BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKAMELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meringankan kerja manusia. Matematika diberikan kepada siswa sebagai bekal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA TULANG NAPIER DALAM PEMBELAJARAN OPERASI PERKALIAN BILANGAN CACAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Hasil Belajar. Sudjana, (2004:22) berpendapat hasil Belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penting. Salah satu bukti yang menunjukkan pentingnya. memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching And Learning (CTL)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

48. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Percaya diri adalah sikap yang timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pengetahuan manusia tentang matematika memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI METODE CTL

BAB I PENDAHULUAN. adalah nilai yang melebihi dari KKM. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran model koooperatif tipe STAD merupakan salah satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan sesuatu yang tidak asing bagi semua kalangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. Seperti yang di ungkapkan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika wajib diberikan kepada semua peserta didik mulai

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

BAB II KAJIAN TEORITIS. A. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar tidak hanya sekedar

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. matematika diantaranya: (1) Siswa dapat memahami konsep matematika,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Mata Pelajaran Matematika Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathein atau manthenein yang artinya mempelajari. Namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata Sansekerta yaitu medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensi (Nasution, 1980:12). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Alwi, 2002:723). Menurut Sujono (1988:5), matematika merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Dari dua pengertian tersebut tampak tidak jauh berbeda karena keduanya sama-sama menekankan pada bilangan. Namun ada sedikit perbedaan pada pernyataan yang dikemukakan oleh Sujono, beliau lebih menegaskan secara lengkap bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logik atau pemikiran yang dapat diterima dengan akal sehat. Sedangkan menurut Sutrisman dan Tambunan (1987:2), matematika membahas faktor-faktor dan hubungan-hubungannya, serta membahas problem ruang dan bentuk. Jika dibandingkan dengan kedua pengertian sebelumnya, tampak ada sedikit perbedaan. Apabila di pengertian sebelumnya lebih menekankan pada bilangan, tapi dalam pernyataan ini sama sekali tidak disinggung tentang bilangan. Namun ada sedikit persamaan, yaitu ketiga pengertian ini sama-sama menyebutkan bahwa matematika berkaitan dengan pembahasan atau pemecahan masalah. Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penalaran logis yang digunakan untuk pemecahan masalah yang berhubungan dengan bilangan, ruang, dan bentuk. 8

9 2.1.1.2 Tujuan Mata Pelajaran Matematika Dalam BSNP (2006:147), matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Secara rinci tujuan mata pelajaran matematika yang tercantum dalam KTSP pada SD/MI adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecaham masalah; b. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; a. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; b. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memeperjelas keadaan atau masalah; c. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006:148). 2.1.1.3 Ruang Lingkup Mata Pelajaran Matematika Dalam BSNP (2006:148), ruang lingkup materi pelajaran atau bahan kajian matematika di SD/MI meliputi: a. bilangan, b. geometri dan pengukuran, c. pengolahan data. Kompetensi yang tercakup dalam materi bilangan yaitu melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah dan menaksir hasil operasi hitung. Sedangkan kompetensi yang tercakup dalam materi geometri dan pengukuran meliputi mengidentifikasi bangun datar dan bangun ruang menurut sifat, unsur, atau kesebangunannya; melakukan operasi hitung yang melibatkan keliling, luas, volume, dan satuan pengukuran; menaksir ukuran panjang, luas, volume benda atau bangun geometri; mengaplikasikan konsep

