DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam kandungan dan faktor keturunan(ilyas, 2006).

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO)

BAB I PENDAHULUAN. (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intraokular rata rata sekitar 15 mm

DRUG DELIVERY SYSTEM INTRANASAL FIFI ELVIRA JAMRI ( )

SEDIAAN OBAT MATA PENDAHULUAN

11/29/2013 PENGINDERAAN ADALAH ORGAN- ORGAN AKHIR YANG DIKHUSUSKAN UNTUK MENERIMA JENIS RANGSANGAN TERTENTU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menempati ruang anterior dan posterior dalam mata. Humor akuos

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

BAB I PENDAHULUAN. 1. Apa Itu Mata? 2. Jelaskan Bagian-Bagian dari Mata beserta fungsinya! 3. Bagaimana Mata Bisa Bekerja?

GLAUKOMA DEFINISI, KLASIFIKASI, EPIDEMIOLOGI, ETIOLOGI, DAN FAKTOR RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata dan menjadi penyebab

Obat Diabetes Melitus Dapat Menghindari Komplikasi Mata Serius

BAB III CARA PEMERIKSAAN

SISTEM KOORDINASI RITA WAHYUNINGSIH SMA NEGERI 5 MATARAM

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tidak berpasangan dengan pendekatan cross sectional yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kornea merupakan jaringan transparan avaskular yang berada di dinding depan bola mata. Kornea mempunyai fungsi

Nasib Obat dalam Tubuh (Farmakokinetika)

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

BAB I PENDAHULUAN. yang paling efisien dan ekonomis untuk negara-negara berkembang seperti

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

BAB I PENDAHULUAN. Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama di dunia. Data

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Miopia (nearsightedness) adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

BAB I PENDAHULUAN. Keluhan rasa tidak nyaman pada mata merupakan keluhan yang paling sering

NASIB OBAT DALAM TUBUH (FARMAKOKINETIKA) REZQI HANDAYANI S.Farm, M.P.H., Apt

tanpa tenaga ahli, lebih mudah dibawa, tanpa takut pecah (Lecithia et al, 2007). Sediaan transdermal lebih baik digunakan untuk terapi penyakit

LAP. LUAR/TUNIKA FIBROSA/KORNEOSKLERAL SKLERA KORNEA 1. SKLERA Merupakan 5/6 bagian posterior bola mata. Pd manusia membtk segmen melengkung. Tdd jar.

MUCOADHESIVE DRUG DELIVERY SYSTEMS. Prepared By : Adi Yugatama, S.Farm., Apt. Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

Biofarmasetika sediaan perkutan

Absorbsi obat berdasarkan tempat pemberian

Struktur Anatomi Mata dan Mekanisme Penglihatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi ringan atau akut adalah respons awal dan cepat terhadap kerusakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Sklera Berfungsi untuk mempertahankan mata agar tetap lembab. 2. Kornea (selaput bening) Pada bagian depan sklera terdapat selaput yang transparan

PERUBAHAN TEAR FILM SETELAH PEMBERIAN SERUM AUTOLOGUS TETES MATA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 TESIS

KMN Klinik Mata Nusantara

UPDATE MATERI PENATALAKSANAAN CORPUS ALIENUM PADA MATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan atau potensi kerusakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengkajian Sistem Penglihatan Mula Tarigan, SKp. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMBAGIAN SEDIAAN CAIR PER ORAL : ORAL : TOPIKAL : PARENTERAL : KHUSUS :

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bola mata terletak di dalam kavum orbitae yang cukup terlindung (Mashudi,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

Perbandingan Komplikasi Glaukoma Sekunder antara Pasien Post Operasi Tunggal dan Kombinasi Vitrektomi - Sklera Bukle

TATALAKSANA TRAUMA PADA MATA No.Dokumen No. Revisi 00

SISTEM PENGHANTARAN OBAT MELALUI REKTAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut data Riskesdas 2013, katarak atau kekeruhan lensa

Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di

SALEP, KRIM, GEL, PASTA Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS)

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

BAB I PENDAHULUAN. Kulit merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, yang

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

Sediaan Parenteral Volume Besar Sediaan Parenteral Volume Kecil. 07/10/2013 follow

FARMAKOLOGI ANESTESI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. pasien datang berobat ke dokter mata. Penyebab mata berair adalah gangguan

