KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN



dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PENETAPAN DAN PENGAWASAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN BAHAN GALIAN. Oleh : Tim Penyusun

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA TENTANG REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 39 TAHUN 2003 SERI B NOMOR 8

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

NOMOR 11 TAHUN 2OO9 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

PEDOMAN PENYUSUNAN LAPORAN STUDI KELAYAKAN, EKSPLOITASI DAN PRODUKSI

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2003\uu panas bumi.htm

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERTAMBANGAN WILAYAH LAUT

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2010 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI DAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 1101 K/702/M.PE/1991 DAN 436/KPTS-II/1991 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2003 TENTANG PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENJUALAN DAN/ATAU RENCANA PENGIRIMAN HASIL TAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PANAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

DATA SUMBER DAYA SEBAGAI DASAR PENERAPAN DAN PERENCANAAN KONSERVASI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA [LN 2009/4, TLN 4959]

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Mineral. Batubara. Kebutuhan. Berjualan. Harga. Patokan. Pemasokan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN UMUM

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 SERI C NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 6 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

L E M B A R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 32 TAHUN 2007 TENTANG

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BUPATI NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN NATUNA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

WALIKOTA TASIKMALAYA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM WILAYAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pengertian. Istilah bahasa inggris ; Mining law.

===================================================== PERATURAN DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT

BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA ACEH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 6 TAHUN 2010

1. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI DAN PASCATAMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

TENTANG LAHAN DENGAN. dan dan. hidup yang. memuat. dengan. pembukaan. indikator. huruf a dan. Menimbang : Tahun Swatantra. Tingkat.

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud butir air di atas, perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah;

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PERTAMBANGAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

Transkripsi:

KONSEP PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Oleh Teuku Ishlah dan Mangara P.Pohan Subdit Konservasi Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral Pendahuluan Pada tahun anggran 2001 melalui DIK-Supplemen Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, mengalokasikan anggaran untuk kegiatan penyusunan konsep peraturan perundangundangan tentang konservasi bahan galian. Bila diperhatikan peraturan perundangundangan bidang pertambangan umum maupun bidang geologi dan sumberdaya mineral, masalah konservasi bahan galian belum diatur dengan rinci sehingga dapat dikatakan bahwa masalah konservasi bahan galian belum tertangani. Dalam UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok Pertambangan dan PP No. 32 Tahun 1969 Tentang Pelaksanaan UU No. 11 tahun 1967 yang telah mengalami dua kali perubahan, diatur kewajiban dari pemegang kuasa pertambangan untuk menyampaikan laporan berkala yang materinya sesuai dengan tahap kuasa pertambangan. Salah satunya adalah kewajiban pemegang kuasa pertambangan eksploitasi untuk menyampaikan laporan berkala tentang kegiatan eksploitasi. Dalam kegiatan eksploitasi ini biasanya disepakati tentang program konservasi bahan galian seperti batas kadar terambil (Cut off Grade), nisbah pengupasan (stripping ratio) dan sebagainya. Konservasi bahan galian pada bagian hulu hanya mengatur tentang kewajiban penciutan wilayah kuasa pertambangan. Dalam perkembangannya, aturan tersebut ternyata belum memadai sehingga terdapat beberapa prinsip/kaidah konservasi bahan galian subsektor petambangan umum tidak terlaksana, meskipun beberapa kaidah konservasi sudah berjalan. Konservasi ini berbeda dengan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya seperti yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1990. Konservasi bahan galian berazaskan optimalisasi, penghematan, berkelanjutan bermamfaat bagi kepentingan rakyat secara luas dan berwawasan lingkungan. Jadi prinsip proteksi sumberdaya alam sebagaimana pada UU No. 5 tahun 1990 tidak mendomimnasi dalam penyusunan konsep peraturan perundang-undangan tentang bahan galian ini. Konservasi bahan galian bertujuan untuk mengupayakan terwujutnya pemanfaatan bahan galian secara bijaksana, optimal dan mencegah pemborosan bahan galian. Penyusun Untuk menyusun konsep ini, Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, membentuk Tim Penyusun Konsep Peraturan Perundang-Undangan Tentang Konservasi Bahan Galian melalui Keputusan Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral No. 119.K/73.05/DJG/2001 tanggal 18 Oktober 2001 yang terdiri dari 25 personil dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan Direktorat Teknik

