LEKSIKOLOGI SASTRA DALAM MANTRA PENANAMAN TEMBUNI LITERARY LEXICOLOGY IN THE PLACENTA PLANTING SPELL

dokumen-dokumen yang mirip
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN KOSAKATA DASAR MENJADI PARAGRAF DESKRIPSI MELALUI MEDIA GAMBAR PADA SISWA KELAS I SD NEGERI I KEPOSONG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. agar para siswa terampil berbahasa, yaitu terampil mendengarkan (listening skill),

KARYA ILMIAH PEMBELAJARAN DENGAN TEKNIK BERCERITA MELALUI GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KOSAKATA ANAK DALAM BERBAHASA

PENGGUNAAN MAJAS DALAM PUISI MENGGUNAKAN MEDIA LAGU SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I GUNUNG TALANG

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan saat-saat penting dalam kehidupan seseorang. Peristiwa-peristiwa penting

BAB I PENDAHULUAN. kearifan nenek moyang yang menciptakan folklor (cerita rakyat, puisi rakyat, dll.)

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun bangsa Indonesia sudah memiliki tradisi tulis, tidak dapat disangkal

b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III ini mencakup lokasi penelitian, langkah-langkah atau cara-cara

BAB V PENUTUP. 1. Wujud sarana retorika yang digunakan dalam Puisi-puisi Anak di Harian

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dapat

PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Dalam bab kelima ini akan disajikan dua hal, yaitu (1) simpulan, dan (2)

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMEROLEHAN RAGAM BAHASA JAWA PADA ANAK USIA 2 TAHUN (Studi kasus) ABSTRAK

A. Latar Belakang Kegiatan pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan siswa, baik pada aspek pengetahuan, sikap

BAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ninda Beny Asfuri, S.Pd, M.Pd ABSTRAK. Kata Kunci : Keterampilan Berbicara, Bahasa Jawa, Role Playing

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna di muka bumi.

BAB II LANDASAN TEORETIS

ANALISIS KEMAMPUAN PENGGUNAAN EJAAN DALAM KARANGAN NARASI SISWA KELAS V SDN TLOGOSARI KULON 05 SEMARANG. Maria Fransiska dan Ikha Listyarini

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI RAKYAT DENGAN MODEL QUANTUM TEACHING

BAB III METODE PENELITIAN. Pertukangan Kayu di Desa Lebak Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra lisan sebagai sastra tradisional telah lama ada, yaitu sebelum

PEMANFAATAN SASTRA SEBAGAI BAHAN AJAR PENGAJARAN BIPA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sampai saat ini tidak banyak penelitian yang memperhatikan tentang

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA NOVEL LA GRANDE BORNE KARYA NH. DINI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Astri Rahmayanti, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan

2016 PANDANGAN MASYARAKAT SUNDA TERHADAP ORANG BANGSA ASING

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

BAB III METODE PENELITIAN. Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan langkah-langkah untuk mengkaji data. Pada

ANALISIS PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM PUISI KARANGAN SISWA KELAS IX MADRASAH TSANAWIYAH MADANI CERUK IJUK TAHUN AJARAN 2012/2013 ARTIKEL E-JOURNAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GAYA BAHASA PERSONIFIKASI PADA KARANGAN SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 9 GEMOLONG SRAGEN

PEMAKAIAN PERPADUAN LEKSEM BAHASA INDONESIA DALAM TABLOID NOVA EDISI JULI Jurnal Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

HARAPAN, DOA, DAN SELAMAT

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. ke dalam tiga kelompok berdasarkan tipenya, yaitu folklor lisan, sebagian

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti. 1 Pemilihan lokasi atau site selection

ANALISIS GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA CERPEN SURAT KABAR KOMPAS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2016 ARTIKEL E-JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

BAB III METODE PENELITIAN

POLA GAYA BAHASA DALAM TEKS PIDATO SISWA KELAS X SMA MAARIF LAWANG TAHUN PELAJARAN 2012/2013. Dianti Setia Dharma 1 Sumadi 2 Titik Harsiati 3

