PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA TANAMAN JAGUNG.

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

PENGARUH PENYIMPANAN DAN FREKUENSI INOKULASI SUSPENSI KONIDIA Peronosclerospora philippinensis TERHADAP INFEKSI PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis(zea mays var saccarata) merupakan tanaman pangan yang. bahan baku industri gula jagung (Bakhri, 2007).

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian Laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Agroteknologi,

Faktor kedua adalah dosis Dregs (D) yang terdiri dari 4 taraf yaitu: DO = Tanpa pemberian dregs DI = 10 g dregs /kg gambut D2 = 20 g dregs /kg gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tembakau dalam sistem klasifikasi tanaman masuk dalam famili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

PENGGUNAAN Trichoderma sp. SEBAGAI AGENSIA PENGENDALIAN TERHADAP Pyricularia oryzae Cav. PENYEBAB BLAS PADA PADI

III. BAHAN DAN METODE. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Febuari hingga April 2015.

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

II. TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk fase vegetatif dan paruh kedua untuk fase generatif. Jagung memiliki

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays var. saccarata) adalah tanaman pangan yang kebutuhan

SUMBER INOKULUM PENYAKIT BULAI Peronosclerospora philippinensis PADA TANAMAN JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

III. METODE PENELITIAN. Penelitan ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan dan Penyakit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

III. BAHAN DAN METODE

PENGGUNAAN PESTISIDA NABATI

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

Transkripsi:

PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA TANAMAN JAGUNG (Skripsi) Oleh HERU PRANATA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

ABSTRAK PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA TANAMAN JAGUNG Oleh HERU PRANATA Salah satu kendala dalam budidaya jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. Lazimnya bulai dikendalikan dengan metalaksil yang telah dikenal memiliki dampak negatif yaitu timbulnya patogen tahan dan menekan mikroba yang menguntungkan. Alternatif pengendalian yang mulai dikembangkan saat ini diantaranya yaitu pemanfaatan agensia hayati. Salah satu agensia hayati yang berpotensi adalah Trichoderma spp.. Jamur ini dapat tumbuh di tempat yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. yang mampu mengendalikan penyakit bulai. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2018 April 2019. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan (kelompok).

Heru Pranata 4 Perlakuan terdiri atas (T 0 ) tanpa isolat Trichoderma sp., (T 1 ) Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, (T 2 ) Trichoderma sp. isolat Gedong Tataan, (T 3 ) Trichoderma sp. isolat Hajimena, (T 4 ) Trichoderma sp. isolat Margodadi, (T 5 ) Trichoderma sp. isolat Tegineneng, dan (T 6 ) Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Variabel yang diamati yaitu masa inkubasi, keterjadian penyakit, keparahan penyakit, bobot kering berangkasan, dan tinggi tanaman. Data pengamatan yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan selanjutnya diuji dengan uji BNT pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma sp. isolat Hajimena dan isolat Margodadi mampu memperpanjang masa inkubasi jika dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, dan Tegineneng dapat menekan keterjadian penyakit bulai, kecuali Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Semua isolat Trichoderma spp. dapat menekan keparahan penyakit bulai. Trichoderma sp. isolat Hajimena dapat meningkatkan bobot kering berangkasan. Sedangkan Trichoderma sp. isolat Margodadi dapat meningkatkan tinggi tanaman jagung. Isolat Trchoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai yaitu isolat Hajimena. Hal ini karena Trichoderma sp. isolat Hajimena menunjukkan masa inkubasi yang lebih lama, keterjadian penyakit, dan keparahan penyakit yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Kata kunci : penyakit bulai, tanaman jagung, Trichoderma spp..

PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA TANAMAN JAGUNG Oleh Heru Pranata SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN Pada Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

5

6

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pagar Alam, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus pada tanggal 25 Maret 1996. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara pasangan bapak Bahdin Akri dan ibu Parmawati. Penulis telah menempuh pedidikan dasar di SDN 1 Pagar Alam Ulu Belu Tanggamus pada tahun 2008, SMP Bina Utama Datarajan Ulu Belu Tanggamus pada tahun 2011, SMAN 2 Pringsewu Kabupaten Pringsewu pada tahun 2014. Selanjutnya pada tahun 2015 penulis diterima di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, penulis aktif dibeberapa kegiatan dan organisasi baik akademik maupun non akademik. Di bidang akademik penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Mikrobiologi Umum kelas Agroteknologi tahun 2018, Pengantar Ilmu Tanah (PIT) kelas Agroteknologi tahun 2018, Dasar- Dasar Perlindungan tanaman (DDPT) kelas Agribisnis tahun 2018, Klinik Tanaman kelas Agroteknologi tahun 2019, Klinik Tanaman kelas Proteksi tanaman tahun 2019, dan mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan (IPT) kelas Proteksi Tanaman tahun 2019. Sedangkan organisasi yang pernah diikuti oleh penulis selama menjadi mahasiswa

9 di Universitas Lampung yaitu sebagai berikut: 1. KMB X BEM U KBM Unila Kabinet Mengabdi & Berkarya tahun 2015. 2. UKM Pramuka Universitas Lampung tahun 2015. 3. Anggota Divisi Human Resources Development (HRD) Paguyuban Karya Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2016-2017. 4. Duta Pertanian Universitas Lampung masa bakti 2017. 5. Staff Ahli Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (ADKESMA) BEM U KBM Unila masa bakti 2017-2018. 6. Anggota Divisi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (PSDM) Paguyuban Karya Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2017-2018. 7. Kepala Divisi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (PSDM) Paguyuban Karya Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2018-2019. Selama menjadi mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung, penulis mendapatkan beasiswa dari yayasan Karya Salemba Empat (KSE ) sejak semester 3 sampai penulis menyelesaikan studi. Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan di antaranya yaitu: 1. Seminar nasioal MENPORA BEM U KBM Unila tahun 2015. 2. Pelatihan pembuatan terarium Fakultas Pertanian Universitas Lampung tahun 2015. 3. Pelatihan Aksi Menginspirasi Se-Sumatra dan Kalimantan KSE Nusantara tahun 2016. 4. Seminar daerah BEM U KBM Unila tahun 2017. 5. Sekolah BEM tahun 2017.