Mineral dan Batubara. Personil inti dari Tim ini sebanyak 12 orang sebagai pengumpul materi untuk dibahas dalam rapat pembahasan. Dalam tim ini juga didukung dengan 3 orang tenaga sekretariat dan 10 orang tenaga ahli senior sebagai Pembina, Pengarah dan Nara Sumber. Masa kerja Tim ini ditetapkan dari tanggal 1 Oktober 2001 sd. 31 Desember 2001. Hasil Penyusunan Konsep Dari 7 kali pertemuan anggota (termasuk Nara Sumber), Tim ini berhasil menyusun konsep peraturan perundang-undangan yang dirumuskan sebagai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Rancangan Peraturan Pemerintah ini terdiri dari 10 BAB dan 26 pasal. Isi pokok RPP ini terdapat pada Bab IV Tentang Penerapan Konservasi Bahan Galian yang meliputi 7 bagian yang terdiri dari bagian Penyelidikan Umum dan Eksplorasi, Penambangan, Pengangkutan-Pengolahan- Pemurnian, Penaganan mineral Ikutan dan bahan galian, Peningkatan nilai tambah bahan galian, dan bagian terakhir Penutupan Tambang. Tentang sangsi terhadap pelanggaran akan disusun kemudian hari setelah format RPP ini diajukan ke tingkat lebih tinggi. Alasannya adalah usulan RPP ini umumnya memuat kebijakan mineral (mineral policy) yang dinamis. Untuk memudahkan perubahan dimasa yang akan datang ada kemungkinan rancangan ini diturunkan menjadi Rancangan Keputusan Presiden. Tentunya masalah sangsi hukum (law enforcement) akan berbeda. Untuk jelasnya, hasil penyusunan konsep ini, perhatikan lampiran pada halaman selanjutnya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN Menimbang : a. bahwa sumber daya bahan galian merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan nasional baik masa sekarang maupun yang akan datang. b. bahwa pemanfaatan sumber daya bahan galian harus mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik serta sektor lain yang terkait. c. bahwa pengelolaan sektor pertambangan umum harus berpedoman pada asas konservasi bahan galian, dan d. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada selama ini belum menampung dan mengatur secara menyeluruh

mengenai konservasi bahan galian, maka untuk itu perlu ditetapkan peraturan tentang konservasi bahan galian dalam bentuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Mengingat : 1. Pasal 33, Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 11 tahun 1967, tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan Umum; 3. Undang-undang No. 5 tahun 1990, Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya; 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992, Tentang Benda Cagar Budaya; 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997, Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintahan di Daerah 7. Undang-undang Nomor 41 tahun 1999, Tentang Kehutanan; Memutuskan Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KONSERVASI BAHAN GALIAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Konservasi bahan galian merupakan upaya untuk terwujudnya pengelolaan bahan galian secara optimal dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan, kemampuan perkembangan teknologi, ekonomi, sosial budaya, politik, dan sektor-sektor lain yang terkait. 2. Konservasi bahan galian dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk setiap usaha kegiatan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Perjanjian Usaha Pertambangan (PUP), dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pertambangan Umum.