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. mengenai dunia alam ataupun dunia sosial. memprioritaskan pada gambaran kejadian-kejadian yang berlangsung pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. (Mulyana, 2002: 145) merupakan proses, prinsip, dan prosedur yang kita

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. memberikan panduan kepada peneliti tentang urutan-urutan bagaimana penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Tabel 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian X X X. 4 Analisis Data X X

MEDIA GAMBAR BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. di Jalan Balayudha kilometer 4,5 Palembang Sumatera Selatan. Alasan

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh: Dibimbing oleh : 1. Dr. Endang Waryanti, M.Pd 2. Dra. Sumiyarsi SRI RAHAYU SETIYA NINGSIH NPM:

BAB III METODE PENELITIAN. yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar,

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN KATA SAMBUNG PADA KARANGAN SISWA SMP N 2 GATAK SUKOHARJO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA TUTURAN MAHASISWA DALAM SEMINAR PROPOSAL SKRIPSI MAHASISWA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Klaten terutama di tempattempat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tabel III. Waktu dan Tempat Penelitian. Agustus September Oktober November Desember Januari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa Indonesia merupakan salah satu aset kebudayaan bagi bangsa

BAB III METODE PENELITIAN. dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS KETERAMPILAN MENULIS WACANA DESKRIPSI DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

BAB I PENDAHULUAN. Segala aktivitas kehidupan manusia menggunakan bahasa sebagai alat perantaranya.

BAHASA PERTAMA SISWA SMAN TITIAN TERAS HAS DALAM KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa yang digunakan terdiri atas bahasa lisan dan bahasa tulis. Oleh karena itu,

ANALISIS DAN KOREKSI KESALAHAN PENALARAN PADA PENGGUNAAN BAHASA PAPAN PERINGATAN DI WILAYAH KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

LEKSIKOLOGI SASTRA DALAM MANTRA PENANAMAN TEMBUNI LITERARY LEXICOLOGY IN THE PLACENTA PLANTING SPELL Casim a, Fikri Hakim b, Titin Setiartin R c, Agi Ahmad Ginanjar d Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jalan Siliwangi No. 24, Tasikmalaya, Indonesia Pos-el: casim@unsil.ac.id Naskah diterima: 18-11-2019; direvisi: 16-12-2019; disetujui: 25-12-2019 Abstract Lexicology has a very important role in the study of spells, especially in the study of meaning (style). This paper focuses on: 1) the vocabulary used in the spell how to the placenta planting spell and translation; 2) mantra studies how to the placenta planting spell by examining meaning in language style. This type of research is descriptive qualitative research methods of text analysis. The data obtained are examined using descriptive analysis approach. From the results of a study on how to plant the placenta spells found: 1) the vocabulary used in the spell of how to grow the afterbirth is the Java Language Ngoko-Chromo among: meneng, jabang bayi, siro, beko, marang, bopo, biyung, sedulur, inggih; 2) spells by planting the placenta contained a tautolog-style parallelism assertion language (meneng -meneng, sugih-sugih, wani-wani, siro-siro, sedulursedulur, inggih inggih inggih; alliteration (meneng -meneng, wani-wani, sedulur-sedulur); and inversion (meneng-meneng jabang bayi siro). Keywords: Lexicology literature, spells, vocabulary, meaning Abstrak Leksikologi memiliki peranan yang sangat penting dalam kajian mantra, khususnya pada telaah makna (gaya bahasa). Tulisan ini difokuskan pada: 1) kosakata yang digunakan dalam mantra penanaman tembuni dan terjemahan; 2) kajian mantra penanaman tembuni dengan menelaah makna dalam gaya bahasa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode analisis teks. Data yang diperoleh dikaji dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif. Dari hasil kajian mengenai mantra penanaman tembuni ditemukan: 1) kosakata yang digunakan dalam mantra penanaman tembuni yaitu berbahasa Jawa Ngoko-Kromo di antaranya meneng, jabang bayi, siro, beko,, marang, bopo, biyung, sedulur, inggih; 2) mantra penanaman tembuni terdapat gaya bahasa penegasan tautologi-pararelisme (meneng-meneng, sugih sugih, wani-wani, siro siro, sedulur-sedulur, inggih inggih inggih), aliterasi di antaranya: menengmeneng; kalimat ketiga wani-wani dan sedulur-sedulur; Inversi/ predikat berada di depan subjek (meneng-meneng jabang bayi siro). Kata kunci: Leksikologi sastra, mantra, kosakata, makna PENDAHULUAN Indonesia memiliki keberagaman budaya, sastra, dan bahasa. Salah satu ragam sastra yang ada di Indonesia yaitu sastra lama. Sastra lama yang berkembang di Indonesia disampaikan secara turun temurun oleh nenek moyang melalui leluri. Sastra lama dibagi menjadi tiga bagian yaitu cerita rakyat, teater rakyat dan puisi rakyat. Sastra lama dibagi dalam tiga ragam besar, yakni puisi rakyat, cerita rakyat, dan teater rakyat. Puisi rakyat termasuk di dalamnya, yaitu syair, pantun, 117

