PENANGGULANGAN KEJAHATAN OLEH POLISI KEHUTANAN PADA KAWASAN HUTAN PROVINSI LAMPUNG. Helsya Melati Sukma Wiraswasta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I PENDAHULUAN. seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan fauna dan flora langka. Indonesia

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN OLEH PENYIDIK POLRI DI WILAYAH HUKUM POLRES PADANG PARIAMAN. Skripsi

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. maupun ilegal dan melebihi batas imbang ekologis serta masalah pembakaran

FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR

PERAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN

BAB V PENUTUP. 1. Penegakan hukum terhadap Illegal Logging di Kabupaten Bone Bolango

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan yang berada di sebuah desa atau kota harus dilestarikan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

DAMPAK KASUS ILLEGAL LOGGING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. ekonomi tinggi, serta hutan ikutan seperti getah, rotan, madu, buah-buahan. Selain

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang.

I. PENDAHULUAN. terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 yang

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

UNIVERSITAS INDONESIA

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan

PERHUTANI NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PERUSAHAAN UMUM (PERUM) KEHUTANAN NEGARA DENGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DRAFT SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR. (Studi Kasus Di Polres Aro Suka Solok)

PENEGAKAN HUKUM TERKAIT KONFLIK KELOLA KHDTK BLI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk. hukumnya mengatur pergaulan hidup secara damai.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. 1. dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2 Termasuk didalamnya

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PENEGAKAN HUKUM ATAS PENEBANGAN LIAR DI CAGAR ALAM DURIAN LUNCUK I

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia.

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BAB I PENDAHULUAN. penebangan liar atau yang lebih dikenal dengan istilah illegal logging. Illegal

I. PENDAHULUAN. segala bidanng ekonomi, kesehatan dan hukum.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN NOMOR 4 TAHUN. Naskah Publikasi. Sarjana S-I

PERANAN PENEGAK HUKUM DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN KAYU DI KAWASAN HUTAN NEGARA (Studi Di Wilayah Hukum Polres Wonogiri)

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN HAK DI KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 28 TAHUN 1985 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

KEJAHATAN PENEBANGAN POHON DALAM HUTAN NEGARA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (STUDI KASUS DI WILAYAH KPH MANTINGAN KABUPATEN REMBANG)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan

PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN KAYU OLAHAN TANPA DILENGKAPI SURAT KETERANGAN SAHNYA HASIL HUTAN

SISTEM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

KONFLIK KEWENANGAN PENYIDIKAN ANTARA PENYIDIK POLRI DAN POLISI KEHUTANAN DALAM PENCURIAN KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UPAYA POLRES GROBOGAN DALAM MENANGGULANGI MARAKNYA KASUS ILLEGAL LOGGING JURNAL ILMIAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

PENGGUNAAN METODE SKETSA WAJAH DALAM MENEMUKAN PELAKU TINDAK PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional.hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi sebesar-besarnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Muhammadiyah Law Review 3 (1), Januari 2019, ISSN 2549-113X (print), ISSN 2580-166X (online) Journal Homepage: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/law PENANGGULANGAN KEJAHATAN OLEH POLISI KEHUTANAN PADA KAWASAN HUTAN PROVINSI LAMPUNG Wiraswasta ABSTRAK Wewenang Polisi Kehutanan yang cukup luas tidak serta merta mencegah kerusakan hutan yang diakibatkan oleh tindak pidana illegal logging. Hal lain yang menyebabkan semakin meningkatnya illegal logging adalah minimnya jumlah petugas keamanan hutan dan kurangnya sarana pengamanan hutan yang dimiliki oleh pemerintah yang digunakan oleh petugas dalam menjaga keamanan hutan dari tindak pidana illegal logging. Kata Kunci : Kejahatan, Kawasan Hutan, Kehutanan 1. PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya 1. Dalam jangka panjang, hutan dapat berfungsi sebagai penyangga sistem kehidupan (Live supporting System) serta sebagai kontributor penyedia pangan (Forest For Food Production). Oleh karena itu menjadi kewajiban manusia untuk selalu berfikir menjaga kelestarian hutan, agar bisa memberikan kontribusi yang positif bagi kehidupan. 2 Indonesia memiliki Hutan sebagai sumber kekayaan alam yang merupakan salah satu modal dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran *Coresponding author. E-mail address Peer reviewed under reponsibility of Universitas Muhammadiyah Metro 2020 Universitas Muhammadiyah Metro, All right reserved, Muhammadiyah Law Review: Jurnal Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Metro This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. 1 Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan. 2 Mustoha iskandar, Dai Agent of change, duta rimba. Jakarta pusat, 2015, hal.4

