LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 01



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2001 TENTANG B A N G U N A N

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

KABUPATEN CIANJUR NOMOR : 65 TAHUN : 2002

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 14 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2005 NOMOR KEPUTUSAN BUPATI KERINCI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.276, 2010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Izin Mendirikan Bangunan. Prinsip.

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 32 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 3 TAHUN 2008 T E N T A N G BANGUNAN GEDUNG DI KOTA PONTIANAK

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2004 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

BUPATI BOMBANA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TIDUNG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

Syarat Bangunan Gedung

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG B A N G U N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 2 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN BANGUNAN DI KAWASAN PANTAI TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

SALINAN L E M B A R AN D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG


PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

: MEMBANGUN BARU, MENAMBAH, RENOVASI, BALIK NAMA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PALANGKA RAYA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2007

TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG BANGUNAN GEDUNG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2000 SERI B NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 14 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 21 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

WALIKOTA JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN MANOKWARI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANOKWARI NOMOR : 10 TAHUN 2003 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 4 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

LEMBARAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 10 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN PERUNTUKAN PENGGUNAAN TANAH

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2001 TENTANG PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKALIS NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN PANGGUNG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 12 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR : 06 TAHUN 2002 TENTANG B A N G U N A N DIKELUARKAN OLEH BAGIAN HUKUM & PERUNDANG-UNDANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2002 SERI C NOMOR 01 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2002 TENTANG B A N G U N A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI Menimbang : a. Bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat aksessiblitas Kota, mendorong dinamika aktivitas masyarakat dan percepatan pembangunan yang menuntut arahan dan pengaturan ruang; b. Bahwa dinamika aktivitas masyarakat dan kegiatan pembangunan tersebut haruslah dilaksanakan secara serasi, selaras dan seimbang serta memperhatikan kelestarian lingkungan; c. Bahwa untuk menjamin terlaksananya kegiatan pembangunan dimaksud agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota dipandang perlu adanya pedoman yang mengatur dan mengendalikan pelaksanaan mendirikan, merubah, memanfaatkan dan merobohkan bangunan; d. Bawah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Jambi tentang bangunan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 20); 2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83); 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah susun (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 75); Undang-undang Nomor 04 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470); Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Pokokpokok Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115); Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246); Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahu 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258); Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usah Industri (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3596); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54); Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139);

15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1982 tentang Penyusunan Rencana Kota; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993 tentang Mendirikan Bangunan dan Izin Undangundang Gangguan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 66/PRT/1993 tentang Teknis Penyelenggaraan Bangunan Industri dalam rangka Penanaman Modal; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1982 tentang Penerbitan Pungutan-pungutan dan Jangka waktu terhadap pemberian Izin undang-undang Gangguan; Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan dibidang Retribusi Daerah; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Perkotaan; Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah; Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 03 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Dinas-dinas Daerah Kota Jambi (Lembaran Daerah Tahun 2001 Nomor 06); Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 05 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi (Lembaran Daerah Tahun 2002 Nomor 06).

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA JAMBI MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI TENTANG BANGUNAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kota Jambi. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Kota Jambi. 3. Kepala Daerah adalah Walikota Jambi 4. Dinas Tata Kota adalah Dinas Tata Kota Kota Jambi 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tata Kota Kota Jambi. 6. Bangunan adalah Konstruksi Teknik yang ditanam atau diletakkan atau melayang dalam suatu ruang secara tetap sebagian atau seluruhnya diatas atau dibawah permukaan tanah atau perairan berupa bangunan gedung atau bukan gedung. 7. Bangunan gedung adalah bangunan yang didalamnya digunakan sebagai tempat manusia melakukan atau dipergunakan untuk kegiatannya. 8. Bangunan Permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun. 9. Bangunan semi permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan antara 5 (lima) tahun. 10. Bangunan sementara/darurat adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun. 11. Kapling adalah suatu perpetakan tanah yang menurut pertimbangan Pemerintah Daerah dapat dipergunakan untuk mendirikan bangunan. 12. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan membuat bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut. 13. Mengubah bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau menambah bagian bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan mengubah bangunan tersebut.

14. Merobohkan bangunan adalah pekerjaan meniadakan sebagian atau seluruh bagian bangunan ditinjau dari segi fungsi bangunan maupun konstruksinya. 15. Rumah sederhana adalah rumah tidak bertingkat dengan luas lantai bangunan tidak lebih dari 70 m 2, yang dibangun diatas tanah dengan luas kapling 54 m 2 sampai dengan 200 m 2 dan biaya bangunan per m 2 tidak lebih dari harga satuan per m 2 untuk membangun rumah dinas tipe C yang berlaku. 16. Pemutihan adalah pemberian izin mendirikan/mengubah bangunan kepada orang/badan terhadap bangunan yang telah didirikan/dirubah apabila bangunan tersebut sesuai dengan peruntukan dan ketentuan perundangan yang berlaku. 17. Badan adalah perkumpulan orang-orang yang membentuk usaha/kegiatan formal dan mempunyai status hukum baik untuk tujuan ekonomi maupun non ekonomi. 18. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan GSB adalah Garis khayal yang ditarik dari bangunan terluar sejajar dengan garis as jalan, tepi sungai/danau dan merupakan batas antara bagian kapling yang boleh dan tidak boleh dibangun. 19. Daerah Milik Jalan yang selanjutnya disingkat DAMIJA adalah lebar batas kekuasaan jalan yang terdiri dari badan jalan, bahu jalan, parit, trotoar dan garis pengaman paling kurang 1 (satu) meter. 20. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan KDB adalah nilai perbandingan yang menyatakan persentase antara luas dasar bangunan dengan luas kapling/blok peruntukkannya. 21. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan KLB adalah Nilai bilangan yang menyatakan perbandingan antara jumlah yang menyatakan perbandingan antar jumlah luas lantai bangunan dengan luas perpetakan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota. 22. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat dengan KDH adalah bilangan yang menyatakan persentase perbandingan antara luas Daerah Hijau dengan luas kapling / blok peruntukkannya. 23. Tinggi Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak bangunan yang dinyatakan dalam meter. 24. Bangunan tidak bertingkat adalah bangunan yang hanya memiliki satu lantai dan berdiri langsung diatas pondasi bangunan tersebut. 25. Bangunan bertingkat adalah bangunan permanen dnegna jumlah lantai dua sampai lima atau bangunan semi permanen dengan dua lantai. 26. Bangunan bertingkat tinggi adalah bangunan permanen dengan jumlah lantai lebih dari lima. 27. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan IMB adalah izin yang diberikan kepada orang/badan untuk mendirikan /mengubah bangunan. 28. Izin Penggunaan Bangunan yang selanjutnya disingkat IPB adalah Izin yang diberikan kepada orang/badan untuk menggunakan bangunan sesuai dengan

peruntukkan yang tertera di dalam IMB atau telah disesuaikan dengan kebutuhan dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. 29. Izin Merobohkan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan IHB adalah izin yang diberikan kepada orang/badan untuk merobohkan bangunan secara total baik fisik maupun fungsinya sesuai dengan yang tertera dalam IHB. 30. Advice Planning adalah penjelasan yang diberikan oleh Dinas Tata Kota kepada pemohon IMB, IPB, atau IHB berkenaan dengan peruntukkan penggunaan ruang kota dan ketentuan-ketentuan bangunan yang harus di pedomani dalam mendirikan, merubah, menggunakan atau merobohkan bangunan. 31. Retribusi perizinan adalah retribusi yang dipungut oleh Pemerintah Daerah untuk menutupi sebagian atau seluruhnya biaya penyelenggaraan izin yang bersangkutan. 32. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan SKRD adalah surat keputusan yang menetapkan besarnya jumlah retribusi terutang yang harus dibayar. 33. Rencana Tata ruang Kota adalah hasil perencanaan ruang berupa arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan yang meliputi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK), Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan Rencana Tata Ruang lainnya. 34. Kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait, dimana batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsionalnya. 35. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 36. Badan penerima adalah area yang berfungsi sebagai penampung air kotor yang telah melalui proses pengolahan. 37. Overstek/teritis adalah bagian bangunan yang merupakan perpanjangan konstruksi atap, keluar dari dinding berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari langsung. 38. Bangunan khusus, yang termasuk golongan ini adalah : a. Semua bangunan milik HanKam yang diatur secara tersendiri; b. Semua bangunan milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan atau bangunan non Pemerintah yang bersifat khusus yang diatur secara tersendiri. 39. Penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang dilakukan serta menemukan tersangkanya. 40. Penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melakukan penyidikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB II KETENTUAN BANGUNAN Bagian Pertama Klasifikasi Bangunan Pasal 2 (1) Menurut fungsinya bangunan di Wilayah Kota Jambi diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bangunan sosial. b. Bangunan Rumah Tempat Tinggal. c. Bangunan Pelayanan Umum d. Bangunan Perdagangan dan Jasa. e. Bangunan Gudang. f. Bangunan Industri. g. Bangunan Perkantoran. h. Bangunan Sarana Prasarana dan Utilitas Kota. i. Bangunan Rumah Toko (Ruko). j. Bangunan Rumah Walet. k. Bangunan Campuran. l. Bangunan Khusus. (2) Menurut sifatnya bangunan di Wilayah Jambi Kota Jambi diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bangunan Permanen b. Bangunan Semi Permanen c. Bangunan Sementara/Darurat. (3) Menurut lantainya bangunan di Wilayah Kota Jambi diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bangunan Tidak Bertingkat b. Bangunan Bertingkat c. Bangunan Bertingkat Tinggi (4) Menurut letaknya bangunan di Wilayah Kota Jambi diklasifikasikan sebagai berikut : a. Bangunan di Tepi Jalan Arteri. b. Bangunan di Tepi Jalan Kolektor. c. Bangunan di Tepi Jalan Lokal. d. Bangunan di Tepi Jalan Lingkungan. e. Bangunan di Tepi Jalan Setapak. Bagian Kedua Persyaratan Bangunan Pasal 3 (1) Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan teknis, persyaratan administrasi, persyaratan hukum dan persyaratan lingkungan agar bangunan dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

(2) Fungsi Bangunan yang didirikan harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang. (3) Tata Letak Bangunan pada lokasi harus digambarkan pada gambar situasi. (4) Gambar situasi Tata Letak Bangunan harus memuat penjelasan tentang : a. Bentuk kapling/situasi tanah yang sesuai dengan peta yang dibuat oleh Badan Pertanahan Kota (Gambar situasi Surat Tanah). b. Fungsi Bangunan c. Nama Jalan menuju kapling dan sekeliling kaplng. d. Penggunaan Bangunan sekitar kapling. e. Letak Bangunan diatas kapling. f. Koefisien dasar bangunan g. Koefisien lantai bangunan. h. Koefisien daerah hijau bangunan. i. Garis sempadan bangunan. j. Arah mata Angin. k. Skala Gambar. (5) Gambar situasi bangunan yang telah disetujui oleh Dinas Tata Kota menjadi kelengkapan izin Mendirikan/Mengubah Bangunan. Pasal 4 (1) Garis Sempadan Bangunan ditentukan berdasarkan fungsi jalan, daerah milik jalan, lebar sungai, tepi danau dan peruntukan kapling/kawasan. (2) Garis Sempadan Bangunan dari masing-masing fungsi jalan berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Perundang-undangan tentang Rencana Tata Ruang Kota. (3) Apabila Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum diatur didalam Kencana Tata Ruang Kota adalah Separuh dari lebar DAMIJA ditambah 1 (satu) meter dihitung dari pinggir terluar jalan. (4) Garis Sempadan Bangunan pada sungai, Rawa dan Danau pada Wilayah Kota di fungsikan sebagai kawasan konservasi. (5) Garis Sempadan Sungai, Danau dan Rawa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan tersendiri oleh Kepala Daerah. (6) Untuk lebar jalan/sungai yang kurang dari 3 (tiga) meter, letak garis sempadan bangunan adalah tiga meter dihitung dari tepi DAMIJA/Sungai. (7) Garis Sempadan Bangunan terhadap sungai sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) bila dinyatakan sudah terbangun, sepanjang masih memungkinkan dapat dipertahankan dan dikendalikan bangunannya. Akan tetapi bila bangunan sudah roboh tidak diperkenankan untuk dibangun kembali. (8) Garis Sempadan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), (3), (5) dan ayat (6) dapat disesuaikan apabila kawasan tersebut sudah berkembang sedemikian rupa sehingga tidak mungkin lagi mengikuti ketentuan sempadan Rencana Tata Ruang Kota.

Pasal 5 (1) Daerah Milik Jalan ditentukan berdasarkan fungsi jalan, status jalan, kelas/konstruksi jalan dan jenis permukaan kawasan. (2) Lebar Daerah Milik Jalan dari masing-masing fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Rencana Tata Ruang Kota. (3) Daerah Milik Jalan pada jalan lingkungan paling kecil 6 M. Pasal 6 (1) Garis Sempadan Pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berhimpitan dengan batas terluar DAMIJA. (2) Garis sempadan pagar terluar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan serongan/lekukan atas dasar fungsi dan peranan jalan yang berhimpitan dengan batas terluar DAMIJA. (3) Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan maksimum 1,50 meter dari permukaan halaman trotoar dengan bentuk transparan atau tembus pandang. (4) Untuk bangunan berbentuk rumah toko (RUKO) tidak diperbolehkan diberi pagar. Pasal 7 (1) Garis sempadan jalan masuk ke kapling bilamana tidak ditentukan lain dan berhimpitan dengan batas terluar garis sempadan pagar. (2) Pembuatan jalan masuk yang membongkar krep jalan/batas pengaman dan trotoar harus mendapat izin dari Kepala Daerah. (3) Tata cara memperoleh Izin diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 8 (1) Garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian samping ditentukan dengan memperhatikan jumlah ditentukan dengan memperlihatkan jumlah lantai dan keadaan massa bangunan. (2) Garis sempadan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan menggunakan rumus : Y = 3,2 + n/2 m N = Jumlah lantai bangunan Y = Jarak (3) Jarak bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dihitung dengan menambah nilai kedua antar bangunan tersebut, dimana untuk bangunan

dengan dinding transparan dihitung sebesar Y dan bangunan dengan dinding massif sebesar 0,5 Y. (4) Bila disamping bangunan belum terdapat bangunan lainnya maka jarak nilai Y dihitung terhadap batas kapling bangunan. (5) Untuk bangunan berbentuk Rumah Toko (Ruko) setiap blok bangunan mencapai 50 meter diharuskan menyediakan jalan masuk dengan lebar minimal 6 meter. (6) Jarak sempadan sebagai dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) dapat disesuaikan apabila intensitas bangunan di kawasan tersebut sedemikian rupa sehingga sulit memenuhi ketentuan dimaksud dan atau terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak Pemilik kapling/lahan yang bersebelahan. Pasal 9 (1) Koefisien Dasar Bangunan ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan, resapan air permukaan, pencegahan terhadap bahaya kebakaran, fungsi peruntukan serta keselamatan dan kenyamanan bangunan. (2) Pengaturan mengenai besarnya KDB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan ketentuan Rencana Tata Ruang Kota. (3) Untuk bangunan umum apabila belum ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Kota, besar KDB bangunan maksimum adalah 60% (enam puluh persen). Pasal 10 (1) Koefisien Lantai Bangunan ditentukan atas dasar kepentingan kelestarian lingkungan, resapan air permukaan, pencegahan terhadap bahaya kebakaran, fungsi peruntukan, fungsi bangunan serta keselamatan dan kenyamanan. (2) Pengaturan mengenai besarnya Koefisien Lantai Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan ketentuan Rencana Tata Ruang Kota. Pasal 11 (1) Koefisien Daerah Hijau ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan dan resapan air permukaan. (2) Pengaturan mengenai besarnya koefisien Daerah Hijau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Kota. (3) Bagi bangunan fasilitas pelayanan umum apabila belum ditentukan KDH nya di dalam Rencana Tata Ruang Kota, maka besarnya Koefisien Daerah Hijau paling sedikit 40% (empat puluh persen). Pasal 12 (1) Ketinggian bangunan pada suatu kawasan disesuaikan dengan ketentuan Rencana Tata Ruang Kota.

(2) Untuk lokasi yang ketinggian bangunannya belum termuat di dalam Rencana Tata Ruang Kota, maka ketinggian maksimum bangunan ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan mempertimbangkan lebar jalan, tingkat kepadatan kawasan, fungsi bangunan, daya dukung tanah, keselamatan bangunan serta keserasian dengan lingkungannya. (3) Ketinggian bangunan dalam bentuk blok/deret, maksimum 5 (lima) lantai dengan lebar deret/blok maksimal 50 (lima puluh) meter sejajar jalan dan selebihnya harus berjarak dengan batas pensil tetangga minimal 3 (tiga) meter atau 6 (enam) meter terhadap jarak antar bangunan. (4) Tinggi lantai bangunan bertingkat pada lantai dasar maksimum 6 (enam) meter dan tinggi lantai berikutnya maksimum 5 (lima) meter. Bagian Ketiga Struktur, Bahan dan Arsitektur Bangunan Pasal 13 (1) setiap perencanaan bangunan harus memperlihatkan faktor-faktor kekuatan, kekakuan, kestabilan serta ketahanan terhadap gempa dan bahaya kebakaran. (2) Peraturan/standar teknik yang harus dipakai di dalam merencanakan bangunan ialah peraturan/standar teknik yang berlaku di Indonesia yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara, spesifikasi dan metode uji yang berkaitan dengan bangunan gedung. (3) Setiap bangunan dan bagian konstruksinya harus diperhitungkan terhadap beban sendiri, beban yang di pikul, beban bergerak, gaya angin, getaran dan gaya gempa sesuai peraturan pembebanan yang berlaku. (4) Setiap bangunan dan konstruksinya yang dinyatakan mempunyai tingkat gaya angin atau gempa yang cukup besar harus direncanakan dengan konstruksi yang sesuai dengan konstruksi dan ketentuan teknis yang berlaku. (5) Setiap merencanakan bangunan bertingkat lebih dari 3 (tiga) lantai harus menyertakan perhitungan strukturnya. (6) Dinas Tata Kota mempunyai kewajiban dan kewenangan untuk memeriksa konstruksi bangunan, baik dalam perencanaan maupun pada masa pelaksanaan pembuatannya. Pasal 14 (1) Penggunaan bahan bangunan diupayakan semaksimal mungkin produksi dalam negeri. (2) Penggunaan bahan bangunan harus mempertimbangkan faktor mutu/kualitas, keawetan dan kesehatan dalam pemanfaatan bahan bangunannya. (3) Bahan bangunan yang diperlukan harus memenuhi syarat-syarat teknik sesuai dengan fungsinya, seperti yang dipersyaratkan dalam standar Nasional Indonesia tentang spesifikasi bahan bangunan.

