Riris Diana Rachmayanti Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN MEDIA PANGGUNG BONEKA DALAM PENDIDIKAN PERSONAL HYGIENE CUCI TANGAN MENGGUNAKAN SABUN DI AIR MENGALIR

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

BAB I PENDAHULUAN. 1 Anak usia sekolah di Indonesia ± 83 juta orang (

BAB I PENDAHULUAN. perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Masa usia sekolah disebut

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 7 / No. 2 / Agustus 2012

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA ANAK DI JANTURAN MLATI SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Keywords: hand washing demonstration, elementary school students, the incidence of illness.

PERBEDAAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN DEMONSTRASI PADA ANAK KELAS V SD DI SDN PAGU I KECAMATAN PAGU

Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK CUCI TANGAN PADA ANAK PRASEKOLAH DI PAUD DARUNNAJAH TAMANSARI WULUHAN JEMBER

BAB 1 : PENDAHULUAN. perilaku hidup bersih dan sehat. Pengembangan perilaku hidup bersih dan sehat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang mempunyai peranan besar dalam menentukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh, hal ini

*Mulyo Aji Sulistyo,**Imam Fathoni,***Leo Yosdimyati R

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG CUCI TANGAN PAKAI SABUN (CTPS) PADA SISWA SDN BATUAH I DAN BATUAH III PAGATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya

Dadang Kusbiantoro Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. 131/Menkes/SK/II/2004 dan salah satu Subsistem dari SKN adalah Subsistem

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya guna tercapainya negara yang kuat (Ratna, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau biasa juga disebut sebagai PHBS

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di

PEMBERIAN HEALTH EDUCATION MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENCUCI TANGAN PADA ANAK PRASEKOLAH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENCUCI TANGAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN SISWA SDN 01 GONILAN

Pengaruh Penyuluhan PHBS tentang Cuci Tangan Pakai Sabun terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Siswa Kelas V SDN Taman Kota Serang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Promosi kesehatan merupakan pilar dalam. penyelenggaraan misi meningkatkan kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat menekankan pada praktik-praktik kesehatan (Wong, 2009). Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sehat dalam keperawatan anak adalah keadaan kesejahteraan yang optimal

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU MENCUCI TANGAN DENGAN BENAR PADA SISWA KELAS V SDIT AN-NIDA KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2013

Dyna Apriany Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi Jawa Barat

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan suatu negara, karena merupakan generasi penerus bangsa

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) PADA ANAK USIA 3-6 TAHUN DI DI DESA PLOSOWAHYU KAB LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN MOTIVASI IBU BALITA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) Ati ul Impartina Program Studi D III Kebidanan STIKES Muhammadiyah Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta perkembangan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang kritis karena pada usia

ABSTRAK. Desy Apriani Sari, Pembimbing: drg. Donny P. SKM

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA MASYARAKAT DI DESA SENURO TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. perubahan gaya hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA RANOWANGKO KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

PENGARUH PENYULUHAN CUCI TANGAN MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO TERHADAP KETERAMPILAN CUCI TANGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR KARYA TULIS ILMIAH

Oleh: Aulia Ihsani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pencegahan penyakit dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko

BAB I PENDAHULUAN. yang masih tinggi (Kemenkes RI, 2011). Anak usia sekolah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case Fatility Rate (CFR) yang

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA

PERILAKU PERSONAL HYGIENE PADA PEMULUNG DI TPA KEDAUNG WETAN TANGERANG

(Submited : 16 April 2017, Accepted : 28 April 2017) Dewi Nurhanifah

PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017)

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Anak usia sekolah merupakan kelompok masyarakat yang mempunyai

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh nilai-nilai individu dan kebiasaan yang dapat. mempengaruhi kesehatan dan psikologis seseorang.

I. PENDAHULUAN. bersifat endemis juga sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

PENGGUNAAN MEDIA KARTU PUTAR DALAM PENYULUHAN UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MENCUCI TANGAN MEMAKAI SABUN PADA SISWA SD TEGALREJO 2 KOTA YOGYAKARTA

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PHBS DI MTS MIFTAHUL ULUM KECAMATAN KEMLAGI KABUPATEN MOJOKERTO. Dwi Helynarti Syurandari*)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Manuskrip. Oleh : Icha Puspitalia Wilanda NIM : G2A PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

(Kajian Pada SD Negeri Minomartani 1 Yogyakarta) Satya Bagus Pradita 1, Alfini Octavia 2. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cuci tangan mengunakan sabun telah menjadi salah satu gerakan yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sehat merupakan hak setiap individu agar dapat melakukan segala

Pengaruh Frekuensi Penyuluhan di UKGS pada Anak SD terhadap Derajat Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN MEDIA LAGU TERHADAP PRAKTIK MENCUCI TANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

KETERSEDIAAN SUMBER AIR BERSIH DAN PERILAKU MENCUCI TANGAN PADA KELUARGA BAYI YANG MENGALAMI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB II CUCI TANGAN PAKAI SABUN UNTUK CEGAH PENYAKIT

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI USIA DINI TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

STUDI KOMPARASI PHBS WARGA SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN DI DESA TAHUN 2015

PENYULUHAN DENGAN MEDIA KOMIK UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG SARAPAN PAGI PADA SISWA KELAS IV SDN 01 MANGUHARJO KOTA MADIUN

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang

Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan tentang stres. melalui ceramah pada remaja di SMPN 34 Semarang ANDI PURWONO

Transkripsi:

1 Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir (Studi Pada Siswa Kelas 1 SD ) Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRACT Washing hand with soap and flow water is the most easy and most affordable to prevent disease transmission. Washing hand with soap should accustomed since early, because they are more vulnerable to disease activity with a higher play. especially to children because they are more susceptible towards disease with activity plays higher. Therefore, the pads of this research would like to know the media puppet stage effectiveness used to provided education in personal (washing hand with soap). This experiment done to analyze effective puppet that used as media in give information about washing hand with seen increase knowledge and skill about washing hand with soap in subject or group that given different treatment. This experiment done at elementary school Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah with 1 st grade class. First class is fruits that given treatment shaped lecture elucidation, while second class vegetables that is given treatment shaped elucidation with puppet. Experiment that used is quasi experimental From the research result there were differences in knowledge and skill before and after treatment both of them. There was increasing knowledge and skill with result for knowledge and skill wilcoxon singed rank test p= 0,000 and wilcoxon mann-whitney p=0,000. Fruits class increase skill 75,9% and increase knowledge 86,2% while the class vegetables increase skill 76,7% and increase knowledge 56,6% Based on the research result on it after puppet stage less effective. Many factors make it ineffective can be from targets or puppet stage. Keywords : washing hand, soap, puppet stage PENDAHULUAN Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk, tetapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di daerah tersebut (Bagus, 2003). Penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya bakteri sering menyerang anak-anak terutama mereka yang status gizi dan kesehatannya rendah. Infeksi bakterial pada saluran pencernaan

2 masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara, terutama di negara berkembang. Setiap tahun, angka kematian pada anak balita akibat diare di dunia mencapai 2,5 juta jiwa (Evy, 2007). Salah satu penyakit diare adalah penyakit diare akut yang banyak diderita oleh anak-anak. Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia (Kandun, 2003). Data dari Subdit Diare, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Depkes RI tahun 2003, diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi dan nomor lima pada semua umur. Banyak riset mengungkapkan bahwa resiko penularan penyakit bisa dikurangi dengan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta perilaku hygiene seperti cuci tangan pakai sabun pada waktu penting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dina Agoes dengan judul Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan memakai air dan sabun sebelum makan terbukti berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan (OR=2,35, 95% CI=1,40-3,94), variabel lain yang berhubungan bermakna adalah perilaku buang air besar (BAB) tidak di jamban dengan nilai (OR=2,64, 95% CI=1,46-4,77) dan perilaku jajan bukan di warung sekolah (OR=1,96, 95% CI=1,06-3,65). Cuci tangan pakai sabun yang dipraktikkan secara tepat dan benar merupakan cara termudah dan efektif untuk mencegah berjangkitnya penyakit seperti diare, tifus, dan bahkan flu burung. Cuci tangan ternyata merupakan sebuah kunci penting dalam pencegahan penularan penyakit. Banyak sekali penyakit menular yang terjadi karena masalah perilaku hidup bersih dan sehat yang rendah, salah satunya dalam hal mencuci tangan. Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan tingkat kejadian dan penularan berbagai macam penyakit menular. Dengan mencuci tangan dengan air dan sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri dan parasit lainnya Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

3 pada kedua tangan. Oleh karenanya, mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan. Dari berbagai riset, risiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku hygiene, seperti cuci tangan pakai sabun pada waktu penting. Menurut penelitian Fewtrell dan Kaufmann (2005), perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit termasuk flu burung, kecacingan, influenza, hepatitis A, demam tifoid, dan diare terutama pada bayi dan balita. Maka perlu adanya pendidikan serta pembelajaran kesehatan untuk membiasakan diri menerapkan personal hygiene (cuci tangan memakai sabun). Hal tersebut tidak mudah namun apabila pendidikan dan pembelajaran mengenai kesehatan diberikan secara dini pada anak maka akan lebih mudah diterima jika dibandingkan pada orang dewasa. Perilaku sehat bagi anak merupakan modal utama menuju ke arah hidup sehat di masa mendatang sehingga perilaku sehat dan pola hidup sehat perlu terus dibina dan dikembangkan secara dini dan secara luas. Belum optimalnya kesehatan pada anak terutama masalah kesehatan diri disebabkan oleh karena kurangnya peran orang tua dalam memberikan informasi serta pendidikan kesehatan kepada mereka. Pada dasarnya segala sesuatu perlu dibiasakan sedini mungkin sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan dan rutinitas yang secara sadar maupun tidak hal tersebut dilakukan tanpa disuruh ataupun diperintah orang lain tapi keinginan dan motivasi tersebut muncul dari dirinya sendiri. Dalam memberikan pembelajaran perlu adanya media yang dapat dijadikan sarana guna mempermudah penyampaian materi. Berdasarkan penelitian tentang puppets dengan sebutan penelitian timescale tahun 2003-2004 mengemukakan bahwa menggunakan orangan (boneka) ternyata memiliki dampak positif pada pelajaran sains. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu meningkatkan keterlibatan anakanak dan motivasi, memberikan dorongan untuk fokus bicara dan penyelidikan dalam sains, meningkatkan keyakinan segan dari anak-anak, termasuk beberapa anak- Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13

4 anak dengan pendidikan kebutuhan khusus, mendapatkan anak-anak mereka untuk berbagi ide dan mereka mengungkapkan adanya kesalahpahaman, menantang anak-anak dan adanya kesalahpahaman ide kreatif dalam cara, memberikan peluang pada guru untuk mengambil peran yang berbeda, mendukung manajemen kelas efektif, menciptakan konteks untuk penggunaan kosa kata ilmiah. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang media panggung boneka dalam memberikan informasi tentang cuci tangan menggunakan sabun. Tujuan penelitian ini adalah Menganalisis efektifitas media panggung boneka dalam memberikan pendidikan cuci tangan menggunakan sabun di air mengalir dan meningkatkan pengetahuan tentang cuci tangan menggunakan sabun di SD. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilaksanakan adalah dengan penelitian eksperimental. Jenis eksperimental yang digunakan adalah eksperimental kuasi. Perlakuan ada 2 macam yaitu panggung boneka dan ceramah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1 SD Muhammadiyah 18 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 1 Vegetables dengan jumlah 31 siswa dan kelas 1 Fruits dengan jumlah 30 siswa. Lokasi pengambilan data dilaksanakan di dilaksanakan di SD Muhammadiyah 18 di Mulyorejo Tengah Surabaya. Untuk melihat adanya perbedaan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dengan menggunakan Wilcoxon singed-rank test dan untuk melihat adanya perbedaan pada penggunaan media yang digunakan antara panggung boneka dan ceramah dengan menggunakan Wilcoxon mean whithney HASIL PENELITIAN Tabel 1. Tabel Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Kelas Fruits Laki-laki 16 Perempuan 13 Kelas Vegetables Laki-laki 17 Perempuan 13 Jumlah 59 Tabel 2. Tabel Distribusi Berdasarkan Umur No Umur Frekuensi (%) 1 2 3 4 6 tahun 7 tahun 8 tahun 9 tahun 17 35 5 2 28.8 59.3 8.5 3.4 Total 59 100 Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

5 Secara umum kondisi lingkungan sekolah di SD Muhammadiyah dapat dikatakan cukup bagus dan baik dengan fasilitas air bersih, dengan 5 buah kran air, terdapat 3 buah kamar mandi 2 kamar mandi untuk putri dan 1 buah kamar mandi untuk putra dengan kondisi kamar mandi yang cukup bersih, penerangan, ventilasi yang baik keadaan lantai yang tidak licin dan ventilasi yang cukup. Gambar 3. Diagram Sumber Informasi Tentang Cuci Tangan Gambar 1. Diagram Peran Orang Tua Dalam Mengajarkan Cara Mencuci Berdasarkan uraian dari setiap diagram diatas maka dapat diketahui bahwa keberadaan orang tua yang paling besar namun keberadaan media juga sebagai faktor pendorong (reinforcing factor) sedangkan faktor pendukung (enabiling factor) dalam hal ini adalah sarana yang dimiliki oleh sekolah untuk melakukan cuci tangan. Gambar 2. Diagram Perintah Orang Tua Untuk Mencuci Tangan di SD Tabel 3. Tabel Tentang Keterampilan Kelas Fruits di SD No Kategori Frekuensi (%) 1 Meningkat 22 75,9 2 Menurun 7 24,1 3 Tetap 0 0 Total 29 100 Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13

6 Tabel 4 Tabel Keterampilan Kelas Vegetables di SD No Kategori Frekuensi (%) 1 Meningkat 23 76,7 2 Menurun 6 20,0 3 Tetap 1 3,3 Total 30 100 Berdasarkan kedua tabel mengenai keterampilan mencuci tangan di kedua kelas tersebut peningkatan lebih besar terjadi pada kelas vegetables sebesar 76,7% dan di kelas fruits 75,9%. Namun perbedaanya tidak begitu besar. Padahal pada kelas fruits hanya menggunakan ceramah sedangkan pada vegetables menggunakan panggung boneka. Tabel 5 Tabel Pre-Test Pengetahuan Kelas Fruits di SD No Kategori Frek. (%) 1 Sangat baik ( 80) 2 6,8 2 Baik (79-60) 19 65,5 3 Sedang (59-40) 6 20,9 4 Kurang (<40) 2 6,8 Total 29 100 Tabel 6. Tabel Post-Test Pengetahuan Kelas Fruits di SD No Kategori Frek. (%) 1 Sangat baik ( 80) 16 55,2 2 Baik (79-60) 13 44,8 3 Sedang (59-40) 0 0 4 Kurang(<40) 0 0 Total 29 100 Tabel 7 Tabel Peningkatan Pengetahuan Kelas fruits di SD No Kategori Frek. (%) 1 Meningkat 25 86,2 2 Menurun 1 3,5 3 Tetap 3 10,3 Total 29 100 Tabel 8 Tabel Pre-Test Pengetahuan Kelas vegetables di SD No Kategori Frekuensi (%) 1 Sangat baik ( 80) 5 16,7 2 Baik (79-60) 16 53,3 3 Sedang (59-40) 6 20 4 Kurang (<40) 3 10 Total 30 100 Tabel 9 Tabel Pre-Test Pengetahuan Kelas vegetables di SD No Kategori Frekuensi (%) 1 Sangat baik ( 80) 13 43,3 2 Baik (79-60) 13 43,3 3 Sedang (59-40) 2 6,7 4 Kurang (<40) 2 6,7 Total 30 100 Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

7 Tabel 10 Tabel Peningkatan Pengetahuan Kelas fruits di SD Muhammadiyah 18 Surabaya No Kategori Frekuensi (%) 1 Meningkat 17 56,7 2 Menurun 3 10 3 Tetap 10 33,3 Total 29 100 Berdasarkan kedua tabel pengetahuan diatas dapat diketahui bahwa pada kelas vegetables peningkatan pengetahuannya lebih kecil yaitu 56,6% jika dibandingkan dengan kelas fruits yang peningkatannya sebesar 79,3%. Maka disini media panggung boneka yang digunakan kurang berpengaruh terhadap pengetahuan atau informasi yang disampaikan didalamnya. Selain itu karakteristik dari siswa kelas vegetables yang cenderung lebih aktif dari kelas fruits. PEMBAHASAN Hasil perhitungan statistik perbedaan media yang digunakan dalam memberikan informasi mengenai cuci tangan menggunakan sabun, nilai p = 0,000 < α = 0,05. Maka H0 ditolak artinya ada perbedaaan antara kelompok yang diberi media panggung boneka dan tidak diberi panggung boneka. Perbedaan tersebut sudah dijelaskan sebelumnya. Yaitu pada keterampilan di kelas Fruits sebesar 75,9% sedangkan Pada kelas Vegetables keterampilan sebesar 76,7%. Meskipun perbedaan antara kedua kelompok tersebut tidak terlalu besar. Sedangkan pada pengetahuan pada kelas Fruits peningkatan pengetahuan terjadi sebesar 79,3%, sedangkan pada subyek di kelas Vegetables yang diberilan perlakuan berupa panggung boneka sebesar 56,6% Bobbi (1999) mengatakan dari kutipan yang berasal dari Dr Vernon A Magnesen, 1983 bahwa 10% kita belajar dari apa yang kita baca, 20% kita belajar dari apa yang kita dengar, 30% kita belajar dari apa yang kita lihat, 50% kita belajar dari apa yang kita lihat dan kita dengar, 70% kita belajar dari apa yang kita katakan, dan 90% kita belajar dari apa yang kita katakan dan kita lakukan. Menurut Buku Bahan Ajar (1997) menyatakan bahwa ada piramida perkembangan media pendidikan yang dinamakan kerucut pengalaman Edgar Dale. Pada panggung boneka sistem pembelajaran dengan melihat dan mendengar hal ini lebih efektif dari sekedar melihat saja atau mendengar saja, seperti halnya pada ceramah. Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13

8 Maka dapat disimpulkan bahwa panggung boneka lebih efektif jika dibandingkan dengan ceramah karena pada penggunaan media panggung boneka ada beberapa tahapan yang ada pada piramida tersebut yang panggung boneka merupakan simbol visual dan visual yang kemudian anak-anak ikut terlibat didalamnya mendemonstrasikan dan berpartisipasi didalamnya mereka mengobservasi langsung kegiatan pada panggung boneka dan pada akhirnya melaksanakan pengalaman langsung dengan melakukan ketrampilan mencuci tangan dengan sabun. Pada anak-anak tahapan-tahapan tersebut tidak bisa langsung namun bertahap yang dimulai dengan rangsangan awal berupa panggung boneka yang di dalamnya mengandung simbol visual dan non visual. Menurut farida (2008), ada beberapa tahapan dalam bermain pada anak Tahap Kedua (anak usia 2 sampai 6 atau 7 tahun), Pada tahap ini anak mulai berpikir simbolik dan mampu berbicara untuk memahami lingkungannya. Cara berpikirnya masih berpusat pada diri sendiri dan anak masih belum mampu menerapkan hukum-hukum logika terhadap pengalamannya dan pikirannya. Daya imajinasi anak berkembang pada tahap ini. Jadi jangan khawatir bila pada tahap ini anak mempunyai teman imajinasi yang diajaknya bermain, bercerita, dan tertawa bersama. Bila imajinasi anak bertambah, secara bertahap cara berpikir anak tidak lagi berpusat pada diri sendiri sehingga sosialisasi dapat dikembangkan. Melalui bermain, anakanak melatih diri sendiri untuk lebih menguasai gerakan motorik kasar dan halus, atau melakukan kegiatan berpikir seperti klasifikasi. Tata cara hidup di masyarakat seperti disiplin dan aturanaturan sudah mulai dikenalnya. Dengan menggunakan media panggung boneka maka anak akan ikut bermain didalammya artinya panggung boneka juga merupakan sarana untuk bermain dan mendapatkan hiburan. Media panggung boneka sebagai hiburan dan pembelajaran, namun dalam hasil penelitian ini yang paling dominan adalah sebagai hiburan jadi siswa kurang memahami informasi yang diberikan melalui panggung boneka. Menurut Rakhmad (2005), gerakan sangatlah penting bagi pembelajaran. Karena gerakan mampu membangkitkan dan mengaktifkan kapasitas mental. Gerakan menyatukan dan menarik informasi-informasi baru kedalam jaringan neuron. Gerakan sangat vital bagi semua tindakan untuk pembelajaran, pemahaman, dan untuk Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

9 diri kita sendiri. Setiap gerakan yang dilakukan merupakan suatu kejadian sensoris-motorik, yang berkaitan dengan pemahaman terhadap dunia fisik, dunia tempat semua pembelajaran. Setiap kali kita bergerak dalam cara yang teratur dan halus, otak akan diaktifkan secara penuh dan integrasi terjadi, pintu kepada pembelajaran terbuka secara alami. Huward Gardner, Jean Ayres, Rudolph Steiner, Neil Kephardt dan para pembaharu ternama lainnya di dunia pendidikan telah menekankan pentingnya gerakan dalam proses pembelajaran (Rakhmat, 2005). Untuk anak yang aktif dalam pembelajaran perlu sekali memberikan dalam bentuk gerakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga akan sangat tidak efektif karena keadaan yang diam dan monoton tidak bisa dilakukan oleh anak yang aktif. Sehingga penelitian dengan media panggung boneka tidak efektif untuk anak-anak yang aktif seperti siswa-siswi di kelas vegetables namun jika media panggung boneka ini diterapkan di kelas fruits atau pada kelompok anak yang normal artinya tidak aktif maka hasil yang diperoleh akan sangat berbeda. Kemungkinan besar hasil yang diperoleh akan lebih bagus dan lebih efektif menggunakan media panggung boneka dalam memberikan informasi seperti halnya penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa memberikan pembelajaran dengan media orangan atau panggung boneka bisa meningkatkan pengetahuannya. Selain lokasi penelitian yang dilakukan dikota dengan subyek anakanak kota sangat berpengaruh hal tersebut dikarenakan anak-anak kota lebih meyukai hal-hal yang berhubungan dengan teknologi modern (bermain PS, computer, Nintendo,dan lain sebagainya) dalam keseharian mereka teknologi sudah menjadi hal yang biasa hal tersebut akan sangat berbeda dengan anak-anak desa yang masih kurang berpengetahuan terhadap teknologi modern. Sehingga dengan karakter anak kota yang menyukai teknologi maka penggunaan media panggung boneka yang masih bersifat tradisional kurang menarik bagi mereka. Macam panggung boneka juga sangat beragam artinya penampilan dalam mengemas panggung boneka itu sendiri. Pada penelitian ini panggung boneka yang digunakan masih bersifat tradisional disesuaikan dengan kemampuan peneliti. Sehingga berpengaruh terhadap hasil penelitian yang kurang sesuai. Karena tampilan panggung boneka sangat berpengaruh disini. Panggung boneka dengan tampilan beragam banyak bermunculan Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13

10 panggung boneka yang tampilannya lebih bagus dan lebih modern seperti si unyil, jalan sesame, star kidz, dan laen sebagainya. Soekodjo (2005) mengatakan Green menganalisis perilaku manusia yang dimulai dari tingkat kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku ( nonbehavior causes). Perilaku tersebut ditentukan oleh 3 faktor yaitu Faktorfaktor predisposising (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan lain sebagainya. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan lainnya. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya Dari hasil penelitian dengan menggunakan angket yang telah dilakukan untuk menggetahui faktor yang mempengaruhi dalam mencuci tangan Berdasarkan dari diagram 1 tentang peran orang tua dalam mengajarkan cara cuci tangan diketahui bahwa sebesar 94,9% orang tua mereka mengajarkan cara mencuci tangan sedangkan sebanyak sebesar 5,1% mengatakan bahwa orang tua mereka tidak mengajarkan cara mencuci tangan. Berdasarkan diagram 2 tentang orang tua perintah orang tua untuk melakukan cuci tangan diatas maka dapat diketahui bahwa atau sebesar 91,5% orang tua mereka menyuruh anaknya untuk mencuci tangan sebesar 8.5% orang tua mereka tidak meyuruh anaknya untuk mencuci tangan. Berdasarkan diagram 3 tentang sumber informasi yang didapatkan oleh anak-anak mengenai cuci tangan dapat diketahui bahwa sebesar 47,5% mendapat informasi dari orang tua, sebesar 16,9% mendapat informasi dari televisi, sedangkan sebesar 6,8% mendapat informasi dari sekolah, Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

11 jumlah ini sama dengan siswa yang mendapat informasi dari majalah, dan sebesar 22% mendapatkan informasi dari lain-lain disini bahwa informasi didapatkan tidak hanya dari satu sumber saja tapi dari beberapa sumber. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor pendorong (factor reinforcing) adalah orangtua namun keberadaan media juga termasuk memberikan kontribusi dalam memberikan informasi mengenai personal hygine cuci tangan menggunakan sabun. Namun tetap yang paling penting adalah orang tua. Menurut John (2003), Masa pertengahan dan akhir anak adalah masa perkembangan yang berlangsung dari kira-kira usia 6 sampai 11 tahun. Kadang-kadang masa ini disebut masa sekolah dasar. Anak menguasai ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung, dan mereka secara formal juga dikenalkan dengan dunia yang lebih luas dengan budaya. Prestasi menjadi hal yang utama dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat. Dan masih tergantung dengan orang tua. Soekodjo (2005), Faktor-faktor Pendukung (enabiling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan lainnya. Faktor pendukung disini adalah sumber daya yang dimiliki oleh pihak sekolah seperti yang telah diuraikan di atas bahwa SD Muhammadiyah memiliki 5 buah kran air dan yang paling penting adalah adanya air bersih, namun pada sekolah tidak disediakan sabun sebagai fasilitas. Fasilitas inilah yang merupakan faktor pendukung yang penting dalam melakukan cuci tangan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan sekolah SD Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah dalam kategori cukup dengan nilai 70,45%. Faktor yang mampu meningkatkan pengetahuan dan perilaku untuk mencuci tangan atau faktor pendorong (factor reinforcing) adalah orang tua namun keberadaan media juga tidak dapat dipisahkan meskipun hasilnya tidak sebesar orang tua. Sesuai dengan hasil yang diperoleh melalui angket yang telah dilakukan dalam penelitian ini 94,9% orang tua siswa mengajarkan cara mencuci tangan, sebesar 91,5% Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13

12 orang tua mereka menyuruh anaknya untuk mencuci tangan, sedangkan untuk sumber informasi sebesar 47,5% mendapat informasi dari orang tua, sebesar 22% mendapatkan informasi dari lain-lain disini bahwa informasi didapatkan tidak hanya dari satu sumber saja tapi dari beberapa sumber antara lain dari guru disekolah, majalah, televisi. Faktor pendukung (enabling factors) dalam hal ini adalah fasilitas atau sarana yang dimiliki oleh sekolah yaitu air bersih dan kran menentukan pula dalam melakukan cuci tangan. Terjadi perbedaan keterampilan pada kedua kelompok yang diberi intervensi berupa panggung boneka pada kelas vegetables lebih tinggi nilainya yaitu sebesar sebesar 76,7% sedangkan pada kelas fruits yang hanya diberikan penyuluhan berupa penyuluhan biasa tanpa media apapun peningkatan yang terjadi sebesar 75,9%. Ada perbedaan namun perbedaan tersebut tidak begitu besar dan tidak begitu signifikan. Pada pengetahuan juga terjadi perbedaan antara kelas fruits yang diberi penyuluhan biasa tanpa media dan antara kelas vegetables yang diberikan penyuluhan dengan media panggung boneka. Pada kelas fruits peningkatan pengetahuan sebesar 86,2%, dan pada kelas vegetables sebesar 56,6%. Perbedaan tersebut sangat signifikan terhadap efektifitas media yang digunakan. Hal ini sangat tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan media orangan (panggung boneka) dapat meningkatkan pengetahuan dan memudahkan dalam belajar. Karakteristik siswa-siswi di kelas vegetables yang aktif merupakan faktor yang menentukan ketidakefektifan panggung boneka yang diterapkan dalam pendidikan personal hygiene mencuci tangan dengan sabun. Karena dengan karakter anak yang aktif media panggung boneka tidak sesuai dengan anak-anak tersebut. Selain itu media panggung boneka dalam penelitian ini lebih cenderung pada hiburan. Dan tampilan panggung boneka yang diberikan masih tradisional sehingga mempengaruhi hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Hari cuci tangan sedunia PBB, http://steelxp.wordpress.com/2008 /10/16/hari-cuci-tangan-seduniapbb. (Sitasi 14 Oktober 2008). Anonim. 17 Persen Penduduk Terserang Diare. http://digilib.ampl.or.id/detail/deta il.php?row=&tp=kliping&ktg=san itasi&kode=6605. (Sitasi 14 Oktober 2008) Penggunaan Media Panggung Boneka dalam Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun di Air Mengalir,

13 Anonim. 2007 Diare Turun, Tinggal 59.300 Penderita. www.surabayapost.info/detail.php?cat=4&id=68079-42k. (Sitasi 14 Oktober 2008) Anonim. Ikuti Hari Cuci Tangan Sedunia Pertama pada 15 Oktober 2008. http://www.perempuan.com/?ar_i d=19173. (Sitasi 14 Oktober 2008) Kandun NI. 2003. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI hal 29 Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta Nur aini, Farida. 2008. Edu Games For Childs Penduan Permainan Alami Yang Mencerdaskan Anak. Surakarta. AfraPublishing. Rakhmat, Jalaludin. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung. MLC. Santrock W. John. 2003. Edisi ke Enam Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta. Airlangga. Santrock W. John. 2003. Edisi ke Kelima Life-Span Development PerkembanganMasa Hidup. Jakarta. Airlangga. Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Maret 2011: 1-13