RINGKASAN EKSEKUTIF. Kerusakan dan Kerugian



dokumen-dokumen yang mirip
xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

BAB I PENDAHULUAN. lempeng raksasa, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. Permasalahan yang Dihadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB I PENDAHULUAN. bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan dikepung oleh tiga lempeng utama (Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik),

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

BAB1 PENDAHULUAN. Krakatau diperkirakan memiliki kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira

PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan Indonesia menjadi negara yang rawan bencana. maupun buatan manusia bahkan terorisme pernah dialami Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-undang nomor 24 tahun 2007). Australia yang bergerak relative ke Utara dengan lempeng Euro-Asia yang

BAB I PENDAHULUAN. Gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api merupakan refleksi fenomena

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdasarkan data dunia yang dihimpun oleh WHO, pada 10 dekade terakhir ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

BAB I PEDAHULUAN. yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam maupun. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 ).

Metodologi Penilaian Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana. Penilaian Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

Boks: Dampak Gempa terhadap Masyarakat Dunia Usaha DIY

Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Museum Gempa Bumi Yogyakarta BAB I

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng raksasa, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia,

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Undang- bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Catatan Untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencapai 50 derajat celcius yang menewaskan orang akibat dehidrasi. (3) Badai

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak pada garis Ring of Fire yang menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. strategis secara geografis dimana letaknya berada diantara Australia dan benua Asia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

Sejarah AusAID di Indonesia

Buku Utama RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI WILAYAH PASCA BENCANA GEMPA BUMI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai forcemajore yaitu

BAB III LANDASAN TEORI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

DESI HARTIKA KELAS XII MIPA

BAB I PENDAHULUAN. Negara dibawah koordinasi Satkorlak Bencana Gempa dan Tsunami di Banda

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun Anggaran 2010

I. PENDAHULUAN. Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Australia dan Lempeng Pasifik (gambar 1.1). Pertemuan dan pergerakan 3

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 : PENDAHULUAN Latar Belakang

GEMPA DAN TSUNAMI GEMPA BUMI

Catatan untuk Pengetahuan MDF - JRF Pelajaran dari Rekonstruksi Pasca Bencana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bencana alam dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Bencana alam diakui

Powered by TCPDF (

BAB I PENDAHULUAN. Sabuk Gempa Pasifik, atau dikenal juga dengan Cincin Api (Ring

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 4 Menatap ke Depan: Perubahan Konteks Operasional

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

13 Tahun Tsunami Aceh Untuk Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Masyarakat Sumatera Barat akan Ancaman Bencana Gempabumi dan Tsunami

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang secara geografis terletak antara 6º LU 11º LS dan 95º BT 140º BT

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITR TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2006 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PENANGANAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR DI DAERAH BENCANA

MITIGASI BENCANA ALAM TSUNAMI BAGI KOMUNITAS SDN 1 LENDAH KULON PROGO. Oleh: Yusman Wiyatmo ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. PASAL DEMI PASAL Pasal l Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

