (justitiabelen) menuntut agar penyelesaian perkara melalui pengadilan berjalan sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. 1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta, 1990, Hal 1. 1

2 Seiring dengan pesatnya laju pembangunan dewasa ini dengan perkembangan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, maka tuntutan penyelesaian perkara melalui proses berperkara yang cepat, sederhana dan biaya ringan tersebut sangatlah dibutuhkan. Dimana tujuan dari kedua belah pihak yang berperkara di pengadilan negeri adalah untuk mendapatkan kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde), yaitu putusan yang tidak mungkin dilawan dengan upaya hukum verzet, banding, kasasi. 2 Untuk menyelesaikan perkara akibat telah terjadinya perbenturan kepentingan keperdataan antara individu. Sebelum penulis melanjutkan tentang apa yang menjadi permasalahan, maka terlebih dahulu dikemukakan bahwa apa yang diutarakan dalam latar belakang permasalahan hanya mengenai perdata formil, artinya sebatas Hukum Acara Perdata saja, oleh karena itu sebelumnya penulis memberi batasan atau definisi tentang apa itu Hukum Acara Perdata. Menurut Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa: Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. 3 Penyelesaian suatu perkara perdata dimulai dari tingkat pertama pada saat diajukannya gugatan ke Pengadilan Negeri kemudian banding pada Pengadilan Tinggi dan Kasasi kepada Mahkamah Agung. Terakhir dengan 2 Ridwan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata. 3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan I, Liberty, Yogyakarta, 1988, hal.2.

3 diajukannya permohonan eksekusi oleh pihak yang menang dalam perkara itu, yang biasanya memerlukan waktu yang cukup lama dan bertahun-tahun. Hal ini sangat merugikan bagi para pencari keadilan, ditambah lagi dengan masalah biaya-biaya perkara yang harus dikeluarkan selama proses perkara itu berlangsung, belum lagi beban psikologis yang dialami oleh pihak-pihak yang berperkara itu. Menurut undang-undang, kekuasaan kehakiman merupakan suatu fundamen sebagai asas bahwa peradilan itu harus dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan. Namun kenyataannya asas ini sering kali dilupakan dan kurang diperhatikan. Mengenai tahap tindakan dalam hukum acara perdata, Sudikno Mertokusumo menjelaskan: Hukum Acara Perdata meliputi tiga tahap tindakan yaitu: tahap pendahuluan, tahap penentuan dan tahap pelaksanaan. Tahap pendahuluan merupakan persiapan menuju kepada penentuan atau pelaksanaan. Dalam tahap penentuan diadakan pemeriksaan peristiwa dan pembuktian sekaligus sampai kepada putusannya. Sedang dalam tahap pelaksanaan diadakan pelaksanaan dari pada putusan. 4 Suatu putusan dapat dilaksanakan apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). Adapun yang dimaksud dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap itu adalah sebagai berikut: 1. Apabila terhadap putusan hakim di tingkat pertama Pengadilan Negeri tidak diajukan pernyataan banding/permohonan banding oleh salah satu 4 Ibid., hal.4.

4 pihak yang berperkara dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan; atau 2. Apabila putusan hakim di tingkat banding Pengadilan Tinggi oleh salah satu pihak yang kalah tidak diajukan pernyataan kasasi/permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indoensia dalam tenggang waktu yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan; atau 3. Apabila telah ada putusan Mahkamah Agung sebagai Badan Peradilan Tertinggi di Indonesia, dalam mengadili perkara yang telah diputus di tingkat banding Pengadilan Tinggi. Dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) terhadap perkata perdata maka tujuan dari para pencari keadilan telah terpenuhi. Karena melalui putusan pengadilan itu dapatlah diketahui hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang berperkara, namun hal itu bukan berarti tujuan akhir dari para pihak yang berperkara tersebut telah selesai terutama bagi pihak yang menang, hal ini disebabkan pihak yang menang tidak mengharapkan kemenangannya itu hanya di atas kertas belaka tetapi harus ada pelaksanaan dari putusan tersebut. Suatu putusan untuk memperoleh kekuatan hukum yang tetap diakui memang sering harus menunggu waktu yang lama kadang-kadang sampai bertahun-tahun. Namun ada sebuah ketentuan yang merupakan penyimpangan dalam hal ini, yaitu terdapat dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg yaitu ketentuan mengenai putusan yang pelaksanaannya dapat dijalankan