Pasal 2 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : a. Bahan galian adalah unsur kimia, mineral, batuan dan bijih, termasuk batubara, gambut, bitumen padat, air tanah, panas bumi, mineral radioaktif yang terjadi secara alamiah dan mempunyai nilai ekonomis. b. Eksplorasi penyelidikan geologi yang dilakukan untuk mengindentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukannya penambangan. c. Eksploitasi penggalian endapan bahan galian dari kulit bumi secara ekonomis dengan menggunakan sistem penambangan tertentu. d. Pemerintah adalah Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah dengan kewenangan sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 e. Sumber daya adalah potensi endapan bahan galian yang telah dieksplorasi sehingga dapat diketahui perkiraan dimensi, jumlah dan kualitasnya, dengan derajat keyakinan geologi tertentu sesuai dengan standar yang berlaku. f. Cadangan adalah sumber daya endapan bahan galian dengan derajat keyakinan geologi tertinggi yang setelah dievaluasi secara teknis, ekonomis dan lingkungan serta dinyatakan layak tambang. g. Pengelolaan bahan galian adalah kegiatan yang meliputi inventarisasi, pemanfaatan dan konservasi bahan galian. h. Inventarisasi bahan galian adalah pencatatan atau pengumpulan data dan informasi mengenai keterdapatan dan sumber daya bahan galian yang meliputi jenis, lokasi, potensi, dan informasi lainnya yang terkait, termasuk didalamnya melakukan peninjauan lapangan ketempat-tempat yang diduga mengandung potensi bahan galian i. Batas kadar terambil atau Cut off Grade (CoG) adalah kadar rata-rata terendah dari blok cadangan bahan galian yang apabila ditambang masih bernilai ekonomis. j. Nisbah pengupasan atau Stripping ratio (SR) adalah perbandingan antara tonase cadangan bahan galian dengan volume material lain (sumber daya dan atau waste) yang harus digali dan dipindahkan untuk dapat menambang cadangan tersebut. (cari dari kamus) k. Bahan galian kadar marginal adalah bahan galian yang mempunyai kadar di sekitar CoG, sehingga dapat merupakan cadangan atau sumber daya, tergantung pada kondisi teknologi, nilai dan harga.

l. Bahan galian kadar rendah adalah sumber daya yang telah diketahui dimensi dan kualitasnya dengan keyakinan geologi tertentu, namun kualitas tersebut masih di bawah CoG. m. Bahan galian lain adalah endapan bahan galian yang berada di lokasi penambangan namun bukan termasuk bahan galian yang diusahakan. n. Mineral ikutan adalah mineral selain mineral utama yang diusahakan menurut genesanya terjadi secara bersama-sama dengan mineral utama. o. Sisa cadangan adalah cadangan bahan galian yang tertinggal pada saat penambangan diakhiri. p. Perolehan tambang atau mining recovery adalah perbandingan antara produksi tambang dengan jumlah cadangan layak tambang dinyatakan dalam persen. q. Galian wantah atau run of mine (ROM) adalah bahan galian yang diperoleh langsung dari permukaan kerja (front) penambangan dan belum diolah r. Perolehan (recovery) pengangkutan adalah perbandingan antara jumlah bahan galian hasil pengangkutan dengan jumlah bahan galian.yang harus diangkut s. Perolehan (recovery) pengolahan/pemurnian adalah perbandingan antara jumlah produksi pengolahan/pemurnian dengan jumlah produksi tambang yang masuk dalam proses pengolahan/pemurnian. t. Produk sampingan (by product) adalah produksi pertambangan selain produksi utama pertambangan yang merupakan hasil sampingan dari proses pengolahan dari produksi utama pertambangan. u. Tailing adalah bagian dari proses pengolahan bahan galian yang tidak dikehendaki karena sudah tidak mengandung mineral berharga lagi. v. Izin Usaha Pertambangan Umum adalah kegiatan usaha pertambangan berupa : Izin Usaha Pertambangan, Perjanjian Usaha Pertambangan, dan Izin Pertambangan Rakyat. w. Keyakinan geologi adalah tingkat keyakinan mengenai endapan mineral yang meliputi ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya sesuai dengan tahap eksplorasi. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 3 Konservasi bahan galian berazaskan optimalisasi, penghematan, berkelanjutan, bermanfaat bagi kepentingan rakyat secara luas, dan berwawasan lingkungan.

Pasal 4 Konservasi bahan galian bertujuan untuk mengupayakan terwujudnya pemanfaatan bahan galian secara bijaksana, optimal dan mencegah pemborosan bahan galian dengan sasaran untuk mensejahterakan masyarakat dan melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 5 1. Ruang lingkup pelaksanaan konservasi bahan galian meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan setiap kegiatan pengusahaan bahan galian mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, penambangan, pengangkutan, dan pengolahan/pemurnian, sampai kepada penanganan lingkungan dan penutupan tambang dengan mengikuti asas konservasi serta memperhatikan kepentingan nasional pada masa sekarang dan masa datang. 2. Hal-hal yang berkaitan dengan konservasi bahan galian, meliputi : a. sumber daya dan cadangan; b. recovery penambangan, stripping ratio, dan cut off grade; c. bahan galian kadar marjinal dan kadar rendah; d. recovery pengangkutan/ pengolahan/pemurnian; e. penanganan mineral ikutan dan bahan galian lain; f. penanganan sisa sumber daya dan cadangan pasca tambang; g. penanganan tailing; h. peningkatan nilai tambah bahan galian; i. penutupan tambang; j. penataan wilayah konservasi pertambangan umum. BAB IV PENERAPAN KONSERVASI BAHAN GALIAN Bagian Pertama Penyelidikan Umum Dan Eksplorasi Pasal 6 1. Dalam penyelidikan umum pemegang izin usaha pertambangan umum wajib menggunakan metode yang tepat sehingga diperoleh informasi tentang geologi, jenis dan kualitas bahan galian secara umum di dalam wilayah usahanya. 2. Informasi yang dimaksud dalam ayat (1) termasuk keterdapatan atau penemuan bahan galian lain yang tidak tertera pada izin usaha pertambangan umum dan prospeknya.

3. Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib menyampaikan laporan hasil kegiatan penyelidikan umum beserta percontohnya kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 7 1. Dalam kegiatan eksplorasi pemegang izin usaha pertambangan umum wajib menggunakan metode yang tepat sehingga diperoleh informasi geologi, jenis, letak, bentuk, ukuran, kualitas, sumber daya dan cadangan bahan galian, dan mineral ikutan. 2. Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib menyampaikan laporan hasil kegiatan eksplorasi beserta percontoh bijih/bahan galian seperti tercantum pada ayat (1) kepada pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Informasi bahan galian lain yang diperoleh pada tahap eksplorasi namun tidak tertera pada izin usaha pertambangan umum dan belum dilaporkan pada tahap penyelidikan umum harus dilaporkan kepada Pemerintah. 4. Penetapan sumber daya dan cadangan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dan memperhatikan aspek konservasi bahan galian. Bagian Kedua Penambangan Pasal 8 1. Kegiatan izin usaha pertambangan umum dari tahap eksplorasi hanya dapat dilanjutkan ke tahap penambangan apabila sumber daya dan cadangan bahan galian yang akan diusahakan telah mendapat persetujuan dari pemerintah; (penjelasan) Kegiatan izin usaha pertambangan umum dari tahap eksplorasi dapat dilanjutkan ke tahap penambangan apabila berdasarkan pertimbangan teknis, ekonomis dan politis dapat diterima pemerintah 2. Dalam membuat laporan kelayakan penambangan, pemegang izin usaha pertambangan umum wajib memperhatikan asas konservasi; 3. Dalam perencanaan tambang harus dilakukan kajian agar cadangan yang ada dapat ditambang secara optimal dan efisien. Pasal 9 1. Penetapan recovery penambangan, cut off grade, stripping ratio, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian dilakukan pada setiap penyusunan studi kelayakan dan atau perencanaan tambang dan atau rencana kerja tahunan;

2. Perubahan tentang ketetapan recovery penambangan, cut off grade, stripping ratio, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian seperti dimaksud pada ayat (1) sebelum diterapkan dalam penambangan harus mendapat persetujuan dari pemerintah; 3. Pemerintah dapat menggunakan acuan keadaan suatu tambang yang sudah jalan untuk menentukan batasan cut off grade, stripping ratio setelah membandingkan kondisi berbagai faktor terkait; Pasal 10 1. Pemegang izin usaha pertambangan umum harus menginformasikan bahan galian berkadar marjinal dan atau berkadar rendah yang diusahakan kepada pemerintah. 2. Apabila bahan galian seperti dimaksud pada ayat (1) ikut tergali, pemegang izin usaha pertambangan umum mengupayakan (wajib) menempatkan di suatu lokasi serta menanganinya secara baik, sehingga apabila di saat mendatang bahan galian tersebut bernilai ekonomis dapat diusahakan kembali. 3. Pada pelaksanaan penambangan, pemegang izin usaha pertambangan umum mengupayakan untuk memanfaatkan bahan galian berkadar marjinal dan atau berkadar rendah sebagai produksi Run Of Mine. (jelaskan arti ROM di atas) 4. Sumber daya bahan galian berkadar marginal dan atau berkadar rendah yang ditemukan selama proses penambangan bawah tanah agar ditambang dan disimpan untuk dimanfaatkan dimasa mendatang; Bagian Ketiga Pengangkutan, Pengolahan Dan Pemurnian Pasal 11 Sistim sarana pengangkutan produksi bahan galian harus diupayakan agar faktor kehilangan bahan galian sekecil mungkin. Pasal 12 1. Sistim pengolahan bahan galian harus diupayakan secara efisien. 2. Produk sampingan dan sisa pengolahan yang belum bernilai ekonomi agar disimpan dan dapat dimanfaatkan dimasa mendatang dengan memperhatikan lingkungan.