10 geometri dalam menentukan posisi, jarak, sudut, dan transformasi dalam pemecahan masalah. Kompetensi yang tercakup dalam materi pengolahan data atau statistika yaitu mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data (Nurhadi, 2003:204). 2.1.2 Pendekatan CTL 2.1.2.1 Pengertian Pendekatan CTL Menurut Sukandi (2003:39), pendekatan merupakan cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian. Pendekatan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Asmani, 2010:61). Sedangkan menurut Robertson dan Lang dalam Asmani (2010:62), pendekatan pembelajaran atau instructional approach dapat dimaknai dalam dua pengertian yaitu pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dan pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang. Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu kerangka umum dalam praktik profesioanl guru. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran merupakan kerangka umum sebagai acuan dalam menyelenggarakan suatu pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Secara etimologi, istilah contextual berasal dari kata context yang berarti hubungan, konteks, suasana, dan keadaan (KUBI, 2002:519). Menurut Kesuma, dkk (2010:5), konteks artinya kondisi lingkungan, yaitu keadaan atau kejadian yang membentuk lingkungan dari sebual hal. Dengan demikian pendekatan CTL dapat diartikan sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berhubungan dengan lingkungan atau suasana tertentu. Johnson (2002:67) mengemukakan bahwa pendekatan CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjeksubjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Sedangkan menurut The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001),

11 pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Kedua pernyataan tersebut menggambarkan pengertian yang saling melengkapi. Pada pernyataan pertama penjelasannya hanya sebatas pada pendekatan CTL yang bertujuan untuk melihat makna dari materi pelajaran yang dipelajari siswa. Sedangkan pada pernyataan kedua lebih menekankan pada tujuan jangka panjang pendekatan CTL yang berupa kemampuan penerapan materi dalam dunia nyata mereka. Menurut Depdiknas dalam Kesuma, dkk (2010:58), CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Jika dibandingkan dengan kedua pernyataan sebelumnya, ketiga pernyataan ini samasama memiliki makna yang sama. Hanya saja pada pernyataan Depdiknas pengertian pendekatan CTL lebih singkat dan lebih operasional. Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan dengan mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar secara lebih bermakna. 2.1.2.2 Komponen Pendekatan CTL Menurut Kesuma, dkk (2010:6), pendekatan CTL terbentuk oleh delapan komponen yang melibatkan proses yang berbeda-beda, yang ketika digunakan secara bersama-sama, memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Berikut diuraikan delapan komponen dalam pendekatan CTL. a. Membuat Hubungan-hubungan yang Bermakna Ciri khas yang dimiliki pendekatan CTL adalah pengaitan atau penghubungan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa baik dalam konteks pribadi, sosial, maupun budaya mereka. Pengaitan tersebut akan membuat materi

12 pelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Ketika materi pelajaran menjadi lebih bermakna, maka materi itu akan tersimpan permanen dalam ingatan siswa. b. Melakukan Pekerjaan Berarti Melakukan pekerjaan berarti dalam pembelajaran terkait dengan belajar dengan bekerja (learning by doing). Belajar dengan bekerja akan membuat konsep-konsep yang berupa materi pelajaran menjadi terhubung dengan lingkungan. Sehingga pengalaman belajar siswa menjadi lebih kaya. c. Melaksanakan Proses Belajar yang Diatur Sendiri Komponen pendekatan CTL yang ketiga ini berkaitan dengan prinsip pengorganisasian diri. Prinsip ini dapat dilakukan guru dengan memfasilitasi siswa untuk dapat menemukan sendiri kemampuan, minat dan gaya belajarnya masing-masing. d. Bekerja Sama Pendekatan CTL menuntut siswa untuk belajar dalam kelompok. Pada dasarnya kelompok itu sendiri adalah sebuah konteks. Dalam kelompok akan ditemukan individu-individu yang berbeda, baik karakteristiknya maupun pemahaman-pemahamannya. Kerja kelompok akan memperkaya pengalaman belajar siswa. e. Berpikir Kritis dan Kreatif Berpikir kritis dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyan-pertanyaan, sedangkan berpikir kreatif dapat dilakukan dengan membuat pendapat atau usulan dalam pemecahan masalah dengan melibatkan imajinasi. f. Membantu Individu untuk Tumbuh dan Berkembang Pertumbuhan dan perkembangan individu melibatkan banyak dimensi, seperti dimensi kognitif, kepribadian, emosi, sosial, dan spiritual. g. Mencapai Standar Tinggi Pendekatan CTL memungkinkan siswa dapat mencapai hasil belajar tingkat tinggi, karena pembelajaran tersebut melibatkan kerja siswa yang berkaitan dengan materi pelajaran.

