PHARMACEUTICAL JOURNAL OF INDONESIA Available online at

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat

Produksi Senyawa Metabolit Sekunder Melalui Kultur Jaringan dan Transformasi Genetik Artemisia Annua L.

Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 2 298

Farmaka Volume 4 Nomor 4 Suplemen 1 345

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria

Bahan bakar dan bahan baku kertas. Senyawa organik bahan alam

Peningkatan kandungan artemisinin melalui mutasi tunas in vitro tanaman obat Artemisia cina

1 Universitas Kristen Maranatha

TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L.

Effect of the Number of Explants, Age of Culture and Casein Hydrolysate on Biomass and Total Protein Content of Paria Belut Hairy Roots Culture

PARA MENTERI G20 NYATAKAN INOVASI DI BIDANG PERTANIAN KUNCI UNTUK AKHIRI KELAPARAN EKSTREM

EFFECT OF ANTIMALARIA HERBAL SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) ON MORPHOLOGY CHANGES OF DEVELOPMENT AND PARASITE Plasmodium Falciparum

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PEMANFAATAN PUPUK CAIR MULTINUTRIEN DARI BUANGAN INDUSTRI GARAM PADA TANAMAN SEMUSIM

EFEK ISOLAT AKTIF ANTIMALARIA DARI ARTHOCARPUS CHAMPEDEN TERHADAP ERITOSIT TERINFEKSI PLASMODIUM FALCIPARUM

BIOSINTESIS METABOLIT PRIMER DAN METABOLIT SEKUNDER

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

1 Universitas Kristen Maranatha

atau Degree : Magister Sains (M.Si), Conferred July 2010

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFFECT OF ANTIMALARIA HERBAL SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) ON MORPHOLOGY CHANGES OF DEVELOPMENT AND PARASITE Plasmodium Falciparum

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

Harto Widodo, Nurul H. Listyana, Rahma Widyastuti

PENGARUH PENGGANTIAN GLUKOSA pa DENGAN GLUKOSA TEKNIS SEBAGAI SUMBER KARBON TAMBAHAN PADA PEMBENTUKAN MONAKOLIN K DARI PROSES FERMENTASI ANGKAK

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 mencapai 1,85% per 1000 penduduk. Penyebab malaria yang tertinggi

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman

ginsenosides yaitu komposisi utama bioaktif (Jo et al., 1995; Sticher, 1998;

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan peran

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

ABSTRAK. Oleh. Mitra Suri. Penanaman tomat memerlukan teknik budidaya yang tepat. Aplikasi pemberian

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

Transformasi Artemisia cina dan Artemisia annua dengan Agrobacterium rhizogenes

NASKAH PUBLIKASI Mahasiswa S1 Regular PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN AIR TERHADAP PERTUMBUHAN, HASIL, DAN KADAR ANTOSIANIN ROSELA MERAH DAN ROSELA UNGU

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Kajian Potensi Bionutrien CAF dengan Penambahan Ion Logam Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi (Oryza Sativa L.)

TINJAUAN PUSTAKA. al. 1990). Tinjauan oleh Edwards (1997), Bagchi et al. (1997), dan Kawamoto et al.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Aplikasi Cendawan Mikoriza dan Perlakuan Pemberian Air terhadap Peningkatan Kadar Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA. Ar11l ELVIEN LAHARSYAH

MIKROPROPAGASI TUMBUHAN

KATA PENGANTAR. Penulis

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

PERTUMBUHAN DAN KADAR ARTEMISININ ARTEMISIA ANNUA L. HASIL IRRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KULTUR TUNAS PUCUK

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. Shenna Shuardana, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M. Kes. Pembimbing 2: Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EFEK INFUS DAUN SELEDRI (Apium graviolens L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL

Oleh : Erwin Maulana Farda Arifta Nanizza Lidwina Roumauli A.S Ramlah Hardiani

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

AKTIVITAS DAN POTENSI ANTIMALARIA SENYAWA SANTON TEROKSIGENASI DAN TERPRENILASI

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

Rencana Pembelajaran Semester (RPS)

Isolasi senyawa antikanker dari akar berambut Artemisia cina dan aktifitas inhibisinya terhadap sel kanker mulut rahim

BAB Ill BIOSINTESISS DAN METABOLISME PRODUK ALAMI A. Biosintesis Metabolit Primer

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

AINUN RISKA FATMASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tugas Kelompok. Bentuk tersedia bagi tumbuhan Fungsi Gejala Kahat. Kelompok: N, P, K, Ca, Mg, S, B, Cu, Cl, Fe, Mn, Mo, Zn

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN WAKTU MASERASI TERHADAP PEROLEHAN FENOLIK, FLAVONOID, DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK RAMBUT JAGUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

AKTIVITAS NITRAT REDUKTASE DAN KANDUNGAN AMONIUM DAUN PADA BEBERAPA KLON PISANG (Musa Paradisiaca Linn). SKRIPSI. Oleh: Sholifa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sintetis dan mulai beralih dengan mengkonsumsi obat-obatan herbal.