rakyat telah dijelaskan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3 Luas hutan Indonesia sebesar 98.072,7 juta hektar atau 52,2% luas wilayah Indonesia. 4 Apabila hutan tersebut dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya akan memberikan dampak positif dalam menunjang pembangunan bangsa dan Negara. Akan tetapi jumlah kasus Kejahatan illegal logging di Indonesia sampai saat ini masih menjadi salah satu kendala dalam pembangunan bangsa dan Negara. Akhir-akhir ini perusakan hutan semakin meluas dan kompleks. Perusakan itu terjadi tidak hanya di hutan produksi, tetapi juga telah merambah ke hutan lindung ataupun hutan konservasi. Perusakan hutan telah berkembang menjadi suatu tindak pidana kejahatan yang berdampak luar biasa dan terorganisasi serta melibatkan banyak pihak, baik nasional maupun internasional. Kerusakan yang ditimbulkan telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Oleh karena itu, penanganan perusakan hutan harus dilakukan secara luar biasa. Persoalan yang paling mencolok di bidang kehutanan adalah maraknya praktek pembalakkan liar atau illegal logging. Departemen Kehutanan menegaskan yang disebut dengan illegal logging adalah tindak pidana penebangan pohon dengan aktivitasnya dengan mengacu pada Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 yang meliputi kegiatan menebang atau memanen hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa memiliki hak atau ijin yang berwenang, serta menerima, memberi atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan surat sahnya hasil hutan. 3 Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembanguna Bidang Kehutanan, (Jakarta utara: PT Rajagrafindo. 1995), hlm 119 4 Buku Statistika Kehutanan Indonesia Kemenhut 2013 yang dipublikasi pada bulan Juli 2014. 7

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki hutan yang cukup luas. Namun, hutan yang ada di Provinsi Lampung mengalami kerusakan hutan yang cukup parah, kerusakan hutan yang terjadi di Provinsi Lampung tersebut sebagian besar disebabkan oleh penebangan liar atau illegal logging. Pembalakkan hutan atau illegal logging yang terjadi barubaru ini adalah kasus yang terjadi di kawasan hutan di Provinsi Lampung. Polisi Kehutanan menangkap pelaku illegal logging di Kawasan Hutan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (TAHURA WAR). tanpa hak dan izin yang sah. Jika kegiatan illegal logging ini terus menerus dilakukan maka, sangat mungkin terjadi hutan di Provinsi Lampung akan semakin sedikit dan rusaknya hutan jika penebangan liar dilakukan tanpa diadakannya reboisasi. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang selanjutnya akan disebut sebagai Undang-Undang Kehutanan, sebaga dasar penegaka hukum aksi penebangan liar atau ileggal logging di Indonesia memang dirasakan belum maksimal. 2. METODE Pendekatan dalam penelitian ini di gunakan pendekatan yuridis normatif dan sekaligus juga di lakukan pendekatan secara sosiologis yaitu sebagai suatu penelitian terhadap hukum di masyarakat yang pada hakekatnya merupakan dari penelitian sosial. Dengan demikian, maka penelitian ini disebut juga dengan social-legal-reseach, yaitu penelitian sosiologi hukum yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari dan mengenai praktek/penerapan hukum di masyarakat. 5 Pendekatan yuridis sosiologis yang di maksud adalah bahwa pendekatan penelitian mengenai kesesuaian bahasan masalah dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan untuk melihat hlm. 5. 5 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press),2006), 8

timbal balik yang di timbulkan antara kehidupan sosial dengan aparat penegak hukum atau instansi dalam penelitian ini. Jadi dalam penelitian ini sifat sosiologis tidak lepas dari unsur normatif, karena aparet pemerintah telah melaksanakan tugasnya berdasarkan norma yang berupa peraturan perundang-undangan yang berwujud undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden peraturan menteri dan sebagainya. Penelitian normatif melihat dokumen, peraturan perundangundangan, jurnal dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Mengetahui sifat penelitian sangatlah penting didalam melakukan kegiatan meneliti suatu obyek. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat mengetahui arah penyelesaian dari sesuatu yang akan dicari jawabannya. Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum lapangan atau biasa dikenal dengan penelitian yuridis empiris. Penelitian ini menitik beratkan pada datadata yang diperoleh peneliti di lapangan. Meski demikian, penelitian juga menggunakan bahan pendekatan pustaka (librarian approach) guna mencari kebenaran dan keterkaitan hasil dilapangan dengan segala aturan, tata hukum serta kaidah yang telah ditetapkan dan dipatuhi guna memperoleh jawaban dari rumusan masalah yang telah penulis ajukan pada bagian awal penulisan hukum ini. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN a) Peran Kepolisian dalam menanggulangi ilegel logging di Kawasan Hutan Lampung Kawasan hutan merupakan sumber daya alam yang terbuka, sehingga akses masyarakat untuk masuk memanfaatkannya sangat besar. Kondisi tersebut memacu permasalahan dalam pengelolaan hutan. Seiring dengan semangat reformasi kegiatan penebangan kayu dan pencurian kayu dihutan menjadi semakin marak, apabila hal ini dibiarkan berlangsung secara terus menerus kerusakan hutan Indonesia akan berdampak pada terganggunya kelangsungan ekosistem, terjadinya banjir, erosi / tanah longsor, disfungsinya hutan sebagai penyangga keseimbangan alam serta dari sisi pendapatan Negara. Untuk melakukan pemberantasan perusakan hutan sangat diperlukan peran Polri dalam rangka penyelidikan dan atau penyidikan tindak pidana perusakan hutan. Mengingat praktek perusakan hutan terus berlangsung bahkan menunjukkan kecenderungan makin meningkat maka Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum perlu melakukan upaya preventif dan represif. 9

