BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi, Indonesia dihadapkan pada tuntutan perkembangan berbagai bidang agar dapat menjaga stabilitas negara. Pemenuhan tuntutan tersebut diwujudkan dalam suatu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mengelompokkan pendapatan negara menjadi dua, yakni Penerimaan Negara dan Hibah. Penerimaan Negara terbagi menjadi Penerimaan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sektor pajak memang masih menjadi salah satu sumber penerimaan utama negara yang masih terus digali potensinya oleh pemerintah dalam rangka membiayai pembangunan nasional (Fajar, Sigit, dan Nurhasan, 2014). Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang) yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk pengeluaran umum. Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, antara lain dengan merubah sistem pemungutan pajak dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System yang mulai diterapkan sejak reformasi sistem perpajakan tahun 1983 yang sangat berpengaruh bagi Wajib Pajak dengan memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang. 1
2 Perubahan sistem perpajakan tersebut dimaksudkan untuk menjadikan Wajib Pajak sebagai subjek mandiri dalam pemenuhan hak untuk turut serta berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan dan penyederhanaan serta peningkatan efisiensi administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System juga mengharuskan Wajib Pajak untuk siap menghadapi pengujian kepatuhan atas pajak yang dilaporkan, yakni menghadapi pemeriksaan (Euphrasia, 2010). Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara (Miliar Rupiah) Periode 2012-2016 Sumber Penerimaan 2012 2013 2014 2015 2016 I. Penerimaan Dalam Negeri 1.332.323 1.432.058 1.633.053 1.496.047 1.784.250 1. Penerimaan Pajak 980.518 1.077.306 1.246.107 1.240.419 1.539.166 a. Pajak dalam negeri 930.862 1.029.850 1.189.827 1.205.479 1.503.295 Pajak penghasilan 461.403 506.442 569.867 602.308 855.843 Pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang 337.584 384.714 475.587 423.711 474.235 mewah Pajak bumi dan bangunan 28.969 25.305 21.743 29.250 17.711 Bea perolehan atas tanah dan bangunan - - - - - Cukai 95.028 108.452 117.450 144.641 148.091 Pajak lainnya 7.878 4.937 5.180 5.569 7.415 b. Pajak perdagangan internasional 49.656 47.456 56.280 34.940 35.871 Bea masuk 28.418 31.621 35.676 31.213 33.371 Pajak ekspor 21.238 15.835 20.604 3.727 2.500 2. Penerimaan Bukan Pajak 351.805 354.752 386.946 255.628 245.084 a. Penerimaan sumber daya alam 225.843 226.406 241.115 100.972 90.525 b. Bagian laba BUMN 30.798 34.026 40.000 37.644 34.164 c. Penerimaan bukan pajak lainnya 73.458 69.672 84.968 81.697 84.124 d. Pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) 21.704 24.648 20.863 35.315 36.271 II. Hibah 5.787 6.833 2.325 11.973 1.975 Jumlah 1.338.110 1.438.891 1.635.378 1.508.020 1.786.225 Sumber: www.bps.go.id (data diolah)
3 Pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa penerimaan dari sektor pajak memberikan kontribusi paling besar dibandingkan dengan penerimaan dari sektor bukan pajak. Penerimaan pajak terus meningkat dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa terdapat potensi besar di sektor perpajakan dan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan kas negara yang nantinya digunakan untuk pembangunan nasional. Jika dibandingkan dengan jenis pajak lainnya, pajak penghasilan memiliki proporsi paling besar. Populasi masyarakat Indonesia yang sangat banyak menjadikan potensi pajak sangat tinggi, namun demikian kesadaran masyarakat terhadap kewajiban negara dalam membayar pajak masih sangat rendah. Hal ini menjadi tugas pemerintah sebagai penyelenggara pajak untuk terus melakukan sosialisasi pajak, serta menemukan terobosan-terobosan yang dapat meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi perpajakannya (Fajar, Sigit, dan Nurhasan, 2014). Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000 kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan yang berlaku dalam suatu negara. Kepatuhan Wajib Pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan Wajib Pajak, maka penerimaan pajak akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Penerimaan pajak penghasilan dapat berjalan dengan baik apabila setiap Wajib Pajak berlaku patuh dalam menjalankan