PENGARUH CEKAMAN GARAM TERHADAP PRODUKSI ASAM ORGANIK DAN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMALARIA DAN INSEKTISIDA FRAKSI ETIL ASETAT DAN SENYAWA 5,7,2',5",7",4"-HEKSAHIDROKSIFLAVANON-[3,8"]- FLAVON DARI BATANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN AIR LAUT DAN BEBERAPA BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH ULTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mayz. L) SKRIPSI.

Deskripsi METODE SEMISINTESIS TURUNAN EURIKUMANON MONOSUBSTITUSI (EURIKUMANON MONOVALERAT)SEBAGAI ANTIPLASMODIUM

Produksi Antibiotik (Manufacture Of Antibiotics) Marlia Singgih Wibowo Sekolah Farmasi ITB Klasifikasi antibiotik berdasarkan mekanisme aksi nya

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN Indigofera zollingeriana PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK FOSFAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

PENGANTAR BIOKIMIA OLEH : Cerika Rismayanthi, M.Or

Transkripsi:

45 PHARMACEUTICAL JOURNAL OF INDONESIA 2019. 4(2): 45-51 PHARMACEUTICAL JOURNAL OF INDONESIA Available online at http://.pji.ub.ac.id Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi Uswatun Khasanah* Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia INFO ARTIKEL Sejarah artikel: Penerimaan naskah: 20 Juni 2019 Penerimaan naskah revisi: 1 Juli 2019 Disetujui untuk dipublikasikan: 16 Juli 2019 Kata kunci : Artemisinin, antimalaria, bioteknologi, biosintesis A B S T R A K Artemisinin adalah senyawa seskuiterpen lakton yang diisolasi dari tanaman Artemisia annua. Penggunaan artemisinin sebagai antimalarial meningkat sejak munculnya kasus resistensi terhadap golongan klorokuin. Hingga saat ini peningkatan jumlah kebutuhan artemisinin tidak diringi dengan peningkatan produksi artemisinin. Hal ini dikarenakan produksi artemisinin terbesar masih diperoleh melalui proses isolasi dari tanaman genus Artemisia. Untuk memenuhi kebutuhan dunia terhadap artemisinin, maka telah dilakukan berbagai penelitian baik melakui kultur jaringan tanaman, rekeyasa genetik pada jalur biosintesis artemisinin, dan penambahan komponen tertentu pada proses penanaman Artemisia annua. Pada beberapa kultur sel tanaman A.annua ditambahkan senyawa yang berperan pada proses biosintesis artemisinin, yaitu asam mevalonat, natrium asetat dan kasein. Selain itu, produksi senyawa turunan artemisinin juga dilakukan melalui teknik bioteknologi menggunakan kultur akar rambut dari tanaman tertentu. Peningkatan produksi artemisinin pada tanaman A.annua juga dilakukan dengan penambahan pupuk organic, seperti NaCl, kalium fosfat, dan ammonium nitrat. Secara genetik, beberapa peneliti membuat tanaman transgenik dengan menyisipkan gen yang mengkode senyawa prekursor golongan terpenoid, yaitu farnesil pirofosfat. Article review : Optimization of artemisinin production using biotechnology Keywords: Artemisinin, antimalarial, biotechnology, biosynthesis A B S T R A C T Artemisinin is a sesquiterpen lactone that was isolated from the Artemisia annua. Artemisinin was used as antimalarial since 1980, when chloroquine resistance case occurred. The demand of artemisinin as antiamalarial was not accompanied by an increase in artemisinin production. Until now, artemisinin production is obtained through isolation process of genus Artemisia. Various studies have been carried out to meet the needs of artemisinin as antimalarial drug. Some studies used biotechnology technic for example plant tissue culture, genetic engineering to modulate artemisinin biosynthetic pathway, and the addition of organic fertilizer in A.annua agriculture. Some researches added compounds which play a role in the biosynthesis of artemisinin in A.annua cell culture, e.g mevalonic acid, sodium acetate and casein. In addition, the production of artemisinin derivatives is also carried out through biotechnology techniques using hair root culture from certain plants. Production of artemisinin is also increased by adding organic fertilizers, such as NaCl, potassium phosphate, and ammonium nitrate. Several studies also produce transgenic plants by inserting genes that encode terpenoid precursor compounds, farnesil pyrophosphate. * Corresponding author: Uswatun Khasanah, Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Malang. E-mail: uswah.khasanah85@gmail.com