Kepolisian atau Polri adalah instansi yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya situasi kamtibmas serta keamanan, keselamatan dan ketertiban, yang mana untuk penegakan hukum terkait pemberantasan perusakan hutan Polri harus berkaitan dengan perum perhutani. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan kewenangan untuk melakukan kegiatan dalam pengelolaan kawasan hutan, sekitar 2,42 juta hektar hutan Negara yang berada di propinsi Lampung. Pelimpahan kewenangan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 6 Mengingat tugas dan peran Polri dalam pengamanan hutan secara umum adalah sebagai berikut: a. Pengamanan hutan Preemtif adalah upaya yang dilaksanakan untuk mempertahankan eksistensi sumberdaya hutan melalui komunikasi intensif dan kebersamaan dengan maksud memberikan pemahaman dan pengertian yang benar kepada masyarakat akan fungsi dan manfaat sumber daya hutan. b. Pengamanan hutan Preventif adalah upaya yang dilaksanakan untuk mempertahankan eksistensi sumberdaya hutan melalui tindakan pencegahan secara dini terjadinya tindak pidana hutan dan memotong mata rantai niat dan kesempatan untuk melakukan tindak pidana hutan. c. Pengamanan hutan Represif adalah upaya yang dilaksanakan untuk mempertahankan eksistensi sumber daya hutan melalui tindakan baik sendiri maupun bekerjasama dengan kepolisian, instansi terkait dan masyarakat dengan mengoptimalkan penegakan supremasi hukum dalam penyelesaia perkara melalui penyidikan. Perum Perhutani meminta pihak Kepolisian untuk dapat ditugaskan sebagai Perwira Pembina yang tugas dan fungsinya tidak lepas dari pengamanan hutan. Selain jumlah sumber daya manusia yang bergerak dibidang keamanan hutan, sarana dan prasarana keamanan sangat diperlukan untuk mengurangi kerugian perusahaan dari tindak kejahatan kehutanan. Bahwa dalam rangka membantu kelancaran pelaksanaan tugas bidang perlindungan Sumber Daya Hutan (SDH) 6 Perum Perhutani, Pedoman Pengamanan Hutan Lestari Dan Pedoman Kompensasi Petugas Perlindungan Hutan, Jakarta.2009 hal.1 10

di wilayah Perum Perhutani, terdapat penugasan anggota kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai Perwira Pembina (Pabin). Perwira Pembina (Pabin) di Perum Perhutani mempunyai Tujuan, Fungsi, Peran, dan Tugas Pokok, yaitu sebagai berikut : a. Tujuan Jabatan Membantu pimpinan dalam rangka koordinasi antara Perum Perhutani tingkat KPH dengan instansi terkait di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat terkait perlindungan Sumber Daya Hutan (SDH). a. Fungsi 1) Membantu pimpinan perum perhutani tingkat KPH dalam rangka perlindungan Sumber Daya Hutan (SDH). 2) Melaksanakan pembinaan kemampuan Kepolisian khusus Kehutanan (Polhut) dalam penegakan hukum kehutanan. b. Peran 1) Unsur pembantu pimpinan perum perhutani tingkat KPH dibidang perlindungan SDH serta pembinaan terhadap Polhut. 2) Unsur pembantu pimpinan Polri dibidang informasi tentang tindak pidana kehutanan dan penanganannya yang terjadi di wilayah kerjanya. c. Tugas Pokok 1) Membantu dalam pelaksanaan koordinasi antara Perum Perhutani tingkat KPH dengan polri baik tingkat Polres maupun Polsek. 2) Membantu dalam pelaksanaan koordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri dan instansi lainnya terkait dengan Permasalahan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. 3) Mengkoordinir, melaksanakan pengawasan serta penindakan terhadap terjadinya tindak pidana kehutanan dalam wilayah kerja Perum Perhutani tingkat KPH. 4) Membantu dalam meningkatkan kemampuan Polhut dalam penyegaran dan pelatihan keterampilan baik rutin maupun insidentil. 5) Membantu dalam pelaksanaan penyelesaian perkara di tingkat KPH dengan melaksanakan koordinasi bidang keamanan dengan penegak hukum serta pihak-pihak terkait lainnya. 6) Menggali informasi dari seluruh wilayah kerja KPH mulai tingkat petak, RPH, BKPH serta dalam kawasan hutan terkait kasus tindak pidana kehutanan. 7) Membuka jaringan informasi tentang adanya sindikat tindak pidana kehutanan yang digerakkan oleh tokoh-tokoh serta kelompok tertentu. 11