Multilingual, Vol. 18, No.2, Desember 2019 gurindam, karmina, dan mantra (Casim, 2017: 116). Mantra adalah kata-kata atau ayat yang apabila diucapkan dapat menimbulkan kuasa gaib atau jampi. Mantra adalah salah satu sastra lisan yang berkembang sejak sebelum tradisi tulis di Indonesia. Mantra tersedia dalam berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia, baik itu bahasa Jawa, Sunda, Minang, Lampung, dan Bali. Mantra pada umumnya seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Bahkan mantra seringkali dianggap tidak mendidik karena dianggap tidak rasional dan mantra selalu dikaitkan dengan hal magis. Padahal mantra mengandung nilai moral yang bersifat mendidik dan bermanfaat untuk dunia pendidikan. Mantra yang berkembang di masyarakat menunjukkan bahwa mantra acap kali berlaku jujur dalam menunjukkan proyeksi emosi penciptanya atau suatu masyarakat. Fungsi tersebut sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakat. Dapat saja fungsi tersebut menjadi fungsi pendidikan dalam hal pemeliharaan kebudayaan, bukan lagi dalam konteks fungsi proyeksi. Penggalian dan pemeliharaan sastra dan budaya daerah bermanfaat bagi dunia pendidikan (Fahmi 2015: 340). Pertunjukan puisi lisan/mantra mempunyai fungsi sendiri-sendiri yang ditentukan oleh masyarakatnya. Fungsi tersebut sesuai dengan konteks sosial budaya masyarakatnya. Fungsifungsi itu meliputi: (1) sebagai sistem proyeksi, (2) sebagai pengesahan budaya, (3) sebagai alat pendidikan, (4) sebagai alat pemaksa berlakunya norma-norma masyarakat dan pengendalian masyarakat. Tuloli dan Danandjaja (dalam Badrun, 2003: 25), yakni: (1) sebagai alat kendali sosial, (2) untuk hiburan, (3) untuk memulai suatu permainan, (4) untuk mengganggu orang lain. Sementara Tuloli berpendapat puisi lisan berfungsi untuk pendidikan dan hiburan. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh (Amir dan Patriantoro, 2012:83) dengan judul Majas Mantra Nyanghatn pada Upacara Kapokokng Suku Dayak Kantuk. Berdasarkan analisis data, makna yang ditemukan berupa majas perbandingan, majas penegasan, dan majas pertentangan. Majas perbandingan yang ditemukan dari mantra nyanghatn meliputi personifikasi, metafora, alegori, allusion. Majas penegasan yang ditemukan yaitu klimaks, anti klimaks, tautologi, repetisi, dan pleonasme. Majas pertentangan yang ditemukan ada analisis mantra nyanghatn, yaitu antithesis. Berdasarkan penelitian Amir dan Patrianto, penulis tertarik untuk melakukan penelitian leksikologi sastra dalam mantra cara menanam tembuni. Leksikologi sastra dalam mantra menanam tembuni difokuskan pada kosakata dan gaya bahasa, karena setiap mantra memiliki kosakata dan gaya bahasa yang beragam. Kosakata atau leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa, komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa 118

