TEKNIK UJI MUTU AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) DI LABORATORIUM OLEH Ir. Syahnen, MS, Desianty Dona Normalisa Sirait, SP dan Sry Ekanitha Br. Pinem,SP Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126. Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787 http://ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpmed/ I. Pendahuluan Penggunaan agen pengendali hayati (APH) secara langsung akan menekan perkembangan OPT, mengurangi dampak negatif penggunaan petisida kimia dan menurunkan biaya produksi. Secara tidak langsung penggunaan APH akan meningkatkan daya saing produk perkebunan Indonesia untuk bersaing di pasar tradisional (Purnomo, 2010). Agar mutu APH yang digunakan tetap memberikan hasil pengendalian yang memuaskan diperlukan pengawasan mutu produk APH. Beberapa aspek yang memerlukan pengawasan mutu antara lain: mutu isolat, mutu starter, teknik perbanyakan dan produksi, serta formulasi dan pengemasan APH. Penilaian mutu APH juga dapat dilihat dari efektivitas APH dalam mengendalikan OPT. II. Parameter-parameter Penting dalam Uji Mutu APH di Laboratorium Uji mutu APH perlu dilakukan untuk menjamin mutu APH, meningkatkan kepercayaan konsumen, untuk menjaga kestabilan APH, mengetahui masa kadaluarsa APH dan keberlanjutan APH (Soesanto, 2013). Parameter-parameter yang penting dalam uji mutu APH yang biasa dilakukan di laboratorium lapangan BBPPTP adalah identifikasi APH, uji kerapatan spora, uji viabilitas spora, uji kadar air dan uji antagonisme/uji virulensi. 1
1. Identifikasi sebagian contoh jamur untuk mutu APH yang diuji Identifikasi jamur bertujuan untuk mengklarifikasi apakah di dalam starter/produk apabila dilihat secara morfologi benar-benar terdapat jamur APH yang dimaksudkan. Jamur APH yang sering diuji laboratorium lapangan BBPPTP Medan adalah: jamur Trichoderma sp, Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Konidia Fialid Konidiofor Gambar 1. Trichoderma di bawah mikroskop, dengan pengecatan Lactofenol cotton blue Sumber: Foto Langsung Lab. Lapangan BBPPTP Medan a b Gambar 2. Jamur B. bassiana secara mikroskopik: (a). spora/konidia tunggal berbentuk bulat silinder; (b). Konidiofor 2
b a Gambar 3. Jamur M. anisopliae secara mikroskopik: (a). spora/konidia tunggal berbentuk bulat silinder; (b). Konidia dibentuk pada ujung konidiofor tersusun tegak, berlapis dan bercabang. 2. Pengujian Kerapatan Spora Alat hitung spora yang digunakan ialah haemocytometer pembagian Neubauer yaitu kotak yang tengan dibagi menjadi 25 kotak besar. Setiap kotak besar dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil sehingga didapat seluruhnya 400 kotak kecil (25 x 16) dengan catatan: Tebal lapisan air : 0,1 mm Luas 1 kotak kecil : 0,0025 mm 2 Volume 1 kotak kecil : 0,00025 mm 3 Volume 16 kotak kecil : 0,004 mm 3 =4 x 10-3 mm 3 Dasar perhitungan : 1 ml= 1 cm 3 = 1.000 mm 3 Untuk kerapatan spora yang baik untuk Trichoderma/Gliocladium (siap aplikasi tabur) 1 x 10 6 spora/g dan untuk Beauveria/Metarhizium brontispa (disemprotkan) adalah 1 x 10 8 spora/g. Sebelum haemocytometer digunakan, terlebih dahulu permukaan hitung haemocytometer dibersihkan, kemudian urutan kegiatan yang dilakukan adalah: 3
a. Penyiapan Suspensi Penyiapan suspensi yang dilakukan di Lab. Lapangan BBPPTP Medan adalah sebagai berikut: 1. Ditimbang 1 gr jamur APH (Trichoderma, Beauveria bassiana, Metarhizium) 2. Jamur dimasukkan kedalam 10 ml air pada test tube. 3. Suspensi jamur dikocok/divortex agar jamur bersatu dengan air Gambar 4. Urutan cara kerja pembuatan suspensi dalam menghitung kerapatan spora 4
