Hubungan Umur dan Pendidikan dengan Hipertensi pada Menopause. The Correlation between Age and Education with Hypertension at Menopause.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

INTISARI. M. Fauzi Santoso 1 ; Yugo Susanto, S.Si., M.Pd., Apt 2 ; dr. Hotmar Syuhada 3

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI BADAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BUOL

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. jumlah lansia (Khomsan, 2013). Menurut Undang-Undang No.13/1998

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. psikologis akibat proses menua. Lanjut usia merupakan tahapan dimana

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menopause merupakan berhentinya masa menstruasi

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan usia banyak terjadi proses pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. kencing manis semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO pada tahun 2000

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 90% penderita diabetes di seluruh dunia merupakan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun sosial. Perubahan fisik pada masa remaja ditandai dengan pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya usia, banyak perubahan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP DIET HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN ANTARA AKTIFITAS FISIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA DESA BANJAREJO KECAMATAN NGANTANG KABUPATEN MALANG ABSTRAK

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN INSOMNIA DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kulon Progo yang memiliki 8 dukuh, yaitu Dhisil, Giyoso, Kidulan,

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB I PENDAHULUAN. setelah stroke dan tuberkulosis dan dikategorikan sebagai the silent disease

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI WILAYAH RW 13 DUSUN MOJOSARI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

ANALISIS FAKTOR RISIKO HIPERTENSI DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MEROKOK DENGAN PROFIL TEKANAN DARAH. di RT 03 RW1 Dusun Semambu Desa Paringan Jenangan Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

Transkripsi:

Gorontalo Journal of Public Health Volume 3 No. 2 Oktober 2020 P-ISSN: 2614-5057, E-ISSN: 2614-5065 Hubungan Umur dan Pendidikan dengan pada Menopause The Correlation between Age and Education with Hypertension at Menopause Yusni Podungge* Politekhnik Kemenkes Gorontalo, Gorontalo, Indonesia *email : yusnipodungge31@gmail.com Abstract The end of menstruation will have an impact on health consequences both physically and psychologically. One problem that is often experienced is an increase in blood pressure. Hypertension is a public health problem that occurs in both developed and developing countries. This study aims to determine the relationship between age and education with hypertension at menopause. This research uses descriptive design with cross sectional study. The research was conducted in Kota Barat Health Center. The population is all menopause who experience hypertension as many as 82 people. The sampling technique used in this study was total sampling. The instruments used in the study were a digital Sphygmamometer and an assessment sheet. The results of statistical tests using the Spearman Rank show that r value of each dependent variable is 0.112; 0.485; 0.204; 0.083 with p value < α = 0.05, then Ha is rejected and Ho is accepted, so it can be concluded that there is no relationship between age and education level with hypertension at menopause. Keywords; age; Education; hypertension; menopause Abstrak Berhentinya haid akan membawa dampak pada konsekuensi kesehatan baik fisik maupun psikis. Salah satu masalah yang sering dialami adalah terjadinya peningkatan tekanan darah. menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan umur dan pendidikan dengan hipertensi pada menopause. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jenis cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Barat. Populasi adalah seluruh wanita menopause yang mengalami hipertesi sejumlah 82 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Sphygmamometer digital dan lembar pengkajian. Hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank menunjukkan nilai r masing-masing variabel dependen 0,112; 0,485; 0,204; 0,083 dengan p value < dari nilai α = 0,05 maka Ha ditolak dan H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dan tingkat pendidikan dengan hipertensi pada menopause. Kata kunci; hipertensi; menopause; pendidikan; umur 154

Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020 P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065 PENDAHULUAN Menopause adalah suatu fase alamiah yang akan dialami oleh setiap wanita yang biasanya terjadi diatas usia 40 tahun. Fintari (2016) mengutip Manuaba (2005) bahwa menurunnya hormon estrogen, hormon progesteron dan hormon seks dapat menimbulkan gejala fisik dan psikis yang mungkin dialami saat mencapai masa menopause. Salah satu masalah yang sering dialami adalah terjadinya peningkatan tekanan darah. menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Data World Health Organization (WHO) tahun 2008 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi pada orang dewasa berusia >18 tahun di dunia adalah sekitar 38,4%. Data tersebut juga menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di Asia Tenggara mencapai 36,6%. Indonesia adalah negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi kedua setelah Myanmar untuk kawasan Asia Tenggara, yaitu sekitar 41% (WHO 2013; Krishnan et al., 2013 dalam Widjaya et al., 2018). Tahun 2015, data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,13 miliar orang di dunia mengalami hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kementerian Kesehatan RI, 2019). Jumlah penderita hipertensi di seluruh dunia terus meningkat. Di Indonesia, banyaknya penderita hipertensi diperkirakan 15 juta, tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi, sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat, karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor resikonya (Rahayu, 2017). Prevalensi hipertensi pada wanita pun lebih tinggi dibandingkan pria. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, adalah 31,9% pada 2007 dan 28,8% pada 2013. Kecenderungan prevalensi hipertensi pada wanita usia di atas 45 tahun meningkat seiring dengan pertambahan umur. Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, 2013 dan 2018, prevalensi hipertensi pada wanita umur 45 tahun ke atas lebih tinggi dibandingkan pria. Hasil analisis dara IFLS menunjukkan tren prevalensi yang sama, yakni 35% pada 2017 (Riyadina, 2019). Data dari dinas kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2018 di dapatkan data jumlah penderita hipertensi 23.684 jiwa, dengan jumlah tertinggi pada Kota Gorontalo 12.263 jiwa, dilanjutkan dengan Kabupaten Gorontalo 4.225 jiwa, Kabupaten Gorontalo Utara 2.808 jiwa, Kabupaten Bone Bolango 2.186 jiwa, Kabupaten Boalemo 1.362 jiwa, dan yang paling terendah Kabupaten Pohuwato 840 jiwa. Puskesmas Kota Barat merupakan salah satu Puskesmas di wilayah Kota Gorontalo yang memiliki tingkat penderita hipertensi tertinggi yakni pada tahun 2018 berjumlah 6.284 Kasus (Dikes Kota Gorontalo, 2018). Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik melaksanakan penelitian dengan judul hubungan umur dan pendidikan dengan hipertensi pada menopause. METODE Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jenis cross sectional study. Dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Barat pada tanggal 16 sampai dengan 31 Mei 2019. Populasi adalah seluruh wanita menopause yang mengalami hipertesi sejumlah 82 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Sampling artinya semua populasi penelitian dijadikan sampel dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah Sphygmamometer digital dan lembar pengkajian. Teknik pengumpulan data adalah diperoleh langsung melalui pengukuran tekanan darah pada menopause. Pengolahan data univariat menggunakan distribusi 155

Podungge, umur, pendidikan, hipertensi, menopause frekuensi dari setiap variabel. Analisis bivariat dilakukan terhadap variabel independent dan dependent dengan menggunakan rumus Spearman Rank dengan metode komputerisasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 1. Gambaran Karakteristik Menopause Di Puskesmas Kota Barat Karakteristik Umur Premenopause ( 45 thn) Menopause (46-55 thn) Pascamenopause ( 55 thn) Tingkat Pendidikan Dasar (SD-SMP) Menengah (SMA) Tinggi (D1-S3) Jenis Pekerjaan IRT ASN Honor/Swasta IMT Kurus (< 18,5) Normal (18,5-25) Gemuk Konsumsi Kafein Tidak Pernah Jarang Sering Jumlah n % 22 49 11 46 27 9 68 4 10 4 50 28 18 23 41 26,8% 59,8% 13,4% 56,1% 32,9% 11,0% 82,9% 4,9% 12,2% 4,9% 61% 34,1% 22% 28% 50% Total 82 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian (59,8%) responden berada pada kelompok menopause umur 46-55 tahun, mempunyai pendidikan tingkat dasar (SD-SMP) yaitu 46 orang (56,1%), sebagian besar (82,9%) responden tidak bekerja atau sebagai IRT (Ibu Rumah Tangga), sebanyak 61% responden memiliki nilai indeks massa tubuh > 25 dengan kategori normal dan sebagian besar (50,0%) responden sering mengkonsumsi kafein dalam kesehariannya. 1. Analisis Univariat Tabel 2. Distribusi Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik Menopause Tekanan Darah Sistolik Grade 1 Grade 2 Diastolik Grade 1 Grade 2 Jumlah n % 2 56 24 2,4% 68,3% 29,3% 1 43 38 1,2% 52,4% 46,3% Total 82 100 156

Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020 P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki tekanan darah sistolik 140-159 mmhg kategori Grade 1 berjumlah 65 orang (68,3%) dan masih ditemukan responden yang berisiko memiliki tekanan darah sistolik 160 mmhg kategori Grade 2 berjumlah 24 orang (29,3%). Sementara, gambaran terkanan darah diastolik sebagian besar responden memiliki tekanan darah sistolik 140-159 mmhg kategori Grade 1 berjumlah 43 orang (52,4%) dan masih ditemukan responden yang berisiko memiliki tekanan darah sistolik 160 mmhg kategori Grade 2 berjumlah 38 orang (46,3%). 2. Analaisis Bivariat Tabel 3. Analisis Hubungan Faktor Umur dengan Tekanan Darah Sistolik Menopause Tekanan Darah Sistolik Umur Responden Test Pramenopamenopau Pasca- Menopau Jumlah Spearman se Rank se se n % n % n % N % p r Tekanan Darah Diastolik Tabel 4. Analisis Hubungan Faktor Umur dengan Tekanan Darah Diastolik Menopause Umur Responden Test Dewasa Lansia Lansia Jumlah Spearman Akhir Awal Akhir Rank n % n % n % N % p r 0 0,0 2 2,4 0 0,0 2 2,4 16 19,5 35 42,7 5 6,1 56 68,3 0,317 0,112 Grade 1 6 7,3 12 14,6 6 7,3 24 29,3 Grade 2 Jumlah 22 28,6 49 59,8 11 13,4 82 100,0 Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden 68,3% (56 orang) memiliki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 1 yang sebagian besar 42,7% (35 orang) berada pada rentan usia 46-55 tahun, hanya sedikit 2,4% (2 orang) responden yang memiliki tekanan darah sistolik kategori prahipertensi. Sebagian lagi responden 29,3% (24 orang) memiliki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 2 yang sebagian besar 14,6% (12 orang) berada pada kelompok menopause. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada menopause (46-55 tahun) lebih beresiko menderita penyakit hipertensi terutama kategori hipertensi grade 1. Hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank menunjukkan nilai p value = 0,317 < dari nilai α = 0,05 maka Ha ditolak dan H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan tekanan darah sistolik pada menopause. 1 1,2 0 0,0 0 0,0 1 1,2 Grade 1 18 22,0 24 29,3 1 1,2 43 52,4 0,000 0,485 Grade 2 3 3,7 25 30,5 10 12,2 38 46,3 Jumlah 22 26,8 49 59,8 11 13,4 82 100,0 Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden 68,3% (56 orang) memiliki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 1 yang sebagian besar 42,7% (35 orang) berada pada rentan usia 46-55 tahun, hanya 157