10 6. Pelatihan Indofood Leadership Camp I Bisma Batch 10 di Akademi Militer Magelang - Jawa Tengah tahun 2018. 7. Pelatihan Indofood Leadership Camp II Bisma Batch 10 di New Pramesthi Hotel, Cibogo Megamendung, Bogor-Jawa Barat tahun 2018. Pada bulan Januari Maret 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pandan Sari, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple Plantation Group 4 Labuhan Ratu Lampung Timur pada bulan Juli Agustus 2018 dengan judul Gejala Black Hole pada Buah Nanas Berdasarkan Kondisi Basah dan Kering di PT. GGP-PG4 Labuhan Ratu Lampung Timur. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Desember 2018 April 2019 di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

11 Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Rabb-mulah kamu berharap (Qs. Al-Insyiroh 6:8) Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Qs. Al-Baqarah: 286)

Universitas Lampung 12

14 SANWACANA Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat-nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengujian Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi untuk Mengendalikan Penyakit Bulai (Peronosclerospora sp.) pada Tanaman Jagung dengan tepat waktu. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih sempurnanya skripsi ini sangat penulis harapkan. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., Selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. i

15 4. Ir. Joko Prasetyo, M.P., Selaku pembimbing pertama yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dari awal pelaksanaan penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. 5. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., Selaku pembimbing kedua atas saran, motivasi, dan bimbingannya serta nasihat-nasihat yang telah diberikan kepada penulis. 6. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., Selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 7. Kedua orang tua penulis tercinta bapak Bahdin Akri dan ibu Parmawati yang sampai sekarang menjadi inspirasi dan semangat terbesar bagi penulis. 8. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Selaku dosen Pembimbing Akademik. 9. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, dukungan moril maupun materil, serta semangat dan kasih sayangnya kepada penulis. 10. Rekan-rekan tim penelitian bulai ( Fuji, Gita, Yoan, Afrida, Reza, Aziz, Moro, Linda, Tita, Tyas) yang telah membersamai dan membantu penulis selama pelaksanaan penelitian hingga selesianya penyusunan skripsi ini. 11. Keluarga Besar Jurusan Agroteknologi dan Proteksi Tanaman Universitas Lampung. 12. Keluarga Besar Beasiswa Karya Salemba Empat Universitas Lampung yang telah meberikan beasiswa kepada penulis sampai saat ini. 13. Rekan-rekan & senior terdekat yang telah membantu dan membersamai penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini (Ridho, Made, Ica, Mila, Anggi, Fifi, Ikhwan, Suyadi, Charenina Putri, S.P., Aditya Kurniawan, S.P. ). ii

16 14. Almamater tercinta Universitas Lampung dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini. Akhir kata, dengan terselesainya penyusunan skripsi ini semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan almamater tercinta. Bandar Lampung, 14 Juli 2019 penulis, Heru Pranata iii

17 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... x I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1 1.2 Tujuan... 4 1.3 Kerangka Pemikiran... 4 1.4 Hipotesis... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1. Tanaman Jagung... 7 2.1.1 Arti Penting Tanaman Jagung... 7 2.1.2.Klasifikasi Tanaman Jagung... 8 2.1.3.Morfologi Tanaman Jagung... 8 2.1.4.Syarat Tumbuh Tanaman Jagung... 9 2.2. Permasalahan pada Tanaman Jagung...10 2.2.1. Penyakit Bulai... 11 2.2.1.1. Penyebab Penyakit Bulai...11 2.2.1.2. Gejala Penyakit Bulai...11 2.2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Bulai...12 2.2.1.4. Pengendalian Penyakit Bulai...13 2.3. Jamur Trichoderma sp.... 13 iv

18 2.4 Pentingnya Mencari Isolat Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi...15 III. BAHAN DAN METODE...16 3.1. Waktu dan Tempat...16 3.2. Alat dan Bahan...16 3.3. Metode Penelitian...17 3.4. Pelaksanaan Penelitian...18 3.4.1. Pengambilan Sampel untuk Isolasi Trichoderma spp...18 3.4.2. Pembuatan Media Potato Sukrose Agar (PSA)...18 3.4.3. Isolasi dan Pemurnian Trichoderma spp....19 3.4.4. Perbanyakan Isolat Trichoderma spp....20 3.4.5. Persiapan Tanam dan Penanaman...20 3.4.5.1. Sterilisasi Media Tanam...20 3.4.5.2. Pembuatan Suspensi Trichoderma spp....21 3.4.5.3. Persiapan Media Tanaman, Aplikasi Suspensi Trichoderma spp., dan Penanaman...21 3.4.6. Inokulasi bulai (Peronosclerospora sp.)...22 3.4.7. Variabel Pengamatan...22 3.5. Analisis Data...24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...25 4.1. Hasil Penelitian...25 4.1.1. Masa Inkubasi Penyakit Bulai...26 4.1.2. Keterjadian Penyakit Bulai...27 4.1.3. Keparahan Penyakit Bulai...28 4.1.4. Bobot Kering Berangkasan...29 4.1.5. Tinggi Tanaman...30 4.2. Pembahasan...31 V. SIMPULAN DAN SARAN...35 5.1. Simpulan...35 5.2. Saran...35 v