8) Memberi data dan informasi tentang target operasi (TO) tindak pidana kehutanan untuk ditindak lanjuti secara bersama-sama dengan Polres, Polsek dan Perhutani. 9) Dalam hal pelaksanaa tugas bertanggungjawab kepada Administratur / KKPH. 10) Membuat laporan pelaksanaan tugas secara periodik dan insidentil. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penanganan perusakan hutan, Polri dan Perum Perhutani sangat berperan dalam perlindungan hutan dan harus bersinergi. b). Kewenangan Polisi Kuhutanan Terhadap Kejahatan Di Bidang Kehuatanan Serta Pembenahannya Di Kawasan Hutan Lampung Pada Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Kehutanan ditentukan bahwa untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus yakni Polisi Kehutanan. Polisi Kehutanan memiliki tugas dan fungsi yang termuat dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.75/Menhut- II.2014 Tentang Polisi Kehutanan Pasal 4 ayat (1), yaitu: 1. Melaksanakan perlindungan dan pengamanan hutan, kawasan hutan, hasil hutan, tumbuhan dan satwa liar; dan 2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara, masyarakat, dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, tumbuhan dan satwa liar, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. Adapun wewenang Polisi Kehutanan (Kepolisian Khusus) sesuai dengan Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagai berikut: 1. Mengadakan patrol/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 2. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 3. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; 4. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; 5. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; 12

6. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Wewenang Polisi Kehutanan yang cukup luas tidak serta merta mencegah kerusakan hutan yang diakibatkan oleh tindak pidana illegal logging. Hal lain yang menyebabkan semakin meningkatnya illegal logging adalah minimnya jumlah petugas keamanan hutan dan kurangnya sarana pengamanan hutan yang dimiliki oleh pemerintah yang digunakan oleh petugas dalam menjaga keamanan hutan dari tindak pidana illegal logging. 4. PENUTUP Berdasarkan uraian tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Kepolisian atau Polri adalah instansi yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya situasi kamtibmas serta keamanan, keselamatan dan ketertiban, yang mana untuk penegakan hukum terkait pemberantasan perusakan hutan Polri harus berkaitan dengan perum perhutani. Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan kewenangan untuk melakukan kegiatan dalam pengelolaan kawasan hutan 2) Kewenangan Polisi Kehutanan Pada Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Kehutanan ditentukan bahwa untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya diberikan wewenang kepolisian khusus yakni Polisi Kehutanan Daftar Pusataka Buku : Bambang Pamulardi, 1995, Hukum Kehutanan dan Pembanguna Bidang Kehutanan, (Jakarta utara: PT Rajagrafindo) Barda Nawawi Arif, 2002 Teori Penanggulangan Kejahatan. PT Citra Aditya Bakti; Bandung Buku Statistika Kehutanan Indonesia Kemenhut 2013 yang dipublikasi pada bulan Juli 2014 Idris Sarong Al Mar. 1993. Pengukuhan Hutan dan Aspek-Aspek Hukum (Suatu Analisis Yuridis) Bagian I. Bahan Penataran Teknis - Yuridis Kawasan Hutan Khakim, Abdul. 2005. Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia. Bandung: PT Citra Adtya Bakti. M. Echols, John. 1996. An English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXIII. Jakarta: Gramedia Mustoha iskandar, 2015, Dai Agent of Change, Jakarta Pusat, duta rimba Perum Perhutani, Pedoman Pengamanan Hutan Lestari Dan Pedoman Kompensasi Petugas Perlindungan Hutan, Jakarta. 2009 Salim, H.S, 2003, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta: Sinar Grafika 13

Soerjono Soekanto. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers Soerjono Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta Soerjono Soekanto. 1999. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers. Zain, Alam Setia, 1997. Hukum Lingkungan Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka cipta Peraturan Perundang-undangan : Undang-Undang Dasar 1945 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Polisi Kehutanan. 14