BABffi LANDASAN TEORI. Risiko struktur adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi baik

dokumen-dokumen yang mirip
HALAMAN" JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rtunusan Masalah Metode Pcnclitinn. 1.6.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BABI PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota budaya merupakan daya tarik

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1991 TENTANG SUNGAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PP 35/1991, SUNGAI... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 35 TAHUN 1991 (35/1991)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB VI ALTERNATIF PENANGGULANGAN ABRASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA CARA PEMBUATAN STUDI KELAYAKAN DRAINASE PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

BAB V RENCANA PENANGANAN

STUDI MANAJEMEN PEMELIHARAAN ASET PADA INFRASTRUKTUR SUNGAI (STUDI KASUS BANGUNAN REVETMENT SUNGAI PEPE DI SURAKARTA)

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991 Tentang : Rawa

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2012 TENTANG REKLAMASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD AYUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bengawan Solo merupakan sungai terbesar di pulau Jawa. Menampung air dari

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

ANALISA ANGKUTAN SEDIMEN DI SUNGAI JAWI KECAMATAN SUNGAI KAKAP KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Menurut Mahi (2001 a), sampai saat ini belum ada definisi wilayah pesisir yang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

19 Oktober Ema Umilia

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2015 TENTANG PENGAMANAN PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

JIME, Vol. 3. No. 1 ISSN April 2017 ANALISA PENYEBAB BANJIR DAN NORMALISASI SUNGAI UNUS KOTA MATARAM

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

Transkripsi:

BABffi LANDASAN TEORI 3.t Risiko Struktur Risiko struktur adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi baik pada jembatan Mancasan Kidul maupun terhadap struktur yang ada disekitar bantaran sungai akibat peralihan fungsi kawasan bantaran sungai. Melihat kondisi jembatan Maneasan Kidul yang dibangun di atas tanah pasir lepas, demikian juga kondisi tanah di bagian hulu dan hilir jembatan yang sejenis. Berdasarkan analisis teknik hidrologi diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Merubah arah aliran sungai akan membawa dampak pada perubahan morfologi sungai dan berdampak negatif pada tebing, bangunan pelintas (jembatan) dan pada tanggul serta kaviing itu sendiri, dengan adanya gerusan pada fasilitas tersebut. 2. Memperkecil penampang sungai dengan jalan mengurug bantaran sungai akan menaikkan tinggi 1l1uka air dan mempereepat arus air pada snat banjir datang. Banjir berpotensi untuk melimpas kavling, bahkan mungkin jalan raya (Ring Road utara). 3. Gerusan lokal terutama pada bangunan-bangunan yang ada disepanjang sungai berpotensi untuk memperdalam dasar pada sisi dalam tikungan dan akan 11

menimbulkan sedimentasi pada sisi luar sungai yang membawa implikasi tersendiri bagi bangunan-bangunan disekitamya. 4. Pencemaran air dapat pula teijadi akibat dari limbah bangunan rumah tangga pooa kavling tersebut, yang dapat berdampak pada ekosistem dan biota yang ada di.. sepanjang sungal Dengan pembangunan komplek perumahan tersebut, desain tentang sistem sanitasi dan drainase, baik dari segi teknik maupun pengelolaannya harns mendapatkan perhatian yang senus. Risiko-risiko etosi/penggerusan pada tanah tebing, dan dampak lanjutannya yang membahayakan eksistensi jembatan harns dihindari. Data lapangan menunjukkan bahwa te1ah terjadi erosi tebing, talud sungai sepanjang kurang lebih 50 m dari pasangan batu kali runtuh 7 ) serta penggerusan. Bila kondisi ini terus berlangsung, apalagi beban pada tanah diperberat dengan adanya pembangunan komplek perumahan barn, maka dikhawatirkan akan terjadi kerusakan yang lebih parah dan akhimya membahayakanjembatan yang sangat vital. 3.2 Risiko Ekonomi Pembangunan perumahan di bantaran Sungai Tambakbayan yang terletak di tepi jalan lingkar utara (ring road) dan menempati kawasan dengan luasan ± 7400m 2 memang memberikan economic value (nilai ekonomi) yang tinggi sehingga nilaijual property akan tinggi, Orientasi pertumbuhan ekonomi (economy growth oriented strategy) seringkali tidak memasukkan perhitungan biaya ekstemalitas. Aktivitas n. Dr Ir Edy Purwanto CES,DEA Kedaulatan Rakyat 19 september 2001 12 _l I

