KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN SEKARANG DAN MASA DATANG 1

dokumen-dokumen yang mirip
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH 2016

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TERWUJUDNYA LAYANAN PENDIDIKAN YANG PRIMA, UNTUK MEMBENTUK INSAN LAMANDAU CERDAS KOMPREHENSIF, MANDIRI, BERIMANDAN BERTAQWA SERTA BERBUDAYA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

K O T A M A T A R A M LAKIP (LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH)

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

KATA PENGANTAR. Prof. Dr. Dodi Nandika, MS RENCANA STRATEGIS DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan

METODE PENELITIAN. (time series),berupa data tahunan dalam kurun waktu periode Data

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

PENGEMBANGAN SEKOLAH BERBASIS MUTU OLEH USEP KUSWARI KOMITE SMPN 1 LEMBANG

KATA PENGANTAR. menengah.

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, keterampilan, teknologi dan sikap profesionalisme tinggi yang dapat

BAB I PENDAHULUAN BAB I

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

I. PENDAHULUAN. UUD 1945 pasal 31 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROGRAM PRIORITAS PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

I. PENDAHULUAN. proses pembelajaran. Keberadaan pendidikan yang sangat penting tersebut telah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III VISI, MISI, DAN TUJUAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BOJONEGORO. Jl. Pattimura No. 09 Bojonegoro

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kemdiknas

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman.

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN DAN SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya keterampilan intelektual, sosial, dan personal. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

BAB II LANDASAN TEORI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 63 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang mampu bersaing di era globalisasi. Negara dengan kualitas

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

RAKER GUBERNUR KALBAR HUT PEMDA KALBAR KE 53 KOORDINASI PEMANTAPAN PENYELENGGARAAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2010

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

ISU-ISU PENDIDIKAN DIY Oleh Dr. Rochmat Wahab, MA

Bab 6 INDIKATOR KINERJA DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR. A. Tujuan dan Sasaran Strategis

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

Pengertian Ujian Akhir Nasional Makalah Tujuan Standarisasi dan Partisipasi Pemerintah Dalam Pendidikan

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Pasal 2. permen_14_2008

PERLUASAN DAN PEMERATAAN AKSES PAUD BERMUTU DAN BERKESETARAAN GENDER DI SEMUA PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

BAB I PENDAHULUAN. Di bawah ini struktur organisasi Kemdikbud sesuai Permendiknas Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemdikbud.

SINERGISITAS PEMERINTAH DAERAH DAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN. OLEH BUPATI BANGKA Ir. H. TARMIZI. H. SAAT, MM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan

LABORATORIUM SENTRAL ILMU HAYATI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah juga dapat dikatakan sebagai agent of change masyarakat bahkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA

Transkripsi:

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN SEKARANG DAN MASA DATANG 1 Oleh: Dr. Baedhowi 2 Abstract Education has undoubtedly become one of the most crucial pillars for enhancing the country s competitive advantage. Well-designed education system will produce capable generations who proceed, even improve the performance of development programs. To meet such a circumstance, it is imperative for the government to formulate a range of relevant policy leading to the better education quality. Keywords: education, policy, quality A. Pendahuluan Sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah mencerdaskan bangsa. Bangsa yang cerdas dengan dilandasi dengan keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia merupakan modal utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera, aman, dan damai. Namun demikian, untuk mewujudkan cita cita ini, bukanlah hal yang mudah melainkan perlu pemikiran dan upaya upaya yang serius dan terarah. Salah satu upaya yang sangat mendasar adalah melalui pendidikan. Sejak Indonesia merdeka, kebijakan pendidikan di Indonesia telah mengalami pasang surut (fluctuation) yang cenderung belum menunjukkan peningkatan yang significant. Hal ini tercermin dari beberapa indikator, antara lain (1) rendahnya mutu lulusan, yang tahun ini ditetapkan 4,25 dari skala 10, yang berarti bahwa siswa sudah dinyatakan lulus meskipun siswa baru mampu menyerap mata pelajaran sebesar 4,25%; (2) Mutu akademik antar bangsa melalui Programme for International Student Assessment (PISA) 2003 yang menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei, Indonesia menempati peringkat ke-38 untuk bidang IPA, peringkat ke-39 untuk bidang matematika dan kemampuan membaca; (3) Merosotnya mutu pendidikan non-akademik yang tercermin dari maraknya kenakalan remaja, masalah narkoba, perkelahian masal, penyimpangan perilaku seksual dan kejahatan, dan masalah masalah lain yang menyimpang dari nilai nilai budaya dan norma norma agama; (4) Peringkat dalam Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang menunjukkan peringkat Indonesia yang masih berada pada posisi yang relatif bawah, yaitu pada peringkat ke-104 pada tahun 1995, peringkat ke- 109 pada tahun 2000, peringkat ke-110 pada tahun 2002, peringkat ke 112 pada tahun 2003, peringkat ke-111 pada tahun 2004, dan peringkat ke-110 pada tahun 2005. Meskipun rendahnya peringkat ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan, tetapi kenyataan ini dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja pendidikan kita. Tidaklah dapat kita pungkiri bahwa kualitas sumberdaya manusia, sebagaimana tercermin dalam Human Developmen Index merupakan salah satu dampak dari pendidikan 1 Disampaikan pada Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu, 26 Nopember 2005. 2 Staf Ahli Mendiknas Bidang Pengembangan Kurikulum dan Media Pendidikan 248

yang terjadi selama ini. Meskipun pendidikan yang terjadi di tanah air selama ini telah menunjukkan beberapa kemajuan, misalnya perolehan prestasi/medali yang diperoleh para pelajar kita pada beberapa olimpiade tingkat Internasional, namun secara menyeluruh pendidikan kita masih menemui kendala dan masalah. Secara lebih rinci kondisi pendidikan di tanah air dipaparkan dalam buku Indra Djati Sidi: dari ITB untuk Pembaruan Pendidikan (Anam, 2005). Berdasarkan analisis situasi dan kinerja pendidikan, terdapat beberapa masalah utama pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian serius, antara lain masalah yang terkait dengan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu dan relevansi, dan daya saing, serta governance, accountability dan pencitraan publik. Ketiga hal inilah yang kemudian dijadikan fokus kebijakan pendidikan yang telah, sedang, dan akan dilakukan. B. Kebijakan Bidang Pendidikan Berdasarkan analisis situasi dan kinerja pendidikan, pemerintah, dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional, bertekad untuk melakukan penyempurnaan dan perubahan dibidang pendidikan mulai dari visi, misi hingga kebijakan strategis. Sejalan dengan visi Indonesia jangka panjang, yaitu terwujudnya negara - bangsa Indonesia moderen, yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan pancasila dan UUD 1945, sebagaimana yang termuat dalam dokumen Membangun Indonesia yang aman, adil, dan sejahtera (Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla, 2004), Departemen Pendidikan Nasional lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan lembaga pendidikan sebagai motor penggerak perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat maju dengan menetapkan visinya : Indonesia Cerdas dan Kompetitif 2005. Untuk mewujudkan visi pendidikan transformatif ini, Depdiknas telah menetapkan misinya yaitu Mewujudkan Pendidikan yang mampu membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat global. Untuk mewujudkan misi ini, Depdiknas telah merumuskan kebijakan pokok bidang pendidikan yang menjadi prioritas, yaitu (a) Pemerataan dan perluasan akses, (b) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, dan (c) good governance dan accountability, serta pencitraan publik. 1. Pemerataan dan perluasan akses Hingga saat ini, pemerataan dan perluasan akses masih merupakan masalah yang berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Sebagai ilustrasi, sampai saat ini akses bagi anak usia dini untuk memperoleh pendidikan anak usia dini (PAUD) masih terbatas dan belum merata. Berdasarkan data dari Balitbang Depdiknas, dari sekitar 8,14 juta anak usia 5-6 tahun, baru sekitas 2, 63 juta anak (32,36%) yang memperoleh layanan pendidikan di TK. Secara umum, Angka Partisipasi Sekolah pada masing masing kelompok usia penduduk dapat dilihat pada tabel berikut ini. 249