13 h. Menggunakan Penilaian Otentik Penilaian otentik yang bisa disebut dengan penilaian autentik atau penilaian sebenarnya merupakan penilaian yang menghasilkan informasi spesifik tentang kemampuan siswa dalam belajar. Penilaian autentik dilakukan dengan menilai kemampuan siswa baik dalam segi kognitif, afektif maupun segi psikomotoriknya. Oleh karena itu pelaksanaan penilaian ini membutuhkan kejelian dan kerja keras guru. 2.1.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan CTL Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL atau yang biasa disebut dengan pembelajaran kontekstual ini didasarkan pada hasil penelitian John Dewey pada tahun 1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Adapun beberapa kelebihan pendekatan CTL menurut Anisa (2009) dapat diuraikan sebagai berikut. a. Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat memahaminya sendiri. b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pendekatan CTL menuntut siswa menemukan sendiri bukan menghafalkan. c. Menumbuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajari. d. Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan bertanya kepada guru. e. Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang lain untuk memecahkan masalah yang ada. f. Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan pembelajaran. Selain memiliki beberapa kelebihan, pendekatan CTL juga memiliki beberapa kelemahan. Menurut Dzaki (2009), beberapa kelemahan dari pendekatan CTL dapat diuraikan sebagai berikut. a. Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pembelajaran, maka tidak akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak mengalami sendiri. b. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik siswa, karena harus menyesuaikan diri dengan kelompoknya.

14 c. Banyak siswa yang tidak senang apabila diminta bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya. 2.1.2.4 Langkah-langkah Pendekatan CTL Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran di kelas harus sesuai dengan langkah-langkahnya. Menurut Nurhadi (2014:106), secara garis besar langkah-langkah dalam pendekatan CTL dapat diuraikan sebagai berikut. a. Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. b. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. d. Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). e. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan. g. Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Pada langkah pertama penerapan pendekatan CTL, guru harus mengemas pembelajaran menjadi proses mengkonstruksi pengetahuan bagi siswa, bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, guru bertugas untuk membimbing siswa membangun pemahaman atau pengetahuan baru mereka sendiri berdasarkan pengetahuan awal. Langkah kedua yaitu melakukan kegiatan inkuiri. Inkuiri merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari hasil mengingat, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Sehingga guru harus merancang pembelajaran yang mengarah pada kegiatan penemuan. Penerapan kegiatan inkuiri diawali dengan merumuskan atau menyajikan masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil karya dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, serta mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas atau guru. Pada langkah ketiga, guru diharapkan dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa melalui kegiatan bertanya. Tidak hanya siswa yang diharapkan melakukan kegiatan bertanya kepada guru, tetapi guru pun juga diperbolehkan melakukan kegiatan ini terhadap siswa. Pada dasarnya bagi siswa, kegiatan

15 bertanya berguna dalam menunjang kegiatan inkuiri. Sedangkan bagi guru, kegiatan bertanya berguna untuk mendorong kemampuan berpikir siswa, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, dan untuk menyegarkan kembali pegetahuan siswa. Pada langkah keempat yaitu masyarakat belajar, guru dapat menerapkannya terhadap siswa melalui kegiatan kerja kelompok. Beberapa manfaat dari kerja kelompok yaitu belajar dengan bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri, dengan berkelompok siswa dapat saling bertukar pengalaman dan saling berbagi ide. Langkah kelima yaitu kegiatan pemodelan. Pemodelan dapat dilakukan guru dengan melakukan kegiatan demonstrasi, pemberian contoh dengan konsep, pemberian contoh mengoperasikan sesuatu, dan pemberian contoh cara mengerjakan sesuatu. Guru bukan satu-satunya model, maka pemodelan dapat dilakukang dengan melibatkan siswa. Misalnya dengan menunjuk siswa untuk memberi contoh temannya cara mengerjakan soal matematika yang benar. Langkah keenam yaitu kegiatan refleksi. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru saja dipelajari. Kegiatan refleksi dapat dilakukan guru di akhir pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa terkait materi yang sudah dipelajari. Refleksi juga bisa dilakukan bersama siswa dengan merangkum materi pelajaran yang sudah dipelajari. Langkah terakhir yaitu penilaian sebenarnya. Penilaian sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instumen penilaian (Kunandar, 2007:315). Pada langkah ini guru dapat menerapkannya dengan memberikan tes kepada siswa, menilai hasil kerja kelompok, menilai pekerjaan rumah. Berdasarkan uraian di atas, berikut ini disajikan tabel kegiatan guru yang merupakan cerminan dari penerapan langkah-langkah pendekatan CTL.

