Makalah Ringkas PERILAKU EMPAT KATA PENUNJUK ARAH DALAM BAHASA BALI I Dewa Putu Wijana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada



dokumen-dokumen yang mirip
Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalam

TINJAUAN PRESKRIPTIF TERHADAP PEMAKAIAN KATA DI MANA DALAM TULISAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text

BAHASA INDONESIA; SEBUAH PIJINKAH? Restu Sukesti Balai Bahasa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Volume 02, Nomor 1 ISSN

BAB V PENUTUP. 1. Bentuk register medis anak dalam rubrik Konsultasi Ahli di Tabloid

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

DAFTAR PUSTAKA. Chaer, Abdul Kamus Dialek Jakarta. Jakarta: Nusa Indah.

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN PERTANYAAN PENELITIAN. Kerangka teoretis merupakan suatu rancangan teori-teori mengenai hakikat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

PEMAKAIAN KATA DI MANA DALAM TULISAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

ABREVIASI DALAM MENU MAKANAN DAN MINUMAN DI KOTA SEMARANG: SUATU KAJIAN MORFOLOGIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa Orientasi Siswa (selanjutnya disebut MOS) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

PERILAKU KETERPILAHAN (SPLIT-S) BAHASA INDONESIA. Oleh F.X. Sawardi

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kajian. Aji Kabupaten Jepara dapat disimpulkan sebagai berikut.

Siti Zumrotul Maulida: Merubah, Mengobah atau...,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang.

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

DESKRIPSI PENGGUNAAN METODE CERAMAH UNTUK PEMBELAJARAN MORFOLOGI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGGUNAAN MORFEM PADA TEKS PIDATO SISWA KELAS VIII A

PERILAKU SINTAKSIS FRASA ADJEKTIVA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BAHASA INDONESIA

Jurnal Sastra Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. gramatikal dalam bahasa berkaitan dengan telaah struktur bahasa yang berkaitan. dengan sistem kata, frasa, klausa, dan kalimat.

(26 November February 1913) By: Ubaidillah

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil dari penelitian berjudul Interferensi Morfologis

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

Menurut Abdul Chaer setiap bahasa mempunyai sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal (Abd

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 2, Nomor 2, Juli 2015 PERBANDINGAN KLITIKA DALAM BAHASA SASAK DENGAN KLITIKA DALAM BAHASA INDONESIA.

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

BAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.

PENDAHULUAN. Saat ini, komunikasi merupakan hal yang sangat penting dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam mata

REKONSTRUKSI PEMBELAJARAN MORFOLOGI BAHASA INDONESIA MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Joko Santoso, M.Hum. Yayuk Eny Rahayu, M.Hum.

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

Kata Kunci : Analisis Kesalahan Berbahasa, Linguistik, Surat-surat Resmi Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesalahan berbahasa dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi secara mudah dengan menggunakan bahasa. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

ANALISIS REDUPLIKASI MORFOLOGIS BAHASA MELAYU SUB DIALEK MASYARAKAT SUNGAI GUNTUNG KECAMATAN KATEMAN KABUPATEN TEMBILAHAN RIAU

KEKELIRUAN REDUPLIKASI BAHASA INDONESIA oleh Suci Sundusiah, S.Pd.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB V PENUTUP. bab sebelumnya. Analisis jenis kalimat, bentuk penanda dan fungsi tindak tutur

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sebagai sebuah sistem, bahasa selain bersifat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dapat terjalin dengan baik karena adanya bahasa. Bahasa

KATA JAHAT DENGAN SINONIMNYA DALAM BAHASA INDONESIA: ANALISIS STRUKTURAL

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

PENGGUNAAN KONJUNGSI SUBORDINATIF PADA PENYAMPAIAN CERITA PRIBADI ANAK KELAS V DI SD KUNTI ANDONG BOYOLALI

Cakrawala, ISSN , Volume 3, November KEDUDUKAN BAHASA JAWA DAN BAHASA ARAB DALAM EJAAN BAHASA INDONESIA Oleh : Drs. Bowo Hermaji, M.Pd.

