Kualitas Refined-Glyserin Hasil Samping Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit dengan Menggunakan Variasi Katalis



dokumen-dokumen yang mirip
Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

4 Pembahasan Degumming

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI DALAM KOLOM PACKED BED. Oleh : Yanatra NRP.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.

Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel

Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Produk Metil Palmitat dalam Reaktor Tumpak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Oleh : Riswan Akbar ( )

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

Perbandingan aktivitas katalis Ni dan katalis Cu pada reaksi hidrogenasi metil ester untuk pembuatan surfaktan

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH STIR WASHING

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHAN

PADITIF PENINGKAT ANGKA SETANA BAHAN BAKAR SOLAR YANG DISINTESIS DARI MINYAK KELAPA

Bab III Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Pelaksanaan Penelitian

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumber energi alternatif saat ini terus digiatkan dengan tujuan

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata Kunci: asam lemak bebas(alb), netralisasi, pre-esterifikasi, transesterifikasi, CPO

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku CPO Menggunakan Reaktor Sentrifugal dengan Variasi Rasio Umpan dan Komposisi Katalis

Oleh: Dimas Rahadian AM, S.TP. M.Sc JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Reaksi Transesterifikasi Multitahap-Temperatur tak Seragam untuk Pengurangan Kadar Gliserol Terikat

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

I. PENDAHULUAN. Potensi Indonesia sebagai produsen surfaktan dari minyak inti sawit sangat besar.

LAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

BAB 2 DASAR TEORI. Universitas Indonesia. Pemodelan dan..., Yosi Aditya Sembada, FT UI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. oksigen. Senyawa ini terkandung dalam berbagai senyawa dan campuran, mulai

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

APLIKASI PENGGUNAAN BIODIESEL ( B15 ) PADA MOTOR DIESEL TIPE RD-65 MENGGUNAKAN BAHAN BAKU MINYAK JELANTAH DENGAN KATALIS NaOH 0,6 %

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Oleh : Wahyu Jayanto Dosen Pembimbing : Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

Penggunaan Zeolit Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 43 Kualitas Refined-Glyserin Hasil Samping Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit dengan Menggunakan Variasi Katalis Astrilia Damayanti dan Wara Dyah Pita Rengga Prodi Teknik Kimia, Universitas Negeri Semarang Abstrak: Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dapat mengalami proses transesterifikasi dengan alkohol untuk menghasilkan alkil ester. Jika alkohol yang digunakan adalah metanol, maka akan menghasilkan metil ester yang biasa disebut biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses transesterifikasi ini adalah gliserin dalam jumlah sekitar 40% dari total produk. Gliserin merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan, makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dll. Jika kebutuhan biodiesel meningkat, maka jumlah gliserin sebagai produk samping juga meningkat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah katalis optimum dalam reaksi transesterifikasi minyak sawit, perbandingan yield gliserin terhadap katalis KOH dan NaOH, serta kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin Variabel yang divariasikan adalah katalis KOH dan NaOH dengan komposisi katalis masing-masing 0,2%; 0,4%; 0,6% dan 1,0%. Perbandingan mol minyak dan metanol adalah 6:1. Hasil penelitian didapatkan kondisi optimum katalis NaOH dan KOH untuk reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol yang menghasilkan yield metil ester terbanyak dicapai pada 0,6%. Yield gliserin terbesar pada KOH yaitu 16,75% dan yield gliserin untuk NaOH adalah 16%. Kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin untuk NaOH adalah gliserin 43,90%, 70,57%, dan 96,42%, sedangkan untuk KOH adalah gliserin 39,40%, 67,11%, dan 97,35%. Kata kunci : minyak sawit,transesterifikasi, refined-glyserin, katalis. 1. Pendahuluan Minyak sawit merupakan minyak nabati yang dapat mengalami proses transesterifikasi dengan alkohol untuk meghasilkan alkil ester. Jika alkohol yang digunakan adalah metanol, maka akan menghasilkan metil ester yang biasa disebut biodiesel yang ramah lingkungan. Hasil samping dari proses transesterifikasi ini adalah gliserin dalam jumlah sekitar 40% dari total produk. Pemanfaatan biodiesel sebagai produk utama yang semakin marak terutama digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel dan solar. Dengan meningkatnya kebutuhan biodiesel akan meningkatkan jumlah gliserin juga sebagai produk samping. Padahal selama ini gliserin yang sudah dipisahkan dari metil ester mempunyai kadar sekitar 35% dengan dua tahapan pada proses transestrifikasi (Agnes, 2004). Namun selama ini gliserin jarang dimurnikan, namun langsung dijual dengan harga yang murah. Jika gliserin diolah terlebih dahulu sehingga mendapatkan kemurnian minimal 97%, maka akan meningkatkan nilai jualnya. Gliserin merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam perkembangan industri obat-obatan, makanan, kosmetik, pelumas, tembakau, dll. Industri ini memerlukan gliserin yang murni untuk proses industrinya. Didukung oleh peranannya di beberapa sektor industri maka penelitian ini sangatlah penting karena luasnya pemakaian gliserin. Proses untuk menghasilkan gliserin adalah reaksi metanolisis atau transestrifikasi. Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserin. Katalis yang digunakan adalah katalis basa dan asam. Katalis basa yang umum digunakan adalah potasium hidroksida (KOH), sodium hidroksida (NaOH), dan sodium metilat (NaOCH 3 ), sedangkan katalis asam adalah H 2 SO 4. Katalis yang lebih umum digunakan adalah katalis basa, karena katalis basa tidak bersifat korosif dan reaksi transesterifikasi berlangsung lebih cepat (Darmoko dan Munir, 2000).

