APAKAH HUKUM KITA MENINGKATKAN KESETARAAN GENDER?



dokumen-dokumen yang mirip
R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Discrimination and Equality of Employment

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

Asesmen Gender Indonesia

MULAI BERLAKU : 3 September 1981, sesuai dengan Pasal 27 (1)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Prinsip Dasar Peran Pengacara

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

Mudjiati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik indonesia

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

Perempuan Diberdayakan Perempuan dalam Parlemen di Afrika Selatan 1

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN: KONVENSI DAN KOMITE. Lembar Fakta No. 22. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

Mengenal Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI-KONVENSI ILO TENTANG KESETARAAN GENDER DI DUNIA KERJA

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women

2. Konsep dan prinsip

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Konvensi ILO No. 189 & Rekomendasi No. 201

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

Mengatasi diskriminasi etnis, agama dan asal muasal: Persoalan dan strategi penting

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

Kerangka Analisis untuk Mengintegrasikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan Kewajiban Pemenuhan Hak-hak Asasi Manusia untuk di Indonesia

KONVENSI PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PENYUSUNAN STANDAR INTERNASIONAL UNTUK PEKERJA RUMAH TANGGA. Organisasi Perburuhan Internasional

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

K19 PERLAKUKAN YANG SAMA BAGI PEKERJA NASIONAL DAN ASING DALAM HAL TUNJANGAN KECELAKAAN KERJA

Proposal LRCT tentang Rancangan Perjanjian ASEAN untuk Promosi dan Perlindungan Hak-Hak Pekerja. Law Reform Commission of Thailand (LRCT)

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan

R-90 REKOMENDASI PENGUPAHAN SETARA, 1951

K122 Konvensi mengenai Kebijakan di Bidang Penyediaan Lapangan Kerja

K156 Konvensi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Annex 5: Panduan Maastricht mengenai Pelanggaran Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

K88 LEMBAGA PELAYANAN PENEMPATAN KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

Transkripsi:

APAKAH HUKUM KITA MENINGKATKAN KESETARAAN GENDER? BUKU PEGANGAN UNTUK TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW

UN Women adalah Badan Perserikatan Bangsa Bangsa yang berdedikasi untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Sebagai organisasi terdepan untuk perempuan dan anak perempuan di tingkat global, UN Women didirikan untuk mempercepat kemajuan dalam pemenuhan kebutuhan perempuan dan anak perempuan di seluruh Indonesia. Pandangan yang diungkapkan dalam penerbitan ini adalah pandangan para penulis, dan tidak harus mewakili pandangan UN WOMEN, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi terafiliasi lainnya. Buku Pegangan untuk Tinjauan Hukum berbasis CEDAW Do our Laws Promote Gender Equality? A Handbook for CEDAW-based Legal Reviews Copyright United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women Tanggal Penerbitan: Juni 2010 UN WOMEN East and Southeast Asia Regional Office UN Building 5th Floor, Rajdamnern Nok Ave. Bangkok 10200 Thailand Tel: +662-288-2093 Fax: +662-280-6030 Website: http://unwomen-eseasia.org Ditulis oleh Rea Abada Chiongson Disunting oleh Sarah Fortuna Penerjemah ke Bahasa Indonesia Sonya Sondakh Editor Penerjemahan Lily Puspasari

APAKAH HUKUM KITA MENINGKATKAN do KESETARAAN our LAWs PromotE GENDER? gender EquALity? BUKU PEGANGAN UNTUK TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW A HAndbook for CEdAW-bAsEd LEgAL reviews