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi Mata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Batasan Partikel partikulat Kelebihan pengisian

SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2013 ANATOMI MATA. dr. H. SUTARA

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Penulis

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Katarak adalah suatu kekeruhan lensa yang. menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam(ilyas,2014).:

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM INDRA KHUSUS - MATA. Diberikan Pada Mahasiswa Semester V Fakultas Kedokteran Unhas

YANG DIBERIKAN SECARA REKTAL

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

ENTROPION PADA KUCING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

CLINICAL SCIENCE SESSION MIOPIA. Preseptor : Erwin Iskandar, dr., SpM(K)., Mkes.

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat

BAB 5 HASIL PENELITIAN

PENGARUH INJEKSI ANTI-VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (ANTI-VEGF) TERHADAP GRADE TRANSLUSENSI DAN PANJANG PTERIGIUM PRIMER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

Retina. Apakah RETINA itu?

Transkripsi:

10 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Sari Kepustakaan Penyaji Pembimbing : Pemberian Obat pada Mata : Akbar Yoga Wibawa : Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp.M(K) Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing Dr. M. Rinaldi Dahlan, dr., Sp.M(K) Rabu, 9 Mei 2018 Pukul 07.00 WIB 0

1 I. Pendahuluan Farmakoterapi di bidang oftalmologi mencakup penggunaan obat-obatan diagnostik untuk memudahkan pemeriksaan pasien, diagnosis pasien dan penggunaan obat-obatan terapeutik untuk mengobati pasien dengan penyakit atau kelainan pada mata. Pemberian obat-obatan pada mata merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi para ahli farmakologi dan para dokter mata karena anatomi dan fisiologi yang unik. Tantangan pemberian obat pada mata dikarenakan adanya hambatan statis dan hambatan dinamis. Hambatan statis berupa lapisan kornea, sklera, sawar darah-akuos dan sawar darah-retina. Hambatan dinamis berupa aliran darah koroid, aliran darah konjungtiva, dan eliminasi air mata. Kedua hambatan tersebut mempersulit proses pemberian dan penyerapan obat pada mata, terutama untuk segmen posterior. 1-4 Pentingnya peranan pemberian obat pada bidang oftalmologi mengharuskan para klinisi untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian obat pada mata. Sari kepustakaan ini akan membahas mengenai hambatan, jalur penyerapan obat pada mata, dan sediaan obat-obatan mata. II. Pemberian Obat pada Mata Pemberian terapi pada mata dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan adanya hambatan statis dan dinamis, pemberian secara sistemik merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Jalur penyerapan obat pada mata sangat tergantung oleh sifat kelarutan obat tersebut terhadap air atau lemak. Pemberian obat secara topikal atau lokal menjadi pilihan utama untuk menangani penyakit pada segmen anterior bola mata. 5, 6 2.1. Hambatan pemberian obat pada mata Eliminasi obat pada permukaan bola mata terjadi sesaat setelah pemberian obat secara topikal, air mata akan mengencerkan obat dan mengalirkan obat tersebut ke duktus nasolakrimal. Lapisan kornea yang memiliki sifat berbeda juga memberikan hambatan bagi pemberian obat pada mata. Sembilan puluh persen dari obat yang diberikan secara topikal akan dieliminasi secara sistemik di konjungtiva atau