PEMBELAJARAN SINTAKSIS BAGI PEMBELAJAR ASING YANG BERBAHASA PERTAMA BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seperti pendapat Kridalaksana (1982: 17) bahwa bahasa (language)

BAB I PENDAHULUAN. dipilih umat manusia dalam berkomunikasi dibanding berbahasa non lisan. Hal ini

pada Fakultas Sastra Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu media terpenting untuk berkomunikasi baik

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KBBI (2003 : 588), konsep adalah gambaran mental dari suatu objek,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

KATA HABIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Anisa Rofikoh Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA KATA BODOH DALAM BAHASA INDONESIA Adhenda Madarina Idzni Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

PERBANDINGAN KLAUSA INTI DAN KLAUSA SEMATAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS. Oleh. Suci Sundusiah

2. Punya pendirian, peduli sesama, berkomitmen dan bisa bertanggung jawab. Menurut aku, gentleman punya sifat yang seperti itu. Kalau punya pacar, dia

Oleh: RIA SUSANTI A

Bab 1. Pendahuluan. Linguistik merupakan ilmu bahasa yang di perlukan sebagai dasar untuk meneliti

Fonologi Dan Morfologi

Konjungsi yang Berasal dari Kata Berafiks dalam Bahasa Indonesia. Mujid F. Amin Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk yang selalu melakukan. komunikasi, baik itu komunikasi dengan orang-orang yang ada di

BAB V PENUTUP. berdasarkan konteks pemakaian dibedakan atas istilah umum, dan istilah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dengan adanya bahasa, manusia bisa berintekrasi dengan manusia lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang efektif. Bahasa dan proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

PENGGUNAAN BAHASA PADA PAPAN NAMA DI RUANG PUBLIK JALAN PROTOKOL JAKARTA

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,

KAJIAN FRASA NOMINA BERATRIBRUT PADA TEKS TERJEMAHAN AL QURAN SURAT AL-AHZAB NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

ANALISIS AFIKSASI DAN PENGHILANGAN BUNYI PADA LIRIK LAGU GEISHA DALAM ALBUM MERAIH BINTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang

SINONIM KATA KASIH DAN PERUBAHAN BENTUK, PERILAKU DAN MAKNA INTISARI

Transkripsi:

Makalah Ringkas PERILAKU EMPAT KATA PENUNJUK ARAH DALAM BAHASA BALI I Dewa Putu Wijana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada 1. Pendahuluan Dari berbagai bahasa, bahasa Bali mungkin merupakan salah satu bahasa yang memiliki kata penunjuk arah (mata angin) yang memiliki perilaku yang unik bila dilihat secara linguistis, khususnya dari aspek morfologis dan sintaktis. Hanya kata-kata penunjuk arah inilah yang bisa dikenai proses morfologis dan sintaktis tertentu, dan proses itu tidak pernah atau jarang sekali dapat dikenakan pada katakata yang lain. Tulisan singkat ini akan mendeskripsikan keunikan-keunikan itu, dan berusaha mencari penjelasan mengapa keunikan itu bisa terjadi. Dalam bahasa Bali, empat kata penunjuk arah yang utama diungkapkan dengan satuan lingual kangin timur, kauh barat, kaja selatan, dan kelod utara. Secara etimologis kata kelod berasal dari ke laut lewat proses persandian (au>o) dan korespondensi /t/ dan /d/ dan pengubahan fungsi preposisi ke menjadi suku awal. Hilangnya sifat kontras antara /t/ dan /d/dalam hal ini disebut dengan netralisasi (Martinet, 1987, 85; Verhaar, 1996, 85). Oleh karenanya, tidak mengherankan bila orang orang Bali menyebut tempat yang mengarah atau menuju ke laut dengan kelod walaupun secara geografis tempat-tempat itu berada di barat, selatan, atau timur. Orang Bali sering mengatakan Engken pasihe ento kelode Mana lautnya di sanalah kelod. Kata lod dalam hal ini agaknya secara diakronis berkorespondensi dengan kata lor dalam bahasa Jawa yang bermakna utara hanya saja kemudian terjadi perubahan dalam bahasa Bali menjadi tempat yang menuju ke laut. Dengan kontrusksi itu kata-kata penunjuk arah merupakan kata-kata yang sangat tinggi frekuensi pemakaiannya karena begitu dekat hubungannya dengan kehidupan orang Bali. Misalnya dalam dikotomi budaya Bali kaja adalah gunung sebagai pusat kemakmuran dan kesuburan. Kelod adalah tempat yang menuju laut. Kangin adalah tempat matahari terbit, dan kauh adalah tempat matahari tenggelam. Dekatnya hubungan arah dan kehidupan manusia inilah yang menyebabkan kata-kata ini memiliki perlakuan linguistik tertentu di dalam pemakiannya. Hal ini agaknya belum pernah mendapatkan perhatian dari ahli-ahli bahasa yang bergelut dengan bahasa Bali. Dalam tulisan ini ditemukan dua buah proses linguistik yang khas dialami oleh kata-kata penunjuk arah ini, yakni kontraksi preposisi di dan pembubuhan afiks be- yang secara berturut-turut diuraikan dalam 2 dan 3. 2. Kontraksi preposisi di Perubahan bunyi yang terjadi di dalam bahasa tidak hanya terjadi dalam tataran Leksikon, tetapi mungkin pula ditemukan dalam tataran yang lebih tinggi, seperti frasa dan kalimat (Pastika, 2004a, 1; 2004b, 52). Kontraksi di yang melekat pada kata-kata penunjuk arah yang akan dibicarakan berikut ini pada hakikatnya merupakan perubahan bunyi pada tataran frase.