19 DAFTAR PUSTAKA...36 39 LAMPIRAN...40 57 vi

20 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Skala kategori gejala penyakit.....23 2. Masa inkubasi penyakit bulai pada beberapa perlakuan Trichoderma spp...26 3. Keterjadian penyakit bulai pada beberapa perlakuan Trichoderma spp....27 4. Keparahan penyakit bulai pada beberapa perlakuan Trichoderma spp....29 5. Bobot kering berangkasan tanaman jagung pada beberapa perlakuan Trichoderma spp...30 6. Tinggi tanaman jagung pada beberapa perlakuan Trichoderma spp...31 7. Data pengamatan masa inkubasi penyakit bulai (hari)...41 8. Analisis ragam masa inkubasi penyakit bulai...41 9. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 7 hari setelah inokulasi (%)...41 10. Data keterjadian penyakit bulai bulai pada 7 hari setelah inokulasi (Transformasi dengan x + 0,5)...42 11. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 7 hari setelah inokulasi...42 12. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 14 hari setelah inokulasi (%)...42 13. Data keterjadian penyakit bulai bulai pada 14 hari setelah inokulasi (Transformasi dengan x + 0,5)...43 vii

21 14. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 14 hari setelah inokulasi...43 15. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 21 hari setelah inokulasi (%)...43 16. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 21 hari setelah inokulasi...44 17. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 28 hari setelah inokulasi (%)...44 18. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 28 hari setelah inokulasi...44 19. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 35 hari setelah inokulasi (%)...45 20. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 35 hari setelah inokulasi...45 21. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 7 hari setelah inokulasi (%)...45 22. Data keparahan penyakit bulai bulai pada 7 hari setelah inokulasi (Transformasi dengan x + 0,5)...46 23. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 7 hari setelah inokulasi...46 24. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 14 hari setelah inokulasi (%)...46 25. Data keparahan penyakit bulai bulai pada 14 hari setelah inokulasi (Transformasi dengan x + 0,5)...47 26. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 14 hari setelah inokulasi...47 27. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 21 hari setelah inokulasi (%)...47 28. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 21 hari setelah inokulasi...48 29. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 28 hari setelah inokulasi (%)...48 viii

22 30. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 28 hari setelah inokulasi...48 31. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 35 hari setelah inokulasi (%)...49 32. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 35 hari setelah inokulasi...49 33. Data pengamatan bobot kering berangkasan bagian tajuk (g)...49 34. Analisis ragam bobot kering berangkasan bagian tajuk...50 35. Data pengamatan bobot kering berangkasan bagian akar (g)...50 36. Analisis ragam bobot kering berangkasan bagian akar...50 37. Data pengamatan tinggi tanaman 1 MST (cm)...51 38. Analisis ragam tinggi tanaman 1 MST...51 39. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm)...51 40. Analisis ragam tinggi tanaman 2 MST...52 41. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm)...52 42. Analisis ragam tinggi tanaman 3 MST...52 43. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm)...53 44. Analisis ragam tinggi tanaman 4 MST...53 45. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm)...53 46. Analisis ragam tinggi tanaman 5 MST...54 ix

23 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. (a) Konidia, dan (b) Konidiofor Peronosclerospora sp...11 2. Tanaman jagung bergejala bulai...12 3. Tata letak percobaan...18 4. Drum pengukus tanah...21 5. Gejala dan tanda penyakit bulai jagung (Peronosclerospora sp.) (a) gejala klorosis awal, (b) gejala klorosis di seluruh permukaan daun, dan (c) miselia dan konidia Peronosclerospora sp....25 6. (a) Konidiofor, dan (b) Konidia Peronosclerospora sp....26 7. Perkembangan keterjadian penyakit bulai 1 35 HSI...28 8. Pertumbuhan koloni Trichoderma spp. umur 10 hari (a) Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, (b) Trichoderma sp. isolat Gedong Tataan, (c) Trichoderma sp. isolat Hajimena, (d) Trichoderma sp. isolat Margodadi, (e) Trichoderma sp. isolat Tegineneng, dan (f) Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih...55 9. Plot percobaan...55 10. Pelaksanaan pengambilan sampel...56 11. Sterilisasi tanah...56 12. Pelaksanaan inokulasi Peronosclerospora sp....57 x

24 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai banyak manfaat. Salah satu manfaat utama jagung yaitu sebagai penghasil karbohidrat. Jagung juga mempunyai arti penting dalam perkembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan jagung di Indonesia maka kebutuhan jagung akan semakin meningkat. Namun di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung produksi jagung (pipilan kering) mengalami penurunan. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), di Provinsi Lampung produksi jagung pada tahun 2010 mencapai 2.126.571 ton, pada tahun 2011 dan 2012 produksi jagung mengalami penurunan yaitu menjadi 1.817.906 ton dan 1.760.275 ton, tahun 2013 produksi jagung pipilan kering mencapai 1.760.278 ton, sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 produksi jagung pipilan kering mengalami penurunan dengan produksi berturut-turut menjadi 1.719.386 ton dan 1.502.800 ton.