2 mukosa nasolakrimal dan hanya sekitar sepuluh persen akan mencapai jaringan yang dituju. 7, 8 Lapisan air mata terdiri dari tiga lapisan. Lapisan terluar adalah lapisan lemak yang dihasilkan oleh kelenjar meibom di kelopak mata. Lapisan akuos di bagian tengah dihasilkan oleh kelenjar air mata. Lapisan musin di bagian terdalam dihasilkan oleh sel goblet konjungtiva. Air mata terdistribusi di permukaan bola mata dan akan bermuara ke pungtum lakrima kemudian akan mengalir ke rongga hidung melewati duktus nasolakrimal. 1, 9 Lapisan lemak Lemak tidak berpolar lemak berpolar Musin terlarut Lapisan akuos Lemak bebas Mucus terikat Lapisan mukus Mikrovili Epitel kornea Gambar 2.1 Lapisan film air mata Dikutip dari: Morrison 7 Kornea merupakan lapisan bola mata yang sangat mempengaruhi penyerapan bola mata. Kornea mempunyai 5 lapisan dengan berbagai sifat yang berbeda. Lapisan pertama adalah epitel kornea yang bersifat lipofilik dan mampu menahan hampir 90% obat hidrofilik. Stroma merupakan lapisan kornea yang paling tebal dan bersifat hidrofilik. Kedua lapisan tersebut dan tiga lapisan lainnya yaitu membran bowman, membran descemet, dan endotel membentuk suatu struktur yang sangat sulit untuk ditembus benda asing, termasuk obat-obatan. 7-9 Sistem sawar darah-bola mata merupakan hambatan fisik antara pembuluh darah dan bagian mata yang berfungsi untuk mempertahankan kejernihan dan fungsi dari bagian dalam bola mata. Terdapat dua sawar utama, yaitu sawar darah-akuos dan 8, 10 sawar darah-retina.

3 Badan siliar dan iris merupakan dua komponen utama dari sawar darah-akuos. Epitel tidak berpigmen dari badan siliar memproduksi humor akuos. Humor akuos mempunyai komposisi yang berbeda dari plasma yang terdapat di badan siliar dan plasma darah. Sawar untuk difusi molekul dibentuk oleh tautan kuat yang membentuk epitel tidak berpigmen dari badan siliar. Tautan kuat antara endotel vaskular iris memiliki protein yang serupa dengan tautan kuat yang membentuk epitel badan siliar, sehingga dapat dikatakan bahwa sawar badan siliar merupakan 10, 11 sawar epitelial, dan sawar pada iris merupakan sawar endotelial. Gambar 2.2. Lapisan kornea Dikutip dari: American Academy of Ophtalmology 9 Sawar darah-retina berfungsi untuk melindungi jaringan retina dari berbagai molekul. Sawar darah-retina terdiri dari dua lapisan. Lapisan sawar darah-retina dalam dibentuk oleh tautan kuat antara sel endotel pembuluh darah retina. Lapisan 2, 10, 12 sawar-retina luar dibentuk oleh tautan kuat epitel pigmen retina. 2.2 Jalur penyerapan obat pada mata Permukaan konjungtiva berfungsi sebagai salah satu area utama absorpsi obat pada permukaan mata. Konjungtiva dan sklera bertanggung jawab terhadap 20% dari seluruh absorpsi obat ke dalam iris dan badan siliar. Sklera melapisi 80% dari

4 keseluruhan permukaan mata. Sklera lebih permeabel terhadap substansi dengan berat molekul rendah dan larut air. Obat yang diserap melalui jalur ini harus melewati epitel konjungtiva terlebih dahulu. Stroma konjungtiva yang merupakan lapisan kaya akan pembuluh darah akan menyerap sebagian besar obat yang diteteskan ke dalam sirkulasi sistemik. Obat yang diteteskan di forniks inferior konjungtiva juga akan segera mengalir ke duktus nasolakrimal kemudian ke rongga hidung. Salah satu cara untuk meningkatkan waktu tinggal obat di forniks adalah dengan cara menekan kantus medial agar duktus nasolakrimal tertutup, atau dengan mengganti sediaan tetes mata menjadi salep mata yang lebih padat dan tidak mudah terlarut. 4, 8 Gambar 2.3 Sawar darah-bola mata, sawar darah-akuos, sawar darah-retina Dikutip dari: Occhiutto dkk. 12 Hal yang paling utama dalam pemilihan jalur pemberian obat pada mata adalah target jaringan yang dituju. Pemberian obat secara topikal dan subkonjungtiva digunakan untuk segmen anterior bola mata. Pemberian obat secara sistemik dan 3, 13 intravitreal digunakan untuk mencapai segmen posterior. 2.3 Pemberian Topikal Penyerapan obat yang diberikan secara topikal dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu penyerapan transkorneal dan penyerapan transkonjungtival atau