i RINGKASAN EKSEKUTIF Pada tanggal 27 Mei, gempa bumi mengguncang bagian tengah wilayah Indonesia, dekat kota sejarah, Yogyakarta. Berpusat di Samudera Hindia pada jarak sekitar 33 kilometer di selatan kabupaten Bantul, gempa ini mencapai kekuatan 5,9 pada Skala Richter dan berlangsung selama 52 detik. Karena gempa berasal dari kedalaman yang relatif dangkal yaitu 33 kilometer di bawah tanah, guncangan di permukaan lebih dahsyat daripada gempa yang terjadi pada lapisan yang lebih dalam dengan kekuatan gempa yang sama, maka terjadi kehancuran besar, khususnya di kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Provinsi Jawa Tengah. Gempa bumi ini adalah bencana besar ketiga yang menimpa Indonesia dalam 18 bulan terakhir. Pada bulan Desember 2004, gempa bumi yang dahsyat diikuti dengan gelombang tsunami menghancurkan sebagian besar Aceh dan pulau Nias di Sumatera Utara, dan pada bulan Maret 2005, gempa bumi kembali mengguncang pulau Nias. Dengan lebih dari 18.000 kepulauan Indonesia yang berada di sepanjang cincin api Pasifik yang berisi banyak gunung berapi aktif dan patahan tektonik, bencana yang belakangan terjadi ini merupakan peringatan akan besarnya risiko alam yang dihadapi negara ini. Kerusakan dan Kerugian Walaupun jumlah korban memang lebih sedikit daripada bencana yang sebanding, kerusakan dan kerugian yang diderita menempatkan gempa bumi ini dalam kategori bencana alam yang menimbulkan paling banyak kerugian di negara-negara berkembang selama sepuluh tahun terakhir. Suatu analisis komprehensif oleh sebuah tim yang terdiri dari Pemerintah Indonesia dan para pakar internasional memperkirakan jumlah kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi tersebut mencapai Rp 29,1 triliun, atau US$ 3,1 milyar. Total kerusakan dan kerugian yang diakibatkan jauh lebih tinggi daripada yang diakibatkan tsunami di Sri Lanka, India dan Thailand dan berada pada skala yang serupa dengan gempa bumi di Gujarat (2001) dan di Pakistan (2005) (lihat Tabel 1). Kerusakan yang terjadi sangat terpusat pada perumahan dan bangunan-bangunan sektor swasta. Rumah-rumah pribadi terkena dampak paling parah, bernilai lebih dari setengah dari total kerusakan dan kerugian (Rp 15,3 triliun). Bangunan-bangunan sektor swasta dan aset-aset produktif juga rusak parah (diperkirakan mencapai Rp 9 triliun) dan diperkirakan akan kehilangan pendapatan yang signifikan di masa depan. Ini tentunya berdampak sangat serius pada usaha kecil dan menengah, karena wilayah tersebut merupakan pusat industri kerajinan tangan skala kecil yang sedang sangat berkembang di Indonesia. Kerusakan pada sektor sosial, khususnya sektor kesehatan dan pendidikan, diperkirakan mencapai Rp 4 triliun. Sektor-sektor lainnya, khususnya infrastruktur, menderita kerusakan dan kerugian yang relatif lebih kecil (lihat gambar 1), jauh di bawah tingkat kerusakan infrastruktur yang diakibatkan oleh tsunami di Aceh dan Nias.

ii Preliminary Damage and Loss Assessment Tabel 1: Perbandingan Bencana-Bencana Internasional Negara Bencana Tanggal Jumlah Korban Tewas Kerusakan & kerugian (juta US$) Kerusakan & kerugian (juta US$, harga konstan 2006) Turki Gempa Bumi 17 Agustus 1999 17.127 8.500 10.281 Indonesia (Aceh) Tsunami 26 Desember 2004 165.708 4.450 4.747 Honduras Topan Mitch 25 Oktober 8 14.600 3.800 4.698 November 1998 Indonesia (Yogya- Gempa Bumi 27 Mei 2006 5.716 3.134 3.134 Jawa Tengah) India (Gujarat) Gempa Bumi 26 Januari 2001 20.005 2.600 2.958 Pakistan Gempa Bumi 8 Oktober 2005 73.338 2.851 2.942 Thailand Tsunami 26 Desember 2004 8.345 2.198 2.345 Sri Lanka Tsunami 26 Desember 2004 35.399 1.454 1.551 India Tsunami 26 Desember 2004 16.389 1.224 1.306 Sumber: Pusat Kesiapan Bencana Asia (Asia Disaster Preparedness Center), Thailand; ECLAC, EM-DAT, Bank Dunia Gambar 1: Ikhtisar Mengenai Kerusakan dan Kerugian 18000 16000 14000 12000 Rp Billion 10000 8000 6000 4000 2000 0 Perumahan Sektor Produktif Sektor Sosial Infrastruktur Lintas Sektor Sumber: Perkiraan oleh Tim Penilai Gabungan Kerusakan Kerugian