Tabel 1: Angka Partisipasi Sekolah/Kuliah masing masing kelompok usia penduduk pada masing masing jenjang pendidikan Kelompok Usia Penduduk Angka Partisipasi Sekolah (APS) (%) Penduduk Tidak Bersekolah (%) 0 6 tahun 25,3% 74,7% 5 6 tahun 32,6% 67,4% 7 12 tahun 96,8% 3,2% 13 15 tahun 83,5% 26,5% 16 18 tahun 53,5% 56,5% 19 24 tahun 14,6% 84,4% Sumber: Balitbang Depdiknas 2004; BPS 2004) Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa belum semua penduduk yang berusia antara 0 24 tahun (usia sekolah kuliah) mendapatkan layanan pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sebagai contoh, penduduk usia 19 24 tahun (kelompok penduduk usia kuliah di perguruan tinggi) yang memperoleh layanan pendidikan hanya sekitar 14,6%, yang berarti bahwa 84,4% penduduk dari kelompok ini belum memperoleh kesempatan atau layanan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi. Bahkan di antara penduduk yang memperoleh kesempatan tersebut sebagian besar dari keluarga yang secara ekonomi mampu dan tinggal di daerah perkotaan. Secara eksplisit data Data BPS (tahun 2004) menjelaskan bahwa penyebab utama penduduk yang tidak bersekolah, yang karena putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah, sebagian besar disebabkan oleh faktor ekonomi tidak memiliki biaya sekolah maupun harus bekerja. Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan pendidikan terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan yang terkait erat dengan ketersediaan tempat belajar dan faktor ekonomi masyarakat. Selain itu, kesenjangan akses juga dapat dilihat dari APK dan APM yang dicapai masing masing daerah. Sebagai contoh, berdasarkan Susenas 2003, APK untuk jenjang pendidikan SMP/MTs berkisar antara 56,8% (propinsi NTT) dan 100,6% untuk propinsi DI Yogyakarta. Sedangkan APK jenjang SMA/SMK/MA berkisar antara 77,5% (propinsi DKI Jakarta) dan 33,6% (Propinsi Gorontalo). Kesenjangan akses terhadap pendidikan juga dapat dilihat dari angka melek aksara (relapse illiteracy). Berdasarkan Susenas (BPS 2004), jumlah penduduk melek aksara usia 15 tahun ke atas sebesar 90,4% dengan perbandingan laki laki 94,0 % dan perempuan 86,8%; dengan penyebaran di perkotaan sebesar 94,6% dan di pedesaan sebesar 87%. Sedangkan angka melek aksara terbesar (98,7%) adalah pada kelompok penduduk usia 15 24 tahun, yang sangat mungkin disebabkan oleh keberhasilan Wajib Belajar 9 tahun; berarti masih ada sekitar 1,3% kelompok usia ini yang masih termasuk buta aksara. Masih adanya buta aksara inilah yang mendasari adanya perubahan strategi dalam kebijakan pemerintah dalam pemberantasan buta aksara melalui pendekatan yang lebih inovatif dan efektif dan massal. Jika masalah ini tidak ditangani segera dan serius, dikhawatirkan jumlah buta aksara ini semakin bertambah jumlahnya. Secara umum, kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan diarahkan untuk memperluas daya tampung satuan pendidikan sesuai dengan prioritas nasional, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta didik dari berbagai golongan 250