Casim dkk: Leksikologi Sastra Dalam Mantra Penanaman Tembuni termasuk dalam bahasa mantra. Hal ini sejalan dengan pendapat (Chaer, 2007: 2 6) bahwa, Leksikon berasal dari bahasa Yunani yakni, lexikόn atau lexikόs yang berarti kata, ucapan, atau cara bicara. Istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan, maupun secara sebagian. Dalam teks mantra terdapat ragam leksikon, ragam leksikon dapat berupa kosakata dasar, kosakata pasif-aktif, dan kosakata umum-khusus. Menurut (Tarigan, 2009) jenis kosakata dapat dikategorikan sebagai berikut. 1. Kosakata Dasar Kosakata dasar (basic vocabulary) adalah kata-kata yang tidak mudah berubah atau sedikit sekali kemungkinannya dipungut dari bahasa lain. Di bawah ini yang termasuk ke dalam kosakata dasar, yaitu: a. Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, anak, nenek, kakek, paman, bibi, mertua, dan sebagainya. b. Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, lidah dan sebagainya. c. Kata ganti (diri, petunjuk), misalnya: saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan sebagainya. d. Kata bilangan, misalnya: satu, dua, sepuluh, seratus, sejuta, dan sebagainya. e. Kata kerja, misalnya: makan, minum, tidur, pergi, dan sebagainya. f. Kata keadaan, misalnya: suka, duka, lapar, haus, dan sebagainya. g. Kosakata benda, misalnya: tanah, udara, air, binatang, matahari, dan sebagainya. 2. Kosakata Aktif dan Kosakata Pasif Kosakata aktif ialah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah kosakata yang jarang bahkan tidak pernah dipakai, tetapi biasanya digunakan dalam istilah puitisasi. Berdasarkan pendapat Tarigan, salah satu kosakata dikategorikan pada kosakata dasar dan kosakata aktif-pasif. Keterkaitan dengan teks mantra, bahwa dalam teks mantra tidak lepas dari kosakata dasar dan kosakata aktif-pasif. Maka dari itu, kosakata yang dimaksud dalam penelitian leksikologi sastra dalam mantra cara menanam tembuni difokuskan pada kosatakata dasar dan kosakata aktif-pasif. Kosakata dalam teks mantra cara menanam tembuni tidak dapat lepas dari gaya bahasa. Gaya bahasa atau majas adalah pengungkapan perasaan atau pikiran dengan menggunakan pilihan kata atau kalimat tertentu. Dengan cara itu, kesan dan efek yang ditimbulkan dapat mencapai semaksimal mungkin (Sanga, Felysianus, 2016:70). Sejalan 119

Multilingual, Vol. 18, No.2, Desember 2019 dengan pendapat (Keraf, 1984: 113) mendefinisikan gaya bahasa yaitu kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata secara indah. Menggunakan kata-kata secara indah ini dilakukan untuk menimbulkan nilai estetis atau kepuitisan dalam suatu karya sastra. Dalam mantra cara menanam tembuni terdapat gaya bahasa. Gaya bahasa yang digunakan dalam mantra cara menanam tembuni diklasifikasikan pada gaya bahasa penegasantautologi-paralisme, inversi dan pleonasme. METODE PENELITIAN Jenis penelitian leksikologi sastra dalam mantra penanaman tembuni yaitu jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif-analitik. Karakteristik penelitian kualitatif, yaitu (1) menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data langsung, (2) sifatnya deskriptif analitik, (3) tekanan penelitian ada pada pros es bukan pada hasil, (4) sifatnya i nduktif, (5) mengutamakan makna (Bodgan, 1982:27 29). Sugiyono (dalam Budrisari, 2014:49) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga teknik pengumpulan data, dapat dilihat dalam gambar berikut ini. Observasi Teknik Pengumpulan Data Wawancara Dokumentasi Gambar 1. Teknik Pengumpulan Data Dari gambar 1 di atas, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik observasi, teknik wawancara, dan teknik dokumentasi. Teknik observasi dilakukan untuk 120