PENGANTAR Dalam tiga dasawarsa terakhir sejak Sidang Umum PBB mengadopsi Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) negara-negara di wilayah Asia Tenggara telah mengesahkan banyak UU yang menetapkan standar kesetaraan gender dan menjamin kesetaraan gender dan non-diskriminasi. Banyak penetapan dalam UU yang diskriminatif terhadap perempuan telah dihilangkan, dan UU baru yang memajukan hak-hak perempuan dan memerangi pelbagai kekerasan berbasis gender, sering kali dengan cara-cara terobosan, telah diadopsi di semua wilayah. Di seluruh dunia, UN WOMEN telah mendukung advokasi kesetaraan gender dalam Pemerintahan dan organisasi-organisasi masyarakat madani dalam melakukan tinjauan hukum atas hukum nasional agar sejalan dengan CEDAW dan mengupayakan reformasi hukum yang memajukan kesetaraan gender. Di Asia Tenggara saja, pada lima tahun terakhir, tinjauan semacam itu didukung melalui Program CEDAW Asia Tenggara di Kamboja, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Viet Nam. Pengalaman-pengalaman ini telah menyumbang pengembangan badan pengetahuan tentang keadaan de jure kesetaran gender. Bahkan jauh lebih penting lagi, pengalaman-pengalaman itu juga telah mengarah, di antara banyak langkah lainnya, ke adopsi UU Kesetaraan Gender di Vietnam, Magna Carta Perempuan di Filipina, dan amandemen UU tentang Partai Politik dan UU tentang Pemilihan Umum di Indonesia dan UU Pidana dan Perdata Thailand. Masih tersisa cukup contoh UU yang secara eksplisit melakukan diskriminasi terhadap perempuan karena jenis kelamin mereka. Banyak Pemerintah percaya bahwa UU yang netral gender memberi keuntungan yang setara bagi laki-laki dan perempuan, sementara sebenarnya karena halangan struktural, institusional, sosial, dan budaya yang berakar dalam bagi perempuan hal sebaliknya kerap kali justru yang merupakan kebenaran. Kegagalan mempertimbangkan dan menangani perbedaan-perbedaan gender dalam UU bertanggung jawab atas ketidaksetaraan gender. Karena itu, pelaku advokasi untuk kesetaraan gender harus gigih dalam mengupayakan usaha identifikasi peraturan/perundang-undangan yang tidak konsisten terhadap CEDAW, mengusulkan perbaikan yang diperlukan, dan membantu menciptakan kerangka hukum untuk kesetaraan gender. Untuk mendukung berbagai tugas ini, UN WOMEN telah menyusun sebuah buku pegangan Apakah UU kita mempromosikan kesetaraan gender? Do Our Laws Promote Gender Equality? untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW, menyediakan pedoman praktis, langkah demi langkah mengenai tinjauan kritis UU negara, dan mengikutsertakan seperangkat indikator yang dikembangkan dan diuji melalui tinjauan hukum sesungguhnya Dengan tulus saya berharap bahwa buku pegangan ini akan bermanfaat bagi pelaku advokasi hak-hak perempuan dalam upaya mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan baik dalam hukum maupun hidup keseharian. Moni Pizani Regional Programme Director UN WOMEN East and Southeast Asia Regional Office i

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis sangat berterima kasih kepada UN WOMEN karena telah memberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam penyusunan buku pegangan ini. Secara khusus, terima kasih untuk Shoko Ishikawa, Amarsanaa Darisuren, Vu Ngoc Binh, Vanny Prok, Syafirah Hardani, dan Pannin Laptaweesath untuk bantuan dan arahan yang tidak ada hentinya. Sebagai penilaian, kerangka dalam buku pegangan ini sudah diujikan dalam empat lokakarya percontohan yang diselenggarakan di Indonesia dan Kamboja, penulis sangat berterima kasih kepada para penyelenggara dan peserta lokakarya, terutama Yang Mulia Chan Sotheavy, Menteri Negara Kementerian Kehakiman Kamboja dan staf-nya; Ly Vichuta; Musdah Mulia; Rena Herdiyani; dan para anggota Prakarsa Gelompok Kerja CEDAW. Penulis juga berterima kasih kepada staf UN WOMEN Cina dan para peserta Training on Assessing Compliance of National laws with CEDAW yang diselenggarakan pada 28-30 April 2009, Beijing, Cina, yang komentarnya telah memberi sumbangan untuk lebih mempertegas kerangka penilaian. Penghargaan juga harus disampaikan kepada mereka yang telah memberi komentar berharga terhadap naskah buku pegangan ini, khususnya Usa Lerdsrisuntad, Direktur Program Foundation for Women. Pengarang juga berterima kasih kepada Sarah Fortuna untuk pekerjaan penyuntingan dan tata letak yang cermat untuk terbitan ini. Terakhir, terima kasih khusus kepada Ricardo, Erlinda, Richelle dan Rolica Chiongson, serta Emmett Cunningham untuk semua dorongan dan dukungan. Rea Abada Chiongson, Februari 2010 TENTANG PENULIS Rea Abada Chiongson adalah pengacara dan bekerja untuk Fakultas Hukum Universitas Ateneo de Manila, Filipina. Ia memperoleh gelar sarjana dalam ilmu politik dan hukum (B.A dan J.D) dari Universitas Ateneo de Manila, Filipina dan mendapat gelar master hukum (LLM) dalam bidang Hukum Internasional dari Universitas Columbia, New York, AS. Rea adalah pakar terkenal dalam bidang Konvensi untuk Penghapusan atas Segenap Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan (CEDAW) dan standar internasional lain yang menyangkut kesetaraan gender dan hak asasi manusia, serta implementasinya pada tingkat negara. Ia bekerja sebagai konsultan di sejumlah negara, termasuk persiapan UU kesetaraan gender, menyusun laporan Negara dan ORNOP untuk CEDAW, menyusun strategi nasional tentang kesetaraan gender, melakukan penilaian gender atas UU dan kebijakan, memasukkan gender ke dalam litigasi dan bantuan hukum, dan program-program pelatihan tentang kesetaraan gender untuk pemerintah, pakar, ORNOP, dan pelaku advokasi. Saat ini, ia bekerja sebagai konsultan untuk UN WOMEN untuk memberi bantuan teknis dalam menilai kepatuhan UU nasional terhadap CEDAW, menyiapkan UU kesetaraan gender, dan mengembangkan kemampuan nasional dalam hal kesetaraan gender di wilayah Asia Tenggara. ii