44 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jumlah katalis optimum dalam reaksi transesterifikasi minyak sawit, perbandingan yield gliserin terhadap katalis KOH dan NaOH serta mengetahui kualitas refined-glyserin hasil pemurnian gliserin. Pada penelitian ini variasi katalis basa dicoba untuk mengetahui kadar gliserin kotor dan kadar refined-glyserin setelah dimurnikan melalui beberapa tahapan penguapan dan distilasi. 2. Metode Penelitian Proses transesterifikasi terjadi dengan mereaksikan antara minyak kelapa sawit dengan metanol dan katalis dengan variasi NaOH dan KOH. Perbandingan mol minyak dan metanol yang digunakan adalah 6:1 dan katalis NaOH dan KOH masing-masing sebesar 0,2; 0,4; 0,6. dan 1%. Reaksi transesterifikasi berlangsung secara batch dengan dua tahap. Reaksi dua tahap ini bertujuan untuk meningkatkan konversi minyak menjadi metil ester dan gliserin. Minyak yang belum terkonversi pada tahap pertama akan terkonversi pada tahap kedua. Dengan demikian yield metil ester akan lebih tinggi. Waktu reaksi untuk masing-masing batch adalah 2 jam dengan pengadukan. Rangkaian alat dapat dilihat pada Gambar 1. Pada tahap pertama, minyak sawit direaksikan dengan 60% metanol dan 60% katalis pada suhu 65 o C. Kemudian dilakukan pengendapan selama 30 menit, dan gliserin I dipisahkan. Pada tahap kedua, diumpankan sisa methanol dan katalis. Suhu reaksi adalah 60 o C. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa pada tahap kedua reaktan yang direaksikan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tahap pertama. Setelah itu dilakukan pengendapan. Metil ester yang dipisahkan disentrifuge untuk mengambil gliserin II yang masih terikut. Gliserin II yang dihasilkan kemudian ditambahkan ke dalam reaksi tahap pertama karena di dalamnya masih terdapat metanol yang belum bereaksi dan sisa katalis. Gliserin yang akan dimurnikan ditambahkan air pencuci metil ester sampai konsentrasi gliserin 35%. Air pencuci tersebut ditambahkan karena di dalamnya masih terkandung gliserin. Setelah itu dilakukan dekomposisi asam lemak dengan menggunakan HCl dan dilanjutkan dengan penetralan dengan NaOH. Ditetapkan gliserin 35% untuk memudahkan dekomposisi asam lemak dan meringankan proses pemurnian selanjutnya. Gliserin dimurnikan lagi sampai 85% menggunakan hotplate stirer dengan suhu 105 ± 5 o C. Pemurnian lebih lanjut sampai konsentrasi 97% dilakukan dalam alat distilasi dengan pemanasan bertahap. Uji karakteristik gliserin dilakukan dengan alat kromatografi gas dan massa. Analisis kandungan air dinyatakan dalam % berat. Kehadiran air dalam sampel minyak dan gliserin sangat penting karena mengindikasikan tingkat kemurnian sampel. Penentuan ph dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman sampel gliserin. Pada ph penelitian ph gliserin yang dibutuhkan adalah ph 7. Pengukuran dilakukan dengan ph meter. Gambar 1. Proses transesterifikasi Bubble test dilakukan untuk mengetahui kecenderungan sampel membentuk buih. Analisis ini dilakukan pada distilled glyserin untuk melihat jumlah sabun yang berada dalam sampel gliserin. Banyaknya sabun akan menurunkan kualitas gliserin. Bubble test dilakukan dengan mencampurkan