16 Tabel 2 Contoh Kegiatan Guru dalam Penerapan Langkah-langkah Pendekatan CTL No Langkah-langkah Kegiatan Guru 1 Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. - Guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang materi dengan cara mengaitkannya dengan pengalaman atau kehidupan nyata siswa. 2 Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3 Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4 Menciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5 Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6 Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7 Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara - Guru mengajukan permasalahan kontekstual kepada siswa. - Guru meminta siswa untuk mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut. - Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa berkaitan dengan materi. - Guru menyediakan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. - Guru membentuk siswa dalam kelompok untuk melakukan kerja kelompok. - Guru memberikan contoh yang benar tentang cara pengerjaan soal. - Guru bersama dengan siswa membuat rangkuman atau kesimpulan tetang materi. - Guru memberikan soal evaluasi untuk dikerjakan siswa. - Guru menilai hasil kerja kelompok siswa. 2.1.2.5 Sintaks Pendekatan CTL Berdasarkan penjelasan di atas, berikut ini disajikan sintaks pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL untuk penerapan pembelajaran matematika pada siswa kelas 5 SDN Lodoyong 03 Kecamatan Ambarawa. 1. Kegiatan Awal a. Guru menyiapkan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

17 b. Guru bersama siswa melakukan tanya jawab tentang pengalaman nyata siswa yang berkaitan dengan materi. (Tahap ke-1, Konstruksi) c. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pokok-pokok materi yang akan dipelajari. 2. Kegiatan Inti a. Guru mengajukan suatu permasalahan kontekstual terkait dengan materi pelajaran. (Tahap ke-2, Inkuiri) b. Siswa diminta untuk mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut. (Tahap ke-2, Inkuiri) c. Guru bersama dengan siswa menyelesaikan permasalahan dengan bantuan alat peraga. (Tahap ke-2, Inkuiri) d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. (Tahap ke-3, Bertanya) e. Guru membagi siswa secara berkelompok, siswa disediakan alat peraga. (Tahap ke-4, Masyarakat Belajar) f. Guru mengajukan beberapa soal, siswa bekerja dalam kelompok untuk mengerjakan soal dengan bantuan alat peraga. (Tahap ke-4, Masyarakat Belajar) g. Guru berkeliling untuk mengamati dan memotivasi setiap kelompok. h. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, siswa lain diminta untuk menanggapi hasil kerja teman. i. Guru memberikan umpan balik kepada siswa dan memberikan contoh cara pengerjaan soal yang benar. (Tahap ke-5, Pemodelan) 3. Kegiatan Akhir a. Guru mengadakan refleksi dengan meminta siswa bersama-sama membuat rangkuman atau kesimpulan tentang materi tersebut. (Tahap ke-6, Refleksi) b. Guru memberikan soal evaluasi untuk dikerjakan siswa. (Tahap ke-7, Penilaian Sebenarnya) c. Guru menutup pembelajaran.