Podungge, umur, pendidikan, hipertensi, menopause sedikit 2,4% (2 orang) responden yang memiliki tekanan darah sistolik kategori prahipertensi. Sebagian lagi responden 29,3% (24 orang) memiliki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 2 yang sebagian besar 14,6% (12 orang) berada pada kelompok lansia awal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada menopause (46-55 tahun) lebih beresiko menderita penyakit hipertensi terutama kategori hipertensi grade 1. Hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank menunjukkan nilai p value = 0,317 < dari nilai α = 0,05 maka Ha ditolak dan H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan tekanan darah sistolik pada menopause. Tekanan Darah Sistolik Tabel 5. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tekanan Darah Sistolik Menopause Tingkat Pendidikan Test Spearman Menenga Jumlah Dasar Tinggi Rank h n % n % n % N % p r Tekanan Darah Diastolik Tabel 6. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tekanan Darah Diastolik Menopause Tingkat Pendidikan Test Menenga Jumlah Spearman Dasar Tinggi h Rank n % n % n % N % p r 1 1,2 1 1,2 0 0,0 2 2,4 35 42,7 17 20,7 4 4,9 56 68,3 0,066 0,204 Grade 1 10 12,2 9 11,0 5 6,1 24 29,3 Grade 2 Jumlah 46 56,1 27 32,9 9 11,0 82 100,0 Berdasarkan tabel 5, dapat dilihat bahwa dari 82 responden, sebagian besar responden (56,1%) adalah kelompok dengan tingkat pendidikan dasar, paling banyak (42,7%) memilki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 1 dan sebagian responden (12,2%) memilki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 2. Sementara, sebagian kecil responden (11,0%) adalah kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi, paling banyak (6,1%) memiliki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 2. Hal ini diperoleh bahwa menopause dengan tingkat pendidikan dasar memiliki faktor risiko penyakit hipertensi dengan tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 1. Sementara menopause yang tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor resiko penyakit hipertensi lebih kecil. Hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank menunjukkan nilai p value = 0,066 < dari nilai α = 0,05 maka Ha ditolak dan H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan darah sistolik pada menopause. 1 1,2 0 0,0 0 0,0 1 1,2 Grade 1 25 30,5 14 17,1 4 4,9 43 52,4 0,458 0,083 Grade 2 20 24,4 13 15,9 5 6,1 38 46,3 Jumlah 46 56,1 27 32,9 9 11,0 82 100,0 Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa 82 responden, sebagian besar responden (56,1%) adalah dengan tingkat pendidikan dasar dimana paling 158

Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020 P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065 banyak (30,5%) memilki tekanan darah diastolik kategori hipertensi grade 1 dan sebagian lagi responden (24,4%) memilki tekanan darah sistolik kategori hipertensi grade 2. Sementara, sebagian kecil responden (11,0%) adalah kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi yang paling banyak (6,1%) memiliki tekanan darah diastolik kategori hipertensi grade 2. Hasil ini menunjukkan bahwa menopause dengan tingkat pendidikan dasar memiliki faktor risiko penyakit hipertensi dengan tekanan darah diastolik kategori hipertensi grade 1. Sementara menopause yang tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor resiko penyakit hipertensi lebih kecil. Hasil uji statistik menggunakan Spearman Rank menunjukkan nilai p value = 0,458 < dari nilai α = 0,05 maka Ha ditolak dan H 0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan darah diastolik pada menopause. Berdasarkan uji bivariat, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan hipertensi pada menopause. Hasil ini sejalan dengan penelitian Wahidin et al. (2019), pada pedagang pasar Cibinong, Jawa Barat yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dan hipertensi (p value = 0,165). Namun, hasil ini ini tidak sejalan sejalan dengan penelitian Adam (2019) di Puskesmas Kota Barat Kota Gorontalo yang menunjukkan bahwa usia merupakan faktor determinan penyakit hipertensi pada lansia (p value = 0,003). Pertambahan umur membuat tekanan darah juga mengalami peningkatan. Setelah umur 40 tahun, proses degeneratif yang secara alami akan lebih sering terjadi pada usia tua dimana dinding arteri akan mengalami penebalan yang disebabkan oleh penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga menyebabkan pembuluh darah menyempit dan menjadi kaku (Amanda and Martini, 2018). Dalam penelitiannya, responden dengan umur >59 tahun, memiliki prevalensi mengalami hipertensi 2,61 kali lebih tinggi dibandingkan penderita berumur <59 tahun. Peningkatan resiko tekanan darah tinggi (hipertensi) pada perempuan akan terjadi setelah menopause yaitu usia di atas 45 tahun. Perempuan yang belum menopause dilindungi oleh hormone esterogen yag berperan dalam meningatkan kadar HDL (High Density Lipoprotein). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis (Riyadina, 2019). Sementara, apabila kadar kolesterol HDL rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi terjadinya proses aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi, merupakan penyakit multifakor yang disebabkan oleh interaksi berbagai faktor resiko yang dialami seseorang. Pertambahan usia menyebabkan adanya perubahan fisiologis dalam tubuh, salah satunya penebalan dinding uteri akibat adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan menjadi kaku dimulai saat usia 45 tahun (Widjaya et al., 2018). Teori tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang menyatakan tidak ada hubungan antara usia dengan hipertensi. Hal tersebut karenakan sebanyak 26,8% responden masih berusia di bawah 45 tahun. Asumsi peneliti, tidak adanya hubungan antara umur dengan hipertensi dapat disebabkan oleh karakterisitik pekerjaan dimana sebagian besar pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga (IRT). Pada penelitian Widiana & Ani (2017) menunjukkan proporsi hipertensi lebih tinggi pada responden yang bekerja dibanding yang tidak bekerja. Responden yang bekerja berkaitan dengan faktor resiko seperti aktivitas fisik dan stress. Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya hipertensi. Adam (2019) menyatakan aktivitas fisik yang tinggi dapat mencegah terjadinya atau memperlambah onset tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah. 159