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 45 sampel dan akuades dalam gelas ukur dengan rasio 1:1., kemudian dikocok dengan kuat dan didiamkan selama satu menit. Volume yang diisi oleh buih menunjukkan banyaknya sabun yang terdapat dalam sampel. 3. Hasil dan Pembahasan Proses transesterifikasi terjadi dengan mereaksikan antara minyak kelapa sawit dengan metanol dan katalis dengan variasi NaOH dan KOH. Perbandingan mol minyak dan metanol yang digunakan adalah 6:1 dan katalis NaOH dan KOH masing-masing sebesar 0,2; 0,4; 0,6. dan 1%. Proses Transesterifikasi dilakukan dalam alat refluk pada suhu 60 0 C dengan menggunakan pengadukan selama 1 jam reaksi. Produk reaksi transesterifikasi yang setelah didiamkan kurang lebih 1 malam akan terbentuk dua lapisan, yaitu bagian atas berupa metil ester dan bagian bawah berupa gliserin. Metil ester berwarna kuning sedangkan gliserin berwarna coklat kemerahan. Produk metil ester dan gliserin dengan proses transesterifikasi pada variasi katalis yaitu NaOH dan KOH dan variasi jumlah katalis yaitu 0,2% s.d 1% (Tabel 1). Pada Tabel 1 terlihat bahwa proses transesterifikasi dengan variasi katalis NaOH menghasilkan yield metil ester yang optimum pada kadar katalis 0,6% yaitu 95,4878%, sedangkan pada variasi katalis KOH, yield tertinggi pada kadar katalis 0,6%, yaitu 96,8617%. Jika dibandingkan antara katalis NaOH dan KOH pada proses tranesterifikasi, yield metil ester tertinggi lebih baik jika menggunakan katalis KOH. Data metil ester yang paling optimum diantara kedua katalis tersebut, yaitu produk gliserin dari variasi NaOH dan KOH dengan kadar 0,6% selanjutnya diperlakukan lebih lanjut untuk dimurnikan dan ditingkatkan kualitas kadarnya menjadi gliserin dengan kualitas tinggi. Tabel 1. Data metil ester dan gliserin dengan variasi Katalis NaOH dan KOH Katalis, % berat Metil ester (%) Gliserin utama (ml) NaOH KOH NaOH KOH 0,2 92,6878 90,7975 9,5 10 0,4 93,5484 91,7155 14,5 15 0,6 95,4878 96,8617 16 16,75 1 94,1800 95,6080 14,5 14,5 Produk gliserin yang mengalami tahap pemurnian dipilih dari hasil metil ester optimum, yaitu gliserin hasil transesterifikasi variasi NaOH dan KOH dengan kadar 0,6%. Gliserin yang siap dimurnikan diharapkan 35% yaitu diambil 12 ml gliserin utama kemudian ditambahkan air pencuci sebanyak 22,286 ml sehingga volume total 34,286 ml. Warna gliserin masih berwarna kuning dengan sedikit kemerahan. Bagian gliserin utama lebih kental terletak pada bagian atas (mengapung). Gliserin 35% adalah 35% terdiri dari gliserin, sedangkan selebihnya adalah air dan pengotor. Gliserin menurut literatur harus bersifat netral. Gliserin dalam kadar 35% kemudian dicek kadar ph. Awalnya gliserin hasil tranesterifikasi dengan variasi katalis NaOH dan KOH secara berurutan adalah 9 dan 10, selanjutnya untuk menetralkan perlu penambahan HCl pekat. Gliserin 35% ph netral selanjutnya dievaporasi pada suhu 105±5 o C sambil diaduk, sampai dengan volume sekitar 14 ml. Kadar gliserin yang tadinya 35% semakin berkurang kadar airnya karena pemanasan/penguapan, sehingga harapannya menjadi gliserin 85%. Volume total gliserin semakin sedikit dan warna gliserin menjadi lebih pekat dan teksturnya juga semakin memadat. Warna gliserin dengan katalis NaOH cenderung lebih berwarna coklat kemerahan, sedangkan gliserin dengan katalis KOH cenderung coklat kekuningan.