4 kewajibannya membayar pajak. Selain kepatuhan Wajb Pajak, pemeriksaan pajak juga merupakan faktor penentu lainya dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak penghasilan. Pemeriksaan dinilai penting karena pada dasarnya pemeriksaan pajak adalah salah satu pencegahan tax evasion, dimana pemeriksaan berupaya mencegah tindak kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya. Frekuensi pemeriksaan yang dilakukan akan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan. Semakin sering dilakukan pemeriksaan diharapkan mampu untuk meningkatkan penerimaan pajak penghasilan (Olivia dan Didik, 2017). Kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat dari perbandingan Wajib Pajak yang menyerahkan SPT dengan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar. SPT yang dilaporkan Wajib Pajak mencerminkan komitmen Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya sebagai warga negara, yakni membayar pajak (Fajar, Sigit, dan Nurhasan, 2014). Tabel 1.2 Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying Periode 2013-2017 Tahun Jumlah WP Terdaftar Jumlah SPT Rasio Wajib SPT Disampaikan Kepatuhan 2013 5.481 3.156 57,58% 2014 5.401 2.938 54,40% 2015 5.397 3.072 56,92% 2016 5.212 3.061 58,73% 2017 4.785 3.315 69,28% Sumber: KPP Pratama Bandung Cibeunying (data diolah) Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat pada tahun 2014 terjadi penurunan rasio kepatuhan dengan jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar wajib
5 SPT adalah 5.401 sedangkan jumlah SPT yang disampaikan 2.938 dan rasio kepatuhannya adalah 54,40%. Dari tahun 2013-2017 rasio kepatuhan penyampaian SPT Wajib Pajak badan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying mengalami penurunan dan peningkatan, dimana pada tahun 2014 memiliki rasio kepatuhan penyampaian SPT terendah dan pada tahun 2017 memiliki rasio kepatuhan penyampaian SPT tertinggi. Selain itu, terjadi kesenjangan antara jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar wajib SPT dengan jumlah SPT Tahunan yang disampaikan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying. Hal tersebut merupakan fakta bahwa masih rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan perpajakannya yang menjadi salah satu faktor penyebab tidak tercapainya target penerimaan pajak. Target penerimaan pajak akan selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya seiring dengan kegiatan intensifikasi terhadap Wajib Pajak terdaftar dan kegiatan ekstensifikasi dalam mengumpulkan Wajib Pajak baru yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak. Seharusnya semakin banyak Wajib Pajak baru maka akan semakin banyak orang yang membayar pajak sehingga penerimaan pajak akan semakin besar pula (Fajar, Sigit, dan Nurhasan, 2014). Penerimaan pajak penghasilan di Indonesia pada umumnya masih didominasi oleh pajak penghasilan badan. Hal tersebut dikarenakan sebagai instansi formal terdaftar, badan lebih mudah teridentifikasi jati dirinya, terpantau kehadirannya, terdeteksi kegiatannya dan transparan objek pajaknya sehingga pemungutan pajak atas badan lebih optimal daripada orang pribadi (Putri dan Pratomo, 2015).
6 Tabel 1.3 Penerimaan Pajak Penghasilan Badan di Tingkat Nasional (Miliar Rupiah) Periode 2013-2017 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian 2013 178.289,90 154.291,54 86,54% 2014 169.819,13 148.719,21 87,58% 2015 202.201,18 182.271,99 90,14% 2016 376.117,06 172.011,62 45,73% 2017 242.663,59 208.253,14 85,82% Sumber: Laporan Kinerja DJP 2013-2017 (data diolah berdasarkan PPh Pasal 25/29 Badan) Dari Tabel 1.3 dapat dilihat penerimaan pajak dari PPh 25/29 badan di tingkat nasional memberikan kontribusi yang cukup baik walaupun terjadi penurunan persentase penerimaan pada tahun 2016. Berikut ini merupakan data realisasi dan target penerimaan PPh 25/29 badan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying periode 2013-2017. Tabel 1.4 Penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying Periode 2013-2017 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian 2013 59.344.749.599 100.941.353.025 170,09% 2014 103.102.608.664 54.018.726.876 52,39% 2015 67.087.289.980 532.899.486.479 794,34% 2016 1.137.293.295.761 413.683.868.964 36,37% 2017 713.194.952.000 813.528.397.932 114,07% Sumber: KPP Pratama Bandung Cibeunying (data diolah berdasarkan PPh Pasal 25/29 Badan) Berdasarkan data pada Tabel 1.4 di atas, diketahui bahwa penerimaan pajak dari PPh 25/29 badan pada KPP Pratama Bandung Cibeunying masih belum optimal karena masih adanya realisasi penerimaan pajak yang belum mencapai