Casim dkk: Leksikologi Sastra Dalam Mantra Penanaman Tembuni mencari informasi tentang mantra yang akan diteliti, dan menentukan informan. Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara semi terstruktur. Sedangkan teknik dokumentasi yang digunakan adalah rekaman suara, video, foto, catatan lapangan, dan dokumen. adalah cross-check. Triangulasi merupakan pengumpulan dan pengecekan data menggunakan perspektif berlainan. Misalnya; menggabungkan catatan lapangan hasil pengamatan dan naskah hasil wawancara (disebut metode triangulasi). Teknik validitas data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik triangulasi sumber. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian ini yaitu dari para informan yang lahir, tinggal, dan besar di desa yang diteliti. Sumber penelitian diperoleh dari informan kunci (Kln/46 th /L) yaitu pemilik atau penutur mantra penanaman tembuni. Teknik Validitas Data Teknik validasi data penelitian yang digunakan adalah triangulasi dan informan review. Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi data/sumber, triangulasi metode, dan triangulasi teori. Seperti yang diungkapkan oleh Suwartono (2014: 76 77) bahwa triangulasi merupakan cara paling populer ditempuh untuk mengawal kesahihan data penelitian istilah lainnya Teknik Verifikasi Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis struktural dan analisis model interaktif ( interactive model of analysis) yang dikembangkan Miles dan Humberman (dalam Sarmadi, 2009: 65). Analisis model interaktif ini meliputi tiga komponen penting yang selalu bergerak, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Secara lebih jelas, analisis model interaktif tersebut disajikan dalam gambar 2 di bawah ini. 121

Multilingual, Vol. 18, No.2, Desember 2019 Pengumpulan Data PenyajianData ReduksiData Penarikan simpulan/verifikasi Gambar 2 Teknik Validitas Data dengan Metode Interaktif Miles dan Humberman (dalam Sarmadi, 2009: 65) PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dan kajian mengenai Leksikologi Sastra dalam Mantra Penanaman Tembuni dikatahui hal sebagai berikut: 1) Teks mantra diperoleh dari informan kunci (Kln/46 th /L) berbentuk teks lisan (bahasa Jawa) dan ditranskripsikan ke dalam teks tulis. Mantra penanaman tembuni diucapkan setelah proses kelahiran bayi, bayi yang baru lahir memiliki ari-ari dan ari-ari tersebut harus dikubur di dalam tanah dengan membacakan mantra penanaman tembuni. Mantra penanaman tembuni memiliki jenis kosakata dan gaya bahasa, maka dari itu penulis deskripsikan lebih jelas di bawah ini. Teks Mantra Penanaman Tembuni dan Terjemahan Tabel 1 Mantra Penanaman Tembuni Teks Mantra Penanaman Tembuni Terjemahan Meneng-meneng jabang bayi siro, Diam-diam kamu anak bayi yang baru Ojo sugih tangis lan ojo sugih beko. 1 lahir, Siro ojo sugih lelowo lacaturan. 2 Jangan banyak menangis dan jangan banyak Temenan siro ojo wani-wani marang bopo rewel. 1 biyung siro Kamu jangan banyak nakal suka berkelahi. 2 Siro ojo wani guru siro, Beneran kamu jangan berani-berani sama Lan sedulur-sedulur kabeh. 3 bapak ibu kamu, inggih inggih inggih 4 Kau jangan berani sama guru kamu, dan saudara-saudara kamu. 3 iya iya iya 4 122