46 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 Gliserin dengan kadar 85% selanjutnya didestilasi pada suhu tinggi. Larutan terdiri dari 3 bagian berwarna putih, kuning dan coklat tua. Warna coklat tua selanjutnya dianggap sebagai gliserin 97%, Kadar 35%, 85% maupun 97% milik gliserin selanjutnya akan dianalisis dengan GC untuk mengetahui kadar gliserin secara pasti. Kondisi operasi reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit pada penelitian ini akan memberikan produk metil ester dengan yield tertinggi terhadap jumlah katalis KOH dan NaOH yang optimum adalah 0,6%. Pada Gambar 2 terlihat bahwa proses transesterifikasi dengan variasi katalis NaOH menghasilkan yield metil ester yang optimum pada kadar katalis 0,6% yaitu 95,4878%, sedangkan pada variasi katalis KOH, yield tertinggi pada kadar katalis 0,6%, yaitu 96,8617%. Seharusnya dalam literatur, katalis NaOH 0,5% menghasilkan yield metil ester 95%. Namun karena kami menggunakan kadar katalis 0,2-1% dengan interval 0,2%, maka kadar katalis baik NaOH maupun KOH yang optimum adalah 0,6%. Perbandingan yield tertinggi antara variasi katalis proses transesterifikasi untuk NaOH dan KOH adalah tertinggi pada KOH. Pemurnian tingkat gliserin yang tinggi, gliserin melewati beberapa tahap, yaitu gliserin dengan konsentrasi 35% dan 85%. Kualitas gliserin yang dihasilkan diuji karakteristiknya. Hasil uji gliserin 35% untuk hasil transesterifikasi dengan katalias NaOH dan KOH pada konsentrasi 0,6% pada Tabel 2. Derajat keasaman dari kedua jenis gliserin awalnya 11, kemudian dinetralkan dengan HCl sampai ph 7 dan dikatakan sama yaitu netral. Hal ini sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh industri oleokimia. Derajat keasaman gliserin ditetapkan netral untuk menjaga korosi. Kandungan air sangat tergantung dari jumlah air pencuci metil ester yang ditambahkan ke dalam gliserin. Jika diinginkan gliserin dengan kadar 35% dengan kandungan air sekitar 50%. Harga % gliserin dari gliserin 35% NaOH 0,6% lebih mendekati angka 35% karena komposisi pencampuran yang lebih cepat. Warna dari gliserin 35%, kejernihan lebih diinginkan, karena kejernihan warna dari gliserin mengindikasikan sedikitnya pengotor yang terkandung dalam gliserin. KOH NaOH Gambar 2. Pengaruh jenis katalis terhadap yield metil ester Dalam hal ini gliserin 35% KOH 0,6% memberikan hasil yang lebh baik, namun hal ini tidak terlalu berpengaruh, karena sebenarnya masih dapat dilakukan proses bleaching yang dapat menjernihkan warna gliserin.

Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 47 Tabel 2. Hasil uji Karakteristik Gliserin 35% Parameter NaOH KOH ph 7 7 % H 2 O 51,26 56,60 % gliserin 43,90 39,40 Warna Kuning kejinggaan kuning Produk gliserin 35% selanjutnya dievaporasi untuk menghasilkan produk gliserin 85%. Hasil uji karakteristik dari gliserin 85% yang dikatalis NaOH dan KOH 0,6% dapat dilihat pada Tabel 3. Keasaman yang diterapkan oleh industri oleokimia adalah 7 dan derajat keasaman dari gliserin 85% yang diperoleh adalah ph netral. Konsentarsi gliserin dan kandungan air dalam gliserin tidak jauh berbeda untuk kedua jenis katalis, meskipun harga % gliserin keduanya cukup jauh dari angka 85%. Hal tersebut tidak menjadi masalah, karena konstrasi tersebut masih dapat dimurnikan tanpa membebankan kolom distilasi. Konsentrasi gliserin serta kandungan air dalam gliserin 85% sangat tergantung pada kerja proses evaporasi. Warna gliserin 85% lebih pekat daripada gliserin 35%, hal ini karena sejumlah air sudah dipisahkan dari gliserin. Tabel 3. Hasil uji karakteristik gliserin 85% Parameter NaOH KOH ph 7 7 % H 2 O 13,00 13,15 % gliserin 70,57 67,11 Warna Jingga kemerahan jingga Gliserin 97% diperoleh dari distilasi gliserin 85%. Hasil distilasi gliserin dapat dilihat pada Tabel 4. Derajat keasaman kedua gliserin 97% adalah sama yaitu, 3, hal ini menunjukkan bahwa gliserin murni yang dihasilkan kemiliki sifat keasamaan yang cukup tinggi. Kandungan air pada gliserin 97% untuk NaOH adalah 0,20% dan kandungan air untuk gliserin 9&% KOH adalah 0,23 tidak terpaut jauh. Namun menurut spesifikasi gliserin murni yang ditetapkan oleh industri oleokimia, batas air yang diperoleh adalah 0,2%. Kandungan air yang terdapat dapal gliserin 97% masih belum mencapai standar spesifikasi yang diinginkan. Hal ini dikarenakan kurangnya waktu pada awal pemisahan sehingga terdapay air yang terbawa dalam distileed gliserin (pada awal distilasi, air terlebih dahulu dikeluarkan). Kandungan sabun dalam gliserin hasil distilasi tidak ada, karena memang kadungan sabun dalam gliserin tidak diinginkan. Tabel 4. Hasil uji karakteristik gliserin 97% Parameter NaOH KOH ph 3 3 % H 2 O 0,20 0,23 % gliserin 96,42 97,35 Warna Kuning muda Kuning muda Bubble test Negatif negatif 4. Simpulan Pada reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol dan katalis basa, kondisi optimum untuk katalis NaOH dan KOH adalah 0,6% menghasilkan yield metil ester terbanyak. Yield gliserin untuk KOH dan NaOH adalah terbesar pada KOH yaitu