DAFTAR ISI Pengantar Ucapan Terima Kasih Tentang Pengarang i ii ii Pendahuluan 1 BAGIAN SATU CEDAW dan tinjauan hukum 3 Tinjauan Hukum 3 CEDAW sebagai kerangka dalam tinjauan hukum 3 Pentingnya menggunakan CEDAW sebagai kerangka tinjauan hukum 3 BAGIAN DUA Apa yang perlu Anda ketahui sebelum membuat tinjauan hukum berbasis CEDAW 7 CEDAW dan prinsip-prinsip kunci-nya 7 Pasal-pasal CEDAW 1-30 10 Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender 15 UU dan pembuatan UU 16 Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan pembuatan hukum 19 BAGIAN TIGA Merencanakan tinjauan hukum berbasis CEDAW 23 BAGIAN EMPAT Kerangka kerja untuk tinjauan hukum berbasis CEDAW 27 Kerangka tinjauan hukum berbasis CEDAW (kerangka penilaian) 28 Mengembangkan indikator hukum CEDAW 30 Menentukan kepatuhan/kesesuaian dan rekomendasi 45 BAGIAN LIMA Menggunakan tinjauan hukum berbasis CEDAW 57 Dari tinjauan ke reformasi 57 Menggunakan tinjauan hukum berbasis CEDAW 58 iii

LAMPIRAN I Daftar indikator hukum CEDAW 61 LAMPIRAN II Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) 71 LAMPIRAN III Sumber daya CEDAW yang disarankan 81 Acuan 84 iv

PENDAHULUAN Dasar Pemikiran Konvensi untuk Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) merayakan 30 tahun kehadiarannya pada tahun 2009, setelah diadopsi oleh Sidang Umum pada 18 Desember 1979. Terhitung 1 Agustus 2009, 186 Negara telah meratifikasi CEDAW, yang mencerminkan konsensus global dari Negara-Negara untuk mengambil langkah konkret demi mencapai kesetaraan gender dan menghapus diskriminasi dalam segala bentuknya. CEDAW memberikan kerangka menyeluruh untuk peningkatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan. Khususnya, prakarsa ini mewajibkan Negara untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan di semua bidang, tanpa penundaan, dan dengan semua cara yang sesuai, termasuk peraturan/perundangan. Akan tetapi, meskipun ada kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh CEDAW, diskriminasi terus ada di semua bidang, termasuk bidang hukum. UU yang diskriminatif terus membatasi, melarang, atau menafikan hak-hak perempuan, dan menimbulkan pembebasan dari hukuman untuk sejumlah pelanggaran. UU ini menghalangi perempuan untuk menikmati HAM mereka dan perkembangan penuh sebagai manusia. Komite CEDAW, dalam Pengamatan Akhir mereka baru-baru ini, mendesak Pihak-pihak Negara untuk membuat UU mereka sesuai dan patuh pada Konvensi. Negara-negara sangat didorong untuk memastikan bahwa CEDAW dapat diterapkan dalam sistem hukum dan penetapannya sepenuhnya digabungkan dengan UU nasional. Tujuan Buku pegangan ini disusun untuk memandu para praktisi dalam pemerintahan, ORNOP, lembaga akademik, badan pengembangan, dan kelompok-kelompok perempuan untuk menilai kepatuhan UU negara terhadap CEDAW dan memberi rekomendasi yang tepat untuk kesesuaian melalui tinjauan hukum berbasis CEDAW. Pedoman ini melakukan hal ini dengan mengajukan kerangka untuk menilai kepatuhan/kesesuaian hukum (kerangka penialian). Kerangka penilaian membangun kapasitas praktisi untuk mengidentifikasi kewajiban-kewajiban menurut CEDAW, menyusun indikator-indikator hukum, mengidentifikasi pengaturan hukum yang diskriminatif, mengusulkan UU, revisi atau amandemen yang mempromosikan kesetaraan gender, dan memberi rekomendasi lainnya untuk memastikan kesesuaian hukum dengan Konvensi. Buku pegangan ini terutama ditujukan untuk para praktisi di Asia Tenggara. Akan tetapi, pedoman ini juga dapat dipakai di wilayah lainnya. Metodologi Kerangka penilaian disusun pada 2007 dan digunakan untuk meninjau UU Vietnam. Tinjauan hukum Vietnam mengidentifikasi sejumlah 117 indikator dan 34 sub-indikator yang dibagi menjadi bidang-bidang berikut: 1. Penjaminan kesetaraan dan diskriminasi 2. Pelarangan diskriminasi 3. Perlindungan hukum untuk perempuan 4. Lembaga-lembaga untuk implementasi dan pemantauan/monitoring 5. Penggabungan dan penerapan perjanjian-perjanjian 6. Kekerasan berbasis gender 7. Langkah-langkah khusus sementara 8. Pola perilaku sosial dan budaya 9. Perdagangan dan eksploitasi prostitusi 10. Kehidupan politik dan publik 1