Kosakata dalam Mantra Penanaman Tembuni Kosakata dalam mantra penanaman tembuni yaitu kosakata dasar, sesuai dengan pernyataan Tarigan (2009) ada tujuh penggolongan kosakata dasar di antaranya: 1) Istilah kekerabatan, misalnya: ayah, anak, nenek, kakek, paman, bibi, mertua, dan sebagainya; 2) Nama-nama bagian tubuh, misalnya: kepala, rambut, lidah dan sebagainya; 3) Kata ganti (diri, petunjuk), misalnya: saya, kamu, dia, kami, kita, mereka, ini, itu, sana, sini dan sebagainya; 4) Kata bilangan, misalnya: satu, dua, sepuluh, seratus, sejuta, dan sebagainya; 5) Kata kerja, misalnya: makan, minum, tidur, pergi, dan sebagainya; 6) Kata keadaan, misalnya: suka, duka, lapar, haus, dan sebagainya; dan 7) Kosakata benda, misalnya: tanah, udara, air, binatang, matahari, dan sebagainya. Untuk pengklasifikasian kosakata dasar pada mantra penanaman tembuni dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Kosakata Dasar Mantra Penanaman Tembuni Teks Mantra Penanaman Tembuni Klasifikasi Kosakata Dasar Meneng-meneng kata kerja Jabang bayi kata ganti Siro kata ganti Ojo kata kerja Sugih Tangis kata keadaan Beko kata keadaan Lelowo kata keadaan Lacaturan kata keadaan Wani-wani kata kerja Marang kata ganti Bopo istilah kekerabatan Biyung istilah kekerabatan Guru kata ganti Sedulur-sedulur kata ganti Kabeh kata ganti Casim dkk: Leksikologi Sastra Dalam Mantra Penanaman Tembuni Berdasarkan tabel 2 di atas terdapat empat jenis kosakata dasar dalam mantra penanaman tembuni di antaranya: 1) kata kerja yaitu[meneng-meneng], [ojo], dan [wani-wani]; 2) kata ganti yaitu [jabang Bayi], [siro], [marang], [Guru], [sedulur-dulur], dan [kabeh]; 3) kata keadaan yaitu [sugih tangis], [beko], [lelowo], dan [lacaturan]; 4) istilah kekerabatan yaitu [Bopo] dan [Biyung]. Selain diklasifikasikan pada kosakata dasar, dalam mantra penanaman tembuni digolongkan pada dua jenis bahasa Jawa. Kosakata yang digunakan dalam mantra penanaman tembuni yaitu bahasa Jawa Kromo. Bahasa Jawa Kromo merupakan tingkatan dalam bahasa Jawa yang temasuk ragam hormat. 123

Multilingual, Vol. 18, No.2, Desember 2019 Bahasa Jawa Ngoko merupakan tingkatan bahasa yang terendah dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk berbicara dengan orang yang sudah akrab, dengan orang yang lebih rendah kedudukannya, atau dengan orang yang lebih muda (KBBI V, Tabel 3 Kosakata Bahasa Jawa Ngoko dan Kromo Jawa Ngoko Jawa Kromo meneng Menuding siro ojo wani-wani temenan marang Biyung Biyung lan sedulur-sedulur kabeh inggih 2016, 0.2.1 Beta 21). Kosakata bahasa Jawa Kromo-Ngoko dalam mantra penanaman tembuni, penulis deskripsikan di bawah ini. Meneng (Diam) Meneng termasuk bahasa Jawa Ngoko, artinya; diam. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), diam artinya tidak bersuara (berbicara); tidak bergerak (diam di tempat); dan tidak berbuat (berusaha). Kosakata meneng dalam mantra penanaman tembuni, memiliki makna diam. Bayi yang baru lahir didoakan untuk tidak bersuara (tidak banyak menangis) dan tidak boleh banyak bergerak. Siro (Kamu, Kalian, Mereka) Siro termasuk bahasa Jawa Kromo, artinya; kamu. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), kamu artinya yang diajak bicara; yang disapa (dalam ragam akrab atau kasar). Kata siro dalam mantra penanaman tembuni, ditunjukkan kepada anak bayi yang baru lahir bisa diajak bicara atau disapa. Ojo (Jangan) Ojo termasuk bahasa Jawa Ngoko, artinya; jangan. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), jangan artinya kata yang menyatakan melarang; tidak boleh, hendaknya tidak usah. Kata ojo dalam mantra penanaman tembuni ditunjukkan kepada bayi yang baru lahir bahwa bayi dilarang nakal, tidak patuh kepada orang tuanya. Temenan(Benaran/ Benar-Benar) Temenan termasuk bahasa Jawa Ngoko; artinya benaran. Dalam KBBI (2016, 0.2.1 Beta 21), benaran artinya yang sesungguhnya. Kata benaran dalam mantra penanaman tembuni 124