Podungge, umur, pendidikan, hipertensi, menopause Orang yang rajin melakukan olahraga seperti bersepeda, jogging dan aerobik secara teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Aktivitas rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci dan memasak merupakan kegiatan aktif yang dapat digolongkan sebagai bentuk olahraga. Kegiatan domestik tersebut dapat membakar kalori, dan menyebabkan tubuh tetap sehat. Akumulasi gerakan fisik yang menyebabkan responden tidak memiliki faktor resiko stress akibat tekanann atau tuntutan pekerjaan. Aktivitas di rumah relatif lebih banyak dengan keluarga dan pekerjaan yang dilakukan adalah rutinitas harian sebagai isteri dan ibu rumah tangga yang dilakukan dengan hati sehingga dapat mengurangi risiko stress dan mencegah terjadinya hipertensi. Berdasarkan karakterisitik responden, diperoleh nilai indeks massa tubuh sebagian besar (61%) responden pada kategori normal (18,5-25). Hal tersebut dapat diartikan bahwa menopause memiliki status gizi yang baik. Nugraheni et al., (2019) menyatakan orang yang berat badannya berlebih pada umumnya mengalami kesulitan untuk bergerak secara bebas, sedangkan untuk dapat menggerakan tubuhnya, maka jantung harus memompa darah dan membuat tekanan darah naik. Kenaikan berat badan, sekitar 2 kg dapat menempatkan seseorang pada risiko tekanan darah yang meningkat pula. Hasil uji bivariat faktor pendidikan tidak ada hubungannya dengan hipertensi pada menopause. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Musfirah & Masriadi (2019) yang menyatakan adanya hubungan antara pendidikan dengan kejadian hipertensi nilai OR = 2,172 dengan tingkat kemaknaan 4,313-2,172. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan juga dapat mempengaruhi kesehatan. Semakin tinggi taraf pendidikan seseorang maka tingkat kesadaran akan kesehatan meningkat. Berdasarkan karakterisitik responden, tingkat pendidikan kriteria SD menurunkan risiko terkena hipertensi sebesar 66%, sedangkan yang berpendidikan SMP berkisar 72% hal ini menyimpulkan makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin kecil risiko menderita hipertensi dan tingkat pendidikan rendah berisiko 2,9 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang tingkat pendidikannya tinggi (Musfirah & Masriadi, 2019). Asumsi peneliti, tidak adanya hubungan antara pendidikan dan hipertensi disebabkan oleh kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat. Walaupun sebagian besar memiliki pendidikan dasar, namun akses terhadap informasi tentang pencegahan dan penganganan hipertensi dapat mudah diperoleh melalui media informasi seperti televisi, internet, koran maupun kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Sehingga walaupun Pendidikan rendah namun responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang kesehatan. Saat mengakses informasi melalui media cetak maupun digital, tidak lepas dari kebiasaan sambil minum teh atau kopi. Dalam minuman kopi mengandung berbagai zat yang bersifat psikotripika salah satunya adalah kafein, yang mampu menstimulasi produksi dua hormon perangsang yaitu kortison dan adrenalin. Akibatnya kopi memberikan efek menghilangkan rasa kantuk, meningkatkan kesadaran mental, pikiran, fokus dan respon. Minum kopi juga dapat menjadikan tubuh tetap terjaga dan meningkatkan energi (Solikatun et al., 2015). Hasil penelitian menunjukkan sebanyak sebanyak 50% responden sering mengonsumsi kafein. Kurniawaty & Insan (2016) menyatakan kandungan kafein dalam kopi mengikat reseptor adenosin, mengaktifasi system saraf simpatik dengan meningkatkan konsentrasi cathecolamines dalam plasma, dan 160