11. Kewarganegaraan 12. Pendidikan 13. Ketenagakerjaan 14. Kesehatan 15. Kehidupan ekonomi dan sosial 16. Perempuan pedesaan 17. Kesetaraan di hadapan hukum 18. Perkawinan dan keluarga Kerangka penilaian dipertajam sejak Juni 2008 hingga Februari 2009 melalui penggunaannya dalam tinjauan hukum Indonesia dan Kamboja yang mencakup empat lokakarya 1 guna memberikan bantuan pakar kepada kelompok-kelompok lokal dalam menyusun tinjauan hukum nasional. Bantuan teknis berkesinambungan dan diskusi yang terus terjadi untuk memfasilitasi penyusunan tinjauan hukum juga disediakan. Tinjauan Indonesia menilai UU Perkawinan (UU No.1 tahun 1974) Indonesia. Kelompok kerja antar-sektor yang dipimpin oleh Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW (CEDAW Working Group Initiative-CWGI) sedang menulis tinjauan tersebut. Tinjauan hukum Kamboja mengevaluasi kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan dan eksploitasi seksual, ketenagakerjaan dan pekerja rumah tangga, serta perkawinan. Kementerian Kehakiman Kamboja sedang memimpin prakarsa ini. Kedua tinjauan hukum itu masih sedang difinalisasikan. Kerangka penilaian juga semakin dipertajam selama Pelatihan untuk Menilai Kepatuhan/Kesesuaian UU Nasional pada CEDAW yang diselenggarakan pada 28-30 April 2009 di Beijing, Cina yang diadakan oleh Fasilitas Gender PBB Cina. Buku pegangan ini juga memakai sejumlah prakarsa berkaitan dengan CEDAW dan peraturan/perundangan sebelumnya termasuk: a) Kajian bersama UN WOMEN dan UNDP-Pasifik sejak 2007 Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Hukum CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik yang mengidentifikasi sejumlah 113 indikator legislatif khusus yang merangkum persyaratan untuk UU negara agar sepenuhnya sesuai dengan CEDAW; 2 b) Publikasi UN WOMEN Asia Tenggara dan Pusat untuk Penelitian Perempuan (CENWOR) berjudul CEDAW Indicators for South Asia: An Initiative Indikator-indikator CEDAW untuk Asia Selatan: Sebuah Prakarasa 3 yang mendaftar indikator-indikator yang diusulkan dalam bidang hukum, pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, dan perempuan di sektor pedesaan; dan c) Buku pedoman UNDP yang disebut Menyusun Legislasi Sadar Gender: Bagaimana Mempromosikan dan Melindungi Kesetaraan Gender di Eropa Tengah dan Timur dan di Negara-Negara Persemakmuran Merdeka 4 yang menyediakan pedoman tentang memasukkan standar nasional ke dalam UU negara. Meskipun dipersiapkan secara khusus untuk wilayahnya masing-masing, prakarsa-prakarsa ini memberi sumbangan kepada penyusunan buku pegangan ini. 1 Keempat lokakarya adalah sebagai berikut: 1) Lokakarya tentang Menilai Kesesuaian UU Indonesia untuk Perkawinan dan Keluarga dengan Konvensi untuk Penghapusan Segenap bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Jakarta, Indonesia, 30 Juni-3 Juli 2008; (b) Lokakarya Validasi tentang Tinjauan Hukum atas UU Perkawinan No.1/1974, Jakarta, Indonesia, 16-17 September 2008; (c) Menilai Kepatuhan UU Kamboja pada CEDAW, 8012 September 2008. Siem Reap, Kamboja; (d) Lokakarya tentang Penyebarluasan Hasil penelitian tentang Kepatuhan UU Nasional kepada CEDAW, Phnom Penh, Kamboja, 5 Februari 2009. Lokakarya di Kamboja ini diselenggarakan oleh Kementerian Kehakiman, sementara yang di Indonesia diselenggarakan oleh CWGI (Prakarsa Kelompok Kerja CEDAW). 2 UN WOMEN dan UNDP Pusat Pasifik. nd UNDP Pacific Centre. Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Legislatif CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik. Suva, 2007. 3 CENWOR and UN WOMEN. Indikator-indikator CEDAW untuk Asia Selatan: Sebuah Prakarasa. Sri Lanka. 2004. 4 UNDP. Drafting Gender-Aware Legislation: How to Promote and Protect Gender Equality in Central and Eastern Europe and in the Commonwealth of Independent States (CIS), Bratislava, UNDP, 2003. 2