5 terlebih dahulu, meskipun ada banding dan kasasi dengan kata lain putusan itu dapat dilaksanakan meskipun putusan itu belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap, lembaga ini dikenal dengan uitvoerbaar bij voorraad. Memperhatikan dasar hukum dari putusan serta-merta yaitu pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg. Pasal 180 ayat 1 HIR menyatakan: Biarpun orang membantah putusan hakim pengadilan negeri atau meminta apel, maka pengadilan negeri itu boleh memerintahkan supaya putusan hakim itu dijalankan lebih dahulu, jika ada surat yang sah, suatu surat tulisan yang menurut peraturan tentang hal itu boleh diterima sebagai bukti, atau jika ada keputusan hukuman lebih dahulu dengan putusan yang sudah menjadi tetap, demikian pula jika dikabulkan tuntutan dahulu, lagi pula di dalam perselisihan tentang hak milik. Pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg memberikan kewenangan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan serta-merta namun dalam prakteknya untuk melaksanakan kewenangan tersebut masih simpang siur sehingga sering menyimpang dari patokan undang-undang. Apabila kita lihat dan amati dalam praktek di pengadilan, eksekusi dari putusan serta-merta sangatlah menimbulkan suasana yang dilematis, pengadilan negeri berani mengabulkan gugatan dengan putusan serta-merta tetapi enggan dan tidak berani untuk melaksanakan eksekusinya. Sehingga Mahkamah Agung sebagai badan yang berwenang mengawasi jalannya penerapan peraturan hukum telah banyak menaruh perhatian terhadap putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang sering menimbulkan banyak kesulitan. Oleh karena itu Mahkamah Agung mengeluarkan instruksi dan beberapa surat edaran yang ditujukan kepada

6 hakim Pengadilan Negeri agar jangan secara mudah menjatuhkan putusan serta-merta. Untuk dapat mengabulkan tuntutan permohonan putusan serta-merta, para hakim wajib memperhatikan beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung tetapi disamping itu juga perlu dipenuhinya syarat-syarat seperti yang tercantum dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg. Dari pengeluaran SEMA demi SEMA dan untuk membatasi Hakim Pengadilan Negeri dalam mengabulkan tuntutan serta merta maka dikeluarkanlah SEMA Nomor 3 Tahun 2000 tentang putusan serta merta dan putusan provisionil dengan alasan: 1. Putusan serta-merta dikabulkan berdasar bukti yang keotentikannya dibantah oleh tergugat dengan bukti yang juga otentik. 2. Pertimbangan hukum untuk mengabulkan tuntutan serta-merta tidak jelas. 3. Hampir setiap jenis perkara dijatuhkan putusan serta-merta sehingga menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 180 ayat 1 HIR. 4. Persetujuan untuk melaksanakan putusan serta-merta kepada Ketua Pengadilan Tinggi tanpa disertai data atau dokumen pendukung. 5. Ketua Pengadilan Tinggi dengan mudah mengabulkan permohonan persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri. 6. Ketua Pengadilan Tinggi dan Para Hakim tidak mengindahkan SEMA- SEMA terdahulu yaitu SEMA No 13 Tahun 1964, SEMA No.5 Tahun 1969, SEMA No 3 Tahun 1971 dan SEMA No. 3 Tahun 1978.