5 disebut juga transkleral. Obat-obatan lipofilik mempunyai indeks penyerapan yang lebih tinggi melalui rute transkorneal karena komposisi epitel kornea yang sebagian besar tersusun oleh lemak. Obat yang bersifat hidrofilik dan bermolekul besar 6, 13 diserap lebih baik secara transkonjungtiva. 2.3.1. Tetes Mata Tetes mata merupakan larutan steril dan sebagian besar bersifat isotonik yang mengandung obat atau hanya sebagai air mata buatan. Metode pemberian ini sangat umum karena cara produksinya yang sederhana, harga yang murah, dan mudah digunakan oleh pasien. Kekurangan dari sediaan ini adalah 95% dari obat ini dieliminasi oleh aparatus lakrimal dan berbagai sawar mata dalam 15-30 detik setelah pemberiannya. 6, 13 Bioavailabilitas okular dari tetes mata dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan penyerapan melalui kornea dan waktu tinggal obat di permukaan bola mata. Zat-zat yang digunakan untuk mencapai kedua hal tersebut antara lain 4, 13 zat penguat, agen pengental, dan siklodekstrin. 2.3.2 Salep Sediaan salep mata adalah suatu sediaan yang steril, semi solid, dan homogen. Sediaan ini membutuhkan zat non-akuos yang tidak mengiritasi mata. Salep mata memiliki empat jenis yang berbeda, Oleaginous base yang mempunyai dasar minyak, absorption base yang digunakan sebagai pelunak dan mengandung lanolin, water soluble base yang hanya mengandung zat yang larut air dan mempunyai berat molekul yang tinggi, dan water removable base yang merupakan minyak didalam emulsi. Sediaan salep mata mengurangi kecepatan eliminasi obat oleh air mata dan meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan kornea. Penggunaan sediaan ini 6, 13 disarankan pada malam hari karena menyebabkan pandangan kabur. 2.3.3. Hidrogel Hidrogel dibentuk dari sediaan kental yang dilarutkan di air atau cairan hidrofilik. Sediaan ini digunakan untuk meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata. Hidrogel lebih mudah diterima oleh pasien karena efek samping

6 sistemik yang lebih sedikit. Terdapat dua tipe hidrogel yaitu preformed gel, dan in situ gel. Preformed gel berbentuk larutan kental sederhana yang dioleskan ke mata. Gel polimerik ini sering digunakan sebagai hidrogel bioadhesive untuk meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata dan mengurangi frekuensi pemberian. In situ gel diberikan dalam bentuk tetesan pada mata dan akan mengalami perubahan dari larutan ke gel pada cul-de-sac karena perubahan eksternal. Perubahan eksternal yang mempengaruhi bentuk in situ gel adalah ph, temperatur, dan konsentrasi ion. Sediaan ini meningkatkan bioavailabilitas dengan meningkatkan durasi kontak dengan kornea dan mengurangi frekuensi 13, 14 pemberian. 2.3.4. Emulsi Emulsi merupakan sediaan yang dibentuk dari dua cairan yang tidak bercampur yang distabilkan oleh surfaktan. Emulsi memiliki sifat jernih dan stabil secara termodinamik. Terdapat dua tipe emulsi, yaitu oil in water (o/w) dan water in oil (w/o). Sediaan yang lebih sering digunakan untuk obat mata adalah emulsi o/w karena toleransi pasien yang lebih besar dan tingkat iritasi yang lebih rendah. Sifat sediaan ini yang tahan lama dan tingkat bioavailabilitas yang lebih tinggi membuat sediaan ini menjadi salah satu sediaan yang potensial untuk dikembangkan lebih 4, 13 lanjut. 2.3.5 Ophtalmic Inserts Sediaan ini terbuat dari materi polimerik yang diletakkan pada cul-de-sac konjungtiva antara sklera dan kelopak mata. Bentuk sediaan ini dikembangkan untuk meningkatkan bioavailabilitas dengan meningkatkan waktu kontak antara obat dan permukaan bola mata. Teknik penghantaran zat aktif pada sediaan ini adalah secara pelepasan dengan konsentrasi yang terkontrol selama waktu yang ditentukan. Ophtalmic inserts tidak memerlukan pengawet, dan harus segera diambil apabila sudah tidak diperlukan. Sediaan ini dibuat untuk meningkatkan bioavalabilitas dan mekanisme kerja obat dengan cara meningkatkan waktu kontak antara obat dan jaringan bola mata. Sediaan ini memiliki kekurangan pada segi