1 CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM BAGIAN SATU

1

BAGIAN SATU: CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM Dalam bagian ini: Apakah tinjauan hukum? CEDAW sebagai kerangka untuk tinjauan hukum TINJAUAN HUKUM Tinjauan-tinjauan hukum mengungkap kesenjangan dalam UU tertentu dan mengusulkan caracara bagaimana kesenjangan ini dapat dijembatani. Tinjauan hukum memberi rekomendasi untuk kemungkinan solusi hukum seperti amandemen, revisi, atau penundaan UU yang ada atau penciptaan UU baru. CEDAW SEBAGAI KERANGKA DALAM TINJAUAN HUKUM Sebuah tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW mengevaluasi UU melalui lensa standar kesetaraan gender yang diterima secara internasional. CEDAW menawarkan beberapa keuntungan sebagai kerangka untuk tinjauan hukum. Sebagai perjanjian hak asasi manusia HAM), konvensi ini sangat memajukan pendekatan berbasis hak demi menuntut hak-hak. Ia menekankan dinikmatinya HAM. Ia juga menyoroti antar-keterkaitan dan status setara semua hak asasi manusia (apakah hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya), seperti dijamin oleh perjanjian HAM lainnya. Sebagai perjanjian kesetaraan, CEDAW: mempertimbangkan konstruksi sosial gender; memberi jaminan kesetaraan yang menyeluruh dalam semua bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang-bidang lain; memandatkan tidak hanya kesetaraan dalam hukum tetapi juga, lebih penting lagi, kesetaraan dalam hasil-hasil (kesetaraan de facto atau yang sesungguhnya); menyediakan sebuah definisi diskriminasi yang menangani semua bentuk, khususnya diskriminasi tidak langsung; dan berfokus pada kewajiban Negara-negara untuk memastikan hak asasi perempuan dan kesetaraan. PENTINGNYA MENGGUNAKAN CEDAW SEBAGAI KERANGKA TINJAUAN HUKUM Hukum menerjemahkan prinsip-prinsip CEDAW ke dalam pelayanan hukum konkret yang dapat dengan mudah diakses dan dinikmati pada tingkat negara. Tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW memfasilitasi proses ini. Secara khusus, kerangka CEDAW: mengidentifikasi diskriminasi gender dalam UU; menyoroti kewajiban Negara pada bidang-bdang hukum tertentu; mengungkap kesenjangan atau kelemahan dalam hukum dalam mencapai kesetaraan gender; menunjukkan perubahan-perubahan yang perlu terjadi untuk membuat UU yang pekagender dan tanggap; dan memberi rekomendasi tentang bagaimana diskriminasi dapat ditangani. 3