b. Cara Hitung Spora Cara menghitung spora yang terkandung pada suatu APH adalah sebagai berikut: a. Siapkan haemocytometer tipe neubauer improve, letakkan pada meja benda mirkoskop. Tutup dengan gelas penutup. Gambar 5. Penutupan Haemocytometer dengan menggunakan gelas penutup b. Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemocytometer. c. Teteskan suspensi spora secara perlahan pada bidang hitung dengan mikropipet hingga memenuhi kanal. Gambar 6. Penetesan suspensi pada bidang hitung d. Diamkan satu menit agar posisi stabil e. Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada spora dan bidang hitung f. Hitung jumlah spora yang terdapat pada kotak hitung pada 5 bidang pandang dengan perbesaran 400x menggunakan handcounter. Lakukan 2 kali penghitungan untuk tiap bidang hitung. Gambar 7. Perhitungan Spora 5
g. Hitung rata-rata spora dalam setiap 16 kotak kecil secara pengamatan diagonal Rata-rata spora tiap 16 kotak : spora Setelah diketahui banyaknya spora pada kotak hitung haemocytometer, hitung jumlah spora dengan rumus S= R x K x F Keterangan: S = Jumlah spora R = Jumlah rata-rata spora pada 5 bidang pandang haemocytometer K = Konstanta koefisien alat (2,5 x 10 5 ) F = Faktor Pengenceran yang dilakukan 3. Pengujian Viabilitas Spora Viabilitas spora sangat dipengaruhi umur biakan, faktor lingkungan (kandungan air, suhu, cahaya matahari, dan lain-lain) dan kesuburan media biakan. Viabilitas spora digolongkan baik bila > 85 100%, sedang > 70-85% dan kurang < 55 70 % (Ramli, 2004). Untuk mengukur viabilitas spora jamur perlu disuspensikan dengan aquadest. Kemudian diencerkan hingga beberapa kali agar kepadatan spora dalam suspensi tidak terlalu rapat. Suspensi jamur yang sudah diencerkan tersebut disebarkan pada medium water agar yang diberi sedikit gula. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan jumlah spora yang berkecambah pada medium. Minimal total spora yang diamati adalah 300 spora (Gaona et al, 2010). Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut: a. Disiapkan media water agar di cawan petri sebanyak 3 ulangan b. Ambil suspensi jamur 10-2 dengan menggunakan mikropipet sebanyak 0,01 ml c. Teteskan suspensi jamur tadi ke atas media water agar kemudian ratakan. 6
d. Tutup media water agar lalu inkubasikan untuk waktunya tergantung APH yang dihitung pada suhu kamar. Untuk Trichoderma sp. diperlukan waktu minimal 6 jam, dan untuk entomopatogen minimal 18 jam dan maksimal 36 jam. e. Amati menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x. Hitung banyaknya spora yang berkecambah dan yang tidak berkecambah. f. Hitung daya kecambah spora dengan rumus sebagai berikut: Viabilitas = Jumlah spora berkecambah x 100% Total spora yang diamati g. Ulangi langkah d sampai f untuk media water agar lainnya. h. Hitung rata-rata viabilitas spora dari ketiga media water agar tersebut. Spora Beauveria bassiana yang berkecambah Gambar 8. Spora Beauveria bassiana yang berkecambah Spora Metarrhizium yang berkecambah Gambar 9. Spora Metarrhizium yang berkecambah Spora Trichoderma yang berkecambah Gambar 10. Spora Metarrhizium yang berkecambah 7
4. Pengujian Kadar Air Pengujian kadar air APH dilakukan sebagai berikut: a. Contoh bahan uji baik pada media padat atau media agar miring diambil dengan sendok spatula dan ditimbang sebanyak 20 gr (Y) ke dalam cawan petri yang sudah ditimbang beratnya terlebih dahulu. b. Kemudian dimasukkan ke dalam oven yang suhunya telah diatur 105 0 C selama 24 jam. c. Contoh bahan uji yang telah dioven ditimbang kembali berat keringnya sehingga diketahui penyusutannya (X) akibat hilangnya kandungan air pada media d. Dihitung persen kadar air dengan rumus Persen kadar air = X/Y x 100% Untuk kadar air bahan yang baik adalah minimal : 12% dan maksimal : 20% 5. Uji Antagonisme/uji virulensi Tujuan dari uji ini untuk mengetahui daya infeksi