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 46 1. Pendahuluan Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang berbahaya dengan angka kematian yang cukup tinggi selama 50 tahun. Berdasarkan data dari WHO, pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 207 juta kasus malaria dan 627 ribu kematian akibat malaria di seluruh dunia, yang 91% di antaranya disebabkan oleh P. Falciparum 1. Salah satu faktor yang menyebabkan masih tingginya angka prevalensi kasus malaria adalah munculnya galur parasit malaria yang resisten terhadap obat antimalaria dan galur nyamuk Anopheles yang resisten terhadap insektisida. Penyebaran resistensi terhadap semua obat antimalaria lapis pertama (front-line antimalarial compound) yang dipakai pada pengobatan dan pencegahan malaria telah menimbulkan banyak masalah pada program penanggulangan malaria. Sehingga, aktivitas riset yang bertujuan untuk melakukan penemuan obat baru menjadi salah satu upaya dalam penanggulangan malaria. Obat baru yang terjangkau bagi masyarakat di daerah endemik malaria mutlak diperlukan untuk mengurangi ataupun mengatasi dampak malaria 2,3. Obat antimalaria yang berasal dari tumbuhan dan telah dikembangkan menjadi obat pilihan untuk terapi malaria hingga saat ini adalah artemisinin beserta turunannya (artemether, dihidroartemisinin). Artemisin merupakan senyawa seskuiterpen lakton yang berasal dari tanaman Artemisia annua. Sebelum diteliti sebagai obat antimalaria, tanaman ini telah digunakan pada sistem pengobatan China sebagai obat demam 4. Artemisinin pertama kali ditemukan oleh profesor Youyou Tu pada tahun 1970. Pada saat itu, pemerintah China meluncurkan sebuah proyek rahasia yang disebut Proyek 523. Penelitian tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut atas permintaan pemerintah Vietnam untuk membantu mengatasi kasus epidemi malaria pada tahun 1967 5. Penelitian diawali dengan melakukan tinjauan terhadap 2000 resep obat cina tradisional yang digunakan untuk mengobati demam, hingga didapatkan 640 resep terpilih. Dari hasil tinjauan tersebut, didapatkan bahwa tanaman Qinghao atau Artemisisa annua paling sering digunakan pada berbagai resep demam. Profesor Tu menguji lebih dari 100 ekstrak tanaman pada hewan coba yang telah diinfeksi Plasmodium berghei. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ekstrak dari Artemisia annua memiliki daya hambat paling tinggi, yaitu sebesar 68%. Pada tahun 1972 profesor Tu berhasil mengekstrak bahan aktif dari tanaman A.annua 5. Pada awalnya artemisinin digunakan sebagai monoterapi pada kasus malaria. Kemudian, pada tahun 2005 mulai muncul kasus resistensi artemisinin di Kamboja, sehingga tahun 2007 WHO melarang penggunaan artemisinin sebagai monoterapi pada kasus malaria, dan menggantinya dengan program ACT (Artemisinin based fix dose- Combination Therapy), yaitu artemether + lumefantrine (tablet 20 mg + 120 mg), artesunat + amodiaquine (50 mg + 200 mg), artesunat + mefloquine (50 mg + 250 mg), artesunat + sulfadoksine/pirimetamine ( 50 mg + 500 mg + 25 mg) 6. Pada tahun 2014 terdapat 200 juta kasus malaria yang membutuhkan terapi ACT 1. Pada tahun 2007-2009 produksi artemisinin sangat besar, sehingga terjadi over production. Hal ini menyebabkan harga A.annua