10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Kelelahan Kelelahan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan menurunnya kinerja seseorang yang pada akhirnya akan memicu terjadinya kesalahan kerja. Kondisi kelelahan yang dirasakan oleh masing-masing individu berbeda-beda, namun tetap saja dapat menimbulkan berkurangnya efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta penurunan ketahanan tubuh. Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada otot atau tremor yang terjadi pada otot (Maryamah, 2011:13). 2.1.2 Mata 2.1.2.1 Fisiologi Mata Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kpa (12 mmhg) (Waston, 2002). 10
11 Sumber: http:www.biotechfordummies.com (dalam Maryamah, 2011) Gambar 1. Anatomi Mata Bagian-bagiann yang terdapat pada mata manusia diantaranya: 1. Kelopak mata Menurut Ilyas, Kelopak mata merupakan bagian pelindung paling baik. Kelopak mata melindungi mata dengan melakukan bola mata yang penutupan mata bila terjadi rangsangan dari luar dan berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat mencegah mata menjadi kering (2004: 8). Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat, serta dilapisi kulit dan dibatasi konjuktiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah, serta digerakkan ke atas oleh otot levator palpebrae. Kelopak-kelopak itu ditutup oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus
12 orbikularis okuli. Bola mata dikaitkan pada pinggiran kelopak mata, serta melindungi mata dari debu dan cahaya (Pearce, EC, 2008: 320). 2. Retina Retina merupakan bagian mata yang sensitif terhadap cahaya. Retina mengubah bayangan cahaya menjadi impuls-impuls elektis syaraf yang dikirim menuju otak. (Cameron, Skofronick dan Grant, 2006: 187) Retina merupakan bungkus bola mata sebelah dalam dan terletak di lapis tipis dalam bola mata belakang. Retina akan meneruskan rangsangan yang diterimanya berupa bayangan kemudian meneruskan rangsangan penglihatan ke pusat penglihatan di otak melalui saraf penglihatan (Ilyas, 2004:13). Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi untuk melihat pada malam hari, Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea) dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan membaca huruf kecil (Waston, 2002: ).
13 3. Lensa Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada binting kuning retina. Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan mata berfokus pada objek jauh. Sedangkan saat seseorang melihat objek yang dekat, lensa mata akan menebal (Waston, 2002 ). 4. Kornea Kornea merupakan selaput bening mata. Terletak di bagian depan bola mata. Kornea meneruskan dan memfokuskan sinar ke dalam bola mata. Dapat diumpamakan bagian yang terbesar memfokuskan sinar pada kamera (Ilyas, 2004:10). Kornea terdiri atas beberapa lapisan yang mempunyai daya regenerasi tinggi. Kornea ini adalah satu-satunya jaringan tubuh yang dapat dicangkokkan dari satu orang ke orang lain tanpa adanya reaksi penolakan, karena tidak ada pembuluh darah yang biasanya membawa serta sel-sel dari sistem imun (Tambayong, 2001:55). Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya. Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan permukaannya dan kecepatan cahaya
14 pada lensa dibandingkan pada benda sekitar (indeks bias relatif). Apabila kornea terlalu melengkung, mata akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. (Wahyono, 2008). 5. Iris Iris merupakan bagian mata yang tampak dari luar diantara lensa dan kornea. Lubang di tengahnya, disebut pupil, memasukkan cahaya ke dalam mata. Bagian belakang iris mengandung pigmen yang tidak dapat ditembus cahaya, berfungsi sebagai diafragma yang mengatur jumlah cahaya yang memasuki mata, dengan membesarkan atau mengecilkan ukuran pupil. Meski iris dari luar tampaknya terdiri dari berbagai warna (hitam, coklat, kebiru-biruan), namun mereka hanya mengandung satu jenis pigmen berwarna coklat, yang dihasilkan melanosit setempat (Tambayong, 2001:56). Iris atau selaput pelangi berwana coklat yang terletak dibelakang kornea. Iris membentuk pupil dibagian tengahnya. Iris membatasi sinar masuk kedalam mata (Ilyas, 2004: 12). 6. Pupil Pupil adalah bukaan bagian tengah iris dimana cahaya masuk ke lensa. Pupil tampak hitam karena cahaya yang masuk diserap kedalam mata. Manik mata atau pupil akan mengecil pada penerangan yang kuat dan melebar pada penerangan redup. Ukuran manik mata atau pupil akan berubah atau mengecil pada waktu akomodasi (Ilyas, 2004:12). Pupil dapat membuka dari sekitar 3 mm pada cahaya terang (Cameron, Skofronick dan Grant, 2006: 189).