iii Fakta dan masalah sektor utama: Kerusakan dan kerugian yang terjadi pada perumahan melampaui 50% dari total. Diperkirakan 154.000 rumah hancur total dan 260.000 rumah rusak parah. Jumlah rumah yang harus dibangun ulang dan diperbaiki lebih banyak daripada di Aceh dan di Nias dengan jumlah biaya sekitar 15% lebih tinggi daripada perkiraan kerusakan dan kerugian yang diakibatkan tsunami. Lebih dari 650.000 orang bekerja di sektor-sektor yang terkena dampak gempa bumi, dengan hampir 90% kerusakan terpusat pada usaha kecil dan menengah. 30.000 usaha terkena dampak langsung maupun melalui rantai suplai dan gangguan lainnya dalam perantaraan. Kemungkinan besar tingkat pengangguran akan melonjak naik. Pemulihan mata pencaharian tentu merupakan prioritas utama. Sektor sosial juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Sektor kesehatan dan pendidikan sama-sama rusak parah dengan jumlah kerusakan dan kerugian yang berjumlah lebih dari Rp 1,5 triliun. Fasilitas kesehatan di sektor swasta (yang pada umumnya tidak diasuransikan) menderita lebih banyak daripada sektor publik. Sebagian besar infrastruktur pedesaan dan perkotaan tetap utuh dan hanya mengalami kerusakan kecil. Kerusakan dan kerugian di sektor transportasi dan komunikasi, energi dan air bersih serta sanitasi diperkirakan berjumlah Rp 551 milyar. Pada tingkat kerusakan seperti ini, diharapkan agar infrastruktur dapat dipulihkan ke kondisinya sebelum bencana dengan cukup cepat melalui lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. Kerusakan dan kerugian paling besar terjadi di sektor swasta (lihat gambar 2). Ini adalah akibat kerusakan yang sangat terpusat pada perumahan swasta dan usaha kecil. Ini membuat gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah unik jika dibandingkan dengan bencana-bencana lain dan membawa implikasi penting terhadap strategi pembangunan kembali dan kompensasi. Gambar 2: Komposisi Kerusakan dan Kerugian: 91% swasta 9% 91% Private Sumber: Perkiraan Tim Penilai Gabungan Public

iv Preliminary Damage and Loss Assessment Dampak bencana sangat terkonsentrasi d kabupaten Bantul di Provinsi Yogyakarta dan Klaten di Jawa Tengah. Bantul dan Klaten bersama-sama menderita lebih dari 70% dari seluruh kerusakan dan kerugian. Di antara kawasan-kawasan utama lainnya yang mengalami kerusakan termasuk Kota Yogyakarta dan tiga kabupaten pedesaan lainnya di provinsi Yogyakarta (lihat peta 1). Klaten mengalami kerusakan keseluruhan yang paling parah, khususnya dalam hal perumahan; Bantul menderita kerusakan dan kerugian yang parah pada sektor produktif maupun kerusakan perumahan. Peta 1: Distribusi Kerusakan Secara Geografis JAWA TENGAH Sleman 3,203 Yogyakarta 1,626 Klaten 10,303 Kulon Progo 1,361 Damage and Losses (Adjusted Total, Rp Billion) Above 10,000 3,000 to 10,000 2,000 to 3,000 1,000 to 2,000 Below 1,000 Bantul 10,271 Gunung Kidul 2,149 DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA JAWA TIMUR Sumber: Perkiraan Tim Penilaian Gabungan Mengapa kerusakan dan kerugian begitu parah? Gempa bumi ini menghantam Jawa, salah satu kawasan paling padat penduduknya di dunia. Enam kabupaten yang paling menderita dampak gempa bumi ini berpenduduk sekitar 4,5 juta. Kabupaten Bantul dan Klaten - dengan rata-rata kepadatan penduduk di atas 1.600 termasuk di antara sepuluh besar kabupaten yang sangat padat penduduknya di Indonesia. Kedangkalan pusat gempa turut menyebabkan meluasnya kerusakan struktural. Gempa bumi yang serupa tingkat kekuatannya tetapi lebih dalam di bawah permukaan tanah akan mengakibatkan jauh lebih sedikit guncangan di permukaan dan karena itu lebih sedikit kerusakan pada bangunan. Skala bencana alam ini diperparah oleh kegagalan manusia mendirikan bangunan tahan gempa. Kerusakan berskala-besar terhadap bangunan-bangunan berkaitan dengan kurangnya kepatuhan kepada standar bangunan yang aman dan metode konstruksi dasar