25 2 Menurunnya produksi jagung diduga antara lain disebabkan oleh gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT yang dapat merusak tanaman jagung salah satunya yaitu hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman jagung antara lain yaitu lalat bibit (Antherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), ulat grayak (Spodoptera litura). Sedangkan penyakit pada tanaman jagung diantaranya yaitu penyakit bulai (Peronosclerospora sp.), penyakit bercak daun (Bipolaris maydis), penyakit hawar daun (Rhizoctonia solani) (Surtikanti, 2011). Penyakit yang sangat berbahaya pada tanaman jagung yaitu penyakit bulai (BBPOPT, 2017). Menurut Semangun (2004), Penyakit ini dapat menurunkan produksi jagung hingga 90 %. Oleh sebab itu pengendalian penyakit ini sangat penting untuk dilakukan. Saat ini penggunaan fungisida kimia untuk pengendalian penyakit bulai masih menjadi pilihan utama para petani. Namun penggunaan fungisida kimia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satunya yaitu dapat memicu terjadinya resistensi pada Peronosclerospora sp. (Burhanuddin, 2009). Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mencari cara lain dalam mengendalikan penyakit bulai jagung. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu pengendalian hayati dengan menggunakan agensia hayati Trichoderma sp.. Keuntungan dari pengendalian menggunakan Trichoderma sp. yaitu tidak akan mencemari lingkungan, mudah diaplikasikan dan relatif aman bagi manusia maupun hewan ternak. Selain itu

26 3 keuntungan lain dari aplikasi Trichoderma sp. yaitu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Trichoderma sp. akan tumbuh baik sesuai dengan lingkungannya. Semakin baik lingkungannya maka semakin baik pula pertumbuhan Trichoderma sp. Menurut Zali et al. (2011), Trichoderma sp. akan tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu sekitar 28ºC. Populasi jamur ini akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Selain itu, syarat tumbuh Trichoderma sp. yaitu lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan tersedianya nutrisi yang sesuai untuk pertumbuhannya seperti karbon dan nitrogen (Burnett dan Hunter, 1998 dalam Syahri et al., 2011). Dengan demikian, setiap wilayah tempat tumbuhnya Trichoderma sp. diduga akan memperlihatkan pertumbuhan Trichoderma sp. yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah diuraikan di atas, perlu dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan berikut: 1. Apakah isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu mengendalikan penyakit bulai? 2. Isolat dari lokasi manakah yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai? 3. Apakah isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung?

27 4 1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu mengendalikan penyakit bulai. 2. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai. 3. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung. 1.3 Kerangka Pemikiran Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur endofitik yang sering ditemukan dan mampu berperan sebagai agensia hayati. Jamur ini dapat tumbuh baik sesuai dengan keadaan lingkungan tumbuhnya. Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan Trichoderma sp. ini yaitu lingkungan tumbuh dengan suhu sekitar 28ºC (Zali et al., 2011). Oleh sebab itu setiap isolat Trichoderma sp. yang berasal dari beberapa wilayah, diduga akan diperoleh Trichoderma sp. dengan pertumbuhan yang berbeda-beda pula. Semakin baik pertumbuhan Trichoderma sp. diduga akan semakin baik pula kemampuannya sebagai agensia hayati. Menurut Widyastuti dan Hariani (2006) dalam Taribuka et al. (2016), Trichoderma sp. dapat menekan berbagai patogen dan memicu pertumbuhan tanaman serta merangsang respon ketahanan tanaman terhadap penyakit. Menurut Oanh et al., (2006) Trichoderma sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman dengan cara mengaktifkan gen-gen ketahanan dalam tanaman. Mekanisme

28 5 Trichoderma sp. dalam merangsang ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu dengan cara memicu tanaman untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen seperti flavonoid, resin, dan peroksidase, serta memicu perubahan morfologi seperti penebalan lignin dan penebalan dinding sel (Gunaeni et al., 2015; Percival, 2001 dalam Santana, 2017). Jamur ini sudah dibuktikan mampu melindungi tanaman dari berbagai penyakit. Sutama et al. (2015) melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. untuk perendaman benih sebelum ditanam di media tanah dapat menurunkan keterjadian penyakit bulai tanaman jagung hibrida NK22 pada 33 dan 40 hari setelah tanam. Menurut hasil penelitian Wijaya (2018) bahwa aplikasi Trichoderma sp. yang dikombinasikan dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit bulai. Soenartiningsih et al. (2014) melaporkan bahwa Trichoderma dapat menekan penyakit busuk pelepah daun pada tanaman jagung. Menurut hasil penelitian Darwis (2010) dalam Santana (2017) bahwa aplikasi suspensi Trichoderma koningii di sekitar perakaran tanaman tembakau menyebabkan penurunan intensitas penyakit lanas. Muslim et al. (2014) melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma pada media tanam dapat menghambat penyakit rebah kecambah tanaman cabai. Menurut Harman (2000), Trichoderma dapat memperkuat sistem perakaran tanaman sehingga berbagai jenis patogen dapat terkendalikan. Selain itu Trichoderma sp. juga banyak dilaporkan sebagai pemicu pertumbuhan tanaman. Sutama et al. (2015) melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. dan Paenibacillus polymyxa dapat meningkatkan bobot tongkol jagung manis Bonanza F1 dan jagung hibrida NK22. Yudha et al. (2016) melaporkan bahwa

29 6 perlakuan Trichoderma sp. isolat bawang dan isolat pisang dapat meningkatkan bobot segar tanaman caisin masing-masing sebesar 30,75 % dan 28,35 %. 1.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu mengendalikan penyakit bulai. 2. Terdapat isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai. 3. Terdapat isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.

30 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagung 2.1.1 Arti Penting Tanaman Jagung Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok pengganti beras karena jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai. Dalam bentuk biji utuh, jagung bisa diolah menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Selain itu, jagung juga dapat diproses menjadi minyak goreng, margarin, dan formula makanan. Dalam bidang industri, pati jagung bisa dipakai sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan semacam es krim, kue, dan minuman. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (PT Dupont Indonesia, 2017).