Gorontalo Journal of Public Health. Vol 3(2) Oktober 2020 P-ISSN : 2614-5057 E-ISSN: 2614-5065 menstimulasi kelenjar adrenalin serta meningkatkan produksi kortisol. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan menyebabkan tekanan darah PENUTUP Berdasarkan hasil uji statistik, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan umur dan tingkat pendidikan dengan kejadian hipertensi pada menopause. Saran kepada menopause adalah meningkatkan kebiasaan aktivitas fisik yang diimbangi dengan olahraga serta memeriksakan kesehatannya secara rutin melalui program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) yang diselenggarakan di Puskesmas. DAFTAR PUSTAKA Adam, L., 2019. Determinan hipertensi pada lanjut usia. Jambura Health and Sport Journal. 1 (2): 82 89. Amanda D, Martini S. 2018. Hubungan Karakteristik dan Obesitas Sentral dengan Kejadian. Jurnal Berkala Epidemiologi. 29 (2): 107-114.. Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 2018. Data. Dinas Kesehatan Kota Gorontalo, 2018. Data. Fintari M. 2016. Hubungan antara Perubahan Fisik dan Perubahan Psikologis dengan Kualitas Hidup pada Wanita Menopause di Desa Panawaren Kecamatan Sigaluh Kabupaten Banjarnegara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Purwokerto, Jawa Tengah. Kementerian Kesehatan RI, 2019. Hari Dunia 2019: Know Your Number, Kendalikan Tekanan Darahmu dengan CERDIK.. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/pusat-/hari-hipertensi-dunia- 2019-know-your-number-kendalikan-tekanan-darahmu-dengan-cerdik. Diakses tanggal 20 Agustus 2020. Kurniawaty E, Insan A. N. M. 2012. Pengaruh Kopi terhadap. Majority. 5 (2): 6-10. Musfirah, Masriadi. 2019. Analisis Faktor Risiko dengan Kejadian di Wilayah Kerja Puskesmas Takalala Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Kesehatan Global. 2 (2): 93-102. Nugraheni et al. 2019. Hubungan Berat Badan dan Tekanan pada Lansia. PLACENTUM Jurnal Ilmiah Kesehatan dan Aplikasinya. 7 (2): 55-60. Rahayu. 2017. Mengenal dan Mencegah Penyakit Diabetes,, Jantung dan Stroke Untuk Hidup Lebih Berkualitas. Media Ilmu. Yogyakarta. Riyadina, W., 2019. pada Wanita Menopause. LIPI Press, Jakarta. Solikatun et al. 2015. Perilaku Konsumsi Kopi Sebagai Budaya Masyarakat Konsumsi (Studi Fenomenologi Pada Peminum Kopi Di Kedai Kopi Kota Semarang). Jurnal Analisa Sosiologi. 4 (1): 60 74. Wahidin M, Aprilia A. R, Susilo D, Farida S. 2012. Faktor Determinan pada Pedagang Pasar Cibinong, Jawa Barat. Media Litbangkes. 29 (2): 107-114. Widiana I M. R, Ani L S. 2017. Prevalensi dan Karakteristik pada Pralansia dan Lansia di Dusun Tengah, Desa Ulakan, Kecamatan Manggis. E-Jurnal Medika. 6 (8): 1-5. Widjaya, et al. 2018. Hubungan Usia Dengan Kejadian di Kecamatan Kresek dan Tegal Angus, Kabupaten Tangerang. Jurnal Kedokteran Yarsi. 26 (3): 131 138. 161