Casim dkk: Leksikologi Sastra Dalam Mantra Penanaman Tembuni dikhususkan kepada bayi yang baru lahir, bahwa bayi tersebut benar-benar harus patuh kepada orang tuanya. Biyung (Ibu) Biyung termasuk bahasa Jawa Ngoko; artinya Ibu, dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), Ibu artinya wanita yang melahirkan seorang anaknya; sapaan untuk seorang wanita. Kata Ibu dalam mantra penanaman tembuni merujuk pada kalimat temenan siro ojo wani-wani marang bopo biyung siroartinya benar kamu jangan berani-berani pada Bapak dan Ibu. Makna yang terkandung dalam kalimat tersebut, terdapat nasihat kepada bayi baru lahir untuk patuh kepada Bapak dan Ibu yang melahirkannya. Wani-Wani (Berani-Berani) Wani-wani termasuk bahasa Jawa Kromo, artinya; berani-berani. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), berani artinya mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan; tidak takut. Maka, berani-berani yaitu asal berani; berani yang tidak beralasan. Kata wani-wani dalam mantra penanaman tembuni, bahwa berharap bayi baru lahir agar tumbuh menjadi orang yang berani, tangguh, dan percaya diri. Sedulur-Sedulur (Saudara-Saudara) Sedulur-sedulur merupakan bahasa Jawa Ngoko, artinya saudara-saudara. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), saudara artinya orang yang seibu seayah (atau hanya seibu seayah saja); adik atau kakak. Katasedulur dalam mantra penanaman tembuni, maka bayi yang didoakan diharapkan tumbuh menjadi orang yang bermanfaat untuk Ayah, Ibu, Kakak, maupun keluarga. Keluarga dalam konteks sekandung, seagama, sepaham dan sederajat. Inggih (Iya) Inggih merupakan bahasa Jawa Kromo, artinya iya. Dalam KBBI V (2016, 0.2.1 Beta 21), iya artinya ya. Kata Inggih merujuk pada kalimat-kalimat yang ada pada tabel 1 di atas, bahwa bayi baru lahir diberi nasihat untuk patuh kepada orang tua, keluarga dan masyarakat. Gaya Bahasa dalam Mantra Penanaman Tembuni Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau memengaruhi penyimak atau pembaca (Tarigan, 2009, hlm.4). Dalam mantra penanaman tembuni terdapat gaya bahasa penegasan; tautologi-pararelisme, inversi/ predikat berada di depan subjek, pleonasme. Untuk lebih jelas, penulis deskripsikan klasifikasi gaya bahasa penegasan di bawah ini. Tautologi-Pararelisme Dalam mantra penanaman tembuni terdapat gaya bahasa penegasan tautologipararelisme. Gaya bahasa tautologi adanya 125

Multilingual, Vol. 18, No.2, Desember 2019 pengulangan sebuah kata dalam kalimat atau mempergunakan kata-kata yang diterangkan atau mendahului. Ojo sugih tangis lan ojo sugih beko. 1 Temenan siroojowani-wani marang bopo biyung siro Siroojo wani guru siro, Lan sedulur-sedulur kabeh. 3 Hasil wawancara (Kln/46 th /L/1) Hasil wawancara (Kln/46 th /L/3) Pada kutipan satu, terdapat pengulangan kata dalam satu kalimat yaitu kata ojo, hal ini menunjukkan bahwa dalam mantra cara menanam tembuni terdapat gaya bahasa penegasan tautologi-pararelisme. Kutipan tiga terdapat pengulangan kata siro, ojo, dan wani. Hal ini, membuktikan bahwa dalam kutipan tiga terdapat gaya bahasa penegasan tautologiparalisme. Aliterasi Aliterasi merupakan gaya bahasa yang terdapat pengulangan bunyi vokal yang sama. Berdasarkan hasil kajian mengenai mantra cara menanam tembuni terdapat gaya bahasa aliterasi. Untuk lebih jelas, dapat dilihat dalam kutipan di bawah ini. Meneng-meneng jabang bayi siro, Ojo sugih tangis lan ojo sugih beko. 1 Temenan siro ojowani-wani marang bopo biyung siro Siro ojo wani guru siro, Lan sedulur-sedulur kabeh. 3 Berdasarkan hasil wawancara dengan (Kln/46th/L/3), bahwa dalam mantra cara menanam tembuni terdapat gaya bahasa aliterasi. Gaya bahasa aliterasi terdapat pada kalimat pertama, meneng-meneng; kalimat ketiga waniwani dan sedulur-sedulur. Hasil wawancara (Kln/46 th /L/1) Hasil wawancara (Kln/46 th /L/3) Inversi Inversi merupakan gaya bahasa dalam pengungkapan predikat kalimat mendahului subjek, karena lebih diutamakan.dalam mantra cara menanam tembuni terdapat inversi, lebih jelas dapat dilihat dalam kutipan hasil wawancara berikut ini. 126