31 8 2.1.2 Klasifikasi Tanaman Jagung Klasifikasi tanaman jagung menurut Falah (2009) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermathophyta : Monocotyledonenae : Graminae : Graminaceae : Zea : Zea mays 2.1.3 Morfologi Tanaman Jagung Jagung (Zea mays) merupakan tanaman monoecius. Artinya, tanaman jagung memiliki bunga jantan dan betina dalam satu tanaman. Letak bunga jantan pada tanaman jagung yaitu tumbuh dibagian puncak tanaman berupa kerangka bunga. Sedangkan bunga betina tumbuh dibagian batang tepatnya di sela-sela pelepah daun. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang terbungkus oleh kelobot dan rambut jagung. Tanaman jagung mempunyai akar adventif. Akar adventif sering disebut sebagai akar tunjang. Akar tunjang akan mengalami perkembangan diatas permukaan tanah tetapi pada batang terendah dari tanaman jagung. Fungsi akar tunjang yaitu untuk memperkuat tegaknya batang jagung dan menambah organ penghisap air dan garam-garam tanah. Batang tanaman jagung padat, tidak berlubang, tersusun dari ruas-ruas, dan terdapat berkas-berkas pembuluh yang dapat memperkuat tegaknya tanaman. Rata-rata panjang batang jagung adalah sekitar 100 300 cm. Daun tanaman jagung terdiri antara 8 48 helai. Tetapi sebagian besar varietas jagung mempunyai daun berkisar antara 12 18 helai. Panjang daun jagung berkisar

32 9 antara 30 150 cm. Lebar daun jagung sekitar 15 cm. Daun jagung termasuk dalam tipe daun linier. Buah atau biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Biji jagung akan menempel pada tongkol jagung tersebut dan akan diselimuti oleh rambut-rambut jagung. Setiap tanaman jagung biasanya akan terbentuk 1 2 tongkol. Perkembangan biji jagung tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu varietas dan unsur hara dalam tanah (AAK, 1993). 2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung Tanaman jagung akan tumbuh baik di daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah-daerah beriklim subtropis/tropis yang basah. Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung antara lain: a. Suhu atau temperatur : suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung yaitu antara 21ºC hingga 30ºC. Namun temperatur optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung yaitu antara 23ºC hingga 27ºC. b. Ketinggian tempat : Ketinggian tempat untuk pertumbuhan tanaman jagung tidak terlalu memberikan efek untuk jagung dapat tumbuh dengan baik. Di Indonesia jagung dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dengan dataran pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000 1.800 meter dari permukaan air laut. c. Sinar matahari : sinar matahari berperan penting untuk pembentukan batang, daun, buah dan biji.

33 10 d. Curah hujan : air sangat berperan dalam kehidupan tanaman jagung. Air akan menyediakan dan menyiapkan zat hara dari dalam tanah ke perakaran tanaman, sehingga akar-akar tanaman dapat mudah dalam menyerap unsur hara didalam tanah. e. Kemiringan tanah : Tanaman jagung dapat ditanam pada kemiringan tanah kurang dari 8 %. Hal ini karena pada tingkat kemiringan tersebut kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil (AAK, 1993). 2.2 Permasalahan pada Tanaman Jagung Di Indonesia saat ini permintaan jagung terus meningkat. Dengan demikian usaha pengembangan jagung di Indonesia mempunyai prospek dan peluang yang cukup baik. Namun usaha pengembangan jagung ini masih mempunyai berbagai permasalahan. Permasalah utama yang ada pada tanaman jagung yaitu adanya gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Beberapa OPT yang dapat mengganggu tanaman jagung diantaranya yaitu hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman jagung salah satunya adalah ulat grayak (Spodoptera litura), lalat bibit (Antherigona sp.) dan penggerek batang ( Ostrinia furnacalis). Sedangkan penyakit yang menjadi permasalahan dalam berbudidaya tanaman jagung yaitu adanya gangguan penyakit bulai (Peronosclerospora sp.), penyakit hawar daun (Rhizoctonia solani), penyakit bercak daun (Bipolaris maydis) (Surtikanti, 2011).

34 11 2.2.1 Penyakit Bulai Penyakit bulai merupakan penyakit pada tanaman jagung yang sangat berbahaya dan dapat menurunkan hasil produksi. Kerugian yang disebabkan oleh penyakit bulai di Provinsi Lampung sangat besar. Bahkan dibeberapa lokasi tertentu kerugian tersebut dapat mencapai 100 % (Wakman & Kontong, 2000 dalam Ginting et al., 2016). 2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora sp.. Jamur ini tidak membentuk oospora. Konidium Peronosclerospora sp. akan terbentuk pada waktu malam hari yaitu pada waktu daun berembun. Selanjutnya konidium akan menyebar karena adanya hembusan angin (Semangun, 2004). Konidia dan konidiofor Peronosclerospora sp. terlihat pada Gambar 1. a b Gambar 1. (a) Konidia, dan (b) Konidiofor Peronosclerospora sp. 2.2.1.2 Gejala Penyakit Bulai Gejala yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. dapat berupa gejala sistemik maupun gejala lokal (Semangun, 2004). Gejala sistemik terjadi apabila patogen

35 12 menginfeksi pada titik tumbuh. Sedangkan gejala lokal akan terjadi apabila patogen menginfeksi pada bagian daun. Gejala serangan patogen ini akan terlihat seperti klorotik atau bergaris-garis. Serangan pada daun muda terlihat bercak klorosis kecil-kecil. Kemudian bercak tersebut akan berkembang menjadi jalur yang sejajar dengan tulang daun (Ginting et al., 2016). Jika dilihat pada waktu pagi hari, dibagian bawah daun akan terlihat lapisan beledu putih yang terdiri dari konidiofor dan konidium jamur (Semangun, 2004). Tanaman jagung bergejala bulai terlihat pada Gambar 2. Gambar 2. Tanaman jagung bergejala bulai 2.2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Bulai Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit bulai diantaranya yaitu sebagai berikut: a. Ketinggian tempat : Penyakit bulai pada tanaman jagung terutama terdapat di dataran rendah dan jarang terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi dari 900 1.200 m dari permukaan laut (Rutgers, 1961 dalam Semangun, 2004). b. Cuaca : Penyakit bulai lebih banyak terdapat pada jagung musim hujan. Sudjadi (1976) dalam Semangun (2004) telah meneliti bahwa intensitas penyakit mempunyai hubungan erat dengan kombinasi kelembaban nisbi dan suhu.