15 7. Air mata Air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis superior dan inferior. Melalui duktus ekskretorius lakrimalis masuk ke dalam sakus konjungtiva. Melalui bagian depan bola mata terus ke sudut tengah bola mata ke dalam kanalis lakrimalis mengalir ke duktus nasolakrimalis terus ke meatus nasalis inferior (Syaifuddin, 2006:323). 8. Alat-alat penggerak bola mata Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam macam otot penggerak bola mata, yaitu: 1) Musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata kearah medial. 2) Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata kearah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata menjadi axis (abduksi). 3) Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas. 4) Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah. 5) Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam (endorotasi). 6) Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola mata ke arah nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi) (Waston, 2002: ).
16 2.1.2.2 Proses Melihat Proses melihat dimulai ketika sebuah benda memantulkan cahaya dan cahaya ini kemudian masuk ke dalam mata melalui kornea, pupil, lensa dan akhirnya cahaya dipusatkan di retina. Di retina, cahaya tadi diubah menjadi muatan-muatan listrik yang kemudian dikirim ke otak melalui serabut saraf penglihatan untuk diproses. Hasil dari kerja otak ini membuat kita melihat benda. Pupil atau manik mata berfungsi mengatur cahaya yang masuk dengan mengecil jika cahaya terlalu terang atau melebar jika cahaya kurang. Diafragma kamera bekerja seperti pupil. Lensa mengatur agar bayangan dapat jatuh tepat di retina. Retina atau selaput jala, merupakan jaringan tipis di sebelah dalam bola mata. Di retina terdapat jutaan sel saraf yang dikenal sebagai sel batang dan sel kerucut. Sel batang membuat kita mampu melihat dalam keadaan cahaya agak gelap, sedangkan sel kerucut membantu melihat detail saat terang, misalnya membaca dan melihat warna (Cahyono, 2005 : 15-20). 2.1.3 Kelelahan Mata 2.1.3.1 Defenisi Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. (Suma mur, 1996) dalam (Maryamah, 2011: 21). Kelelahan mata merupakan salah gangguan yang dialami mata karena ototototnya dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama (Ilyas, 2008 dalam Maryamah, 2011: 22).
17 Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata yang disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam jangka waktu yang lama, biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991) dalam (Maryamah, 2011: 21). Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejala-gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata, diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat. 2.1.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama (Maryamah, 2011: 22). Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya:
18 a) Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata). b) Penglihatan ganda (double vision) c) Sakit sekitar mata. d) Daya akomodasi menurun. e) Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras. f) kecepatan persepsi. Menurut Pusat Hiperkes dan Keselamatan Kerja, 1995, Kelelahan mata akibat dari pencahayaan yang kurang baik akan menunjukan gejala kelelahan mata yang sering muncul antara lain: kelopak mata terasa berat, terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa enak kalau kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit, perasaan mata berkedip, penglihatan kabur, tidak bisa difokuskan, penglihatan terasa silau, penglihatan seperti berkabut walau mata difokuskan, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata merah, jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya, kotoran mata bertambah, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya, ada sisa bayangan dalam mata, penglihatan tampak ganda, mata terasa panas, mata terasa kering (Nugroho, 2009: 24-25). 2.1.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) Photostress Recovery Test (Marsida, 2011 dalam Maryamah, 2011). b) Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test) (Tarwaka dkk, 2004 dalam Maryamah, 2011)
19 c) Tes Uji Waktu Reaksi (Ganong, 2001 dalam Maryamah, 2011) d) Dengan Penentuan Diagnosis Kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah, penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH, 1999 dalam Maryamah, 2011). 2.1.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata 2.1.4.1 Pencahayaan Kemudahan untuk melihat suatu objek kerja dipengaruhi oleh tingkat pencahayaan yang baik, karena semakin tinggi tingkat pencahayaan maka akan semakin mudah seseorang untuk melihat suatu objek kerja. Tingkat pencahayaan yang baik memungkinkan seseorang untuk bekerja dengan efisiensi kerja yang maksimal. Menurut Kepmenkes no. 1405 tahun 2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Suma mur (2009:166) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Lebih dari itu, penerangan yang memadai memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan
20 lingkungan yang menyegarkan. Permasalahan penerangan meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, karakteristik dari indera penglihatan. Penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah terjadinya kelelahan mata. (Suma mur, 2009: 167-175). 1. Sifat Cahaya (character of light) ditentukan oleh : a) Kuantitas Cahaya Banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan yang menyebabkan terangnya permukaan tersebut dan sekitarnya. Kuantitas penerangan yang dibutuhkan adalah tergantung dari tingkat ketelitian yang diperlukan, bagian yang akan diamati dan kemampuan dari objek tersebut untuk memantulkan cahaya yang jatuh padanya, serta brightness dari sekitar objek. b) Kualitas Cahaya Kualitas cahaya adalah keadaan yang menyangkut warna, arah, dan difusi, cahaya, serta jenis dan tingkat kesilauan. Kualitas penerangan
21 terutama ditentukan oleh ada atau tidaknya kesilauan langsung (direct glare) atau kesilauan karena pemantulan cahaya dari permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan (shadows). 2. Sumber Pencahayaan Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006: 15). a. Pencahayaan Alami Pencahayaan alami adalah penerangan yang didapat dari sinar alami pada waktu siang hari untuk keadaan selama 12 jam dalam sehari. untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak jendela dan lebar jendela. Luas jendela untuk penerangan alami sekitar 20% luas lantai ruangan. Penerangan alami dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : musim, waktu, jam, jauh dekatnya gedung yang bersebelahan, dan luas jalan masuk penerangan alami. b. Pencahayaan Buatan Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan. b) Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan pada tempat kerja.
22 c) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan. 3. Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja. Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang terpasang pada meja pekerja (Maryamah dalam Haeny, 2009). Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006). Menurut Suma mur, luminensi lapangan penglihatan yang terbaik adalah dengan kekuatan terbesar di bagian tengah pusat kerja yaitu daerah objek pekerjaan berada atau ditempatkan (2009: 169).
23 4. Pengukuran Penerangan Alat yang digunakan untuk mengetahui intensitas penerangan adalah lux meter. Alat ini bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi tenaga listrik oleh photo electric cell. Intensitas dinyatakan dalam penerangan dalam Lux. Intensitas penerangan diukur dengan 2 cara yaitu : a. Penerangan umum adalah pengukuran dilakukan pada setiap meter persegi luas lantai, dengan tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai (setinggi pinggang). Penentuan titik pengukuran umum : titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. b. Penerangan lokal adalah pengukuran ditempat kerja atau meja kerja pada objek yang dilihat oleh tenaga kerja (contoh : lampu belajar). Pengukuran titik pengukuran lokal : objek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan. Bila merupakan meja kerja pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. 5. Standar Pencahayaan pada Ruangan Kebutuhan intensitas pencahayaan pada pekerja tergantung dari apa jenis pekerjaannya. Pekerjaan yang membutuhkan ketelitian atau sangat teliti tentu saja akan berbeda kebutuhan cahayanya dari pada pekerjaan yang kurang membutuhkan ketelitian. Menurut Suma mur (2009) Tingkat pencahayaan berdasarkan jenis pekerjaan tercantum dalam tabel 2.1 berikut ini :
24 Tabel 2.1. Tingkat Penerangan Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan Contoh Pekerjaan Tingkat Penerangan yang dibutuhkan (Lux) Tidak teliti Penimbunan barang 80 170 Agak teliti Pemasangan (tak teliti) 170-350 Teliti Membaca, menggambar 350-700 Sangat teliti Pemasangan 700-1000 Standar penerangan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, tercantum dalam Tabel 2.3 berikut ini Tabel 2.2. Standar Tingkat Pencahayaan Menurut Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 Tingkat Jenis Pekerjaan Pencahayaan Minimal ( Lux ) Keterangan Pekerjaan kasar dan Ruang penyimpanan dan ruang tidak terus-menerus peralatan/instalasi yang 100 memerlukan pekerjaan yang kontinyu. Pekerjaan kasar dan 200 Pekerjaan dengan mesin dan terus-menerus Pekerjaan rutin Pekerjaan agak Halus Pekerjaan halus Pekerjaan amat halus 300 500 1000 1500 Tidak menimbulkan Bayangan Pekerjaan terinci 3000 Tidak menimbulkan Bayangan perakitan kasar. Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun. Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin. Pemilihan warna, pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus. Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus. Pemeriksaan perakitan sangat halus. pekerjaan,
25 Sumber : Kepmenkes No. 1405,2002. 2.1.4.2 Suhu dan kelembaban Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan persentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan 100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul (Shofwati, 2009) dalam (Maryamah, 2011: 34). Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 24 0 C 26 0 C bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti meningkatnya penyakit pernafasan (Suma mur, 2009).