mengalami penurunan pada tahun berikutnya, sehingga para petani memilih untuk menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan. Kemudian mulai tahun 2012 jumlah artemisinin yang diproduksi tidak mampu memenuhi kebutuhan dunia. Hingga tahun 2014, total produksi biomassa A.annua adalah 178 ton pertahun dengan kadar artemisinin 0,8%, sehingga didapatkan artemisinin sebanyak 1424 kg 1. Jika dalam satu kasus malaria dibutuhkan terapi ACT selama 3 hari dengan dosis 3x1 tablet ACT, maka untuk 200 juta kasus malaria akan membutuhkan lebih 90000 kg artemisinin. Berdasarkan data tersebut, maka sangat jelas bahwa produksi artemisinin saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan dunia, sehingga dibutuhkan berbagai alternatif untuk meningkatkan produksi artemisinin. Hingga saat ini artemisinin diperolah dari ekstraksi herba A.annua, yang membutuhkan waktu sekitar 6 bulan untuk siap dipanen. Produksi biomassa A.annua dilakukan di beberapa negara, antara lain India, China, Vietnam. Rendahnya kadar artemisinin pada herba tanaman Artemisia annua (0,01-0,8%) mendorong berbagai penelitian untuk memproduksi artemisinin melalui proses semisintesis dan sintesis endoperoksida 6. Akan tetapi proses semisintesis dan sintesis dari senyawa turunan artemisinin menghasilkan target senyawa dalam jumlah kecil dengan biaya yang cukup tinggi, sehingga dibutuhkan langkah baru yang lebih efisien untuk memproduksi senyawa turunan artemisin 7. Perkembangan ilmu di bidang bioteknologi telah sampai pada tahap metabolite engineering, yaitu suatu teknik untuk memproduksi metabolit sekunder dari tanaman melalui kultur jaringan tanaman. Untuk mendapatkan metabolit tertentu dapat dilakukan melalui pemilihan jenis kultur maupun modifikasi kondisi in vitro kultur jaringan tanaman. Kultur jaringan tanaman terdiri dari beberapa jenis yaitu kultur kalus, suspensi sel, antera, protoplasma, embrio dan meristem 8. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memproduksi senyawa artemisinin dan turunannya dengan teknik kultur jaringan tanaman melalui suspensi sel, hairy root dengan atau tanpa adanya modifikasi in vitro dari kultur jaringan tanaman tersebut. Selain itu juga dilakukan penelitian dengan pemberian beberapa nutrisi pada tanaman A. Annua untuk meningkatkan kadar artemisinin yang dihasilkan. Pada review ini akan dibahas mengenai teknik peningkatan produksi senyawa artemisinin dan turunannya melalui beberapa metode, antara lain genetic engineering, biochemical engineering dan trial and error. Beberapa penelitian melakukan rekayasa genetik dan rekayasa biokimia pada kultur sel dan kultur akar rambut. Selain itu rekayasa biokimia juga dilakukan secara langsung pada tanaman A.annua. Pada penelitian trial anda error, beberapa peneliti menambahkan komponen-komponen yang dibutuhkan oleh tanaman, misalnya Na, K, Fosfat, sulfur dan pupuk organik. 2. Diskusi Biosintesis senyawa artemisinin `Biosintesis artemisinin terbagi menjadi tiga fase, yaitu pertama pembentukan amoorfa-4,11-diene, kedua pembentukan asam dihidroartemisinin dan ketiga pembentukan artemisinin. Berdasarkan penelitian, proses biosintesis artemisinin terjadi pada bagian tanaman trikoma glandular 9. Gambar berikut adalah skema dari biosintesis artemisinin.