36 13 c. Umur tanaman : Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan terhadap infeksi, dan makin muda tanaman maka akan semakin rentan. d. Jenis tanaman : Di antara jenis-jenis jagung terdapat perbedaan dalam ketahanannya terhadap penyakit bulai. Reitsman dan Karthaus (1949) dalam Semangun (2004) telah meneliti bahwa jenis tanaman jagung yang paling tahan terhadap penyakit bulai yaitu Kodok, Genjah Warangan, Jawa Tengah Putih, Impa-kimpa, Ngale, Boman, dan Calamba. 2.2.1.4 Pengendalian Penyakit Bulai Untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung, dianjurkan melakukan langkah-langkah pengendalian berikut ini secara terpadu. (a) menanam jenis-jenis jagung yang tahan terhadap penyakit bulai. (b) melakukan penanaman serentak pada tanaman jagung tegalan untuk suatu daerah yang luas. (c) segera mencabut tanaman yang menunjukkan gejala penyakit bulai agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya (Semangun, 2004). 2.3 Jamur Trichoderma sp. Ciri-ciri Trichoderma sp. secara umum yaitu hifa bersekat, konidiofor berbentuk salib, konidia lonjong, atau bulat telur dan koloni berwarna hijau gelap. Jika dilihat pada media buatan, ciri-ciri Trichoderma sp. yaitu membentuk koloni yang berwarna hijau hingga hijau gelap. Sedangkan jika dilihat secara mikroskopis, ciri-ciri Trichoderma sp. yaitu terdapat banyak percabangan konidiofor, pada ujung konidiofor tumbuh sel-sel yang menyerupai botol (fialid). Sifat dari

37 14 Trichoderma sp. ini yaitu mudah diisolasi dan dibiakkan, cepat tumbuh pada berbagai substrat, mampu memproduksi antibiotik dan bersifat saprofit tanah (PPAH, 2012). Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Putra (2012), yaitu sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Amastigomycota : Deutromycetes : Moniliales : Moniliaceae : Trichoderma : Trichoderma sp. Mekanisme Trichoderma sp. dalam menginduksi ketahanan tanaman yaitu Trichoderma sp. akan mempenetrasi epidermis dan permukaan korteks kemudian tanaman akan merespon dengan meningkatnya aktivitas enzim peroksidase, meningkatnya enzim kitinase dan meningkatnya selulosa yang terdeposit pada dinding sel. Selain di perakaran tanaman, penigkatan enzim-enzim tersebut juga terjadi di daun (Yedidia et al., 1999 dalam Santana, 2017). Trichoderma sp.telah banyak dilaporkan mampu mengendalikan berbagai penyakit pada tanaman. Yudha et al. (2016) melaporkan bahwa perlakuan Trichoderma isolat bawang mampu menekan intensitas penyakit akar gada pada tanaman caisin. Antara et al. (2015) melaporkan bahwa pemberian Trichoderma spp. mampu menekan perkembangan penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Alfizar et al. (2013) melaporkan bahwa Trichoderma spp. dapat mengendalikan berbagai pataogen pada tanaman, diantaranya yaitu Rhizoctonia oryzae pada padi, Collectotricum capsici pada cabai, dan Fusarium oxysporum pada pisang.

38 15 2.4 Pentingnya Mencarai Isolat Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi Trichoderma sp. merupakan jamur yang biasa dianggap sebagai saprofit tanah, namun jamur tersebut mampu berasosiasi dengan perakaran tanaman (Harman, 2000). Jamur ini akan tumbuh baik sesuai dengan lingkungannya. Menurut Sobieralski et al. (2009) dalam Sulistiyono (2015), Trichoderma sp. akan tumbuh optimum pada lingkungan dengan suhu antara 25ºC 30ºC. Pertumbuhan jamur ini akan mengalami penurunan pada suhu kurang dari 25ºC dan lebih dari 30ºC. Selain itu, syarat tumbuh jamur Trichoderma spp. yaitu lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan tersedianya bahan makanan dasar yang sesuai untuk pertumbuhannya. Dengan demikian, setiap wilayah tempat tumbuhnya Trichoderma spp. diduga akan memperlihatkan pertumbuhan Trichoderma spp. yang berbeda-beda. Oleh sebab itu untuk mendapatkan berbagai isolat Trichoderma spp. yang berbeda-beda perlu dilakukan isolasi Trichoderma sp. dari beberapa lokasi. Pada tanaman jagung, populasi Trichoderma sp. tertinggi terdapat pada bagian akar tanaman (Sriwati et al., 2011). Oleh sebab itu pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil bagian akar tanaman jagung. Beberapa wilayah di Provinsi Lampung yang merupakan sentra budidaya tanaman jagung diantaranya yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Hal inilah yang mendasari pemilihan lokasi pengambilan sampel akar jagung untuk isolasi Trichoderma sp.

16 39 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 April 2019. Pada penelitian ini, pengambilan sampel untuk isolasi Trichoderma sp. dilaksanakan di enam lokasi yang ada di Lampung yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Pelaksanaan isolasi dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan inokulasi dilaksanakan di halaman Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer dan pipet tetes), alat-alat untuk isolasi (pisau, plastik, nampan dan hand sprayer), alat-alat untuk pembuatan media (pisau, panci, kompor gas, erlenmeyer, alumunium foil, karet gelang, autoclave, LAF, mikropipet, cawan petri, plastik wrapping, gelas ukur), alat-alat lain (timbangan, cangkul, polibeg, kertas label, kuas, senter, haemocytometer, mikroskop, magnetik stirer, meteran, oven, spatula).

40 17 Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan untuk isolasi (sampel akar jagung, alkohol, media PSA), bahan-bahan untuk pembuatan media (agar, kentang, sukrose, air mineral, asam laktat, alkohol, aquades), bahan-bahan lain (tanah steril, air, benih jagung P27, Trichoderma spp., spora jamur Peronosclerospora sp., dan serbuk gergaji steril). 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu isolasi dan tahap kedua yaitu percobaan in planta. Isolasi Trichoderma spp. dilakukan dengan cara menumbuhkan isolat Trichoderma spp. dari sampel akar tanaman jagung yang diambil dari enam lokasi yang ada di Lampung. Enam lokasi tempat mengambil sampel akar jagung tersebut yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Dalam pelaksanaan percobaan in planta perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat ulangan dan tujuh perlakuan. Perlakuan terdiri dari (T 0 ) tanpa isolat Trichoderma sp., (T 1 ) Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, (T 2 ) Trichoderma sp. isolat Gedong Tataan, (T 3 ) Trichoderma sp. isolat Hajimena, (T 4 ) Trichoderma sp. isolat Margodadi, (T 5 ) Trichoderma sp. isolat Tegineneng, dan (T 6 ) Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Jumlah satuan percobaan sebanyak 28 dan setiap satuan percobaan terdiri dari 6 tanaman, sehingga total keseluruhan 168 tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.

41 18 Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4 T 0 T 6 T 2 T 3 T 5 T 6 T 3 T 1 T 1 T 0 T 2 T 4 T 2 T 0 T 6 T 5 T 1 T 5 T 4 T 6 T 4 T 2 T 3 T 0 T 3 T 4 T 5 T 1 3.4 Pelaksanaan Penelitian Gambar 3. Tata letak percobaan 3.4.1 Pengambilan Sampel untuk Isolasi Trichoderma spp. Pengambilan sampel untuk isolasi Trichoderma spp. dilakukan dibeberapa lokasi yang ada di Lampung. Lokasi tempat pengambilan sampel yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Dari masing-masing lokasi tersebut diambil beberapa potong sampel akar jagung dari tanaman yang sehat beserta tanahnya sekitar 1 kg. Setelah itu beberapa potong akar jagung beserta tanah tersebut dimasukkan ke dalam plastik lalu dibawa ke Laboratorium Penyakit Tumbuhan Unila untuk diisolasi. 3.4.2 Pembuatan Media Potato Sukrose Agar (PSA) Media PSA dibuat menggunakan 1000 ml akuades, 200 g kentang, 20 g agar, 20 g sukrose, dan 1,4 ml asam laktat. Pembuatan media PSA dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula kentang dikupas lalu dibersihkan dan dipotong ukuran dadu kecil lalu ditimbang sebanyak 200 g. Selanjutnya kentang yang sudah dipotong-potong tersebut dimasukkan ke dalam panci yang berisi 1000 ml

42 19 aquades dan dimasak hingga mendidih. Setelah itu sari dari rebusan kentang tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sukrose 20 g dan agar 20 g. Kemudian campuran bahan tersebut diaduk hingga homogen lalu mulut tabung erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil dan diikat menggunakan karet gelang. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121ºC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu pada media tersebut ditambahkan asam laktat 1,4 ml lalu diaduk hingga homogen kemudian dituangkan ke dalam cawan petri. 3.4.3 Isolasi dan Pemurnian Trichoderma spp. Isolasi dan pemurnian Trichoderma spp. dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula sampel akar jagung dicuci dan dipotong kecil-kecil ukuran 3 cm lalu direndam dengan aquades selama 30 detik kemudian dipindahkan dalam air klorok selama 2 menit. Perendaman menggunakan air klorok tersebut bertujuan agar sampel akar jagung tersebut bebas dari berbagai jenis mikroba. Selanjutnya sampel akar tanaman jagung tersebut direndam kembali dengan aquades selama 30 detik lalu ditiriskan menggunakan tisu kemudian diletakkan pada media PSA yang telah disiapkan. Setiap satu cawan media PSA diberi tiga potong sampel akar jagung. Setelah itu diinkubasi selama tujuh hari hingga diperoleh isolat Trichoderma spp.. Ciri Trichoderma spp. sudah tumbuh yaitu pada media PSA tersebut terdapat koloni jamur berwarna hijau hingga hijau gelap. Setelah diperoleh isolat Trichoderma spp., tahapan selanjutnya yaitu dilakukan pemurnian pada media PSA yang baru. Pemurnian tersebut bertujuan untuk mendapatkan

43 20 biakan murni Trichoderma spp. Biakan murni ini selanjutnya akan diperbanyak untuk diaplikasikan pada tanaman percobaan. 3.4.4 Perbanyakan Isolat Trichoderma spp. Perbanyakan isolat Trichoderma spp. dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula isolat murni yang sudah didapatkan dari hasil pemurnian dipotong dengan menggunakan bor gabus lalu diletakkan pada media PSA. Selanjutnya isolat tersebut diinkubasi sampai koloni jamur tumbuh memenuhi permukaan cawan. 3.4.5 Persiapan Tanam dan Penanaman 3.4.5.1 Sterilisasi Media Tanam Media tanam yang akan disterilisasi yaitu tanah yang diberi pupuk kandang (kotoran sapi) dengan perbandingan 2:1. Tahapan yang dilakukan dalam sterilisasi media tanam ini yang pertama yaitu tanah dan pupuk kandang dicampur dan dihomogenkan hingga merata. Setelah tanah dan pupuk kandang tersebut homogen lalu dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan ditimbang sebanyak 10 kg. Plastik yang telah berisi tanah 10 kg diikat menggunakan karet gelang. Selanjutnya tanah dalam plastik tahan panas tersebut disterilisasi menggunakan drum pengukus tanah selama 4 jam (Gambar 4).