7 Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 06 tahun 1975 Mahkamah Agung meminta kepada para ketua Pengadilan Tinggi dan para ketua Pengadilan Negeri agar supaya tidak menjatuhkan putusan serta-merta walaupun syarat-syarat dalam pasal 180 ayat 1 HIR/pasal 191 ayat 1 RBg telah terpenuhi. Hanya dalam hal-hal yang tidak dapat dihindarkan keputusan yang demikian yang sangat ekseptional sifatnya dapat dijatuhi. Dalam hal itupun hendaknya diingat bahwa keputusan itu diberikan: 1. Apabila ada conservatoir beslag yang harga barang-barang yang disita tidak akan mencukupi untuk menutup jumlah yang didugat. 2. Jika dipandang perlu dengan jaminan oleh pihak pemohon eksekusi yang seimbang, dengan catatan: a. Bahwa benda-benda jaminan hendaknya yang mudah disimpan dan mudah digunakan untuk mengganti pelaksanaan jika putusan yang bersangkutan tidak dibenarkan oleh hakim banding atau dalam kasasi; b. Jangan menerima penjaminan orang (borg) untuk menghindarkan pemasukan pihak ketiga dalam proses; c. Penentuan benda serta jumlahnya terserah kepada Ketua Pengadilan Negeri; serta d. Benda-benda jaminan dicatat dalam daftar tersendiri seperti daftar benda-benda sitaan dalam perkara perdata. Dengan demikian jelaslah bahwa lembaga uitvorebaar bij voorraad ternyata banyak menimbulkan masalah dalam praktek, sehingga penerapannya sedapat mungkin untuk dihindarkan oleh hakim walaupun lembaga itu

8 membantu pelaksanaan putusan dengan cepat, apabila kita hubungkan hal tersebut dalam menghadapi debitur-debitur yang nakal lembaga ini sangatlah berguna. B. Pembatasan Masalah Mengingat banyaknya permasalahan yang berhubungan dengan putusan serta-merta, maka untuk menjaga agar skripsi ini tidak menyimpang dari materi yang hendak disajikan perlu kiranya penulis memberikan pembatasan masalah sesuai dengan judul skripsi, yaitu: Masalah Putusan Serta Merta dalam Praktek di Pengadilan Negeri (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta). C. Perumusan Masalah Seperti kita ketahui bahwa tujuan dari pihak yang berperkara di pengadilan adalah untuk mendapatkan putuan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Namun bagi pihak yang menang tujuan akhir yang ingin dicapai belum terlaksana apabila pelaksanaan dari putusan tersebut belum dijalankan. Lembaga uitvoerbaar bij voorraad dalam praktek ternyata sering menimbulkan banyak masalah, sehingga dalam pelaksanaan putusan tersebut dijumpai adanya resiko dari pelaksanaan putusan serta-merta dan juga hambatan-hambatannya. Bertolak dari hal tersebut maka yang diketengahkan sebagai permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

9 1. Bagaimana pelaksanaan putusan serta-serta? 2. Resiko dan hambatan apa yang sering dijumpai dalam pelaksanaan putusan serta merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta? D. Tujuan Penelitian Setiap kita melakukan kegiatan tentu ada tujuan yang ingin dicapai, sehubungan dengan penulisan karya tulis dalam bentuk skripsi ini, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Tujuan Subjektif Untuk memenuhi tugas akhir sebagai kelengkapan persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek di Pengadilan Negeri dan juga untuk mendapatkan data yang konkrit dari Pengadilan Negeri mengenai putusan serta-merta. E. Manfaat Penelitian Di samping mempunyai tujuan penelitian juga mempunyai manfaat sehingga hasil yang akan dicapai dari kegiatan tersebut tidak sia-sia. Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini meliputi sebagai berikut:

10 1. Bagi Diri Sendiri Untuk menambah cakrawala ilmu hukum, khususnya mengenai hukum acara perdata tentang keputusan serta merta. 2. Bagi Masyarakat Memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat sehingga masyarakat mengetahui adanya acara perdata di Pengadilan Negeri dalam pemeriksaan perkara perdata. F. Metodologi Penelitian Orientasi dari semua bentuk kegiatan dapat terwujud apabila metode yang dipergunakan adalah efektif. Metodologi penelitian sebagaimana yang kita kenal sekarang memberikan garis yang sangat cermat dan mengajukan syarat yang sangat keras maksudnya adalah untuk menjaga agar pengetahuan yang dicapai dari suatu research dapat mempunyai harga yang setinggitingginya. 5 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang penulis pakai adalah yuridis sosiologis, suatu pendekatan untuk menjelaskan sejauhmana peraturan hukum itu benar-benar ditaati dalam masyarakat. Apabila skripsi ini hendak menjelaskan sebab-sebab penyimpangan yang terjadi dalam perilaku anggota masyarakat dari peraturan hukum yang telah ditentukan atau hendak meneliti kesadaran hukum masyarakat dan masalah hukum lainnya yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan sosial budaya 5 Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Jilid 1, Andi Offset, Yogyakarta, 1984, hal. 4.

11 masyarakat. 6 2. Jenis Penelitian Penulis menggunakan jenis penelitian sosiologis/empiris yang bersifat deskriptif-eksploratif yaitu penelitian yang menggambarkan dan memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang akan diteliti dan berusaha mengisi kekosongan/ kekurangan obyek yang diteliti. 7 3. Lokasi Penelitian Untuk dapat melengkapi data yang diperoleh dari penelitian, maka penulis melakukan studi lapangan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat di Pengadilan Negeri Surakarta. 4. Sumber Data a. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek dimana penelitian itu dilakukan. b. Data sekunder Data sekunder diperoleh melalui cara mengumpulkan literatur dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan skripsi ini. 5. Metode Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan Dalam hal ini penulis menggunakan data sekunder yang berupa acuan dari beberapa buku dan beberapa sumber lain dari sudut teori seperti tulisan-tulisan ilmiah dan majalah-majalah sebagai referensi 6 Hartanto Sunaryati, Penelitian di Akhir Abad 20, Alumni Bandung, 1994, hal. 24. 7 Sutrisno Hadi, Metodologi Research. Andi Offset, Yogyakarta, 1984, Jilid 1, hal. 4.

12 penyusunan karya tulis ini khususnya yang berkaitan dengan judul skripsi ini. b. Wawancara atau Interview Dalam teknik ini penulis mengadakan tatap muka dan wawancara dengan responden yaitu para hakim yang memeriksa dan memutus perkara serta-merta disamping itu juga wawancara dengan panitera. c. Observasi Merupakan usaha pengumpulan data dari lokasi penelitian dengan cara menghimpun data dari berkas putusan serta-merta yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Surakarta. 6. Analisis Data Setelah data diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah analisis data. Tujuan dari analisis data ini adalah untuk memperoleh atau menemukan jawaban dari permasalahan yang diketengahkan. Dalam menganalisis data, penulis mempergunakan analisis data yang kualitatif yaitu analisis data yang bukan bersifat angka tetapi dengan analisis data yang menggunakan uraian-uraian dari pokok permasalahan. Dalam menarik suatu kesimpulan, penyusun memulai dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus (deduktif). G. Sistematika Skripsi Untuk memperoleh gambaran tentang pembahasan dari penulisan skripsi ini akan dibagi dalam beberapa bab yang sistematikanya disusun

13 sebagai berikut: Bab I Pendahuluan A. Latar belakang masalah B. Pembatasan masalah C. Perumusan masalah D. Tujuan penelitian E. Manfaat penelitian F. Metodologi penelitian G. Sistematika skripsi Bab II Landasan Teori A. Tinjauan umum tentang putusan hakim 1. Pengertian putusan hakim 2. Macam-macam putusan hakim 3. Pelaksanaan putusan hakim B. Tinjauan umum tentang putusan serta merta 1. Pengertian putusan serta merta 2. Syarat menjatuhkan putusan serta-merta dan pelaksanaan putusan serta-merta Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Ketentuan pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek 2. Hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan putusan serta

14 merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta B. Pembahasan 1. Ketentuan pelaksanaan putusan serta-serta dalam praktek 2. Hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan putusan serta merta dalam praktek di Pengadilan Negeri Surakarta Bab IV Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran