PENGAWASAN PENGGUNAAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH. Lilian G.F Apituley. Abstrak



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah yang baik (good local governace) merupakan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUMBANGAN RETRIBUSI PASAR TRADISIONAL KEPADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA

BAB I PENDAHULUAN. wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

PELAKSANAAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM PERATURAN DAERAH. Oleh : Michael Barama 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN PEMERINTAH SEBAGAI PENGANTAR RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

I. PENDAHULUAN. pemerintah pusat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

APA ITU DAERAH OTONOM?

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM Dl BIDANG PENYELENGGARAAN DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah

BAB II LANDASAN TEORI

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 SERI D.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. Salah satu agenda reformasi yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah daerah dalam bidang kepariwisataan tidak dapat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu Melindungi segenap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2000 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB III PENUTUP. Sebagai kesimpulan dapat di kemukakan bahwa : 1. DPR Kabupaten Sumba Barat Daya sudah berperan tetapi perannya belum

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

EVALUASI PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DI KOTA JAMBI

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAHAN PUSAT DAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Permasalahan. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

Transkripsi:

PENGAWASAN PENGGUNAAN KEUANGAN DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Lilian G.F Apituley Abstrak Sistem pengawasan sangat menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena hal-hal seperti memberlakukan prinsip pengawasan umum pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian daerah. Makin sempit kemandirian makin terbatas otonomi. Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dasar hukum keuangan daerah dapat dilihat pada pasal 23 ayat 2 (Amandemen UUD 1945 yang ke-3) yaitu bunyinya: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengawasan dalam penggunaan keuangan daerah sangatlah penting mengingat bahwa daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat sebagai pusat kontol terhadap pelaksanaan otonomi tersebut. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa campur tangan pemerintah pusat harus berdasarkan pada ketentuan dari UU yang talah ditetapkan sehingga menghindarkan dari konflik yang mengancam stabilitas Negara kesatuan. Kata Kunci : Pengawasan Keuangan, Otonomi Daerah, Desentralisasi. A. PENDAHULUAN Otonomi daerah pada dasarnya bukanlah tujuan, melainkan alat bagi terwujudnya cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan otonomi daerah yang berorientasi kepada kepentingan rakyat tidak akan pernah terwujud apabila pada saat yang sama agenda demokratisasi tidak terwujud. Dengan kata lain, otonomi daerah di satu sisi bisa meminimalisasi konflik pusatdaerah, dan di sisi lain dapat menjamin citacita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi masyarakat, hanya mungkin diagendakan dalam kerangka besar demokratisasi kehidupan bangsa di bidang politik, hukum, dan ekonomi. Ini berarti, bahwa otonomi daerah tidak bisa dipisahkan dari demokratisasi kehidupan bangsa. Selain itu, otonomi daerah haruslah dilihat sebagai otonomi masyarakat daerah, bukan merupakan otonomi pemerintah daerah. Konsekuensi logis dari cara pandang seperti ini adalah kebijakan otonomi daerah harus berorientasi pada pemberdayaan, pelayanan, dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Sebagai hak yang melekat pada masyarakat, otonomi daerah pada hakekatnyat tidak dapat dicabut oleh pemerintah pusat. Namun demikian, pemerintah pusat, melalui persidangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dapat mencabut dan/atau

mengurangi hak dan kewenangan pemerintah daerah yang dianggap gagal dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Asas dan tujuan dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah suatu yang penting dan bersifat mendasar, karena berhubungan dengan format desentralisasi dan kebijakan otonomi daerah itu sendiri. Dalam konteks, asas dari kebijakan otonomi daerah yang hendak direkomendasikan di sini adalah saling percaya dan saling menghormati ( mutual trust and mutual respepect), saling melengkapi, dan saling ketergantungan, baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah maupun antara rakyat dan pemerintah dalam rangka mewujudkan suatu indonesia yang utuh, adil, demokratis, dan sejahtera. Tujuan dan kebijakan otonomi daerah ada 2 (dua), yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum kebijakan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam di dalam negara Republik Kesatuan Indonesia yang utuh. Adapun tujuan khusus dari kebijakan otonomi daerah adalah; (1). Meningkatkan keterlibatan dan patrisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud suatu pemerintahan lokal yang bersih, efisien, transparan, responsive,dan akuntabel; (2). Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat akan uregensi keterlibatan mereka dalam proses pemerintahan; (3). Memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara langsung dan demokratis; (4). Membangun kesaling-percayaan antar masyarakat dan pemerintah dipihak lain. Dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kini berlaku, Pemerintah Pusat berupaya kembali memperteguh Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai kerangka institusional yang mustahak bagi otonomi daerah. Konsepsi otonomi daerah di Indonesia dewasa ini mengandung nilai unitaris yang melekat dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara. Kesatuan Pemerintah Daerah merupakan hasil bentukan Pemerintah Pusat yang bahkan sewaktuwaktu kapan suka dapat dihapus melalui proses hukum. Desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas urusan pemerintahan, khususnya yang terkait kepentingan masyarakat setempat. Sebagaiman, diketahui bahwa dalam implementasi otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 kerap terjadi konflik kewenangan dan konflik memperebutkan sumber-sumber pendapatan, baik itu antara pusat dengan daerah, antara provinsi dengan kabupaten/kota, maupun antara kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Sehingga dalam rangka untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut perlu adanya suatu lembaga yang independen dan non partisipan. Dimana lembaga ini selain menyelesaikan konflik tentang pelaksanaan otonomi daerah, juga berfungsi untuk mengawasi implementasi otonomi daerah termasuk penggunaan keuangan Negara dan daerah. Lembaga ini berada di pusat dan provinsi. Berdasarkan pada kenyataan yang ada maka penulis berupaya untuk membuat suatu tulisan tentang bagaimana peranan lembaga pengawasan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 dengan judul Pengawasan Penggunaan Keuangan Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi

Daerah.Harapan saya semoga keterbatasan dalam penulisan ini dapat menjadi sebuah sumbangan konstruktif dalam menciptakan penegakkan hukum di negara Indonenesia. B. PEMBAHASAN 1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Secara etimologi istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu, de centrum yang artinya lepas dari pusat. Sehingga desentralisasi adalah melepaskan diri dari pusat. 1 Hans Kelsen mengartikan desentralisasi sebagai : However, we speak of decentralization only if organization is carried out according to the territorial principle, if the norms of a legal order are differentiated with respect to their territorial sphare of validity, although the differentiation with respect to their personal saphare of validity has a similar effect. 2 Menurut kelasiman desentralisasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu Pertama, Dekonsentrasi ( deconcentratie) yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan Negara tingkat lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugastugas pemerintahan. Kedua,. Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangundangan dan pemerintahan kepada daerahdaerah otonom di dalam lingkungan. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat ikut serta dalam pemerintahan dengan mempergunakan saluran-saluran tertentu 1 Koesoemahatmadja, RHD.,Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan di Indonesia, Binacipta, Bandung. 1979,hal 14 2 Kelsen, Hans., General Theory Of Law and State, Russel and Russel. New York, 1973, hal 306 sesuai dengan batas wilayah daerah masingmasing. Sesuai isi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dalam hal menimbang : disebutkan, Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat UUD Negara Republik indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,pemerataan,keadilan,keistimewa an,dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3 Selanjutnya, dalam pasal 1 ayat (2) (6) dijelaskan bahwa, pemerintahan daerah adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. pemerintahan daerah adalah Gubernur, Bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4 Adapun otonomi daerah adalah hak, kewajiban, dan kewajiban daerah 3 Marbun, B N., DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 dan UU Otonomi Daerah 2004. Pt Surya multi grafika, 2005. hal 1-2 4 Ibid..

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dijelaskan juga bahwa daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5 Pasal 175 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa Menteri Dalam Negeri melakukan pengendalian defisit anggaran setiap daerah. Hal tersebut merupakan bentuk resentralisasi pemerintah pusat atas daerah. Selain itu juga merupakan intervensi langsung dari pemerintah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bentuk ketidak mandirian pemerintah daerah yang lain adalah Pasal 186 UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mendudukkan provinsi sebagai evaluator sesuai atau tidak sesuainya RAPBD Kabupaten dan Kota dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi akan menjadikan tantangan bagi birokrasi atau perangkat daerah yang berkaitan dengan anggaran 2. Landasan Yuridis Otonomi Daerah Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (setelah amandemen ke 2 Tahun 2000) menyatakan bahwa: Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap 5 Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Citra umbara, Bandung, 2007, hal. 4 provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah seperti diatur dalam UU. Selanjutnya sesuai dengan semangat reformasi dan pembatasan sistem sentralistik, MPR dalam amandemen ke-2 (tahun 2000) UUD 1945 merumuskan dalam UUD 1945 pasal 18A dan pasal 18B yang berbunyi : Pasal 18A : 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan UU dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan UU. Pasal 18B : 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan UU. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam UU. Dari isi UUD 1945 terasebut menjadi jelas bahwa pasal 18, UUD 1945 menjadi landasan pembentukan pemerintahan daerah yang akan diatur dengan undang-undang ; bahwa daerahdaerah dimaksud akan berstatus otonom

dan akan memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta pemerintah di daerah.selanjutnya kalau kita meringkas isi pasal 18, 18A,18B UUD 1945 akan dijumpai pokok-pokok pengertian sebagai berikut : 1. daerah tidaklah bersifat staat atau Negara (dalam Negara) 2. wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi dalam provinsi-provinsi. Provinsi ini kemudian akan dibagi pula dalam daerah-daerah yang lebih kecil yaitu kabupaten dan kota; 3. daerah-daerah itu adalah daerah otonom atau daerah administrasi; 4. di daerah otonom dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum; 5. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adapt beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Pengawasan Penggunaan Keuangan Daerah a. Pengertian Pengawasan Jika berbicara tentang pengawasan, biasanya yang dimaksudkan adalah salah satu fungsi dasar manajemen atau dalam bahasa inggris dikenal dengan sebutan controlling. Dan bila dilihat dalam bahasa Indonesia, fungsi controlling ini mempunyai 2 (dua) padanan/pengertian 6 yaitu pengawasan dan pengendalian. Pengawasan dalam arti sempit diartikan sebagai segala sesuatu atau segala kegiatan umutuk mengetahui dan melihat kenyataankenyataan yang sebenarnya tentang 6 Sujamto., Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar grafika, Jakarta. 1994, hal 52 pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan semestinya atau tidak. 7 Adapun pengendalian itu pengertiannya adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan sesuai dengan semestinya. 8 Perbedaan antara pengawasan (arti sempit) dan pengendalian terletak pada kewenangan untuk melakukan tindakan korektif. Pengendali atau pimpinan memiliki wewenang untuk melakukan tindakan korektif, baik terhadap manusia sebagai pelaksana maupun terhadap sistem yang berlaku dalam organisasi. Menurut Sujamto sebagai berikut : Bahwa dari fungsi controlling atau pengawasan dalam arti luas yang terdiri dari pengawasan dalam arti sempit dan pengendalian, ada bagian yang dapat didelegasikan kepada bawahan dan yang tidak didelegasikan yaitu pengendalian. Sedangkan yang dapat didelegasikan yaitu fungsi pengawasan. Pengawasan dalam arti sempit inilah yang disebut pengawasan fungsional. 9 Dengan adanya pengawasan maka tugas pelaksanaan dapatlah diperingan karena para pelaksana tidak mungkin dapat melihat kemungkinankemungkinan kesalahan yang diperbuat dalam kesibukan sehari-hari. Pengawasan bukan dalam hal ini sekedar untuk mencari kesalahan atau ada untuk melihat mana yang salah dan mana yang benar akan tetapi dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan. 10 Menurut Y.W Sinindhia, dapat dikemukakan hal-hal menyangkut 7 Ibid 8 Ibid 9 Ibid 10 Riwo kaho, yosep., Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Bina aksara, Jakarta,1982, hal 194

pengawasan pelaksanaan pembangunan didaerah-daerah sebagai berikut : a. Fungsi pengawasan, pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen disamping fungsi-fungsi masyarakat lainnya, yaitu staf dan perencanaan dan pelaksanaan. b. Prinsip-prinsip pengawasan, pengawasan merupakan suatu proses yang terus menerus yang dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik. Didalam melakukan pengawasan haruslah diutamakan adanya kerja sama dan dipeliharanya rasa kepercayaan. 11 Sistem pengawasan sangat menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena hal-hal seperti memberlakukan prinsip pengawasan umum pada satuan otonomi dapat mempengaruhi dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin sempit kemandirian daerah. Makin sempit kemandirian makin terbatas otonomi. 12 Akan tetapi dalam hal ini, tidak boleh ada sistem otonomi yang sama sekali meniadakan pengawasan. Hal ini dikarenakan bahwa kebebasan berotonomi dan pengawasan merupakan dua sisi dari satu lembaran dalam berotonomi untuk menjaga keseimbangan bandul antara kecendrungan desentralisasi dan sentralisasi yang dapat berayun berlebihan. UU No. 22 Tahun 1999 tentang keuangan pemerintahan daerah, sangat mengendorkan sistem pengawasan. Dapat dilihat pada 11 Sunindhia, Y.W., Praktek Penyelenggaraan Pemerintah di Daerah, Rineka cipta, Jakarta, 1996, hal 103 12 Bagir, manan., Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat study Hukum(PSH)Fak. Hukum UII Yogyakarta. 2001, hal 39 penjelasan umum angka 10, disebutkan :.sedangkan pengawasan lebih ditekankan pada pengawasan represif untuk memberi kebebasan kepada daerah otonomi dalam mengambil keputusan serta memberikan peran kepada DPRD dalam mewujudkan fungsi sebagai badab pengawas terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu peraturan daerah yang ditetapkan daerah otonom tidak memerlukan pengesahan terlebih dahulu oleh pejabat yang berwenang. Berdasarkan hal di atas yang menarik bahwa, dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa meniadakan syarat pengesahan (preventief toezicht) dapat mengakibatkan masalah. Dalam artian bahwa, bagaimanakah kalau peraturan daerah melampaui wewenang (ultra vires)? Maka gugatan ke pengadilan adalah hal atau cara yang dapat ditempuh. Permasalahan yang lain yaitu bagaimana kalau tidak ada yang mempersoalkan? Dari penjelasan permasalahan diatas maka sebenarnya, bukan hal yang tepat untuk meniadakan pranata pengesahan itu yang lebih penting tetapi yang perlu sekali diatur adalah tata cara pengesahan agar kemandirian tetap terjamin. b. Pengertian Keuangan Negara Dan Keuangan Daerah Menurut M. Subagio, yang dimaksudkan dengan Keuangan Negara adalah hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, demikian juga segala sesuatu, baik berupa uang maupun barang yang dijadikan Negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban itu. 13 Dalam penjelasan pasal 3 UU No. 17 Tahun 1965 kemudian telah dicabut dan diganti dengan UU No. 5 Tahun 1973, 13 Subagio. M, Hukum Keuangan Negara RI, Rjawali Pers. Jakarta, 1991, hal 11

dijumpai perumusan pengertian keuangan Negara adalah yang dimaksud dengan keuangan Negara dalam UU ini adalah segala kewenangan Negara dalam bentuk apapun juga, baik yang terpisah maupun yang tidak. 14 Menurut Hadi, Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Dengan demikian menyatakan bahwa segala sesuatu juga, baik uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Negara, berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 15 Sedangkan yang dimaksudkan dengan keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 16 Dimana, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara atau APBD adalah program pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk angka-angka. 17 Hubungan keuangan antara penerimaan pusat dan daerah sangatlah kompleks hal ini diungkapkan oleh Tjahya Supriatna, lebih lanjut dikatakan bahwa banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk menjadikannya sebagai suatu sistem hubungan keuangan antara pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik faktor ekonomi maupun khususnya faktor politik. 14 Ibid hal 12 15 Hadi, M., Administrasi Keuangan Negara RI. Rajawali Pers. Jakarta, 1980, hal 2 16 Achmad fauzi, D H dan Iskandar., Cara Membaca APBD, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Malang, 1982, hal 34 17 Hadi, M., loc..cit.. hal 2 c. Dasar Hukum Keuangan Daerah. Dasar hukum keuangan daerah dapat dilihat pada pasal 23 ayat 2 (Amandemen UUD 1945 yang ke-3) yaitu bunyinya: Anggaran pendapatan dan belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada penjelasan umum tentang keuangan daerah, disitu dijelaskan bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggara usaha pemerintah diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada daerah, dengan mengacu pada undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Sedangkan semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah, diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Hal ini, berarti bahwa daerah diberikan hak untuk mendapatkan keuangan serta mengelola keuangan sendiri tetapi tetap berdasarkan ketentuan undang-undang atau dalam pengawasan pemerintahan pusat. Sumber keuangan diantaranya yaitu berupa: kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumbersumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak

untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pembiayaan. Dengan adanya pengaturan tersebut, maka dalam hal ini pemerintah menerapkan 18 prinsip uang mengikuti fungsi Sedangkan, peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah menyatakan bahwa: Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja Negara. 19 d. Pengawasan DPRD Terhadap Penggunaan Keuangan Daerah. 1. Fungsi dan Tugas DPRD Keberadaan lembaga perwakilan rakyat di daerah kabupaten/kota merupakan Conditio sine quanon dalam sistem demokrasi, termasuk yang berlangsung di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga ini merupakan institusi yang memiliki legitimasi paling kuat sebagai representasi rakyat, sehingga oleh karena DPRD kabupaten/kota menjalankan fungsi esensial, yaitu : a. Bersama dengan Bupati/ Walikota mentukan kebijakan (policy) dan membuat peraturan daerah (Perda);dimana, untuk mengimplementasikan fungsi ini, DPRD kabupaten/ kota diberi hak inisiatif, yaitu hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan Peraturan daerah yang disusun oleh 18 Penjelasan umum UU No. 32 Tahun 2004,.loc cit..143-144 19 Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah. pemerintah kabupaten/kota dan hak budget; b. Mengontrol pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kebijakankebijakan yang telah ditetapkan bersama oleh DPRD dan pemerintah kabupaten/kota. Untuk menyelenggarakan fungsi ke-2 inilah DPRD kabupaten/kota diberi hak control atau hak pengawasan. Apabila ditelusuri, fungsi pengawasan legislatif sebenarnya merupakan amanat yang terkandung dalam penjelasan UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan Negara, bahwa. DPR dapat senantiasa mengawasi tindakantindakan presiden dan jika Dewan menganggap bahwa presiden sungguhsungguh melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh UUD atau MPR, maka. 20 Analog dengan dipusatkan, di Daerah kabupaten/kota berlaku hal yang sama : DPRD kabupaten/kota dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan bupati/walikota termasuk juga mengawasi kinerja seluruh jajaran pemerintah kabupaten/kota dalam penggunaan keuangan daerah : yang selanjutnya dipertanyakan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota mempunyai fungsi berdasarkan pasal 61 dan pasal 77 UU No. 22 Tahun 2003, yaitu : pertama, legislasi adalah legislasi daerah yang merupakan fungsi DPRD provinsi untuk membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur. Kedua, fungsi anggaran, adalah fungsi DPRD provinsi bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk menyusun dan menetapkan APBD yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan 20 Penjelasan UUD 1945

fungsi, tugas dan wewenang DPRD provinsi. Ketiga, fungsi pengawasan ialah : fungsi DPRD provinsi untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan undangundang, peraturan daerah, dan keputusan gubernur serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Penjelasan umum tentang pengawasan terhadap daerah otonomi dalam UU No. 32 Tahun 2004 angka 1 menjelaskan bahwa, pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini pengawasan dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan dan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dimana, pengawasan pemerintah daerah adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan atau Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah, pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut: 1. Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (RAPERDA), yaitu terhadap rancangan peraturan daerah yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri untuk Raperda provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar peraturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. 2. Pengawasan terhadap semua peraturan daerah diluar yang termasuk dalam angka1, yaitu setiap peraturan daerah wajib disampaikan kepada menteri dalam negeri untuk provinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap peraturan daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku. 4. Reformasi Pengelolaan Keuangan Daerah Reformasi penyelenggaraan pemerintah daerah dengan disahnya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan oleh UU No. 32 Tahun 2004. Bila dikaitkan dengan legislasi daerah dapat diartikan 21 sebagai, pertama, self regulating power, yaitu kemampuan mengatur dan melaksanakan otonomi daerah melalui berbagai bentuk peraturan perundang-undangan demi kesejahteraan masyarakat didaerahnya. Kedua, self modifying power, yaitu kemampuan melakukan penyesuaian-penyesuaian dari peraturan yang ditetapkan secara nasional dengan kondisi daerah. Ketiga, local political support, yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah yang mempunyai legitimasi luas dari masyarakat, baik pada posisi kepala daerah sebagai unsur eksekutif maupun DPRD sebagai unsur legislatif. Keempat, financial recources, yaitu mengembangkan kemampuan dalam mengelola sumber-sumber pengasilan dan kekurangan yang memadai untuk membiayai kegiatan-kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarkat. Kelima, developing brain power, yaitu membangun sumber daya 21 Syamsuddin,A, Mengenal OTDA Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, makala, seminar KADIN-PWI Kabupaten Bondowoso, 2000

aparatur pemerintah dan masyarakat yang handal yang bertumpuh pada kapasitas intelektual dalam meyelesaikan berbagai masalah. C. KESIMPULAN Keuangan daerah adalah kemampuan pemerintahan daerah untuk mengelola, mulai merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi berbagai sumber keuangan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi dan tugas pembantuan di daerah yang diwujudkan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengawasan dalam penggunaan keuangan daerah sangatlah penting mengingat bahwa daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah masih sangat tergantung pada pemerintah pusat sebagai pusat kontol terhadap pelaksanaan otonomi tersebut. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa campur tangan pemerintah pusat harus berdasarkan pada ketentuan dari UU yang talah ditetapkan sehingga menghindarkan dari konflik yang mengancam stabilitas Negara kesatuan. DAFTAR PUSTAKA Achmad Fauzi, DH dan Iskandar, 1982, Cara Membaca APBD, Lembaga penelitian Universitas Brawijaya, Malang. Bagir, Manan., 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Pusat Study Hukum (PSH) Fakul tas Hukum UII, Yogyakarta. Hadi, M,. 1980, Administrasi Keuangan Negara Republik Indonesia. Rajawali pers, Jakarta. Kelsen Hans., 1973. General Theory Of Law and State, Russel and Russel. New York. Koesoemahatmadja, RHD., 1979. Pengantar Sistem Pemerintahan di Indonesia. Binacipta, Bandung. Marbun, B N., 2005. DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD dan UU Otonomi Daerah Tahun 2004. PT. Surya multi grafika. Jakarta. Riwo Kaho, Yosep., 1982. Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Bina aksara, Jakarta. Subagio, M., 1991. Hukum Keuangan Negara Republik Indonesia. Rajawali pers, Jakarta. Sunindhia, Y.W., 1996. Praktek Penyelenggara Pemerintah di Daerah. Rineka cipta, Jakarta. Sujamto., 1994. Aspek-aspek Pengawasan di Indonesia. Sinar grafika, Jakarta. Syamsuddin, A., 2000. Mengenal Otonomi Daerah Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Makala; Seminar Kadin-PWI Kabupaten Bondowoso.) Undang-undang RI No. 32 tentang Otonomi Daerah beserta Penjelasannya. Citra umbara, Bandung. 2007. Amandemen UUD 1945, Perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat (dalam satu naskah). Penerbit Media presindo ( Anggota IKAPI). 2007