Bagian Keempat Penanganan Mineral Ikutan dan Bahan Galian Lain Pasal 13 1. Pada pelaksanaan penambangan, apabila terdapat mineral ikutan dan bahan galian lain ikut tergali atau terganggu keberadaannya, harus diupayakan untuk ditempatkan di suatu lokasi serta ditangani secara baik. Apabila pada saat mineral dan bahan galian tersebut bernilai ekonomis dapat diusahakan kembali. 2. Apabila konsentrat menghasilkan mineral ikutan dan bahan galian berharga yang mudah dipisahkan dan secara ekonomis dianggap layak, maka pemegang izin usaha pertambangan umum harus mengusahakan semaksimal mungkin untuk memisahkan masing-masing mineral ikutan atau bahan galian tersebut. Bagian Kelima Penanganan Tailling Pasal 14 1. Tailling hasil pengolahan harus diupayakan serendah mungkin mengandung bahan galian yang berharga. (lihat Pd KK gen VII) 2. Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib melakukan analisis secara teratur kadar tailing dan melaporkan kepada pemerintah. 3. Apabila kandungan tailing masih mempunyai nilai ekonomis, pemegang izin pertambangan umum wajib mengolah kembali. 4. Apabila kandungan tailing masih mengandung mineral ikutan yang bernilai ekonomis pemegang izin pertambangan umum wajib memisahkan tailing tersebut dari tailing lainnya dan menempatkannya di lokasi tertentu Bagian Keenam Peningkatan Nilai Tambah Bahan Galian. Pasal 15 Perusahaan wajib meningkatkan manfaat yang optimal atas bahan galian dengan mengembangkan kegiatan dan proses pengolahannya, meningkatkan produktivitas keseluruhan dan mengembangkan produk yang mempunyai nilai tambah. a. Berupaya untuk melakukan pengolahan bahan galian seoptimal mungkin di dalam negeri; b. Menyerap teknologi dan menfaatkan lembaga Litbang dalam negeri serta melakukan inovasi berorientasi pasar;

c. Meningkatkan kualitas produksi sehingga dapat memenuhi standar nasional atau standar international; d. Melakukan kajian bersama stakeholder untuk mendapatkan manfaat dari produk sampingan; e. Mengutamakan pemakaian produk dalam negeri dalam melakukan kegiatan operationalnya; f. Meningkatkan penyampaian informasi kepada pihak konsumen tambang dalam negeri tentang produk yang dihasilkannya dalam rangka mereduksi pemakaian produk import. Bagian Ketujuh Penutupan Tambang Pasal 16 1. Sebelum melakukan penutupan tambang perusahaan wajib melakukan langkahlangkah sebagai berikut : a. Melakukan kegiatan sterilisasi cadangan sebelum memutuskan akan melakukan penutupan tambang, dalam rangka mengetahui cadangan yang masih ada di dalam tanah (belum tertambang), untuk bahan pertimbangan dalam menentukan rencana penutupan tambang b. Sebelum melakukan penutupan tambang perusahaan wajib membuat laporan Rencana Penutupan Tambang dengan mengikuti peraturan yang berlaku. c. Melaporkan semua data eksplorasi, dan data eksploitasi yang menyatakan banyaknya bijih yang telah ditambang, diolah, diekspor dan yang tersedia. d. Melakukan dokumentasi dan pengamanan akan bahan galian yang telah tertambang tetapi belum terpasarkan, sehingga jelas lokasinya dan tidak terbuang karena erosi atau hilang karena berbagai sebab 2. Dalam pengajuan penutupan tambang, harus disebutkan alasan-alasan penutupan tambang bersifat sementara karena sesuatu hal atau merupakan penutupan seterusnya. Pasal 17 1. Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib mengambil seluruh bahan galian sesuai dengan cut off grade dan stripping ratio yang telah ditetapkan. 2. Sisa cadangan bahan galian yang tidak terambil selama penambangan, harus disimpan di suatu tempat yang aman