26 2.1.4.3 Masa Kerja Masa kerja merupakan tahun dimulainya seseorang bekerja sampai saat ini. Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif sekaligus pengaruh negatif bagi pekerja. Pengaruh positifnya yaitu seseorang yang sudah lama bekerja akan lebih berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu semakin lama seseorang bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan saat melakukan pekerjaannya. Selain itu semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin banyak kesempatannya untuk terpapar bahaya yang berasal dari lingkungan kerjanya (Budiono, 2003) dalam (Haeny, 2009: 20). Produktivitas seseorang yang baru saja bekerja dengan produktivitas seseorang yang sudah lama bekerja tentu saja berbeda. Menurut Encyclopedia of Occupational Health and Safety (1998) adanya keluhan gangguan mata rata-rata setelah bekerja selama 3 sampai 4 tahun. Dengan demikian pekerja yang bekerja lebih dari tiga tahun akan mempunyai resiko lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan pekerja dengan lama kerja kurang dari atau sama dengan tiga tahun. Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang dapat berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kimia dan sosial ditempat kerja. tekanan yang konstan terjadi dengan bertambahnya masa kerja seiring dengan adaptasi. Proses adaptasi memberikan efek positif yaitu dapat menurunkan ketegangan dan peningkatan aktivitas dan performasi kerja, sedangkan efek negatifnya batas ketahanan tubuh yang berlebihan pada proses kerja (Rohmert, dkk, 1998 dalam Pangesti, 2008: 26)
27 2.1.4.4 Usia Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan. Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh. Presbiopia/kelainan akomodasi yang terjadi akibat dari penuaan lensa biasanya timbul setelah usia 40 tahun (Cahyono, 2005). Menurut Guyton (1991) di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang. Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina (Maryamah, 2011: 37). Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
28 Selain itu, menurut Ilyas (2004) usia juga berpengaruh terhadap daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat dengan jelas dikatakan titik dekat atau punktum proksimum. Pada saat ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum. Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam Tabel 2.4 berikut (dalam Cahyono, 2005: 30). Tabel 2.3. Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi Usia (Tahun) Titik Dekat (cm) 10 7 20 10 30 14 40 22 50 40 60 200 Sumber : (Ilyas, 2008) dalam (Cahyono, 2005: 30) 2.1.4.5 Jarak melihat objek kerja Mata manusia mempunyai garis sudut pandang normal sebesar 15 0 dan dapat melebar sampai dengan 60 0. Sedangkan kemampuan mata normal untuk dapat membaca huruf printer sejauh kurang lebih 400 (± 50) mm (Suma mur, 2009: 169). Penelitian yang dilakukan oleh Indah, Astrid dan Tri pada Tahun 2004 terhadap 39 penjahit wanita di Departemen Stitching Atletik II Pabrik Sepatu X diketahui bahwa tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jarak dekat melihat objek dengan miopia.