atau daya bunuh dari suatu APH. Uji antagonisme dilakukan untuk Jamur Trichoderma/Gliocladium. Uji Virulensi dilakukan untuk jamur entomopatogen seperti Metarhizium dan Beauveria dengan menyemprotkan APH ke minimal 10 ulat yang peka (Tenerio molitor).tahapan uji antagonisme dengan media dual culture adalah sebagai berikut : a. Siapkan media PDA di cawan petri (diameter 9 cm), beri tanda pada bagian bawah cawan petri b. Ambil isolat Trichoderma sp. yang sudah disiapkan dengan bor gabus diameter 0,5 cm pada bagian tepi koloni c. Letakkan potongan jamur Trichoderma sp. pada media PDA dengan jarak 2 cm dari tepi cawan petri (tanda A) d. Ambil isolat patogen yang sudah disiapkan dengan bor gabus diameter 0,5 cm pada bagian tepi koloni e. Letakkan potongan jamur patogen pada media PDA dengan jarak 2 cm dari tepi cawan petri (tanda P) f. Ulangi langkah c dan d pada media PDA yang berbeda sebagai kontrol 8
g. Amati pertumbuhan koloni untuk masing-masing jamur hingga terjadi kontak jamur antagonis dan patogen h. Ukur jari-jari koloni jamur patogen pada cawan petri perlakuan dan kontrol i. Hitung persentase penghambatan dengan rumus sebagai berikut: Z = (R1 R2) x 100% R1 Keterangan : Z = Persentase penghambatan R1 R2 = Jari-jari patogen tanpa antagonis (pada kontrol) = Jari-jari patogen dengan antagonis j. Perlakuan uji antagonisme dilakukan sebanyak 3 ulangan Umur biakan yang baik untuk starter maksimal 1 bulan dan untuk produk yang siap aplikasi maksimal 3 bulan dan zona hambat yang baik adalah minimal : 61,8 % (Katany et all, 2000 dalam Suwahyono, 2009). III. Kesimpulan Uji mutu APH dapat dilakukan di Lab.BBPPTP Medan Parameter-parameter yang dapat diuji di Lab. Lapangan BBPPTP Medan adalah Identifikasi jamur, Pengujian kerapatan spora, viabilitas spora, kadar air dan uji antagonisme/uji virulensi. Bahan Pustaka Barnett, H. L. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. London: Burges Publishing Company. Ginandjar, I., R.A. Samson., K.V.D.T. Vermeulen., A. Oetari dan I. Santosa. 1999.Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Gabriel, B.P dan Riyatno. 1989. Metarhizium anisopliae (Metsch) Sor. Taksonomi, Patologi, Produksi, dan Aplikasinya. Proyek Perkembangan Perlindungan Tanaman Perkebunan. Departemen Pertanian. Jakarta. Gaona, O.N., G.S.Castaneda., R.A.Rosas., and O. Loera. 2010. Effect of Moisture Content and Inoculum on the Growth and Conidia 9
Production by Beauveria bassiana on Wheat Bran. Brazilian Archives of Biology and Technology. Vol. 53 no. 4. Junianto, Y. D. 1999. Pengenalan Agens Pengendali Hayati dan Pemanfaatannya Pada Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. Prayogo, Y. dan W. Tengkano. 2002. Pengaruh Media Tumbuh Terhadap Daya Kecambah Sporulasi dan Virulensi Metarhizium anisopliae (Metchnikoff) Sorokin Isolat Kendalpayak Pada Larva Spodoptera litura. Sainteks. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian. Purnomo, H. 2010. Pengantar Pengendalian Hayati. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ramli, N., 2004. Petunjuk Teknis pada Berbagai Kegiatan Laboratorium, Laboratorium Lapangan, Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara, Medan. Roddam, L.F. and A.D. rath. 1997. Isolation and Characterisation of Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana From Subantartic Macquarie Island. J. Invertebr. Pathol. Suarez, B., M. Rey., P. Castillo., E. Monte., and A. Llobell. 2004. Isolation and Characterization of PRA1, a Trypsin-like Protease from the Biocontrol Agent Trichoderma harzianum CECT 2413 Displaying Nematicidal Activity. Appl Microbiol Biotechnol (2004) 65: 46-55. Suwahyono, U. 2009. Cara Membuat dan Petunjuk Penggunaan Biopestisida. Penebar Swadaya. Jakarta 10