v tahan gempa. Sebagian besar rumah-rumah pribadi menggunakan bahan bangunan bermutu rendah dan tidak memiliki kerangka bangunan yang esensial serta tiang-tiang penopang sehingga mudah runtuh akibat guncangan. Rakyat miskin adalah kelompok yang paling tidak mampu untuk membangun rumah yang aman dan banyak dari rumah mereka mengalami kerusakan. Banyak bangunan publik juga runtuh karena buruknya standar bangunan, khususnya sekolah, dan banyak di antaranya dibangun pada tahun 1970-an dan tahun 1980 dengan dana hibah khusus (INPRES) dari pemerintah. Terlihat dengan jelas bahwa standar bangunan tidak diterapkan dengan baik. Mengingat banyaknya industri berbasis rumah tangga, kerugian ekonomis yang disebabkan oleh rusak atau hancurnya rumah luar biasa besar. Banyak pembuat perabot, keramik dan kerajinan tangan melihat mata pencaharian mereka hancur bersama dengan rumah mereka. Hancurnya aset-aset pribadi yang tidak diasuransikan secara substansial menambah kerugian yang diperkirakan. Mengingat kerusakan berskala-besar, patut disyukuri bahwa korban jiwa tidak lebih banyak. Fakta bahwa gempa bumi menghantam pada hari Sabtu pagi sekitar jam 6, pada waktu sebagian besar orang sudah terbangun dan sibuk dengan pekerjaan rutin pagi hari di luar rumah, membatasi korban jiwa yang telah cukup besar. Andai kata gempa bumi terjadi selama jam sekolah atau jam kerja, jumlah korban jiwa pasti akan lebih besar lagi. Akan tetapi, jumlah yang terluka diperkirakan di antara 40.000 sampai 50.000 orang karena banyak rumah dengan konstruksi di bawah standar runtuh menimpa penghuninya. Dampaknya Kemiskinan yang telah melampaui rata-rata nasional di kawasan ini - akan diperparah oleh gempa bumi ini. Hampir 880.000 orang miskin tinggal di kawasankawasan yang terkena dampak. Diperkirakan bahwa 66.000 orang lagi mungkin akan jatuh ke dalam kemiskinan dan 130.000 mungkin kehilangan pekerjaan mereka sebagai akibat gempa bumi tersebut. Dampak terhadap hilangnya pekerjaan khususnya parah di bidang jasa maupun manufaktur berskala kecil. Perkiraan awal mengisyaratkan bahwa produk domestik bruto daerah ini bisa jatuh 5%, dengan penyusutan ekonomi 18% di kabupaten-kabupaten yang paling menderita dampaknya. Perumahan dan pelayanan transisi akan terkonsentrasi terutama pada lokasi-lokasi rumah yang sudah ada. Suatu survei kilat memperlihatkan bahwa 74% dari keluargakeluarga yang rumahnya hancur total tinggal di dalam tenda-tenda di atas tanah sendiri. Dalam keadaan seperti ini, sangat mendesak untuk memastikan adanya pemulihan cepat untuk kebutuhan dasar berupa air dan sanitasi di kawasan-kawasan yang terkena dampak. Beberapa desa melaporkan bahwa mutu dan rasa air telah merosot meskipun persediaan air bersih masih utuh. Kaum perempuan dewasa dan anak perempuan terus mengeluhkan kebutuhan akan pakaian dalam, pembalut, alat pembersih dan peralatan masak. Trauma psikologis akibat bencana ini seharusnya tidak diremehkan. Laporan-laporan kualitatif menunjukkan bahwa tingkat trauma memang tinggi di kawasan-kawasan yang terkena dampak parah. Stres secara signifikan diperparah oleh ancaman letusan di Gunung Merapi. Meskipun masyarakat cepat bergerak untuk memastikan adaya pemondokan darurat yang memadai, mungkin perlu beberapa waktu sebelum keluarga-keluarga tersebut siap untuk terlibat dalam kegiatan perencanaan.