masyarakat yang berbeda baik secara ekonomi, gender, lokasi tempat tinggal dan tingkat kemampuan intelektual serta kondisi fisik. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas penduduk Indonesia untuk dapat belajar sepanjang hayat dalam rangka mewujudkan sumberdaya manusia yang handal, profesional, dan berdaya saing tinggi dalam era global, yang ditunjukkan melalui beberapa indikator antara lain meningkatnya peringkat posisi sumberdaya manusia dalam Human Development Index, meningkatnya pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang ditunjukkan dengan meningkatnya APK dan APM. Kebijakan strategis yang menjadi prioritas pemerintah untuk memperluas pemerataan dan akses pendidikan, antara lain sebagai berikut. a. Memperluas akses bagi anak usia 0-6 tahun, baik laki laki maupun perempuan agar memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tahap perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah dasar; b. Menghapus hambatan biaya (cost barriers) antara lain melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang besarnya dihitung berdasarkan unit cost per siswa dikalikan dengan jumlah seluruh siswa; c. Membentuk SD-SMP satu atap bagi daerah terpencil yang jarang penduduknya dan terpencar, dengan menambahkan ruang belajar SMP di SD untuk menyelenggarakan pendidikan SMP bagi lulusannya; d. Memperluas askes bagi anak usia 7 15 tahun yang belum terlayani dalam jalur pendidikan formal melalui jalur pendidikan nonformal maupun program pendidikan terpadu / inklusif bagi anak anak yang berkebutuhan khusus luar biasa, di samping SMP terbuka dan layanan pendidikan alternatif yang inovatif; e. Memperluas akses bagi penduduk buta aksara melalui jalur pendidikan non formal; f. Memfasilitasi peranserta masyarakat dalam memperluas akses pendidikan SMA khususnya bagi daerah daerah yang memiliki lulusan SMP cukup besar. Di samping itu, juga akan dikembangkan sekolah menengah terpadu, yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dalam satu satuan pendidikan; g. Memperluas akses pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dan keunggulan lokal serta tuntutan pasar kerja yang berkembang; h. Memperluas daya tampung perguruan tinggi yang ada dengan memberikan fasilitas pada universitas untuk membuka program program keahlian yang dibutuhkan masyarakat dan mengalihfungsikan atau menutup sementara secara fleksibel program program yang lulusannya sudah jenuh; i. Memperluas kesempatan belajar pada perguruan tinggi yang lebih dititikberatkan pada program program politeknik, pendidikan tinggi vokasi dan profesi yang berorientasi lebih besar pada penerapan teknologi tepat guna untuk kebutuhan dunia kerja; j. Memperhatikan secara khusus kesetaraan gender, pendidikan untuk layanan khusus di daerah terpencil dan daerah tertinggal, daerah konflik, perbatasan, dan lain - lain, serta mengimplementasikannya dalam berbagai program secara terpadu; k. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE), serta advokasi kepada masyarakat agar keluarga makin sadar mengenai pentingnya pendidikan, serta mau mengirimkan anak anaknya ke sekolah atau mempertahankan anaknya untuk tetap di sekolah; 251