(4) Penggunaan bahan bangunan yang mengandung racun dan bahan kimia berbahaya harus mendapat rekomendasi dari Instansi terkait dan dilaksanakan oleh ahlinya. Pasal 15 (1) Setiap bangunan harus mempertimbangkan perletakan ruang sesuai dengan fungsi ruang dan hubungan ruang di dalamnya. (2) Setiap bangunan harus mempertimbangkan faktor keindahan, keserasian, keseimbangan dan keselarasan serta kondisi lingkungan sosial budaya setempat. (3) Setiap bangunan harus mempertimbangkan konsep-konsep arsitektur bangunan tropis. (4) Setiap bangunan umum diusahakan mempertimbangkan segi-segi pengembangan konsep arsitektur bangunan tradisional, sehingga secara estetika dapat mencerminkan perwujudan corak budaya Kota Jambi. (5) Bangunan yang menggunakan bahan kaca pantul pada tampak bangunan, sinar yang dipantulkan tidak boleh melebihi 24% (dua puluh empat persen) dengan memperhatikan tata letak dan orientasi bangunan terhadap matahari. Pasal 16 (1) Setiap bangunan yang dibangun harus mempertimbangkan faktor kenyamanan dan kesehatan bagi pengguna/penghuni yang berada di dalam dan sekitar bangunan. (2) Dalam merencanakan bangunan gedung harus memperhatikan : a. Sirkulasi udara di dalam bangunan, sehingga setiap ruang harus mendapatkan udara segar yang cukup. b. Pencahayaan/penerangan yang cukup, sesuai dengan fungsi ruangannya. c. Tingkat kebisingan yang dapat diterima sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Bagian Keempat Lingkungan Pasal 17 (1) Setiap mendirikan bangunan harus memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan menerapkan konsep ramah lingkungan yang serasi selaras dan seimbang. (2) Setiap mendirikan bangunan harus tidak menghalangi pandangan, kelancaran dan kenyamanan lalu lintas. (3) Setiap mendirikan bangunan harus memperhatikan aspek keamanan, keselamatan umum, kesehatan dan kelestarian lingkungan. (4) Setiap bangunan yang menghasilkan limbah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan harus dilengkapi dengan sarana pengolah limbah sehingga limbah sebelum dibuang ke saluran umum telah diolah terlebih dahulu dan dalam kondisi aman.

Bagian Kelima Sarana dan Prasarana Bangunan Pasal 18 (1) Setiap bangunan gedung yang berfungsi sebagai bangunan pelayanan umum harus memiliki sarana dan prasarana bangunan yang mencukupi agar fungsi bangunan yang telah ditetapkan dapat terselenggara dengan baik. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. Sarana dan Prasarana perparkiran dan fasilitas pendukung lainnya. b. Sarana transportasi vertikal. c. Sarana Tata Udara dan pencahayaan. d. Fasilitas penyandang cacat. e. Sarana untuk penyelamatan, pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran. f. Sarana tempat Pembuangan Sampah. g. Sarana Sanitasi. Pasal 19 (1) Untuk bangunan pelayanan umum (publik service building) seperti plaza, supermarket, hotel, sport hall, gedung pertemuan, gedung tempat hiburan dan bangunan pelayanan umum lainnya, sarana perparkiran yang disediakan harus memperhatikan rasio daya tampung gedung dengan kapasitas parkir. (2) Sarana parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus tidak menganggu kelancaran arus lalu lintas. (3) Pada bangunan pelayanan umum oleh karena fungsi dan penggunaannya serta aktivitas yang ditimbulkannya, tidak dibenarkan langsung maupun tidak langsung menggunakan sebagian/seluruhnya badan jalan sebagai sarana parkir. (4) Pada areal parkir harus disediakan alat penerangan yang mencukupi serta aman dari pengaruh arus lalu lintas dan gangguan lainnya. (5) Pengaturan tentang tata cara perparkiran diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 20 (1) Untuk bangunan perkantoran, pelayanan umum, campuran dan bangunan apartemen bertingkat tinggi harus menyediakan sarana transportasi vertical, sistem tata udara serta tata cara pencahayaan yang baik serta fasilitas penyandang cacat. (2) Apabila sarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan sistem elektrikal dan mekanikal, harus memakai sistem jaringan dan peralatan elektrik yang sesuai standar PLN. Pasal 21 (1) Setiap bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kediaman harus dilengkapi dengan tepat pembuangan sampah yang dibuat dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga sampah dapat diangkut dengan mudah.