produksi tidak mencantumkan biaya sosial, biaya kerusakan lingkungan hidup, dan biaya masa depan dalam perhitungan akutansi. Kelalaian produsen dalam mencermati hal ini, di masa yang akan datang hams dibayar dengan risiko kerusakan lingkungan dan dampak sosial yang bila dikonversikan dalam nilai uang akan jauh lebih besar nilainya dari keuntungan yang dituai dalam jangka pendek. Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, prioritas pembangunan ekonomi adalah mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat Landasan Pembangunan Berkelanjutan dan Berkeadilan yang Berdasarkan Sistem Ekonomi Kerakyatan (PROPENAS 2000-2004). Orientasi pembangunan kita tidak hanya memikirkan kepentingan jangka pendek untuk generasi sekarang, melainkan juga untuk kepentingan generasi mendatang. Oleh karena itu, isu pelestarian lingkungan adalah sesuatu yang penting 3.2.1 Biaya Invcstasi Adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai suatu kegiatan usaha sampai dapat terwujud dan berfungsi sesuai dengan rencana. Adapun tujuan investasi adalah untuk mendapatkan keuntungan atau laba atas biaya: total yang ditanamkan dalam suatu usaha. 3.2.2 Biaya Operasional dan Pemeliharaan Biaya operasional adalah dana yang dikeluarkan agar operasi dan produksi berjalan lancar, sehingga dapat menghasilkan produk sesuai dengan perencanaan. 13 f I" r I I I I' ----~.. Ii

--I Biaya pemeliharaan adalah dana yang dikeluarkan untuk memejihara, memperbaiki bangunan dan peralatan yang dipakai dalam proses operasi suatu produksi agar proses produksi beijalan dengan lancar sesuai dengan perencanaan. 3.2.3 Pendapatan (Revenue) Pendapatan adalah jumlah pembayaran yang diterima pemerintah dari pajak pertambahan nilai (PPn) dari harga perumahan dan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dibayarkan setahun sekali. Pendapatan dihitung dengan menggunakan persamaan: R=(DI +D2)-(Cj+ (C)in) (3.1) Dengan, R Dl D2 Cf : pendapatan : pajak pertambahan nilai (PPn) : pajak bumi dan bangunan (PBB) : biaya investasi (C)in : biaya operasional dan pemeliharaan 3.2.4 Benefit Cost Ratio (BCR) Pengkajian kelayakan suatu proyek sering digunakan kriteria yang disebut benefit cost ratio. Penggunaannya ditekankan pada manfaat bagi kepentingan umum bukan perusahaan. BCR diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut 14

BCR= (PV)B (PV)C (3.2) Dengan: BCR = perbandingan manfaat terhadap biaya (PV) B = nilai sekarang benefit, dan (PV) C = nilai sekarang biaya biaya (PV) C pada persamaan di atas dianggap sebagai biaya pertama (Cf), sehingga persamaan (3.3) menjadi : BCR= ( PV)B.... (3.3) Cf Benefit (PV) B pada umumnya berupa selisih antara pendapatan utama (R) dengan biaya di luar biaya pertama (C) in, misalnya untuk operasional dan pemeliharaan!\ehingga persamaan (3.3) menjadi : BCR - R - (C)in (J.4)'.. Cf Dengan: R = nilai sekarang pendapatan ( C )in = nilai sekarang biaya operasional dan pemcliharaan, dan Cf == biaya pertama/investasi Adapun kriteria BCR akan memberikan petunjuk berikut: a. BCR > 1 usulan proyek mendapatkan keuntungan b. BCR < 1 usulan proyek mendapatkan rugi C. BCR = 1 netral atau proyek impas 15

3.2.5 Barga Sekarang (Present Worth) Untuk menghitung jumlah nilai uang pada pennulaan periode, berdasarkan jumlah uang yang diterima diakhir periode (mendatang). Harga sekarang di peroleh dengan persamaan berikut: maka, F = P(l + i) n....................(3.6) 1 P= F. [ ]. (3.7) (l+ir jika, [ 1 ] = Single Payment Present Worth Factor atau Discount Factor = (l+if Pw, maka dengan P=F.Pw P = nilai uang sekarang F = nilai uang rnendatang i = tingkat bunga per periode n = periode / waktu pernakaian 3.2.6 Titik Impas (Break Even Point) Titik irnpas (Break Even Point) adalah titik antara total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas memberi petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sarna besamya dengan biaya produksi yang 16 I Ii! ~ I' 'i Ii