vi Preliminary Damage and Loss Assessment Masalah-masalah Utama untuk Langkah Selanjutnya Walaupun kerusakan dan kerugian sangat besar, sifat kerusakan sangat berbeda dengan yang terjadi di Aceh dan Nias. Dengan sebagian besar infrastruktur berskalabesar masih utuh dan kerugian yang dialami pemerintah daerah di lapangan hanya pada tingkat sedang, tantangan rekonstruksi tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan Aceh dan Nias. Suatu rencana induk yang mencakup semua aspek rekonstruksi secara terpadu tidak dibutuhkan. Penetapan urutan rekonstruksi juga bukan tantangan yang terlalu besar. Sektorsektor yang menderita kerusakan dan kerugian yang relatif kecil dapat dengan mudah ditangani melalui lembaga-lembaga pusat dan setempat yang sudah ada yang didanai oleh anggaran nasional dan daerah. Satu keputusan yang paling menentukan untuk dibuat adalah bagaimana caranya memastikan bahwa rumah-rumah yang baru dibangun dan diperbaiki mematuhi standar-standar bangunan yang benar untuk memastikan bahwa kerugian-kerugian demikian tidak pernah terulang lagi. Banyak dari rumah-rumah pribadi dan bangunanbangunan publik tidak akan bertahan menghadapi gempa bumi yang bahkan ukurannya lebih kecil. Skala kerusakan ini dapat dicegah di masa depan. Tetapi ini akan membutuhkan program rekonstruksi perumahan berskala-besar yang memfasilitasi rumah-rumah baru tahan gempa. Pengalaman di Aceh menunjukkan bahwa ini dapat diwujudkan. Sangat terkonsentrasinya dampak bencana ini dan dengan terbatasnya kerusakan infrastruktur, serta kuatnya masyarakat setempat dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa hal itu dapat dilakukan lebih cepat daripada di Aceh dan Nias. Pelajaran yang diperoleh dari Aceh dan Nias menegaskan menggunakan pendekatan berbasis masyarakat untuk rekonstruksi. Masyarakat sangat peduli dengan rumah mereka. Mereka mempunyai preferensi yang kuat dan terkadang sangat berbeda. Dan mereka harus dilibatkan secara erat dengan pilihan yang mempengaruhi aset mereka yang paling berharga. Masyarakat yang terlibat dalam pembangunan kembali rumah mereka juga bertanggung jawab dalam membangun kembali hidup mereka sebuah bagian penting dalam proses pemulihan. Kepedulian dan kepentingan pribadi yang besar dalam membangun kembali rumah mereka juga merupakan alat ampuh yang bisa digunakan untuk memantau secara efektif aliran dana dalam rangka mencegah korupsi dan praktek kotor. Demi alasan ini, pendekatan berbasis masyarakat secara konsisten telah menunjukkan keunggulan yang penting dan harus menjadi model untuk kemajuan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kecepatan merupakan hal kritis dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Para pemilik rumah sedang, telah, atau akan segera, mulai membangun kembali mereka rumah, dan bila rumah-rumah ini dibangun menurut standar yang sama seperti rumah mereka sebelumnya, keadaannya sekali lagi akan rentan terhadap bencana di masa depan. Demikian pula, banyak dari UKM yang terkena dampak akan membutuhkan bantuan jangka pendek untuk kembali berdiri di atas kaki sendiri. Pinjaman cepat dan/atau jenis bantuan keuangan lain untuk membantu mereka mendirikan kembali bangunan, perlengkapan, dan melengkapi lagi persediaan-persediaan barang akan memungkinkan mereka untuk dengan cepat mulai menciptakan penghasilan sekali lagi.

vii Mengingat besarnya ukuran dana yang dibutuhkan serta bagian yang akan mengalir berupa hibah untuk keluarga-keluarga, kerangka pemantauan dan evaluasi yang kuat sangat dibutuhkan. Rekonstruksi berskala-besar sering menderita akibat kurangnya informasi yang tepat waktu mengenai kemajuan dan evaluasi program yang sudah ada. Penilaian ini menyediakan sejumlah besar data awal sebagai acuan untuk memantau kemajuan rekonstruksi. Tragedi ini, yang datang tidak lama setelah tsunami, menegaskan kembali perlunya kesiapan bencana dan manajemen resiko yang komprehensif. Gempa Yogyakarta tidak bisa dianalisa sebagai satu kejadian yang terpisah. Bahkan, nilai dampaknya harus dimasukkan dalam perhitungan dari dampak yang dialami oleh Indonesia di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai hasil dari Gempa bumi dan Tsunami Lautan Hindia 26 Desember 2004. Dampak gabungan dari kedua bencana ini merupakan hal signifikan untuk memaksa Pemerintah Indonesia secara serius melakukan praktek pengelolaan dampak bencana, dengan rujukan khusus kepada skema pengalihan resiko finansial, apabila pemerintah ingin mengurangi dampak serupa bagi bencana di masa depan.