18 2.1.3 Alat Peraga Menurut Usman (1995:31), alat peraga atau teaching aids adalah alat-alat yang digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada diri siswa. Alat peraga ada bermacam-macam, ada yang bersifat konkrit dan semi konkrit. Alat peraga yang bersifat konkrit berupa benda-benda nyata tiga dimensi. Sedangkan alat peraga yang bersifat semi konkrit berupa benda dua dimensi seperti gambar-gambar. Pada dasarnya siswa SD sedang berada pada tahap operasional konkrit. Tahap tersebut mengartikan bahwa mereka mampu belajar secara konkrit, mereka belum mampu belajar secara abstrak. Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga baik benda konkrit maupun benda semi konkrit akan membuat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran lebih jelas. Selain itu penggunaan alat peraga juga dapat menarik perhatian siswa dalam belajar. Kejelasan pemahaman materi dan ketertarikan dalam belajar ini akan membuat pembelajaran menjadi efektif. Dari penjelasan tersebut, beberapa manfaat penggunaan alat peraga dalam pembelajaran antara lain dapat mengurangi verbalisme, memperbesar perhatian siswa, memberikan pengalaman nyata kepada siswa, dan membuat materi pelajaran lebih menetap atau tidak mudah dilupakan. Setelah mengetahui beberapa manfaat penggunaan alat peraga, guru juga perlu memperhatikan petunjuk pemilihan alat peraga. Menurut Burton dalam Usman (1995:32), alat-alat yang dipilih harus sesuai dengan kematangan dan pengalaman siswa, harus tepat, memadai, mudah digunakan, harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu, serta harus sesuai dengan biaya. 2.1.4 Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari hasil belajar. Menurut Sudjana (2008:2), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3-4), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

19 mengajar. Bloom dalam Agus (2010:6) mengemukakan bahwa hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang muncul dalam diri siswa, yang bisa berupa kemampuan kognitif, afektif, ataupun psikomotorik setelah ia mengalami kegiatan belajar. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari pencapaian hasil belajar, sehingga hasil belajar perlu diukur. Menurut Nasution (2006:36), hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau skor setelah diberi tes hasil belajar pada setiap akhir pelajaran. Dari pernyataan-pernyataan tersebut dijelaskan bahwa nilai tes merupakan suatu tanda atau ukuran dari pencapaian hasil belajar siswa. Semakin tinggi angka atau skor yang didapat, maka semakin tinggi pula tingkat hasil belajar yang dicapainya. 2.1.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar yang dapat dicapai setiap siswa berbeda-beda. Perbedaan tingkat pencapaian hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Syah (2006:144), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa terdiri dari dua faktor yaitu faktor yang datangnya dari dalam diri individu siswa (internal factor), dan faktor yang datang dari luar diri individu siswa (eksternal factor). a. Faktor Internal Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang meliputi faktor fisiologis dan psikologis. 1) Faktor fisiologis, yaitu faktor yang berkaitan dengan kondisi fisik seseorang. Umumnya kondisi fisik yang sehat dapat memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar seseorang. Sebaliknya, kondisi fisik yang sakit atau lemah dapat menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.

20 2) Faktor psikologis, yaitu faktor yang berkaitan dengan intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi seseorang. Melakukan aktivitas belajar dengan disertai minat atau motivasi yang tinggi dapat mendukung tercapainya hasil belajar maksimal, daripada belajar tanpa disertai minat atau motivasi yang tinggi. b. Faktor Eksternal Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi lingkungan belajar atau keadaan sekolah, guru, saranaprasarana, cara mengajar guru, maupun metode, model dan media pembelajaran yang digunakan. 2.1.5 Keaktifan 2.1.5.1 Pengertian Keaktifan Salah satu unsur penting dalam keberhasilan proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Kata keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti sibuk, giat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:17). Kata aktif mendapat awalan ke- dan akhiran an, sehingga menjadi keaktifan yang mempunyai arti kegiatan atau kesibukan. Menurut Sardiman (2001:98), keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran (Hermawan, 2007:83). Jadi, dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan siswa yang bersifat fisik maupun mental dalam belajar yang bertujuan untuk memperoleh dan mengkonstruksi pengetahuan yang didapat dari suatu pembelajaran. 2.1.5.2 Macam-macam Keaktifan Ada dua macam keaktifan dalam pembelajaran yaitu keaktifan jasmani dan keaktifan rohani. Sriyono, dkk (1992:75) mengemukaan bahwa keaktifan jasmani dan rohani yang dilakukan siswa dalam pembelajaran yaitu sebagai berikut.