dikeluarkan. Hubungan antara volume produksi, total biaya dan titik impas dapat dilihat pada gambar (3.1) berikut ini Biaya (rupiah) d c b a Volume produksi (jumlah output) Gambar 3.1. Bubungan volume produksi, total biaya dan titik impas Sumber: Iman Suharto (1997) Pada gambar (3.1) titik potong e adalah titik menunjukan titik impas (BEP). Garis a, b, c, dan d berturut-turut adalah biaya tetap, biaya tidak tetap, biaya total dari a dan b, dan jumlah pendapatan. Di atas titik impas, diantara garis d dan c merupakan daerah laba. Dalam tugas akhir disini dalam menentukan titik impas dipakai dua macam teori yaitu teori harga tetap dan harga berlaku 17

1. Teori harga tetap yaitu dengan memakai asumsi bahwa semua variabel cost tidak mengalami perubahan (tidak mengalami kenaikan biaya) maka akan dapat terlihat pada -n tahun keberapa akan dijumpai titik impasnya. Dengan demikian dari berawal harga tetap tersebut akan dijadikan acuan untuk harga berlaku. 2. Teori harga berlaku yaitu dengan memakai ketentuan-ketentuan kenaikan variabel cost ataupun tarif retribusi sesuai dengan yang dikeluarkan ataupun yang direncanakan oleh pihak pengelola. Sehingga dengan acuan harga tetap diharapkan pada harga berlaku akan di dapat titik impas dengan waktu lebih cepat daripada harga tetap. Biaya ~~;;-::..~,o:::::~~=:=:~:~:~:~-~_:~~::;~:-~;~::-.=.~~::~>::~'?, " " Volume Produksi Gambar 3.2. Hubungan pendapatan, total biaya dan titik impas dengan barga tetap 18

~ Biaya /,,' I /.' /# /:/ //.;".._.._..... ",I"...,.,./....._.:".~.::::.:.:::.:::.~.~.~ ;,,/..:~.Jl;./' /'./.,... '.-_..-..-..-.. Volume Produksi Gambar 3.3. Hubungan pendapatan, total biaya dan titik impas dengan harga Keterangan: berlaku Pendapatan BiayaO&M Investasi Biaya Total 3.3 3.3.1 Risiko Lingkungan Pengertian Rekayasa Lingkungan Rekayasa Lingkungan adalah upaya sadar manusia untuk merekayasa hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan dengan tujuall untuk mencapai kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan di samping membuat perangkat Undang-Undang mengenai Lingkungan Hidup (Dikti, 1997) 19

3.3.2 Pengelolaan Sungai Pengelolaan sungai yang dimaksudkan di sini adalah segala usaha yang dilaksanakan untuk memanfaatkan potensi sungai, memelihara fungsi sungai dan mencegah teijadi bencana yang dapat ditimbulkan oleh sungai. Dengan demikian pengelolaan sungai luas sekali dan diantaranya dapat disebutkan : 1. Perbaikan dan pengaturan sungai 2. Pengoperasian bangunan-bangunan sungai 3. Pengendalian administratif seperti pembatasan atau pelarangan atas kegiatankegiatan yang dapat memberikan dampak negatifterhadap fungsi sungai 4. Pemberian izin atas pemanfaatan air sungai 5. Pemberian tanda batas-batas daerah sepanjang sungai Dalam melaksanakan pengelolaan sungai, langkah-iangkah yang tepat perlu dilaksanakan sehingga dapat dicapai fungsi dan manfaat sungai sebagai milik umum, menjamin kesejahteraan umum, pelestarian dan pengembangan laban serta memberikan rasa aman kepada masyarakat (Sosrodarsono dan Tominaga, 1985) Penelitian yang dilakukan oleh Imam Dermawan dan Risdianto Budi Wiratmo yang menyoroti masalah penambangan pasir pada Kali Progo telah memberikan suatu bukti nyata bahwa penambangan yang tidak memperhatikan aspek-aspek lingkungan hidup bukan hanya merusak ekosistem itu sendiri juga fasilitas penunjang lainnya. Penambangan pasir di Jembatan Srandakan selama dua puluh tahun memberikan keuntungan maksimal sebesar 20 milyard, sementara kerugian yang diderita sebesar 20