7 kenyamanan pasien karena bentuknya yang solid, penempatan, dan pelepasan yang sulit. 6, 13 2.3.6 Lensa kontak Lensa kontak merupakan plastik transparan yang berbentuk bulat, tipis, dan melengkung yang diletakkan di permukaan bola mata. Pemberian obat menggunakan lensa kontak akan meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan mata. Pemberian obat pada lensa kontak dilakukan dengan cara pencetakan atau dengan cara perendaman sederhana. Hal yang harus diperhatikan pada pembuatan sediaan ini adalah mempertahankan permeabilitas oksigen dan kejernihan dari lensa 6, 13 kontak tersebut. 2.4. Sediaan Lokal Pemberian obat secara lokal dapat melalui 2 cara yaitu periokular dan intra okular. Pemberian dengan cara periokular terdiri dari rute subkonjungtiva, subtenon, dan retrobulbar. Pemberian intraokular diberikan melalui intrakameral di bilik mata depan dan intravitreus di rongga vitreus. 4, 9 2.4.1 Periokular Pemberian obat secara periokular dapat dipertimbangkan apabila diperlukan konsentrasi obat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian topikal. Pemberian obat secara periokular termasuk injeksi subkonjungtiva, subtenon, retrobulbar, dan peribulbar. Pemberian secara periokular dapat digunakan untuk target jaringan sklera, koroid, epitel pigmen retina, retina neurosensori, dan vitreous. 4, 15 Pemberian obat secara injeksi subkonjungtiva memiliki kadar konsentrasi yang hampir serupa dengan pemberian topikal secara berulang. Pemberian injeksi subkonjungtiva memiliki keuntungan antara lain konsentrasi lokal yang lebih tinggi dengan penggunaan jumlah obat yang lebih kecil sehingga efek samping sistemik lebih rendah, konsentrasi obat di jaringan yang lebih tinggi untuk obat-obatan yang memiliki daya tembus kornea yang rendah, dan obat-obatan dapat disuntikkan saat akhir operasi agar pemberian obat topikal dan sistemik tidak diperlukan lagi.

8 Penyuntikan subkonjungtiva dilakukan dengan cara menusukkan jarum di antara 4, 15 konjungtiva bulbar dan kapsula tenon. Injeksi subtenon dilakukan dengan cara menyuntikkan obat ke dalam kapsula tenon di sekitar otot rektus superior. Rongga subtenon adalah rongga antara kapsula tenon dan sklera. Rongga ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu segmen anterior dan posterior. Injeksi subtenon anterior memiliki resiko perforasi bola mata yang cukup tinggi. 1, 3, 4 Gambar 2.4. Posisi penyuntikan periokular A. Subkonjungtiva, B. Subtenon, C. Retrobulbar. Dikutip dari : Bartlett 4 Injeksi retrobulbar dilakukan dengan cara meyuntikkan obat di dalam konus otot di belakang bola mata. Teknik ini sering digunakan untuk anestesi pada operasi yang berkaitan dengan kornea, bilik mata depan, dan lensa. Blok retrobulbar bertujuan untuk anestesi nervus siliaris, ganglion siliaris, dan nervus kranialis III, IV, VI. Pasien yang diberikan blok ini masih dapat menutup kelopak mata karena tidak terbloknya nervus kranial III. Injeksi retrobulbar hanya membutuhkan jumlah obat yang sedikit untuk mencapai konsentrasi dan kekuatan anestesi yang tinggi, akan tetapi mempunyai risiko komplikasi yang tinggi. Komplikasi dari injeksi retrobulbar antara lain perdarahan retrobulbar, perforasi bola mata, dan oklusi cabang vena retina. 4, 6, 16