1BAGIAN SATU: CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM Tujuan Tinjauan Hukum Berbasis CEDAW Dalam sebagian besar kasus, tinjauan hukum yang menggunakan kerangka CEDAW dilakukan sebagai langkah awal menuju reformasi hukum. Tujuan langsung melaksanakan tinjauan tersebut kemungkinan adalah untuk: Menyoroti dimensi gender dalam bidang-bidang hukum tertentu; Mendokumentasi kemajuan ke arah kesetaraan gender (termasuk menyusun daftarnya); Menyelaraskan ketidakajegan (inkonsistensi) dalam berbagai bidang hukum melalui penerapan standar kesetaraan gender (misalnya, di Vietnam, menyusul adopsi Hukum tentang Kesetaraan Gender pada 29 November 2006, Petunjuk untuk UU Kesetaraan Gender yang dikeluarkan pada 3 Mei 2007. Petunjuk tersebut menyatakan bahwa pemerintah harus membuat tinjauan atas dokumen-dokumen hukum normatif yang ada untuk mengevaluasi kebutuhan untuk amandemen, revisi, atau pencabutan, atau diundangkannya UU baru. Untuk membantu pemerintah, dilakukanlah tinjauan hukum independen); 5 Mengidentifikasi apakah UU, peraturan administratif atau praktik-praktik sosial-budaya mengurangi kekuatan jaminan atas kesetaraan dan non-diskriminasi; Meminta pertanggungjawaban Negara untuk memastikan kesetaraan; Mengidentifikasi rekomendasi untuk UU yang peka-gender dan tanggap; Membandingkan kemajuan antar-negara dan di antara Negara-negara (misalnya, di Pasifik, tinjauan dua meja didukung oleh UN WOMEN Pasifik dan UNDP Pusat Pasifik untuk menilai kepatuhan legislatif pada CEDAW dari sembilan negara Pasifik: 6 negaranegara Federasi Mikronesia, Fiji, Kiribati, Kepualauan Marshall, Papua New Guinea, Samoa, Kepulauan Solomon, Tuvalu, dan Vanuatu. Tinjauan menggunakan indikator yang sama dan memfasilitasi perbandingan Sembilan negara yang ditinjau); Menilai kesesuaian UU dengan komitmen internasional, termasuk CEDAW; Memulai pelaksanaan rekomendasi dari badan-badan internasional tentang kesetaraan gender, termasuk Komite CEDAW. 5 Tinjauan hukum diberi judul CEDAW and the Law: A Gendered and Rights-based Review of Vietnamese Legal Documents through the Lens of CEDAW. UN WOMEN CEDAW SEAP, 2009. 6 Laporan tinjauan tertulis dipublikasikan sebagai Translating CEDAW into Law: CEDAW Legislative Compliance in Nine Pacific Island Countries (Menerjemahkan CEDAW ke dalam Hukum: Kepatuhan Legislatif CEDAW di Sembilan Negara Kepulauan Pasifik) 4

1 PArt OnE: CEDAW AnD legal reviews CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM 1 BAGIAN SATU: The CEDAW Committee and Legal Reviews Komite CEDAW dan Tinjauan Hukum The CEDAW Committee recognizes legal reviews as an important tool for CEDAW compliance. Komite CEDAW mengakui tinjauan hukum sebagai perangkat penting untuk kepatuhan pada It CEDAW. strongly Komite encourages ini sangat review mendorong of legislation tinjauan in all countries legislasi di to facilitate semua negara law reform untuk and memfasilitasi the implementation reformasi hukum of CEDAW. dan implementasi The image below CEDAW. presents Gambar some di examples bawah memberi of the CEDAW contoh-contoh Committee s rekomendasi recommendations Komite CEDAW yang relating berkaitan to legal dengan reviews. tinjauan hukum. Thailand The Komite committee mengkhawatirkan is concerned bahwa that tidak not all semua UU discriminatory diskriminatif telah laws diamandemen have been amended untuk memastikan to ensure that bahwa the Konvensi Convention dan and ketetapannya its provisions menjadi become fully applicable sepenuhnya in berlaku the domestic dalam legal sistem system hukum (CEDAW domestik. Concluding (Komentar akhir Comments CEDAW on tentang Thailand, Thailand, 2006, 2006, par. 13) ayat 13) The Komite Committee merekomendasikan recommends bahwa that the Pihak State Negara Party secara systematically sistematis meninjau review all semua legislation legislasi so as untuk to achieve mencapai full kepatuhan compliance penuh with the pada provisions ketetapan of the Convention Konvensi. Komite The Committee memperlihatkan points out bahwa that adalah it is the kewajiban obligation pihak of the Negara State untuk party memastikan to ensure that bahwa the Convention Konvensi menjadi becomes sepenuhnya fully applicable berlaku in dalam the domestic legal sistem system hukum (CEDAW domestik Concluding (Komentar Comments Akhir CEDAW on Thailand, tentang Thailand, 2006, par. 2006, 14) ayat 14). Kamboja Cambodia [Komite (The CEDAW] Committee) mendorong encourages Pihak Negara the State untuk Party memanfaatkan to take advantage proses reformasi of the ongoing hukum legal yang reform sedang process berjalan to achieve untuk the full mencapai compatibility kesesuaian dan and kepatuhan compliance penuh of all laws semua with UU the pada provisions ketetapan-ketetapan of the Convention Konvensi (CEDAW (Komentar Concluding Akhir Comments CEDAW on tentang Cambodia, Kamboja, 2006, par. 2006, 12) ayat 12). Filipina Philippines Komite The Committee merekomendasikan recommends bahwa that the Pihak State Negara Party undertake melakukan a peninjauan systematic review sistematis of all atas legislation semua legislasi and initiate dan all memprakarsai necessary revisions semua revisi so as yang to achieve diperlukan full compliance untuk mencapai with the provisions kepatuhan of penuh the pada ketetapan Convention Konvensi. (CEDAW(Komentar Concluding Akhir Comments CEDAW on tentang Philippines, Filipina, 2006, 2006, par. 12) ayat 12). Indonesia Komite The Committee menyambut welcomes upaya Pemerintah the Government s untuk mengidentifikasi efforts to identify UU genderbiased gender laws dan and untuk to initiate memulai revisions to pada those UU laws.the itu Namun, Committee Komite is mengkhawatirkan concerned, however, bahwa that revisions belum have dilakukan not been pada undertaken 21 UU semuanya on all of the yang telah 21 laws diidentifikasi that the Government Pemerintah has sebagai identified diskriminatif, as discriminatory, dan bahwa and beberapa that some amandemen, of the amendments, meskipun while memperlihatkan demonstrating kemajuan progress menuju towards kesetaraan, equality, are masih still discriminatory diskriminatif to terhadap wards women perempuan. (CEDAW (Komentar Concluding Akhir CEDAW Comments tentang on Indonesia, 2007, ayat par. 10). Komite mendesak pihak negara untuk memberi prioritas tinggi kepada proses The Committee reformasi urges hukum the dan State untuk party mengamandemen, to give high priority tanpa to penundaan its law dan di reform dalam process kerangka and waktu to amend, yang jelas, without UU delay diskriminatif and within dan an membuat clear time semua UU frame, itu sejalan discriminatory dengan laws Konvensi. and regulations (Komentar and Akhir bring CEDAW them tentang in line with Indonesia, the 2007, Convention ayat 11). (CEDAW Concluding Comments on Indonesia, 2007, par. 11) ü See Part 2. what You should know Before Doing a cedaw-based Legal review for more information Lihat Bagian on the 2. Apa CEDAW yang Committee Perlu Anda Ketahui Sebelum Melakukan Tinjauan Hukum Berbasis CEDAW untuk informasi lebih lanjut tentang Komite CEDAW. Apakah Hukum Kita Meningkatkan Do Our Laws Kesetaraan Promote Gender Gender? Equality? Buku Pegangan untuk Tinjauan A Handbook Hukum for CEDAW-Based Berbasis CEDAW Legal Reviews 5 5