60 milyard, 50 milyard untuk mengganti jembatan yang rusak dan 10 milyard sebagai pengganti intake (pintu air) Sapon dan jaringan irigasinya yang Imnpuh karena dasar sungai turon akibat penambangan. Untuk aturan mengenai sempadan sungai, pemerintah mengatumya dalam PP No 35/1991 pasa15 yaitu: (1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurangkurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. (2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan social ekonomis oleh pejabat yang berwenang. (3) Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjangjalan ditetapkan tersendiri oleh pejabat yang berwenang. 3.3.3 Morfologi Sungai dan Muara Sungai-sungai bermuara laut dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada geologi dan topografi muara, serta debit aliran, bahan sedimen yang terangkut oleh pasang surut. Muara sungai dapat dibedakan dalam tiga muara sungai, yaitu : 1. Estuari 2. Lagune 3. Delta 21 :i I " ~,I ii II it I'

Estuari dapat didefinisikan sebagai bagian dari sungai yang dipengaruhi pasang surut dengan lebar yang berubah dengan cepat sepanjang bagian sungai tersebut. Pada estuari ini air laut bercampur dengan air sungai (tawar) Lagune adalah daerah perairan sepanjang pantai yang sangat dangkal dan datar yang terpisah dari laut oleh endapanllidah pasir dengan beberapa bukaan. Delta merupakan daerah perairan dengan endapan-endapan sedimen yang sangat luas dan mempunyai kemiringan kecil yang terbentuk oleh sedimen suspensi yang dibawa oleh sungai. Pasang surut dan gelombang yang ada di laut tersebut tidak dapat membawa/menyebabkan sedimen yang diendapkan di daerah tersebut. Delta ini biasanya teijadi di Jaut dengan pasang surut yang besar tetapi sungai membawa sedimen dalam jumlah yang sangat besar (Triatmodjo, 1991) 3.3.4 Pemeliharaan Sungai Sungai dan ekosistem yang ada disekitamya merupakan sebuah kekayaan hayati yang tidak ternilai harganya. Tidak hanya untuk diberdayakan bagi generasi saat ini, tapi juga untuk dapat terns dinikmati oleh gent:rasi yang akan datang. Mengingat hal tersebut, pemeliharan sungai merupakan suatu aktivitas yang mutlak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Yang dimaksud dengan pemeliharaan sungai adalah segala usaha yang bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi sungai. Pemeliharaan tersebut meliputi pemeliharaan sungainya sendiri, misalnya pengerukan dasar sungai atau muara sungai dan juga pemeliharaan bangunan-bangunan dalam rangka perbaikan dan pengaturan sungai seperti tanggul dan perkuatan tebing sungai. 22 ----------

Pola rekayasa sungai (river engineering) tidak hanya didasarkan pada manfaat wilayah keairan itu semata tanpa mempertimbangkan dampak negatif dan keterkaitannya terhadap komponen ekologis yang ada. Kawasan lindung di disekitar sungai mempunyai fungsi yang vital, yaitu sebagai komponen pencegah banjir serta pencegah erosi dasar dan tebing sungai. Rekayasa sungai murni mengubah total kondisi alamiah sungai menjadi kondisi sungai buatan (saluran, selokan). Ditinjau dari sisi ekologis maupun lingkungai~ kondisi sungai yang telah dieksploitasi ini sangat tidak menguntungkan. Sungai dengan dinding pasangan batu, beton, atau urugan tanah, semacam ini memiliki retensi banjir dan erosi yang sangat rendah, dan keragaman hayati yang sangat rendah dari kondisi sebelumnya. Sebagai contoh adalah kejadian di Sungai Bengawan Solo. Pelurusan Sungai Bengawan Solo di daerah Kabupaten Sukoharjo, Surakarta, dan Karanganyar, yang mengubah aiur sungai alamiah sepanjang 50 km menjadi kurang daripada 35 kin, telah mengakibatkan munculnya masalah masalah bam. Terjodi juga masalah sosial dan higienis, hahkan peningkatan tendensi banjir di hilir. Akibat pelurusan Bengawan Solo, sepanjang 15 km habitat flora, fauna pinggir sungai hancur, sungai sungai yang terputus menjadi sungai mati dan menjadi daerah sarang nyamuk dan penyakit lainnya. Tercipta pula daerah-daerah terisolir dan terputus hubungannya dengan dunia luar seluas 525,85 Ha dan ancaman banjir kiriman di daerah hilir seperti daerah Ngawi, Bojonegoro dan lainnya Pendekatan kesadaran tentang pentingnya eko hidraulik mutlak menjadi keharusan. Seiring dengan laju perkembangan kesadaran lingkungan. dan kesadaran 23