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 47 Fase 1 Fase 1 Mekanisme pembentukan artemisinin pada fase 1 masih merupakan kontroversi. Pada fase ini terjadi pembentukan amorfa-4,11-diene dari senyawa isopentil pirofosfat (IPP) dan isomernya dimetilallil pirofosfat (DMAPP). IPP pada fase ini berasal dari jalur biosintesis mevalonat. Sebelum menjadi senyawa amorfa-4,11-diene, IPP dan DMAPP membentuk senyawa perantara, yaitu farnesil pirofosfat (FPP) melalui bantuan enzim farnesil difosfat sintase (FPPS). Dua molekul FPP akan membentuk rantai seskuiterpen, yaitu bisiklik seskuiterpen amorfa-4,11-diene melalui bantuan enzim amorfa-4,11-diene sintase (ADS). Pada tahap ini juga terbantuk beberapa senyawa seskuiterpen yang lain, yaitu bisabolan, bisabilatriene, zingiberenol 9. Pada tahap dua terjadi modifikasi struktur amorfa-4,11- diene pada gugus isopropilen (C-11,C-12,C-13) menghasilkan senyawa pre-kursor artemisinin, yaitu asam dihidroertemisinin dan asam artemisinin. Proses transformasi pada cincin 11,12,13 melibatkan reaksi reduksi-oksidasi dari amorfa-4,11-diene. Selain itu, beberapa penelitian telah mampu melakukan isolasi terhadap enzim rekombinan DBR2 yang mampu mengubah amorfa-4,11-diene menjadi asam dihidroartemisinin 9. Fase 3 Perubahan asam dihidroartemisinin menjadi artemisinin terjdai secara spontan melalui reaksi oksidasi, dan merupakan reaksi non-enzimatik. Sedangkan asam artemisinin akan mengalami oksidasi menjadi arteannuin B dan dihidroarteannuin B. Asam artemisinin tidak dapat diubah secara lenagsung menjadis enyawa artemisinin, setelah menjadi arteannuin B dan dihidroarteannuin B, maka akan terbentuk epi-deoksiarteannuin B dan Dihidroepi-deoksiarteannuin B. Pada beberapa penelitian dilakukan pemberian senyawa dihidro-epideoksiarteannuin B yang berlabel isotop pada tanaman A. Annua, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa dihidroepi-deaoksiartenuin tidak membentuk artemisinin, tapi menjadi senyawa artemisinin terhidroksi 9,10. Fase 3 R= CH 3 Gambar 1. Skema biosintesis artemisinin 9 (dengan modifikasi). Strategi produksi artemisinin dari A. Annua dan senyawa turunan artemisinin Meskipun artemisinin bisa diproduksi secara sintesis, akan tetapi struktur yang kompleks menyebabkan tahapan sintesis yang panjang, sehingga meningkatkan biaya produksi sintesis. Sedangkan kebutuhan terhadap artemisinin sampai saat ini masih sangat tinggi terutama di negara berkembang yang memiliki angka prevalensi malaria cukup tinggi 11,12,13. Hingga saat ini ada tiga strategi untuk meningkatkan produksi artemisinin, yaitu rekayasa biokimia, rekayasa genetik, dan pemberian komponen organik yang dibutuhkan tanaman melalui percobaan trial and error. Pada review ni akan dibahas strategi produksi senyawa artemisinin dan turunannya melalui rekayasa biokimia dan genetik pada kultur sel tanaman, kultur akar rambut, serta pemberian nutrisi pada tanaman A. Annua 10,13. Peningkatan produksi artemisinin melalui rekayasa faktor eksternal Metode peningkatan produksi artemisinin melalui rekayasa biokimia dilakukan melalui penambahan senyawa-senyawa yang mempengaruhi jalur metabolisme artemisinin pada kultur A.annua. Kultur kalus A. Annua dikembangkan pada media MS dengan penambahan prekursor biosintesis artemisinin, yaitu natrium asetat, asam mevalonat, asam kasein hidrolisat, dan kolesterol. Selain itu juga ditambahkan faktor-faktor abiotik yang menstimulasi pembentukan artemisinin, yaitu asam asetil salisilat, kalsium klorida, metil jasmonat, dan asam gibberlik. Faktor-faktor biotik yang menstimulasi pembentukan artemisinin juga ditambahkan, antara lain ekstrak ragi, dan kitosan 14. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penambahan asam mevalonat, natrium asetat dan asam kasein hidrolisat mampu meningkatkan produksi artemisinin sebanyak 2x dibandingkan kontrol. Hal ini dikarenakan asam mevalonat merupakan jalur biosintesis dari IPP yang merupakan komponen pembentukan artemisinin pada fase satu 10,15. Natrium asetat merupakan salah satu prekursor yang potensial untuk meningkatkan produksi pada beberapa senyawa metabilit sekunder (taksol, azadiraktin, crocin). Hal ini dikarenakan natrium asetat akan meningkatkan jumlah asetil-co A pada tanaman, sehingga mampu meningkatkan aktivitas kultur sel untuk memproduksi artemisinin 15. Asam kasein hidrolisat merupakan sumber asam amino dan oligopeptida, sehingga mampu meningkatkan produksi enzim-enzim yang berperan pada biosintesis artemisinin 14.