21 a) Keaktifan Indera Guru sebaiknya dapat merancang pembelajaran pembelajaran yang dapat mengaktifkan semua alat indera siswa, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan lain-lain. Karena pembelajaran yang hanya melibatkan satu alat indera saja misalnya pendengaran, justru dapat membuat pembelajaran membosankan dan tidak efektif. b) Keaktifan Akal Guru sebaiknya membiasakan siswa untuk mengaktifkan akalnya, misalnya dalam hal penyusunan definisi sendiri, penyampaian pendapat atau kritik, pemecahan masalah dan lain-lain. c) Keaktifan Ingatan Pada proses pembelajaran siswa harus aktif menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dan menyimpannya dalam otak. Kegiatan ini lebih mengacu pada kegiatan mengingat atau menghafal. d) Keaktifan Emosi Dalam belajar siswa juga memerlukan perasaan suka atau senang terhadap pelajarannya. Karena dengan menyukai pelajaran, siswa akan lebih mudah mempelajari materi, tanpa merasa terbebani. Sebagai guru hendaknya mampu menumbuhkan keaktifan emosi dalam diri siswa, misalnya dengan menyelenggarakan pembelajaran yang menyenangkan. Sudjana (2003:48), menyebutkan beberapa kegiatan yang termasuk dalam keaktifan dalam belajar diantaranya yaitu: 1. turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, 2. terlibat dalam pemecahan masalah, 3. bertanya kepada peserta didik lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, 4. berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, 5. melaksanakan diskusi kelompok sesuai petunjuk guru, 6. menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, 7. melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah sejenis, 8. kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperolehnya dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.

22 2.1.6 Hubungan antara Pendekatan CTL Berbantuan Alat Peraga dengan Keaktifan dan Hasil Belajar Tugas guru dalam pembelajaran adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Untuk dapat membantu siswa mencapai tujuannya, guru dituntut untuk mampu membuat pembelajaran yang efektif dan efisien dengan menggunakan pendekatan atau model pembelajaran yang tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengajarkan materi matematika pada siswa kelas 5 SD yaitu pendekatan CTL. Pendekatan CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dengan cara mengaitkan materi pelajaran yang akan diajarkan dengan kehidupan nyata siswa. Pengaitan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa dengan ditambah penggunaan alat peraga dapat membuat materi pelajaran menjadi lebih konkrit atau nyata, sehingga materi dapat diterima atau dipahami siswa dengan lebih baik. Selain itu pendekatan CTL ini lebih menekankan pada aktivitas membangun pengetahuan sendiri, menemukan, bertanya, dan bekerja kelompok. Melalui aktivitas-aktivitas tersebut siswa akan terpacu untuk lebih aktif dalam belajar. Sehingga dengan penerapan pendekatan CTL dengan bantuan alat peraga dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian Muhamad Ngainun Najib (2013) yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Pendekatan CTL dan Penggunaan Alat Peraga pada Siswa Kelas 5 di SD Negeri Koripan 04 Tahun 2012/2013. Muhamad Ngainun Najib melakukan penelitian ini karena guru kurang berperan secara optimal dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran IPA, guru tidak menggunakan alat peraga apapun, tidak menyiapkan lembar kerja siswa, tidak menyediakan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara berkelompok, serta tidak melakukan refleksi di setiap akhir pembelajaran. Penelitian dari Muhamad Ngainun Najib berhasil karena terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan pendekatan CTL dan

