Jakarta, 23 Februari 2015 Neraca Berjalan Dapat Membaik Lebih Cepat Walau sejak awal memprediksikan BI rate bakal turun, namun saya termasuk economist yang terkejut dengan keputusan BI menurunkan bunga 25bps menjadi 7,5% pekan lalu. Namun setelah mencermati data perdagangan internasional bulan Januari 2015 yang kini diumumkan dua pekan lebih awal, saya menyakini ada peluang penurunan BI rate selanjutnya.bi dapat kembali focus memacu pertumbuhan ekonomi dengan melonggarkan likuiditas. Sebab BI rate 7,5% lebih tinggi dari ekspektasi inflasi dan asumsi pertumbuhan ekonomi. Dapat dilihat pada Tabel, BI rate juga lebih tinggi dibanding laju pertumbuhan M1 Indonesia juga (6,2%) yang biasa digunakan untuk mengukur daya beli efektif. Dilain sisi pertumbuhan M2, yang secara historis bersesuaian dengan pertumbuhan kredit, juga melambat dibawah rata rata GDP nominal growth sepuluh tahun terakhir. Ini berarti masa stabilisasi telah rampung yang semestinya dilanjutkan dengan memacu pertumbuhan ekonomi. Seperti terlihat pada peraga diatas, neraca perdagangan Januari 2015 dilaporkan surplus $709 juta. Angka ini memang menggembirakan jika dibandingkan deficit $444 juta yang terjadi setahun silam. Neraca non migas mencetak surplus $748 juta atau naik 23,6% terhadap Januari 2014.
Namun yang paling membuat saya paling tercerahkan untuk bullish baik pada saham dan obligasi adalah deficit neraca minyak yang hanya $1,16 juta. Sebab angka ini anjlok 44% dibanding Desember 2014 dan 52,5% terhadap Januari 2014. Ini angka yang luar biasa. Terus terang, saya ada dugaan angka ini dimungkinkan oleh berkurangnya penyelundupan BBM keluar negeri yang terjadi bila harga domestic lebih murah. Bila kita melakukan annualization dengan mengkalikan 12, maka ada peluang deficit neraca minyak selama tahun 2015 hanya $13,9 milyar. Angka ini jauh lebih rendah dibanding $27 milyar selama tahun 2013 dan 2014. Terbuka peluang deficit neraca perdagangan dapat membaik menjadi surplus walau tidak besar mengingat harga komoditas primer masih menurun. Namun deficit neraca berjalan masih akan tetap menghantui ekonomi Indonesia. Keinginan pemerintah untuk memacu penyediaan berbagai proyek infrastruktur bakal memacu impor. Kita berharap para investor memakluminya bahwa the next deficit for the right reason sebab meningkatkan kapasitas produktif perekonomian. Investor merespon positif keputusan BI memangkas bunga. Asian Bond Fund indek Indonesia (ABTRINDO) sepekan lalu melesat 2,05% sehingga kinerja sepanjang tahun menjadi 7,21%. Seperti terlihat pada peraga dibawah ini, yield curve sepekan lalu secara paralel bergerak kebawah yang mengindikasikan kenaikan harga SUN terjadi untuk keseluruhan tenor. Sementara IHSG juga mencetak kenaikan 0,48% hingga kinerja sepanjang tahun mencapai 3,3%. Terlihat sector perbankan menjadi penopang IHSG sepekan lalu. IHSG turut ditopang oleh arus masuk dana asing yang sepanjang bulan berjalan mencapai $587 juta. Secara relative regional, peluang kenaikan IHSG tetap terbuka bila mencermati valuation Filipina yang terbilang tinggi sementara secara makroekonomi mereka berisiko memasuki era overheated. Media Bloomberg mengindikasikan price earning ratio untuk Filipina sebesar 19,6x jauh lebih tinggi ketimbang Indonesia 15,8x. Pada halaman awal terlihat laju pertumbuhan M1 dan M2 Filipina sudah jauh lebih tinggi ketimbang inflasi. Persetujuan DPR atas APBN P 2015 terbilang merupakan katalis terpenting triwulan ini. Kita harus mencermati pelaksanaannya. Kecepatan pemerintah melakukan hilirisasi dan revitalisasi aneka industri padat karya menjadi factor penting yang mempengaruhi neraca perdagangan secara fundamental. Salam Budi Hikmat
Chief Economist and Director for Investor Relation