(2) Apabila bangunan jauh dari tempat pembuangan sampah sementera maka sampah tersebut dapat dimusnahkan dengan cara yang aman. (3) Untuk bangunan yang bersifat pelayanan umum (Public Service Building) dan bangunan campuran harus dilengkapi dengan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) sendiri. (4) Pengaturan tentang Tata Cara Pembuangan sampah diatur dengan Peraturan Daerah. Bagian Keenam Utilitas Bangunan Pasal 22 (1) Jenis, mutu, sifat bahan dan peralatan instalasi air bersih/air minum yang dipergunakan harus memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku. (2) Pemilihan sistem dan penempatan instalasi air bersih/air minum harus disesuaikan dan aman terhadap sistem lingkungan, bangunan-bangunan lain, bagian-bagian lain dari bangunan dan instalasi-instalasi lain sehingga tidak saling membahayakan, menganggu dan merugikan serta mudah dalam pengamatan dan pemeliharaan. (3) Pengadaan sumber air bersih/air minum dapat diambil dari PDAM atau dari sumber yang dibenarkan secara resmi oleh instansi yang berwenang. Pasal 23 (1) Sistem pembuangan air hujan dapat dialirkan ke saluran umum kota. (2) Jika sistem pembuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mungkin dilaksanakan karena belum tersedianya saluran umum kota ataupun sebabsebab lain, maka pembuangan air hujan harus dilakukan melalui proses peresapan ataupun cara-cara yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah. (3) Dalam setiap pekarangan harus dibuat saluran pembuangan air hujan atau sumur resapan air hujan. (4) Saluran sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus mempunyai ukuran yang cukup besar dan kemiringan yang cukup untuk dapat mengalirkan seluruh air hujan dengan baik. (5) Air hujan yang jatuh dari atas atap harus disalurkan ke permukaan tanah dengan pipa atau saluran pasangan terbuka. (6) Saluran harus dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 24 (1) Air kotor yang berasal dari limbah rumah tangga pembuangannya harus melalui saluran tertutup dan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. (2) Pembuangan air kotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) baru dapat dialirkan kesaluran umum kota setelah melalui proses peresapan.

(3) Air kotor yang berasal dari limbah tinja harus disalurkan ke tanki septic yang dilengkapi dengan bidan resapan. (4) Letak sumur-sumur peresapan berjarak paling dekat 10 (sepuluh) meter dari sumber air minum/air bersih terdekat dan atau tidak berada di bagian atas kemiringan tanah terhadap letak sumber air minum/bersih, sepanjang tidak ada ketentuan lain yang disyariatkan oleh suatu kondisi tanah. (5) Air kotor yang berasal dari limbah industri dan jasa sebelum disalurkan ke badan penerima, harus diolah terlebih dahulu sampai dengan tingkat aman dan tidak membahayakan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 25 (1) Jaringan listrik harus aman dari bahaya/gangguan luar yang dapat merusak instalasi tersebut. (2) Proses pemasangan jaringan listrik harus memenuhi standar dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). (3) Dalam hal ada perubahan pada ukuran dan kapasitas bahan, jika lebih besar dari spesifikasi, maka pembesarannya tidak boleh merugikan lingkungan. (4) Sebelum jaringan listrik dioperasikan harus dilakukan pengetesan jaringan terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (5) Pada bangunan umum yang bertingkat tinggi harus menyediakan ruangan khusus untuk sistem pengaturan jaringan listrik yang mudah dijangkau oleh Petugas. Pasal 26 (1) Proses pemasangan instalasi telepon harus memenuhi standar dan ketentuan yang ditetapkan oleh Perusahaan Umum Telekomunikasi. (2) Pada bangunan umum yang bertingkat tinggi harus menyediakan ruangan khusus untuk sistem jaringan telepon yang mudah dijangkau oleh Petugas. Bagian Ketujuh Perlindungan Terhadap Kebakaran Pasal 27 (1) Setiap bangunan pelayanan umum, bangunan perdagangan dan jasa, industri, perkantoran dan pergudangan serta bangunan umum lainnya harus dilengkapi dengan sistem penyelamatan, pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran. (2) Sistem penyelamatan, pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran dimaksud dalam ayat (1) harus disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhan bangunan.