Casim dkk: Leksikologi Sastra Dalam Mantra Penanaman Tembuni Meneng-meneng jabang bayi siro, Ojo sugih tangis lan ojo sugih beko. 1 Hasil wawancara (Kln/46 th /L/1) Hasil wawancara dengan (Kln/46th/L/3), bahwa dalam mantra menanam tembuni terdapat inversi dengan ditunjukkan kata meneng-meneng. Kata meneng-meneng dikategorikan sebagai predikat dan jabang bayi siro dikategorikan sebagai subjek. Maka, dapat disimpulkan bahwa, dalam mantra cara menanam tembuni terdapat predikat yang mendahului subjek. PENUTUP Berdasarkan hasil dan kajian mengenai mantra cara menanam tembuni, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kosakata dan gaya bahasa penegasan. Kosakata yang ada dalam mantra cara menanam tembuni, yaitu berbahasa Jawa Ngoko dan Jawa Kromo.Kosakata dalam bahasa Jawa Ngoko di antaranya: meneng; ojo, temenan, marang, biyung, lan, sedulur-sedulur, dan kabeh; terdapatjawa Kromo di antaranya: siro, wani-wani, biyung, dan inggih. Sedangkan gaya bahasa penegasan dalam mantra cara menanam tembuni di antaranya gaya bahasa penegasan tautologi-paparelisme, aliterasi, dan inversi. DAFTAR PUSTAKA Amir dan Patriantoro, (2012). Majas Mantra Nyanghatn pada Upacara Kapokokng Suku Dayak Kantuk. Regional Conference on Local Knowledge (RCKL). Hlm. 48. 6 September 2019. http://103.126.83.4/index.php?p=fstream-pdf&fid=797&bid=797 Bogdan, Bilken. (1982). Qualitative Research for Education; an Introduction to Theory and Methods. Sydney: Allyn and Bacon, Inc. Budrisari, Friska. (2014). Study Ethnomathematics; Mengungkap Aspek-Aspek Matematika Pada Penentuan Hari Baik Aktivitas Sehari-Hari Masyarakat Adat Kampung Kuta Di Ciamis Jawa Barat. Tesis: UPI Bandung. Casim. (2017). Inventarisasi Tradisi Lisan di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Prosiding Bahasa dan Sastra 2017. Hlm. 116. 11-12 Oktobe 2019. http://adobsi.org/wp-content/uploads/2018/01/prosiding-konnas-basastra-iv-2017.pdf Chaer, Abdul. (2007). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Fahmi, Ridzky Firmansyah. (2015). Kajian Mantra Asihan di Daerah Tasikmalaya. [Online] Tersedia: file:///c:/users/areuyservice/downloads/34.%20ridzky%20firmansyah%20fahmi%20%20kajian%2 0mantra%20asihan%20di%20daerah%20tasikmalaya%20(1).pdf. (18 Oktober 2019). Kemendikbud. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V. Jakarta: Kemendikbud, Aplikasi Resmi. 127

Sanga, Felysianus. (2016). Leksikologi. PTK Press: NTT. Sarmadi. (2009). Kajian Trukturalisme dan Nilai Edukatif dalam Cerita Rakyat Kabupaten Klaten. Klaten: Tesis UNS. Tarigan, Henry Guntur. (2009). Pengajaran Gaya Bahasa. Angkasa: Bandung. 128