7 target penerimaan yang telah ditentukan. Tahun 2013-2017 persentase pencapaian penerimaan pajak dari PPh 25/29 badan mengalami peningkatan dan penurunan yang fluktuatif. Dapat dilihat pada tahun 2015 realisasi penerimaan pajak dari PPh 25/29 badan sangat baik yaitu mencapai 794,34%, namun pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 757,97% menjadi 36,37%. Penurunan penerimaan pajak menggambarkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak mulai terkikis sehingga tidak melakukan kewajibannya sesuai Undang-Undang Perpajakan, seperti tidak melaporkan SPT maupun tidak melakukan perhitungan pajak terhutangnya dengan benar. Untuk menguji Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Tujuan pelaksanaan pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam upaya pemenuhan kewajibannya dalam membayar pajak. Pemeriksaan pajak secara tidak langsung menjadi aspek pendorong untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak (Rahayu, 2010). Pemeriksaan pajak juga berguna untuk mengantisipasi setiap upaya kecurangan atau manipulasi pepajakan yang sangat sering terjadi sehingga Wajib Pajak akan patuh pada perundang-undangan perpajakan yang berlaku (Rahmawati et al, 2014).
8 Tabel 1.5 Jumlah SKPKB yang Terbit pada KPP Pratama Bandung Cibeunying Periode 2013-2017 Tahun SKPKB yang Jumlah SPT yang Rasio Penerimaan diterbitkan disampaikan Pajak 2013 349 3.156 11,06% 2014 144 2.938 4,90% 2015 76 3.072 2,47% 2016 22 3.061 0,72% 2017 45 3.315 1,36% Sumber: KPP Pratama Bandung Cibeunying (data diolah) Berdasarkan pada Tabel 1.5 diketahui bahwa jumlah SKPKB yang terbit dari tahun 2013-2016 mengalami penurunan, namun pada tahun 2017 jumlah SKPKB yang terbit mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada KPP Pratama Bandung Cibeunying memiliki kecenderungan berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak penghasilan dikarenankan tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Dengan dilakukannya pemeriksaan, maka akan mampu mengurangi tindakan kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya. Salah satu pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi membayar pajak penghasilan dengan jumlah yang benar dan secara tepat waktu. Pada saat Wajib Pajak melakukan hal tersebut secara bersamaan akan mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan (Olivia dan Didik, 2017). Pemeriksaan pajak dapat dilihat dari SKP, yaitu jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
9 (SKPKBT) yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak. SKPKB dan SKPKBT digunakan sebagai indikator atau alat ukur pemeriksaan pajak karena keduanya merupakan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang memiliki potensi untuk meningkatkan jumlah penerimaan pajak (Sari dan Afriyanti, 2010). Penelitian mengenai Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan sebelumnya dilakukan oleh Risna Septiani (2017) menunjukkan bahwa secara parsial dan secara simultan tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Oliva Jessica Yusuf Kastolani dan Moh. Didik Asrdiyanto (2017) juga mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan. Hal ini menggambarkan bahwa tinggi rendahnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan tidak berdampak pada penerimaan pajak penghasilan. Sedangkan pemeriksaan Wajib Pajak badan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan. Artinya tinggi rendahnya pemeriksaan pajak yang dilakukan membuat penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama meningkat. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul PENGARUH TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN (Studi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying).
10 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang yang telah diuraikan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying? 2. Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying? 3. Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi atau gambaran mengenai pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying.
11 2. Untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. 3. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying. 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran yang nyata bagi peneliti mengenai bagaimana penerapan teoriteori yang telah dipelajari selama perkuliahan terkait dengan perpajakan khususnya Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak khusunya Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan pemeriksaan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan dan menjadi salah satu bahan referensi terutama yang menyangkut
12 penelitian mengenai pengaruh tingkat kepatuhan Wajib Pajak dan pemeriksaan pajak terjadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak. 1.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlikan dalam penelitian ini, penulis melaksanakan penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying yang beralamat di Jl. Purnawarman No.21, Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat 40117. Waktu penelitian ini terhitung mulai Maret 2018 sampai dengan selesai.