(3) Setiap lingkungan bangunan umum yang meliputi bangunan jasa dan perdagangan, industri dan pergudangan harus menyediakan jalan masuk yang cukup untuk kendaraan pemadam kebakaran. (4) Setiap bangunan pelayanan umum harus dilengkapi petunjuk : (5) Untuk terselenggaranya manajemen sistem pengamanan kebakaran maka setiap bangunan umum diwajibkan membentuk organisasi penanggulangan kebakaran sebagai bagian dari pengelolaan gedung. (6) Pengaturan tentang sistem penyelamatan, pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran diatur dengan Peraturan Daerah. BAB III KETENTUAN PERIZINAN Bagian Pertama Jenis Perizinan Pasal 28 (1) Setiap orang/badan sebelum mendirikan/mengubah bangunan, menggunakan bangunan atau merobohkan bangunan diharuskan memiliki izin dari Kepala Daerah. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. Izin Mendirikan/Mengubah Bangunan (IMB) b. Izin Penggunaan Bangunan (IPB). c. Izin Merobohkan Bangunan (IHB). Bagian Kedua Izin Mendirikan / Mengubah Bangunan Pasal 29 (1) Setiap orang/badan sebelum mengajukan permohonan IMB, harus meminta keterangan tentang arahan perencanaan kota kepada Dinas Tata Kota tentang rencana pembangunan kota yang meliputi: a. Jenis peruntukan bangunan. b. Luas lantai bangunan yang diizinkan. c. Jumlah lantai/lapis bangunan diatas/dibawah permukaan tanah yang diizinkan. d. Garis sempadan bangunan yang berlaku. e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diizinkan. f. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang diizinkan. g. Koefisien Daerah Hijau (KDH) yang diizinkan. h. Syarat-syarat kehandalan bangunan. i. Persyaratan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan bangunan. (2) Keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan advice planning yang dikeluarkan Dinas Tata Kota dan menjadi ketentuan mengikat yang harus dipenuhi si pemohon dalam mendirikan/mengubah bangunan.

(3) Permohonan izin mendirikan/mengubah bangunan harus mengajukan permohonannya secara tertulis kepada Kepala Dinas melalui Dinas Tata Kota dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. Surat permohonan diketahui Lurah dan Camat setempat. b. Gambar rencana Bangunan. c. Perhitungan struktur untuk bangunan bertingkat lebih dari 3 (tiga) lantai. d. Photo copy bukti surat kepemilikan tanah. e. Persetujuan/izin dari pemilih tanah untuk bangunan yang didirikan diatas tanah yang bukan miliknya. f. Photo copy tanda bukti lunas PBB tahun terakhir pada lokasi yang akan dibangun. g. Photo copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku. (4) Untuk bangunan pelayanan umum dan usaha pengembangan perumahan/bangunan lainnya (real estate) dengan luas areal sama dengan atau lebih dari 5.000 m 2 atau dengan jumlah luas lantai sama dengan atau lebih 3.000 m 2 diharuskan melengkapi permohonan IMB dengan rencana tapak (site plan), perencanaan sistem/instalasi sarana, prasarana dan utilitasnya serta pembahasannya di koordinasikan dengan instansi terkait. Pasal 30 (1) Gambar rencana bangunan rumah tempat tinggal tidak bertingkat dengan luas kurang dari 100 m 2 dapat dilakukan oleh orang yang ahli atau berpengalaman. (2) Gambar rencana bangunan rumah tempat tinggal > 100 m 2 dan atau bangunan bertingkat sampai dengan tiga lantai harus dilakukan oleh orang yang ahli dan telah mendapat Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP). (3) Gambar rencana bangunan bertingkat lebih dari tiga lantai, bangunan pelayanan umum dan bangunan khusus harus dilakukan oleh Badan Hukum yang telah mendapat sertifikasi sesuai dengan kualifikasi bidang keahliannya. (4) Perencana bertanggung jawab terhadap kehadalan bangunan yang direncanakan dan harus telah memenuhi persyaratan teknis. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi perencana: a. Bangunan yang sifatnya sementara dengan syarat luas dan tingginya tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan Dinas Tata Kota. b. Pekerjaan memplaster, memperbaiki retak bangunan dan memperbaiki lapis lantai bangunan. c. Memperbaiki penutup atap tanpa mengubah konstruksinya. d. Memperbaiki lubang cahaya/udara tidak lebih dari 1 (satu) m 2. e. Membuat pemisah halaman tanpa konstruksi. f. Memperbaiki langit-langit tanpa mengubah jaringan. (6) Pengaturan lebih lanjut mengenai Surat Izin Bekerja Perencana (SIBP) sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.