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 48 Penambahan kolesterol pada kultur sel A. Annua memberikan efek negatif pada produksi artemisinin. Pada kelompok yang mendapatkan kolesterol, terjadi penurunan produksi artemisinin. Hal ini dikarenakan terbentuk kolesterol mengalihkan jalur biosintesis, sehingga terbentuk senyawa lain 10,14. Penambahan faktor faktor stimulus biotik dan abiotik juga mampu meningkatkan produksi artemisinin. Asam giberelik merupakan hormon yang mengatur pertumbuhan tanaman. Produksi artemisinin terjadi secara maksimal sesaat sebelum dan pada saat berbunga, sehingga dengan penambahan asam giberelik mampu meningkatkan pertumbuhan bunga pada A.annua sehingga terjadi peningkatan produksi artemisinin 16. Asam asetil salisilat merupakan molekul signal yang berperan pada reaksi pertahanan diri tanaman, dan artemisinin merupakan senyawa yang diproduksi sebagai hasil dari mekanisme pertahanan diri tanaman. Sehinnga dengan adanya asam asetil salisilat akan meningkatkan molekul signal pertahanan diri tanaman, sehingga artemisinin diproduksi lebih banyak 17. Metil jasmonat berperan pada signal komponen JA (jasmonic acid) yang berfungsi sebagai mediator akumulasi produk metabolit sekunder. Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk (2010) menunjukkan bahwa penambahan metil jasmonat mampu meningkatkan kadar prekursor artemisinin pada tanaman A. annua, yaitu asam artemisinin dan asam dihidroartemisinin sebesar masing-masing 80% dan 20%. Penambahan kalsium tidak mempengaruhi produksi artemisinin pada kultur sel. Ekstrak ragi mampu meningkatkan produksi artemisinin, hal ini disebabkan oleh adanya kandungan kation Zn dan Co yang berperan sebagai stimulus abiotik untuk pembentukan artemisinin. Penambahan kalsium dan kitosan tidak meningkatkan produksi artemisinin, pada kelompok yang mendapat kitosan terjadi penurunan produksi artemisinin. Hal ini dikarenakan terjadi perubahan permeabilitas membran yang disebabkan oleh 10,14. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi artemisinin pada kultur sel tanaman A. Annua bisa ditingkatkan melalui penambahan komponen yang berperan pada proses biosintesis artemisinin, antara lain asam mevalonat, natrium asetat, dan asam kasein. Selain itu penambahan faktor-faktor biotik dan abiotik yang menstimulus pembentukan artemisinin juga mampu meningkatkan produksi artemisinin, antara lain asam giberelik, asam asetil salisilat, metil jasmonat, dan ekstrak ragi. Proses produksi senyawa turunan artemisinin juga dilakukan secara in vitro pada kultur akar rambut dari beberapa tanaman, yaitu Atropa Belladona, Hyociamus muticus, dan Ocimum basilicum. Pada media kultur akar rambut tersebut ditambahkan senyawa artemisinin. Setelah waktu inkubasi, kultur dipanen dan jaringan akar rambut dipisahkan dari media untuk dianalisa kadar senyawa turunan artemisinan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil NMR, dan MS didapatkan dua senyawa turunan artemisinin, yaitu 3-α-hidroksi-1-deoksiartemisinin (senyawa 1) dan 4-hidroksi-9,10-dimetilaktohidrofuro- (3,2-i)-isokromen-11(4H)-one (senyawa 2) 13. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, didapatkan bahwa kultur akar rambut dari tanaman H. Muticus menghasilkan senyawa 1 paling tinggi, yaitu sebesar 57% (48% pada media kultur dan 9% pada jaringan akar rambut. Sedangkan kultur akar rambut A. Belladona dan O. Bacillicum hanya menghasilkan senyawa 1 masing-masing sebensar 185 dan 10%. A. Belladona menghasilkan senyawa 2 dengan persentase tertinggi, yaitu sebesar 45%, kemudian diikuti oleh kultur akar rambut dari tanaman H. Muticus dan O. Bacillicum, masing-masing sebesar 6% dan 12%. Selain kedua senyawa tersebut, ketiga kultur akar rambut juga menghasilkan senyawa deoksiartemisinin dengan persentase antara 3-6% 13. Artemisinin Senyawa 2 Senyawa 1 Gambar 2. Hasil biosintesis senyawa turunan artemisinin menggunakan kultur akar rambut 13 (dengan modifikasi). Untuk meningkatkan produksi artemisinin dari tanaman A. Annua dilakukan pemberian NaCl pada konsentrasi 2,4,6, dan 8 g/l setiap dua hari sekali selama satu bulan sampai tanaman menjelang berbunga. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pada konsentrasi NaCl 2 dan 4 g/l terjadi peningkatan produksi artemisinin sebesar 2-3% (berat kering) dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan NaCl (kadar artemisinin 1-1,5% berat kering). Sedangkan pada konsentrasi 6 dan 8 g/l tanaman A. Annua mengalami penurunan pertumbuhan, sehingga pada bulan ketiga tanaman tidak dapat bertahan hidup. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 49 pemberian NaCl pada konsentrasi 2-4 g/l pada tanaman A. Annua selama satu hingga dua bulan sebelum berbunga dapat meningkatkan produksi artemisinin 11. Penelitian yang lain menambahkan nitrogen dan kalium pada tanaman A. Annua untuk meningkatkan kadar artemisinin. Sebagai sumber nitrogen digunakan ammonium nitrat dan sebagai sumber kalium digunakan kalium sulfat. Perlakuan diberikan mulai bulan juli hingga awal oktober. Setelah itu tanaman diukur berat biomas dan kadar artemisinin. Pada tanaman yang mendapatkan nitrogen, terjadi peningkatan kadar artemisinin menjadi 0,9% berat kering pada konsentrasi nitrogen terendah, yaitu 6 mg/l, sedangkan semakin tingi konsentrasi nitrogen yang diberikan kadar artemisinin semakin menurun. Hal ini dikarenakan pemberian nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan tanaman, terutama pada bagian daun, sehingga menurunkan konsentrasi artemisinin. Pada kelompok tanaman yang mendapatkan kalium, juga terjadi peningkatan produksi artemisinin menjadi sebesar 0,58% tetapi tidak berbeda signifikan dengan kelompok kontrol. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penambahan komponen tertentu terhadap tanaman dapat mempengaruhi konsentrasi metabolit sekunder yang dihasilkan 18. Peningkatan produksi artemisinin juga dilakukan melalui pemberian pupuk organik (NPKS dan NPK) sebanyak 15 ton/hektar pada tanaman A.annua. dari hasil penelitian tersebut didapatkan peningkatan jumlah biomassa A.annua serta peningkatan produksi artemisinin 19. Peningkatan produksi artemisinin melalui rekayasa biokimia Salah satu cara untuk meningkatkan produksi artemisinin pada A.annua adalah dengan membuat tanaman transgenik melalui modifikasi genetik. Pada sebuah penelitian dilakukan transfer gen 3-hidroksi-3-metilglutarat CoA reduktase (HMGR) dari tanaman Catharanthus roseus pada kultur A. Annua. Transfer gen dilakukan Agrobacterium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar artemisinin pada kultur transgenik lebih tinggu dibanding wild type, yaitu mengalami peningkatan sebesar 22,5%. HMGR merupakan enzim yang berperan pada biosintesis artemisinin fase dua, yaitu terjadi reduksi untuk pembentukan amorfa-4,11-diena 20,21. Tanaman transgenik A. Annua juga dilakukan dengan menambahkan gen yang mengkode farnesil pirofosfat sintase (FPS). Transfer gen dilakukan oleh A. Tumafaciens pada kalus A. Annua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur yang mengalami over produksi FPS memiliki kadar artemisinin lebih tinggi, yaitu 2,5 3,6 kali dibanding kultur normal (Li han et al., 2006; Banyai et al., 2010). FPS merupakan enzim yang berperan pada proses biosintesis artemisinin pada fase 1, yaitu terjadinya senyawa perantara farnesil pirofosfat yang merupakan prekursor artemisinin 10,22,23. Salah satu kompetitor pada proses biosintesis artemisinin adalah pembentukan senyawa β- caryophypyllene. Senyawa tersebut disintesis oleh enzim β- caryophypyllene synthase (CPS). Fragmen antisense dari CPS disisipkan pada vektor pbi121 dan dimasukkan dalam host Agrobacterium. Hasil penelitian menunjukkan, kultur yang disisipi antisense CPS mengalami penurunan kadar CPS, dan peningkatan produksi artemisinin sebesar 54,9% dibandingkan kultur normal 15,24. Gambar 3. Skema rekayasa biokimia pada produksi artemisisnin 10 3. Kesimpulan Enzim farnesil pirofosfat Fase 1 Enzim β-caryophypyllene synthase (CPS) menurun Antisense CPS Peningkatan FPP β-caryophypyllene menurun (dengan modifikasi). Fase 3 R= CH 3 Hingga saat ini produksi artemisinin masih dilakukan melalui proses ekstraksi dari tanaman A.annua. Berdasarkan rangkuman reviewdi atas, peningkatan produksi artemisinin melalui proses rekayasa biokimia dan rekayasa genetik membutuhkan investasi awal yang cukup besar, yaitu antara lain untuk pengembangan bioreaktor, selain itu prosedur ini membutuhkan tenaga kerja yang terlatih. Prosedur peningkatan produksi artemisinin yang sangat mungkin untuk diterapkan saat ini adalah melalui pemberian pupuk organik yang mengandung komponenkomponen yang dibutuhkan oleh A.annua untuk memproduksi artemisinin, seperti fosfat, nitrogen, natrium.