l. Memanfaatkan secara optimal sarana radio, televisi, komputer dan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk menunjang pendidikan; 2. Mutu, relevansi, dan daya saing Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan juga merupakan fokus kebijakan strategis pendidikan, yang diharapkan mampu memberikan dampak bagi bangsa Indonesia sehingga mampu berinteraksi dan dapat hidup bersama dalam keragaman sosial dan budaya, serta meningkatkan taraf hidup dan memiliki daya saing yang tinggi, yang tercermin dalam penghayatan dan pengamalan nilai nilai iman, taqwa, akhlak mulia, etika, kepribadian tangguh, kualitas fisik, serta memiliki wawasan kebangsaan yang tinggi. Upaya meningkatkan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, antara lain dilakukan melalui penetapan dan pemberlakuan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang merupakan standar atau acuan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, yang meliputi beberapa komponen, yaitu (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar komptensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan; perluasan inovasi pembelajaran baik pada jalur pendidikan formal maupun nonformal dalam mewujudkan proses yang efisien, menyenangkan dan mencerdaskan sesuai dengan tingkat usia, kematangan serta tingkat perkembangan anak; peningkatan mutu pembelajaran yang menekankan pada pengembangan kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual pada jenjang PAUD, dan ditambah pengembangan kecerdasan rasional dalam rangka memacu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi; dan peningkatan mutu dan relevansi secara berkelanjutan dilaksanakan pemerintah, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan secara terpadu yang pengelolaannya dikoordinasikan secara terpusat. Dalam pelaksanaannya, koordinasi tersebut didelegasikan kepada Gubernur atau aparat vertikal yang berkedudukan di propinsi. Sedangkan kebijakan strategis untuk menunjang peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan adalah sebagai berikut. a. Mengembangkan dan menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP, sebagai dasar untuk melaksanakan penilaian pendidikan, peningkatan kapasitas pengelolaan pendidikan, peningkatan sumberdaya pendidikan, akreditasi satua dan program pendidikan, serta upaya penjaminan mutu pendidikan; b. Melaksanakan evaluasi pendidikan melalui ujian nasional oleh sebuah badan mandiri yaitu Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP); c. Melaksanakan penjaminan mutu (Quality assurance) melalui proses analisis sistematis terhadap hasil ujian nasional dan hasil evaluasi lainnya untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dan dominan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Analisis dilakukan oleh pemerintah bersama pemerintah propinsi yang secara teknis dibantu oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di masing masing wilayah; d. Melaksanakan akreditasi satuan dan/atau program pendidikan untuk menentukan status akreditasi dan kualitas masing masing. Penilaian dilakukan setiap 5 tahun dengan mengacu pada SNP. Pelaksanaan akreditasi ini dilakukan secara independen oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), Badan 252

Akreditasi Nasional Sekolah dan Madrasah (BAN SM), dan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN PNF); 3. Governance, akuntabilitas, dan pencitraan publik Sebagaimana tertera dalam Renstra Depdiknas, tujuan jangka panjang Depdiknas adalah mendorong kebijakan sektor pendidikan agar mampu memberikan arah reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel. Kebijakan governance dan akuntabilitas meliputi sistem pembiayaan berbasis kinerja, baik di tingkat satuan pendidikan maupun pemerintah daerah, dan manajemen berbasis sekolah (MBS), untuk membantu pemerintah dan pemerintah daerah dalam mengalokasikan sumberdaya serta memonitor kinerja pendidikan secara keseluruhan. Selain itu, peranserta masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan kinerja pendidikan ditingkatkan melalui peran komite sekolah/satuan pendidikan dan dewan pendidikan. Tekad pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta memberikan pelayanan yang lebih bermutu, efektif, dan efisien sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan perkembangan jaman. Pemerintahan yang bersih dari KKN diwujudkan melalui internalisasi etos kerja serta disiplin kerja yang tinggi sebagai bentuk akuntabilitas aparatur negara serta perwujudan profesionalisme aparatur. Untuk meningkatkan efisiensi dan mutu layanan, diperlukan pengembangan kapasitas daerah serta penataan governance pendidikan yang sehat dan akuntabel, baik pada tingkat satuan pendidikan maupun tingkat kabupaten/kota. Untuk menunjang hal ini, pemerintah daerah lebih berperan dalam mendorong otonomi satuan pendidikan melalui pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu. Kebijakan strategis dalam rangka peningkatan governance, akuntabilitas dan pencitraan publik pendidikan secara keseluruhan, antara lain meliputi: a. Peningkatan sistem pengendalian intenal (SPI) berkoordinasi dengan BPKP dan BPK; b. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat Inspektorat Jenderal; c. Peningkatan kapasitas dan kompetansi aparat Perencanaan dan Penganggaran, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasional dalam perencanaan, pengelolaan, dan penyelenggaraan pendidikan dasar berbasis kinerja melalui: (a) perbaikan kapasitas untuk merancang dan melaksanakan kebijakan; (b) pengembangan strategi manajemen kurikulum, bahan ajar dan manajemen pembelajaran untuk mengidentifikasi, advokasi, dan penyebarluasan praktik praktik terbaik (best practices) dalam pengelolaan pendidikan; dan (c) mengembangkan sistem kerjasama dalam perencanaan, pengelolaan, monitoring kinerja sistem pendidikan secara menyeluruh; d. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat; e. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang undangan; f. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan; g. Penatan regulasi pengelolaan pendidikan; h. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan; i. Pelaksanaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan KKN; j. Intensifikasi tindakan tindakan preventif oleh Inspektorat Jenderal; k. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh ITJEN, BPKP, dan BPK; l. Penyelesaian tindak lanjut temuan temuan pemeriksaan ITJEN, BPKP, dan BPK; 253