1PArt OnE: CEDAW AnD legal reviews 1BAGIAN SATU: CEDAW DAN TINJAUAN HUKUM CATATAN: 6 6 Do Our Laws Promote Gender Equality? A Handbook for CEDAW-Based Legal Reviews

2 APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW BAGIAN DUA

2

BAGIAN DUA: APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW Dalam bagian ini: CEDAW dan prinsip-prinsip kuncinya Pasal 1-30 CEDAW Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender Hukum dan pembuatan hukum Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang hukum dan pembuatan hukum Tinjauan hukum berbasis CEDAW dibangun di atas pengetahuan dan pemahaman yang rinci tentang: 1. CEDAW; 2. Situasi de facto perempuan dan kesetaraan gender; dan 3. UU dan pembuatan UU. Perlu diingat bahwa tiga hal ini sangat penting. CEDAW DAN PRINSIP-PRINSIP KUNCINYA CEDAW berupaya menghapus diskriminasi terhadap perempuan dalam segala bentuk dan perwujudannya kerap diacu sebagai peraturan internasional untuk hak-hak asasi perempuan. Konvensi ini diadopsi oleh Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1979 dan diberlakukan pada 3 September 1981. CEDAW memiliki 186 Negara dan membuat konvensi ini salah satu dari perjanjian hak asasi manusia internasional yang paling banyak diratifikasi. Konvensi ini tersusun atas Preambul dan 30 pasal. Prinsip-prinsip CEDAW CEDAW memiliki tiga prinsip kunci: Kesetaraan substantif; Non-diskriminasi; dan Kewajiban Negara. Prinsip-prinsip ini membungkus kerangka konseptual di balik CEDAW. Tanpa memahami prinsip-prinsip ini, CEDAW tidak dapat diterapkan dengan benar. Ketiga prinsip CEDAW ini menekankan bahwa kesetaraan harus dinikmati dalam kenyataan, bukan hanya di atas kertas. Tidaklah cukup hanya menyiapkan UU dan kebijakan jika perempuan tidak merasakan kesetaraan itu hari per hari. Kesetaraan Substantif Standar kesetaraan CEDAW adalah kesetaraan substantif. Ditafsirkan oleh Komite CEDAW untuk bermakna kesetaraan de facto (kesetaraan sebagai fakta atau kesetaraan sesungguhnya) atau kesetaraan dalam hasil. Namun, pencapaian kesetaraan substantif mensyaratkan bahwa perempuan diberi kesempatan yang sama, akses yang sama terhadap kesempatan, dan lingkungan yang memberi kemungkinan pada pencapaian hasi-hasil yang setara. 7