48 Jurnal Kompetensi Teknik Vol.1, No. 2, Mei 2010 16,75% dan yield gliserin untuk NaOH adalah 16%. Kualitas refined gliserin hasil pemurnian gliserin untuk NaOH adalah gliserin 43,90%, 70,57%, dan 96,42%, sedangkan untuk KOH adalah gliserin 39,40, 67,11%, dan 97,35%. 5. Saran Pada proses refined-glyserin belum ada kontrol untuk menentukan konsentrasi kemurnian gliserin secara tepat. Perlu distilasi frasionasi vakum supaya gliserin yang dihasilkan tidak ada bagian yang terbakar karena suhu tinggi. Daftar Pustaka Agnes K, 2004, Pengaruh transesterifikasi minyak inti kelapa sawit untuk menghasilkan metil ester dan gliserin, Skripsi, Fakultas Teknik, UI, Jakarta. Darmoko, D. dan Munir, C., 2000, Kinetics of Palm Oil Transesterification in a Batch Reactor, Department of Food Science and Human Nutrition, Agricultural Bioprocess Laboratory, University of Illinois, Urbana, Illinois Dinas Perkebunan Propinsi Jawa Tengah. 2003. Produksi, Jawa Tengah. Freedmen, B., Butterfield, R.O., and Pryde E. H.,, 1986. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Litbag Kehutanan. Jakarta. Kusdiana, D. dan Saka, S., 2001, Biodiesel Fuel for Diesel Fuel Substitute by A Catalyst Free Supercritical Methanol, Kyoto University, Japan. Nasikin, M., Sukirno, dan Nurhayanti, W., 2004, Penggunaan Metode Netralisasi dan Pre-esterifikasi untuk Mengurangi Asam Lemak Bebas pda CPO (Crude Palm Oil) dan Pengaruhnya terhadap Yield Metilester., Jurnal Teknologi, Edisi Khusus No. 1: 24-31. Ngoan, L. D., Ogle, R. B., Sarria, P., Preston, T.R., 1998, Effect of Replacing Sugar Cane Juice with African Palm Oil (Elaeis Guineensis) on Perfomance and carcass characteristics of Pigs, Swedia. Schuchardt, Ulf, Serheli, R., dan Vargas, R. M., 1997, Transesterification of Vegetable Oil, A Review, www.sbg.org.bir. Supriyanto, 2001, Studi literatur Katalis Co, K/CeO 2 sebagai Catalytic Converter untuk Kendaraan Bermesin Diesel, Tugas Seminar, Jurusan TGP, UI. Yoedhi, B., Supriyanto, H., Syakur, R., 2001, Minyak Kelapa Sawit sebagai Pengganti Bahan Bakar Solar yang dapat Diperbaharui (Renewable) dan Ramah Lingkungan, Tugas Seminar, Universitas Indonesia,, Jakarta. Tatang dan Tirto, 2005. Riset-riset Kimia dan Teknologi Proses yang Diperlukan untuk mendukung terwujudnya indsutri biodisesel berbasais iptek di indonesia. laporan. Bandung.