Kontraksi adalah proses peringkasan leksem dasar atau gabungan leksem, seperti tidak menjadi tak, tidak ada menjadi tiada, dsb. (Kridalaksana 1993, 121). Definisi ini tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Crystal (1978, 89) yang mengemukakan bahwa kontraksi adalah: The process or result of phonologically reducing a linguistic form so that it comes to be attached to an adjacent linguistic form or fusing a sequence of forms so that they appear as a single form. Dengan terjadinya kontraksi secara diakronis maka semua kata-kata penunjuk arah angin dalam bahasa Bali berawal dengan bunyi /k/, yakni kangin, kauh, kaja, dan kelod. Kata kaja, kelod, kangin, dan kauh adalah nomina yang bila digunakan untuk menunjuk tempat tertentu harus mengambil bentuk yang lain, yakni dangin, dauh, daja, dan delod. Bila tidak maka kata kangin hanya dapat digunakan sebagai nomina biasa, seperti dalam ungkapan Tusing nawang kaja kelod tidak tahu selatan dan utara atau Tusing nawang kangin kauh Tidak tahu timur dan barat. Adapun kalau arah itu menunjuk tempat akan digunakan seperti berikut ini: (1)Dajan rurung-e ada anak ng-adep kembungan Di selatan jalan-nya kl ada orang jual trans balon Di selatan jalan ada orang yang menjual balon (2) I Belog ulung di delod pangkung-e Art. Belog ND jatuh di utara jurang kl I Belog jatuh di sebelah utara jurang (3) Dauh tukade tusing ada yeh. Utara sungai tidak ada air Di utara sungai tidak ada air (4) Dangin tiange umah-ne. Timur saya kl rumah pos. Di sebelah timur rumah saya rumahnya 3. Prefiksasi be- Dalam buku-buku tata bahasa bahasa Bali agaknya jarang sekali atau mungkin tidak ada yang membicarakan afisk be-. Dengan kata lain afiks-afiks ini dianggap tidak ada dalam bahasa Bali. Akan tetapi, secara sinkronis jelas sekali bahwa di dalam bahasa Bali ada kata-kata bedauh jauh di barat, bedelod jauh di utara, bedaja jauh di selatan, bedangin jauh di timur. Dengan demikian, dicurigai ada proses morfologis seperti di bawah ini: be- + dauh > bedauh be- + delod > bedelod be- + daja > bedaja be- + dangin > bedangin Adapun pemakaiannya dapat dilihat dalam (14), (15), (16), dan (17) di bawah ini: (5) + Dija ada balih-balihan? Di mana KT ada tontonan Di mana ada tontonan? - Ditu bedaja. Di sana di selatan Di sana di selatan