2BAGIAN DUA: APA YANG PERLU ANDA KETAHUI SEBELUM MELAKUKAN TINJAUAN HUKUM BERBASIS CEDAW Kesetaraan substantif mencari lebih jauh dari sekadar jaminan hukum untuk perlakuan yang setara, dan mencermati ke dalam dampak intervensi. Sebagai contoh, sebuah UU mungkin memberi kesempatan setara untuk perempuan dan laki-laki untuk mengakses kredit jika mereka dapat menyediakan jaminan (garansi atau keamanan). Akan tetapi, jika dalam kenyataan, perempuan tidak dapat mengendalikan, mengelola, atau mewarisi properti, maka besar kemungkinan mereka tidak akan mampu menyediakan jaminan dan karena itu tidak dapat mengakses kredit. Tanpa langkahlangkah mengamankan realisasi kesetaraan yang praktis, tidak akan ada kesetaraan substantif. UU harus menciptakan kesetaraan substantif untuk sejalan dengan CEDAW. Tantangan terhadap Kesetaraan Substantif Kendati prinsip kesetaraan diakui secara luas dalam UUD dan UU, ada banyak contoh penafsiran kesetaraan yang tidak menghasilkan kesetaraan substantif. Komite CEDAW menyatakan dalam Rekomendasi Umum 25 bahwa: pendekatan yang murni hukum formal atau programatis tidak cukup untuk mencapai kesetaraan de facto perempuan terhadap laki-laki, yang oleh Komite ditafsirkan sebagai kesetaran substantif. Selain itu, Konvensi menuntut bahwa perempuan diberi awal yang setara dan bahwa mereka diberdayakan oleh lingkungan yang memberi kesempatan untuk mencapai kesetaraan hasil. Tidak cukup menjamin perlakuan terhadap perempuan yang identik dengan perlakuan terhadap laki-laki saja, tetapi juga perbedaan yang terbangun secara sosial dan budaya antara perempuan dan laki-laki harus dipertimbangkan. Dalam situasi tertentu, perlakuan non-identik pada perempuan dan laki-laki akan diperlukan untuk menangani perbedaan-perbedaan seperti itu. Mencapai tujuan kesetaraan substantif menyerukan strategi efektif yang ditujukan untuk mengatasi kurang keterwakilan perempuan dan distribusi kembali sumber daya dan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan. (a) Kesetaraan formal. Kesetaraan kerap dipahami sebagai memberi perlakuan yang sama kepada setiap orang. Ini adalah kesetaraan formal. Dalam pendekatan ini, laki-laki dan perempuan dilihat sebagai serupa dan karena itu mereka akan diberi perlakuan yang sama. Akibatnya, perbedaan-perbedaan berdasarkan biologi, seperti kehamilan atau menjadi ibu, tidak diperhatikan. Perbedaan-perbedaan sosial dan budaya persepsi sosial tentang perempuan yang lemah, bergantung secara ekonomi, dan terikat di rumah dan dampak mereka terhadap perempuan juga tidak diabaikan. Dengan mengabaikan perbedaanperbedaan ini, kebutuhan-kebutuhan khusus perempuan tidak ditangani. (b) Pendekatan proteksionis/melindungi. Pendekatan proteksionis terhadap kesetaraan berasumsi bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki dan oleh sebab itu memerlukan perlindungan. Pilihan-pilihan perempuan dibatasi dan hak-hak mereka diabaikan untuk membuat mereka aman. Contoh-contoh pendekatan proteksionis mencakup larangan tentang perempuan bekerja malam hari (misalnya, Pasal 130 UU Perburuhan Filipina), atau larangan perempuan bekerja untuk pekerjaan berbahaya (misalnya, Pasal 113 UU Perburuhan Vietnam dan ketetapan hukum tambahan). Dalam semua kasus ini, perempuan dilihat sebagai masalah dan bukan lingkungan yang tidak aman, yang tetap tidak mendapat penanganan. Perempuan dipersalahkan lebih karena seharusnya mereka tidak mampu untuk melindungi diri sendiri ketimbang karena kegagalan aturan publik dan langkah-langkah keamanan atau kurangnya langkah kesehatan dan keamanan terkait pekerjaan yang tepat. Namun demikian, laki-laki dilihat sebagai tidak menuntut perlindungan dari bahaya atau pekerjaan berbahaya. Dalam kebanyakan kasus, lingkungan itu berbahaya baik untuk laki-laki maupun perempuan. Pendekatan yang proteksionis menghukum perempuan untuk kelemahan mereka yang sudah dibayangkan sebelumnya. Alih-alih menangani lingkungan berbahaya dan memudahkan 8