29 2.1.4.6 Penyakit Genetik Mata Faktor keturunan adalah faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan ketajaman penglihatan. Pewarisan Mandel suatu gen dominan abnormal akan menghasilkan kelainan yang khas walaupun gen pasangannya (Alel) adalah normal. Pria dan wanita akan mempunyai kemungkinan 50% untuk mewariskan keabnormalannya kepada setiap anaknya. Walaupun kawin dengan seorang yang genetiknya normal (Fimansyah, 2009: 34). 2.1.5 Waktu Kerja Waktu kerja seseorang menentukan kesehatan yang bersangkutan, efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerjanya. Aspek pentin dalam hal waktu kerja meliputi : 1. Lamanya seseorang mampu bekerja dengan baik 2. Hubungan antar waktu kerja dan istirahat 3. Waktu bekerja sehari menurut periode waktu yang meliputi siang hari (pagi, siang, sore) dan malam hari. Lamanya seseorang bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6-10 jam. Sisanya (14-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain. Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan lama kerja tersebut biasanya tidak disertai efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja yang optimal, bahkan biasanya terlihat penurunan kualitas dan hasil kerja serta bekerja dengan waktu yang berkepanjangan timbul kecenderungan untuk terjadinya kesalahan, gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan serta untuk ketidakpuasan. Dalam seminggu, seseorang biasanya
30 bekerja dengan baik selama 40-50 jam. lebih dari itu, kemungkinan besar untuk timbulnya hal-hal yang negatif bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan pekerjaannya itu sendiri. Makin panjang waktu kerja dalam seminggu, makin besar kecenderungan terjadinya hal-hal yang tidak diingikan. Jumlah 40 jam seminggu ini dapat dibuat 5 atau 6 hari kerja tergantung kepada berbagai faktor, namun fakta menunjukkan bekerja 5 hari dan 40 jam kerja seminggu adalah fenomin yang berlaku dan semakin diterapkan dimasa manapun. Jika diteliti suatu pekerjaan yang bebannya biasa-biasa saja, yaitu tidak terlalu ringan atau pun berat, produktivitas mulai menurun sesudah 4 jam bekerja. Keadaan ini terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan istirahat dan diberikan kesempatan untuk makan yang meninggikan kembali kadar gula darah sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi tubuh bagi keperluan melaksanakan pekerjaan. Maka dari itu, istirahat setengah jam setelah 4 jam bekerja terus menerus sangat penting artinya baik untuk pemulihan kemampuan fisik dan mental maupun pengisian energi yang sumbernya berasal dari makanan. Pekerjaan berat ditandai dengan pengerahan tenaga fisik dan juga kemampuan mental yang besar dengan pemakaian energi berskala besar pula dalam waktu yang relatif pendek atau pendek sekali. Otot, sistem kardiovaskuler, paru dan lain-lain harus bekerja sangat berat. Sebagai akibatnya pekerjaan dengan beban berat demikian tidak bisa secara terus menerus dilakukan sebagaimana halnya pekerjaan yag biasa-biasa saja, melainkan perlu istirahat pendek setiap selesai melakukan aktvitas kerja yang berat. Pengaturan ritme kerja antara
31 pelaksanaan kerja yang berat dan istirahat pendek yang memadai diatur dan diprogram dalam pengorganisasian cara kerja yang baik, yaitu selalu diberikan kesempatan kepada tubuh untuk senantiasa pulih kembali setelah memikul suatu beban pekerjaan agar pelaksanaan kerja berlangsung selama jam kerja menurut ketentuan yang berlaku. 2.2 Kerangka Berfikir 2.2.1 Kerangka Teori Mata Kelelahan Mata Faktor Individu Faktor Lingkungan Genetik Masa Kerja Usia Jarak Pencahayaan Suhu & Objek Kelembaban < 3 thn 3 thn Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002 Keterangan : Tidak Belum memenuhi standar standar (< 1000 Lux) : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti Gambar 2. Kerangka Teori Memenuhi standar ( 1000 Lux)
32 2.2.2 Kerangka Konsep Pencahayaan Kelelahan Mata Masa Kerja Keterangan : : Variabel Independen ( Variabel Bebas) : Variabel Dependen ( Variabel Terikat) Gambar 3. Kerangka Konsep 2.3 Hipotesis 2.3.1 Hipotesis Penelitian 1) Terdapat pengaruh pencahayaan berdasarkan waktu kerja terhadap kelelahan mata pada pengrajin sulaman kerawang UKM Naga Mas di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013. 2) Terdapat pengaruh masa kerja berdasarkan waktu kerja terhadap kelelahan mata pada pengrajin sulaman kerawang UKM Naga Mas di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013.
33 2.3.2 Hipotesis Statistik H o : ρ = 0 H a : ρ 0 Kriteria Uji : H 0 ditolak jika ρ value < critical value (α = 0,05) H 0 diterima jika ρ value critical value (α = 0,05) (Sugiono, 2012: 69).