3. Sumber daya dan cadangan bahan galian yang tidak dapat terambil seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang izin usaha pertambangan umum wajib mendata dan melaporkan kepada pemerintah. BAB V PENATAAN WILAYAH KONSERVASI PERTAMBANGAN UMUM Bagian Kesatu Pasal 18 1. Dalam penataan Rencana Tata Ruang, Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib mempertimbangkan potensi pertambangan, untuk kepentingan negara masa kini dan masa mendatang 2. Dalam melakukan penataan wilayah konservasi usaha pertambangan umum agar mengakomodasi semua pelaku usaha dengan menyesuaikan kemampuan masingmasing pelaku usaha pertambangan umum. Pasal 19 Dalam mengupayakan optimasi bahan galian serta penetapan wilayah konservasi usaha pertambangan umum perlu mempertimbangkan lokasi wilayah/daerah :. a. Kawasan cagar budaya; b. Kawasan lindung geologi yang terdiri dari kawasan karst dan daerah resapan air tanah; c. Kawasan rawan letusan gunungapi yang termasuk daerah kawasan III; d. Kawasan taman nasional; e. Kawasan pemukiman padat; f. Kawasan suaka marga satwa; g. Kawasan cagar biosfir; h. Kawasan perlindungan satwa nutfah; i. Kawasan yang menurut peraturan/perundang-undangan lain maupun masyarakat yang tidak menghendaki adanya kegiatan pertambangan umum. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 20 1. Pembinaan terhadap konservasi bahan galian dilakukan oleh pemerintah meliputi bantuan teknis, perencanaan, pendidikan dan latihan, penyuluhan dan informasi.

2. Pengawasan terhadap konservasi bahan galian dilakukan oleh pemerintah meliputi seperti dimaksud pada Pasal (5), ayat (2). 3. Pelaksanaan pengawasan konservasi bagan galian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan ketentuan peraturan yang berlaku. BAB VII KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN UMUM Pasal 21 Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib : a. Melaksanakan dan mentaati ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini; b. Melaksanakan konservasi bahan galian dengan mengacu kepada dokumen studi kelayakan yang disetujui; c. Menyampaikan informasi yang diperlukan sehubungan dengan penerapan dan pelaksanaan konservasi bahan galian dalam pengusahaan bahan galian; d. Memberikan pengertian, pembinaan, dan pemahaman kepada karyawan mengenai konservasi bahan galian. BAB VII PELAPORAN Pasal 22 1. Pemegang izin usaha pertambangan umum wajib memberikan laporan tertulis secara berkala mengenai pelaksanaan konservasi bahan galian kepada pemerintah 2. Ketentuan tentang bentuk, jenis dan prosedur penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh peraturan dan pedoman yang berlaku. BAB VIII SANKSI Pasal 23 1. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Umum yang dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar atau keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama.. dan denda paling banyak

2. Pemegang Izin Usaha Pertambangan Umum yang tidak memperhatikan atau melakukan konservasi bahan galian seperti diuraikan di atas di wilayahnya, dipidana penjara paling lama.. dan denda paling banyak. 3. Apabila Pemegang Izin Usaha Pertambangan Umum tanpa alasan yang kuat tidak dapat mencapai perolehan recovery sesuai dengan tingkat perolehan yang dinyatakan dalam Studi Kelayakan, Pemerintah dapat memberitahukan secara tertulis kepada Pemegang Izin Usaha Pertambangan Umum dimana dalam waktu 3 bulan setelah pemberitahuan ini Pemegang Izin Usaha Pertambangan Umum harus : a. Memperbaiki metode penambangan, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian b. Apabila hasil yang diperoleh belum memuaskan Pemerintah dapat menunjuk konsultan atau pihak ketiga untuk utuk melaksanakan studi tekni guna menetapkan suatu tingkat perolehan rata-rata yang wajar. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 24 Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, maka semua kegiatan usaha pertambangan yang sudah ada sebelumnya, wajib melaksanakan konservasi bahan galian sesuai dengan peraturan pemerintah ini. BAB X PENUTUP Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan peraturan ini diatur dengan Kepmen. Pasal 26 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.