23 penggunaan alat peraga. Hasil penelitian ini menunjukkan ketuntasan hasil belajar pada pra siklus hanya 32%, meningkat menjadi 88% pada siklus I, dan meningkat lagi menjadi 100% pada siklus II. Penelitian Husni Sabil (2011) yang berjudul Penerapan Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) pada Materi Ruang Dimensi Tiga Menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (MPBM) Mahasiswa Program Studi Matematika FKIP UNJA. Husni Sabil memilih melakukan penelitian pada mahasiswa Progdi Pendidikan Matematika FKIP UNJA karena rendahnya hasil belajar mereka dan rendahnya kualitas belajar mereka. Mereka kurang terlibat aktif dalam perkuliahan yang ditandai dengan perilaku enggan menyampaikan pertanyaan atau permasalahan dalam proses perkuliahan yang mereka alami, kurangnya interaksi sesama mahasiswa, kurangnya kemampuan mencari permasalahan maupun cara pemecahannya, dan berpandangan selalu menerima apa yang diberikan. Penelitian Husni Sabil berhasil karena terjadi peningkatan kualitas belajar mahasiswa dan hasil belajarnya. Secara numerik kesempurnaan kualitas perkuliahan mencapai 87,1%, sedangkan rata-rata hasil belajar mahasiswa mencapai 77. Melalui penerapan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL) dan model pembelajaran berdasarkan masalah (MPBM) dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar pada materi ruang dimensi tiga mahasiswa Program Studi Matematika FKIP UNJA. Penelitian Muzdalifa Widi Astuti (2013) yang berjudul Efektivitas Pembelajaran Matematika dengan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan Model Realistic Mathematics Education (RME) Menggunakan CD Interaktif terhadap Pemecahan Masalah pada Peserta Didik Kelas X. Muzdalifa Widi Astuti memilih melakukan penelitian pada peserta didik kelas X karena rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dalam penyelesaian berupa soal atau penerapannya dalam kehidupan. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dimana terpilih X4 sebagai kelas kontrol, X1 dan X3 secara berturut-turut sebagai kelas eksperimen model CTL dan RME. Dari hasil analisis terdapat perbedaan, yaitu kemampuan memecahkan masalah yang ditunjukkan dari hasil belajar peserta didik yang mendapat pembelajaran model

24 CTL, model RME berbantuan CD interaktif lebih baik daripada hasil belajar peserta didik yang mendapat pembelajaran konvensional. Melalui model Contextual Teaching & Learning (CTL) dan model Realistic Mathematics Education (RME) menggunakan CD interaktif dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas X dengan lebih efektif daripada model pembelajaran konvensional. 2.3 Kerangka Pikir Dalam pembelajaran matematika di kelas guru lebih sering menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Selain itu mata pelajaran matematika lebih cenderung diajarkan dengan menghafal, mengulang dan menyebutkan definisi tanpa memahami maksud isinya. Siswa menjadi pasif dalam pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa tidak dapat memahami materi dengan baik, yang ditunjukkan dengan hasil belajar mereka yang rendah. Agar siswa dapat mempelajari materi matematika dengan baik, maka perlu diadakan pembaharuan atau inovasi dalam pembelajaran. Pendekatan CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dengan cara mengaitkan materi pelajaran yang akan diajarkan dengan kehidupan nyata siswa. Pengaitan materi dengan kehidupan nyata siswa dengan ditambah penggunaan alat peraga dapat membuat materi pelajaran menjadi lebih konkrit atau nyata, sehingga materi dapat diterima atau dipahami siswa dengan baik. Dengan penggunaan pendekatan CTL berbantuan alat peraga dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat lebih meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa. Sehingga diharapkan hasil belajarnya pun akan meningkat.

25 Kondisi Awal Pembelajaran Konvensional - Dengan ceramah - Teacher center - Tanpa media belajar - Siswa pasif Hasil belajar siswa rendah Keaktifan siswa rendah Penerapan Pendekatan CTL berbantuan alat peraga - Pengetahuan bermakna - Student center - Pemecahan masalah - Kerja sama - Dengan media belajar Hasil belajar siswa lebih meningkat Keaktifan siswa lebih meningkat Pemantapan penerapan Pendekatan CTL berbantuan alat peraga - Dengan inkuiri - Umpan balik - Peningkatan pengelolaan kelas Hasil belajar siswa meningkat Keaktifan siswa meningkat Gambar 1 Kerangka Pikir 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan dan kajian teori di atas, dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu, Pendekatan CTL berbantuan alat peraga diduga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada siswa kelas 5 SDN Lodoyong 03 Kecamatan Ambarawa Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.