C. Prinsip Prinsip Pengembangan Kebijakan Dalam mengembangkan kebijakan pendidikan, perlu dipertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Belajar dari pengalaman masa lalu (lesson learned) Pengalaman masa lalu, baik positif maupun negatif, merupakan hal penting dan perlu dipertimbangkan dalam merumuskan dan menentukan kebijakan, sehingga dapat dirumuskan langkah langkah antisipasi, pananggulangan dan alternatif solusi atas berbagai permasalahan dan kendala yang mungkin dihadapi, serta upaya upaya yang mengarah pada perbaikan dan meningkatan kinerja dan mutu di masa mendatang. Tanpa belajar dari pengalaman masa lalu, sangat mungkin kebijakan pendidikan yang diambil akan mengalami kendala seperti yang dialami sebelumnya, dan hasil/dampaknya pun tak akan jauh berbeda dari hasil yang pernah dicapai; 2. Berkesinambungan Kebijakan hendaknya merupakan kesinambungan dari kebijakan sebelumnya, sehingga terjadi kesinambungan arah dan tujuan. Upaya peningkatan atau perbaikan tidak selamanya harus bermula dari nol, melainkan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek aspek positif untuk dipertahankan dan jika perlu dikembangkan, dan mengurangi serta mencari alternatif solusi dari aspek aspek negatif yang berpotensi sebagai penghambat. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kesan Ganti menteri, ganti kebijakan, tetapi yang ada adalah Ganti menteri, perbaikan kebijakan ; 3. Orientasi global dan masa mendatang Kebijakan pendidikan hendaknya berorientasi pada kondisi dan persaingan global, dan mampu mengantisipasi kebutuhan, tantangan, dan perkembangan di masa mendatang. Jika hal ini tidak diperhatikan, dampak dari kebijakan ini tak akan mampu mengatrol mutu pendidikan yang tercermin dari sumberdaya yang handal, profesional, dan berdaya saing tinggi dalam era global. Jika hal ini, yang terjadi bukan tidak mungkin peringkat Indek Pembangunan Manusia Indonesia tetap pada urutan bawah, dan bahkan semakin merosot; 4. Jaminan dan kepastian hukum Kebijakan yang dirumuskan, perlu disertai jaminan dan kepastian hukum yang akan mendukung implementasi kebijakan tersebut. Jika tidak, kebijakan sebaik apapun akan menghadapi kendala dan hambatan karena tak ada jaminan hukum yang mengatur dalam implementasinya. Salah satu contoh kongrit adalah Kurikulum 2004, yang secara teknis telah diujicobakan dan bahkan telah dilaksanan di sekolah sekolah, tetapi dasar hukum (PP/Peraturan Menteri) belum ada; D. Reformasi Pendidikan di Indonesia Reformasi di bidang pendidikan merupakan salah satu bentuk kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, yang ditandai dengan beberapa perubahan paradigma sebagai berikut: 1. Centralised menuju decentralized 2. Schooling menuju Learning 254