Pasal 31 (1) Perencanaan bangunan yang diajukan terdiri dari : a. Perencanaan Arsitektur. b. Perencanaan Struktur c. Perencanaan Konstruksi. d. Perencanaan Utilitas. e. Site plan/tata letak bangunan di atas kapling/areal. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan Rencana Kerja dan Syarat-syarat Pekerjaan (RKS). Pasal 32 (1) Dinas Tata Kota meneliti berkas permohonan Izin mendirikan/mengubah Bangunan yang diajukan pemohon. (2) Setelah permohonan diterima secara lengkap, Dinas Tata Kota memberikan tanda terima permohonan dan selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan lapangan. (3) Hasil pemeriksaan lapangan dilaporkan kepada Kepala Dinas Tata Kota sebagai bahan pertimbangan dikabulkan, disempurnakan atau ditolaknya permohonan tersebut. (4) Hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dimuat pada dokumen berita acara pemeriksaan yang harus dipertanggung jawabkan oleh Petugas yang bersangkutan. (5) Dinas Tata Kota dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak di daftarkannya berkas dan syarat-syarat dinyatakan lengkap akan memberikan jawaban tertulis mengenai dikabulkan, disempurnakan atau ditolaknya permohonan tersebut. (6) Permohonan yang ditolak atau disempurnakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilengkapi dengan alasan penolakan atau ketentuan penyempurnaannya. (7) Apabila dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak persyaratan dinyatakan lengkap, tidak ada pemberitahuan dikabulkan penolakan atau ketentuan penyempurnaan dari Dinas Tata Kota maka pemohon harus menanyakan secara langsung kepada Kepala Dinas Tata Kota. Pasal 33 (1) Setelah permohonan dikabulkan maka si Pemohon wajib membayar retribusi IBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Setelah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan maka petugas yang disertai pemohon harus menentukan titik-titik dilapangan berupa field lantai dan garis sempadan bangunan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembangunan bangunan dimaksud.

Pasal 34 (1) Izin mendirikan/mengubah Bangunan diterbitkan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak permohonan dikabulkan. (2) Izin Bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih bersifat sementara dan akan diganti dengan IMB yang sesungguhnya setelah bangunan selesai dan dinyatakan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang ditetapkan. (3) Bila Bangunan menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan maka IMB yang sesungguhnya tidak dapat dikeluarkan kecuali setelah diadakan perbaikan dan penyempurnaan. (4) Oleh karena sesuatu yang bersifat khusus dan teknis, izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat melampaui batas waktu yang ditentukan paling lama dua kali 15 (lima belas) hari kerja. Pasal 35 (1) Surat Izin Mendirikan Bangunan ditandatangani oleh Kepala Daerah dan dapat didelegasikan kepada Pejabat yang ditunjuk. (2) Pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Pasal 36 (1) Pelaksanaan pekerjaan mendirikan/mengubah bangunan harus dilaksanakan paling lambat 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya IBM. (2) Apabila melebihi waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkan izin Mendirikan/Mengubah Bangunan ternyata yang bersangkutan belum melakukan kegiatan maka izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal dengan sendirinya. Pasal 37 Pemilik Izin Mendirikan/Mengubah Bangunan wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Tata Kota tentang : a. Saat dimulainya pekerjaan mendirikan bangunan paling lambat 1 (satu) hari sebelum melaksanakan kegiatan. b. Saat dimulainya kegiatan bagian-bagian pekerjaan, sepanjang hal itu disyariatkan dalam Izin Mendirikan/Mengubah Bangunan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum bagian pekerjaan dimulai. c. Tiap penyelesaian bagian pekerjaan sepanjang itu dipersyaratkan dalam Izin Mendirikan/Mengubah bangunan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum bagian itu selesai dikerjakan. Pasal 38 (1) Pekerjaan mendirikan/mengubah bangunan baru dapat dimulai setelah Dinas Tata Kota menentukan garis sempadan bangunan serta ketinggian bangunan yang akan didirikan diatas permukaan tanah sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Izin Mendirikan/Mengubah Bangunan.