(6) Bedangin tusing ada apa-apa. di timur tidak Neg ada apa-apa Di timur tidak ada apa-apa (7) Ada apa bedauh? ada apa KT di barat Ada apa di barat? (8) Umah-ne bedelod, tusing dini. Rumah-nya pos di utara, bukan Neg. di sini Rumahnya di utara, bukan di sini Afiks be- yang melekat pada keempat kata penunjuk arah itu bermakna gramatikal tempat yang jauh dari pembicara.bila orang Bali ingin menunjuk tempat yang dipandang tidak terlalu jauh, maka ia akan menggunakan klitika ne. Kata-kata penunjuk arah yang berklitika ne ini dapat didahului dengan kata dini di sini. (9) + Lakar kija, Beli? mau ke mana KT, Kakak Mau pergi ke mana, kakak? - Dini, dauh-ne jep. di sini di barat Kl sebentar Di sini di barat sebentar 4. Catatan Penutup Proses linguistik apapun jenisnya yang terdapat di dalam bahasa bahasa ternyata tidak terjadi pada sembarang bentuk kebahasaan, dan dapat dikenakan secara analogis pada bentuk-bentuk serupa yang lain. Untuk ini diperlukan syarat yang lain, yakni bentuk itu lazimnya memiliki ciri tertentu dan mempunyai frekuensi pemakaian yang sangat tinggi, bahkan mungkin secara kultural begitu dekat atau penting hubungannya dengan kehidupan masyarakatnya. Untuk mencapai penjelasan yang memuaskan analisis sinkronis pada saat-saat tertentu membutuhkan penjelasan yang bersifat diakronis. Hal ini agaknya berkaitan dengan prinsip uniformasi yang dikemukakan oleh Bell (1976, 187-191; periksa juga Wardaugh, 1988, 18) yang mengemukakan bahwa: The linguistic process which we observe to be taking place around us are the same as those which have operated in the past, so that there can be no clean break between synchronic matters and diachronic ones. Dalam hubungannya dengan kontraksi di dalam bahasa Bali semakin jelas bahwa batas-batas tataran linguistik, leksikon, fonologi, morfologi, dan sintaksis semakin tidak jelas (kabur).

Di dalam bahasa terdapat morfem-morfem yang bergabung dengan satu satuan tertentu saja yang disebut dengan morfem unik (Ramlan, 1987, 82), ada morfem yang dapat bergabung dengan berbagai jenis morfem, dan dalam kaitannya dengan afiks be- dalam bahasa Bali, morfem ini hanya bergabung dengan morfem dasar penunjuk arah yang bila konsep keunikan ini diperluas, yakni dapat pula diterapkan untuk morfem terikat, maka be- dalam bahasa bali disebut sebagai morfem semiunik. RERERENSI Bell, R.T., 1976, Sociolinguistics: Goals, Approaches, and Problems, London: bastford. Crystal, David, 1978, A First Dictionary of Linguistics and Phonetics, Colorado: Westview Press. Kridalaksana, Harimurti, 1993, Kamus Linguistik, Edisi Ke-3, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama., 2008, Paradigma Kognitif dalam Linguistik Dewasa Ini, dalam Prosiding Seminar Internasional Menyambut 80 Tahun Prof. Drs. M. Ramlan, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Martinet, Andre, 1987, Ilmu Bahasa Pengantar, Yogyakarta: Kanisius Pastika, I Wayan, 2004a, Proses Fonologis Melampaui Batas Leksikon, dalam Linguistika, Maret 2004, Vol 11, Program Studi Magister dan Doktor Linguistik Universitas Udayana., 2004b, Sinfonologi: Interaksi Sintaksis dan Fonologi, dalam Wibawa Bahasa, I wayan Pastika & I Nyoman Darma Putra (Ed.), Bali Mangsi. Ramlan, M., 1987, Morfologi : Suatu Tinjauan Deskriptif, Yogyakarta: UB karyono. Verhaar, J.W.M., 1996, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wardaugh, Ronald, 1988, An Introduction to Sociolinguistics, Oxford: basil Blackwell. ABSTRAK

PERILAKU EMPAT KATA PENUNJUK ARAH DALAM BAHASA BALI I Dewa Putu Wijana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Dari berbagai bahasa, bahasa Bali mungkin merupakan salah satu bahasa yang memiliki kata penunjuk arah (mata angin) yang memiliki perilaku yang unik bila dilihat secara linguistis, khususnya dari aspek morfologis dan sintaktis. Hanya kata-kata penunjuk arah inilah yang bisa dikenai proses morfologis dan sintaktis tertentu, dan proses itu tidak pernah atau jarang sekali dapat dikenakan pada katakata yang lain, kecuali kata-kata tertentu yang sangat dekat dengan kehidupan orang Bali. Tulisan singkat ini akan mendeskripsikan keunikan-keunikan itu, dan berusaha mencari penjelasan mengapa keunikan itu bisa terjadi. Dari analisis yang telah dilakukan terbukti bahwa batas tataran satuan-satuan lingusitik, seperti leksem, kata, frase tidak jelas. Untuk itulah analisis atau pendekatan yang bersifat sinkronis sering kali tidak memadai, dan harus dilengkapi dengan analisis atau pendekatan yang bersifat diakronis.