9 Injeksi peribulbar dilakukan dengan cara menyuntikkan obat di luar konus otot. Teknik ini memerlukan jumlah obat yang lebih besar dibandingkan teknik retrobulbar, dan tingkat akinesia dari bola mata juga lebih rendah. Pemberian obat dengan cara ini sering dipilih karena tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pemberian obat dengan cara injeksi retrobulbar. 4, 6, 16 2.4.2 Intraokular Penanganan farmakologis pada penyakit mata tetap menjadi tantangan walaupun teknik pemberian obat secara topikal telah banyak dikembangkan. Bioavailabilitas obat pada segmen posterior mata amat rendah pada pemberian topikal ataupun sistemik akibat adanya sawar darah-bola mata. Pemberian obat dengan rute intraokular menyebabkan konsentrasi efektif zat suatu obat dapat langsung menuju tempat target terapi, sehingga menyebabkan efek samping sistemik yang sedikit walaupun efek samping okular akan meningkat. 6, 9 Injeksi intrakameral dilakukan dengan cara memberikan obat langsung ke bilik mata depan sehingga tidak perlu menembus sawar kornea dan obat yang disuntikkan hanya akan berada di segmen anterior bola mata. Pemberian obat dengan cara ini akan meningkatkan tekanan inta okular, sehingga perlu berhati-hati pada pasien dengan tekanan intraokular tinggi. Injeksi intravitreal juga telah banyak digunakan untuk pemberian obat langsung ke dalam badan vitreus. Penanganan permasalahan pada segmen posterior mata amat terhambat apabila menggunakan pemberian obat secara sistemik karena adanya sawar darah-retina. 4, 9 III. Simpulan Pemahaman tentang metode pemberian obat pada mata penting dalam menentukan terapi yang tepat pada pasien. Adanya sawar anatomi mata sangat mempengaruhi pemilihan sediaan obat yang digunakan. Sediaan obat topikal digunakan untuk kelainan pada segmen anterior mata. Suntikan lokal dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi obat yang tinggi di target jaringan.

110 DAFTAR PUSTAKA 1. Gaudana R, Ananthula HK, Parenky A, Mitra AK. Ocular drug delivery. AAPS. 2010;12(3):348-60. 2. Di Huang Y-SC, Rupenthal ID. Overcoming ocular drug delivery barriers through the use of physical forces. Advance Drug Delivery Reviews. 2017. 3. Patel A, Cholkar K, Agrahari V, Mitra AK. Ocular drug delivery systems: An overview. World J Pharmacol. 2015;2(2):47-64. 4. Bartlett JD. Ophtalmic drug delivery. Dalam: Richard G Fiscella, Holdeman NR, Prokopich CL, editor. Clinical ocular pharmacology. Edisi ke 5. Missouri: Butterworth-Heinemann Elsevier; 2008. 5. Yellepeddi VK, Palakurthi S. Recent advances in topical oular drug delivery. Journal of Ocular Pharmaccology and Therapeutics. 2016;32(2). 6. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts F, Pearlman E. General and ocular pharmacology. The eye basic sciences in practice. Edisi ke-4. USA: Elsevier; 2016. hlm. 347-55. 7. Morrison PWJ, Khutoryanskiy VV. Advances in ophtalmic drug delivery. Therapeutic Delivery. 2014;5(12). 8. Dhanapal R, Ratna JV. Ocular drug delivery system - a review. Innovative Drug Discovery. 2012;2(1):4-15. 9. American Academy of Ophthalmology. Pharmacology principles. Basic clinical science course: fundamentals and principles of opthalmology. Philadelphia USA: American Academy of Ophthalmology; 2016-2017. hlm. 293-304. 10. Chen M-s, Hou P-K, Tai T-Y, Lin BJ. Blood ocular barriers. Tzu Chi Medical Journal. 2008;20(1):25-34. 11. Manik-Goel RGP, Lee RK, Sanjoy K. Bhattacharya. Akuos humor dynamics: a review. The Open Ophtalmology Journal. 2010;4:52-9. 12. Occhiutto ML, Freitas FR, Maranhao RC, Costa VP. Breakdown of the bloodocular barrier as a strategy for the systemic use of nanosystems. Pharmaceutics. 2012;4(2):252-75. 13. Dubald M, Bourgeois S, Andreau V, Fessi H. Ophthalmic drug delivery systems for antibiotherapy a review. Pharmaceutics. 2018;10(10):1-31. 14. Susanne Kirchhof AMG, Brandl FP. Hidrogel in ophtalmic applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 2015;95:227-38. 15. Raghava S, Hammond M, Kompella UB. Periocular routes for retinal drug delivery. Expert Opinion in Drug Delivery. 2004;1(1):99-144. 16. Alhassan MB, Kyari F, Ejere HO. Peribulbar versus retrobulbar anaesthesia for cataract surgery. Cochrane Database of Systematic Reviews 2008(3). 10