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 50 DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization (WHO). Guidelines for the treatment of malaria, 2 nd ed. Geneva: World Health Organization. 2013. 2. Syafruddin D, Siregar JE, Asih PBS. Antimalatisal Drug Resistance in Indonesia: A molecular analysis. Symposium of malaria control in Indonesia, Proceeding. TDC Airlangga University. Surabaya. 2004. 3. Burke E, Deasy J, Hasson R, McCormack R, Randhawa V, Walsh, P. Antimalarial Drug From Nature, J Trinity Student Med. 2003. 4. Wright CW. Traditional antimalarials and the development of novel antimalarials drugs. J etnopharmacol. 2005; Vol. 100 : 67-71. 5. Su, X., Miller, LH. The discovery of ertemnisinin and the nobel proze in physiology or medicine. Science China Life Sciences. 2015; Vo.58 (11); 1175-1179. 6. Grellepois, F., Grellier,P., Bonnet,DP., Beque,JP. Design, synthesis and antimalarial activity of trifluoromethylartemisinin-mefloquine dual molecules. Chembiochem. 2005. vol.6 (4), 648 652. 7. Liu C, Zhao Y, Wang Y. Artemisinin: current state and perspectives for biotechnological production of an antimalarial drug. Appl. Microbiol. Biotechnol. 2006; 72: 11-20. 8. Stewart, CN. Plant biotechnology and genetics: principle, techniques, and application, 2 nd edition. Wiley. 9. Brown, G. D. The biosynthesis of artemisinin (Qinghaosu) and the phytochemistry of Artemisia annua L. (Qinghao). Molecules (Basel, Switzerland). 2010; Vol15(11):7603 98. 10. Brown G.D, and Sy L.K. 2007. In vivo transformation of artemisinic acid in Artemisi annua plants. Tetrahedron. 2007;Vol 63 (38) :948-9566. 11. Qian, Z. H., Gong, K., Zhang, L., Lv, J. B., Jing, F. Y., Wang, Y. Y.,Tang, K. X. A simple and efficient procedure to enhance artemisinin content in Artemisia annua L. by seeding to salinity stress. African Journal of Biotechnology. 2007; Vol 6(June): 1410 1413. 12. Teoh KH, Polichuk DR, Reed DW, Covello PS. Molecular cloning of an aldehyde dehydrogenase implicated in artemisinin biosynthesis in Artemisia. 2009;(June 2014). 13. Pandey, P., Singh, S., Tewari, N., Srinivas, K. V. N. S., Shukla, a, Gupta, N.,Banerjee, S. Hairy root mediated functional derivatization of artemisinin and their bioactivity analysis. Journal of Molecular Catalysis B: Enzymatic. 2015; Vol 113: 95 103. 14. Baldi, A., & Dixit, V. K. Enhanced artemisinin production by cell cultures of Artemisia annua. Section Title: Fermentation and Bioindustrial Chemistry. 2008; Vol. 2(2):341 348. 15. Feng, L.-L., Yang, R.-Y., Yang, X.-Q., Zeng, X.- M., Lu, W.-J., & Zeng, Q.-P. Synergistic rechanneling of mevalonate pathway for enhanced artemisinin production in transgenic Artemisia annua. Plant Science. 2009; Vol 177 (1): 57-67. 16. Weathers, P. J., Bunk, G., & McCoy, M. C. The effect of phytohormones on growth and artemisinin production in Artemisia annua hairy roots. In Vitro Cellular & Developmental Biology - Plant. 2005;Vol 41 : 47-53. 17. Gao Pu, G.-B., Ma, D.-M., Chen, J.-L., Ma, L.-Q., Wang, H., Li, G.-F., Liu, B.-Y. Salicylic acid activates artemisinin biosynthesis in Artemisia annua L. Plant Cell. 2009;Vol 13:1127-1135. 18. Azguven M, Orhan IE, Sener B, Sekerogiu N. Effects of varying nitrogen doses on yield, yield components and artemisinin content of Artemisia annua L. Industrial Crops and products. 2008;27:60-64. 19. Jha P, Ram M, Khan MA, Khantwal U, Mahmooduzzafar N, Abdin MZ et al. Impact of organic manure and chemical fertilizers on artemisinin content and yield in artemisi annua L. Industrial crops and products. 2011; 33(2): 296 301. 20. Aquil,S., Husaini,AM., Abdin, MZ., Rather,GM. Overexpression of HMG-CoA reductase gene leads to enhanced artemisinin biosynthesis in transgenic Artemisia annua plants. Planta medica. 2009. Vol 75 (12), 1453-1458. 21. Alam, P., & Abdin, M. Z.2011. Over-expression of HMG-CoA reductase and amorpha-4,11-diene synthase genes in Artemisia annua L. and its influence on artemisinin content. Plant Cell Reports. Vol 30 (10). p 1919-1928

Khasanah: Strategi Peningkatan Produksi Senyawa Artemisinin Dan Turunannya Dengan Konsep Bioteknologi... 51 22. Li Han J, Liu B, Chun Ye H, Wang H, Qiu Li Z, Feng Li G et al. Effectsof overexpression of endogenous farnesyl diphosphate synthase on the artemisinin content in artemisia nnua L. Journal of integrative plant biology. 2006; 48 (4): 482 487. 23. Banyai, W., Kirdmanee, C., Mii, M., & Supaibulwatana, K. Overexpression of farnesyl pyrophosphate synthase (FPS) gene affected artemisinin content and growth of Artemisia annua L. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (PCTOC). 2010;Vol 103 (2): 255-265 24. Chen, J.-L., Fang, H.-M., Ji, Y.-P., Pu, G.-B., Guo, Y.-W., Huang, L.-L., Wang, H. Artemisinin biosynthesis enhancement in transgenic Artemisia annua plants by downregulation of the β- caryophyllene synthase gene. Planta Medica. 2011.;Vol 77 (15):1759-1765.