3. Project based menjadi block grant based 4. Government oriented menuju community participation 5. Passive learning menjadi active and joyful learning Di samping itu, kebijakan yang terkait dengan sistem pendidikan harus berorientasi pada kebutuhan pasar (maket). Dalam konteks ini, sistem pendidikan dan kebutuhan pasar merupakan dua komponen utama yang saling terkait. Pada sistem pendidikan terdapat dua komponen yaitu Supply yang meliputi sarana, prasarana, tenaga pendidik, dan demand yaitu peserta didik yang memerlukan pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan luar sekolah. Sedangkan pada kebutuhan pasar, juga terdapat dua komponen yaitu supply yang meliputi sejumlah bidang keahlian tertentu yang diperlukan untuk memenuhi demand baik dalam negeri maupun luar negeri. Secara visual, dapat digambarkan sebagai berikut: SISTEM PENDIDIKAN PERMINTAAN PASAR SUPPLY - Sarana - Prasarana - Tenaga Pendidik DEMAND - Peserta Didik - Dikdas men SUPPLY - Teknik - Akuntan - Dokter - Perawat DEMAND - Dalam negeri - Luar negeri E. Faktor-faktor yang - Berpengaruh Dikti terhadap - Lain - lain Implementasi Kebijakan - LS Pendidikan Berdasarkan penelitian tentang implementasi kebijakan otonomi daerah bidang pendidikan di kabupaten/kota yang merupakan perwujudan dari komitmen pemerintah untuk meningkatkan mutu dan kinerja pendidikan (Baedhowi, 2004), dapat diidentifikasi beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi berhasil atau tidaknya implementasi kebijakan. Faktor faktor tersebut antara lain (1) kepastian hukum, (2) political will, (3)translation ability, (4) kompetensi dan kapasitas SDM, (5) komitment, (6) organisasi dan manajemen, (7) sarana prasarana, (8) dana penunjang, dan (9) budaya dan karakteristik masyarakat. Oleh karena itu, untuk menjamin terlaksananya kebijakan dengan sebaik baiknya perlu adanya sinergi, koordinasi dan komunikasi antar stakeholders pendidikan untuk mendukung implementasi kebijakan pendidikan. Jika tidak, tidak mustahil implementasi tersebut akan mengalami hambatan dan kendala. F. Penutup Jika dirunut sejak jaman kemerdekaan, belum terlihat adanya peningkatan yang signifikan dalam hal kebijakan pendidikan di Indonesia. Kondisi ini terlihat dari adanya daya serap siswa yang masih rendah namun tetap dijadikan suatu ukuran dalam kelulusan. Sekalipun disadari, hal ini tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor pendidikan, namun hal ini dapat dijadikan salah satu gambaran mengenai kinerja pendidikan di Indonesia. Dampak dari hal di atas adalah pada peningkatan kualtias sumber daya manusia Indonesia. Sekalipun dalam beberapa even Indonesia melalui 255

wakil-wakilnya berhasil mendapatkan penghargaan, namun belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Pada dasarnya Indonesia masih menghadapi beberapa masalah dalam bidang pendidikan. Beberapa masalah utama pendidikan yang perlu mendapatkan perhatian serius, antara lain masalah yang terkait dengan pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu dan relevansi, dan daya saing, serta governance, accountability dan pencitraan publik. Oleh karena itu, pemerintah perlu merumuskan dan meluncurkan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini bukanlah merupakan hal yang mudah akan tetapi bukan hal yang mustahil untuk dilaksanakan dengan konsekuensi adanya perubahan paradigma-paradigma yang selama ini berlaku. Referensi Anem, Saiful. 2005. Indra Djati Sidi: Dari ITB untuk Pembaruan Pendidikan. Jakarta: Teraju. Baedhowi. 2004. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan. Jakarta: Universitas Indonesia Depdiknas. 2005. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 2009. Jakarta. 256