berpikir, pendekatan yang digunakan sudah memasukkan pertimbangan faktor fisik (hidraulik) maupun non fisik (ekologik) yang masing-masing memegang peranan penting pada wilayah keairan. Di negara maju seperti Jerman, Amerika, Kanada dan sebagian besar negara Eropa sudah sekitar. tahun 1980 dimulai pengembangan pengaplikasian konsep Eko-Hidraulik. Hal ini ditandai dengan dikembalikannya sungai-sungai yang telah diluruskan menjadi berkelok-kelok lagi seperti sungai alamiah, dan dihidupkan kembali daerah-daerah terisolir secara ekologis, juga dihidupkan kembali daerah rawa-rawa sebagai retensi, konservasi, dan komponen perbaikan kualitas air. Di Indonesia pendekatan Eko-Hidraulik belum dimulai, kebanyakan masih menggunakan hidraulik murni. Bahkan masih banyak rencana-rencana pelurusan sungai di berbgai tempat misal di Bengawan Solo, Ciliwung, Mahakam, Kapuas, dan sebagainya Konsep pemeliharaan sungai yang menggunakan pendekatan Eko-Hidraulik mutlak diperlukan mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, baik keuntungan langsung maupun tidak langsung dan sungai baik berfungsi sebagai kawasan konservasi maupun untuk kegunaan ekonomi atau mencakup fungsi keduanya (Pearce & Turner 1990 ; Barbier 1989). Adapun manfaat langsung dati sungai misalnya sebagai sumber produksi bahan baku (raw material), fungsi transportasi, perikanan, sumber air dan pengairan bagi pertanian. Manfaat tidak langsung dari kawasan lindung sungai adalah sebagai pengendalian banjir, penahan erosi, penyangga rantai makanan dan habitat, 24

I pembuangan dan daur ulang. Selain kedua manfaat di atas manfaat lain dari kawasan lindung sungai adalah pemandangan indah di sekitar sungai yang dapat menunjang sektor pariwisata Dalam pemeliharaan sungai diperlukan inspeksi secara berkelanjutan, berkala dan terencana. Maksud dari inspeksi tersebut ialah untuk mengatahui keadaan sungai dan bangunan-bangunannya. Jika ditemukan hal-hal yang memerlukan perbaikan periu segera dilaksanakan, agar kerusakan yang teijadi tidak semakin membesar dan meluas. Pelaksanaan inspeksi perlu dilakukan sesering mungkin dan kecermatan pengawasan perlu ditingkatkan menjelang musim hujan, agar kerugian yang dapat ditimbulkan oleh bencana banjir yang mungkin teijadi dapat ditekan seminimal mungkin (Sosrodarsono dan Tominaga, 1985). 3.3.5 Penyempitan Sungai Bantaran sungai adalah daerah di kiri dan kanan sungai yang akan dialiri air terutama pada saat banjir karena aiur sungai tidal<. memenuhi kapasitasnya. Karena itu roi sungai (batas tepi sungai) tidak boleh digunakan untuk: bangunan, agar tidak menghambat aliran sungai saat teijadi banjir. Pada sungai alami tanpa perkuatan tebing sifat bantaran umumnya dipengaruhi oleh stadia sungai. Pada sungai stadia muda erosi vertical umumnya lebih kuat daripada erosi horizontal sehingga lebar bantaran sempit dengan kemiringan tebing teijal, sebaliknya pada sungai stadia tua erosi horizontallebih kuat daripada erosi vertikal. 25

Semula I ~r rosi vertikal Gambar 3.4 Bantaran sungai stadia muda TeIjadi: - Erosi Vertikal - Erosi Horisontal.....\. \. \\. Gambar 3.5 Bantaran sungai stadia dewasa 26

'-,.,_.,...,... \.\. /////,...,' Erosi Horisontal Gambar 3.6 Bantaran siingai stadia tua 3.3.6 Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menurut Supannoko (2000) kebijakan yang perlu diambi! dan sudah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan agar fungsi lingkungan tetap lestari adalah: a. Memperbaiki hak penggunaan sumber daya alam dan lingkungan. b. Memperbaiki manajemen sum.b~r daya alam dan lingkunglln. c. Menggunakan tekanan sosial untuk mengurangi pencemaran dengan menggunakan kekuatan konsumen untuk menekan produsen agar mau berproduksi dan bersahabat dcngnn lingkungan. d. Semua perusahaan dan industri dihimbau untuk melaksanakan audit lingkungan dengan secara sukarela oleh pemrakarsa kegiatan. e. Memberikan insentif untuk pengelolaan lingkungan yang baik melalui system penghargaan atau perlombaan. 27