44 21 Gambar 4. Drum pengukus tanah 3.4.5.2 Pembuatan Suspensi Trichoderma spp. Pembuatan suspensi Trichoderma spp. dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula isolat Trichoderma spp. pada media PSA dikerok menggunakan spatula lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi aquades sebanyak 240 ml. Setelah itu suspensi Trichoderma spp. tersebut dihomogenkan menggunakan magnetik stirer selama 10 menit. Selanjutnya suspensi tersebut dihitung kerapatan sporanya menggunakan haemocytometer hingga diperoleh kerapatan spora 10 8. 3.4.5.3 Persiapan Media Tanaman, Aplikasi Suspensi Trichoderma spp., dan Penanaman Media tanam yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam polibeg berukuran 10 kg. Selanjutnya pada media tanam tersebut dibuat lubang tanam sebanyak enam lubang. Masing-masing lubang tanam diberi serbuk gergaji steril sebanyak 10 g dan suspensi Trichoderma spp. sebanyak 10 ml. Pemberian suspensi Trichoderma spp. tersebut sesuai dengan jenis perlakuan dalam tata letak percobaan. Setelah persiapan media tanam selelesai selanjutnya dilakukan

45 22 penanaman benih. Benih yang akan ditanam dicuci terlebih dahulu untuk memebersihkan benih dari sisa-sisa perlakuan fungisida. Kemudian benih yang sudah bersih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1 benih/lubang. 3.4.6 Inokulasi bulai (Peronosclerospora sp.) Inokulasi tanaman jagung dengan Peronosclerospora sp. dilaksanakan pada saat umur tanaman 10 hari setelah tanam. Inokulasi dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula pada pukul 04.00 WIB dilakukan pemanenan spora Peronosclerospora sp. dengan cara merendam daun jagung yang menunjukan gejala bulai lalu disapu menggunakan kuas agar spora jatuh ke dalam cawan petri yang telah berisi aquades. Kemudian suspensi spora Peronosclerospora sp. tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dihomogenkan menggunakan magnetik stirer selama 10 menit. Selanjutnya suspensi tersebut dihitung kerapatan sporanya menggunakan haemocytometer hingga diperoleh kerapatan spora 10 5. Setelah itu suspensi Peronosclerospora sp. tersebut diteteskan tepat pada titik tumbuh tanaman percobaan sebanyak 1 ml/tanaman. 3.4.7 Variabel Pengamatan Berikut variabel pengamatan dalam penelitian ini: 1. Masa inkubasi Masa inkubasi merupakan waktu yang dimulai saat inokulasi sampai munculnya gejala penyakit untuk pertama kalinya pada tanaman. Pengamatan masa inkubasi dilakukan setiap hari sejak satu hari setelah inokulasi sampai

46 23 munculnya gejala awal. Pengamatan dilakukan terhadap semua unit percobaan. 2. Keterjadian penyakit Keterjadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ginting, 2013): Keterangan : KP : keterjadian penyakit (%) n : jumlah tanaman yang bergejala N : jumlah tanaman yang diamati 3. Keparahan penyakit Keparahan penyakit dihitung dengan menggunakan skor atau skala penyakit yang terdiri dari 5 kategori seperti Tabel 1. (Hadiwiyono, 1999 dalam Yudha et al., 2016). Tabel 1. Skala kategori gejala penyakit Skor Keterangan 0 Tidak terdapat gejala 1 Gejala terjadi pada 1 20 % bagian daun 2 Gejala terjadi pada 21 40 % bagian daun 3 Gejala terjadi pada 41 60 % bagian daun 4 Gejala terjadi pada 61 80 % bagian daun 5 Gejala terjadi pada > 80 % bagian daun Setelah mengetahui skor semua sampel, keparahan penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

47 24 Keterangan : KP : keparahan penyakit (%) n : jumlah daun dengan skor tertentu N : jumlah daun yang diamati v : nilai numerik pada masing-masing kategori V : skor tertinggi 4. Bobot kering berangkasan Pengukuran bobot kering berangkasan dilakukan dengan cara sebagai berikut: mula-mula tanaman jagung dicabut dari media tanam lalu dicuci untuk membersihkan sisa-sisa tanah yang masih melekat pada bagian akar. Setelah itu tanaman tersebut dipisahkan antara bagian akar dan bagian tajuk lalu dipotong kecil-kecil. Kemudian masing-masing bagian tanaman tersebut dimasukkan ke dalam amplop. Selanjutnya dioven dengan suhu 80 º C selama 3 hari. Setelah dioven, bobot kering berangkasan tanaman tersebut ditimbang menggunakan timbangan analitik. 5. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan setiap minggu mulai dari tujuh hari setelah tanam selama lima minggu. 3.5 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, homogenitas ragam diuji dengan uji Barlett. Aditivitas data diuji menggunakan uji Tukey. Perbedaan nilai tengah antar perlakuan diuji lanjut dengan menggunakan uji BNT taraf nyata 5 %.

58 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Semua isolat Trichoderma spp. yang diuji mampu mengendalikan penyakit bulai. 2. Isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai adalah isolat Hajimena. 3. Isolat Trichoderma spp. yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung adalah isolat Hajimena dan isolat Margodadi. 5.2 Saran Perlu dilakukan identifikasi Trichoderma sp. isolat Hajimena sampai pada tingkat spesies dan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifannya dalam mengendalikan penyakit bulai pada beberapa varietas tanaman jagung yang sangat rentan.

59 DAFTAR PUSTAKA AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Alfizar., Marlina., & Susanti, F. 2013. Kemampuan antagonis Trichoderma sp. terhadap beberapa jamur patogen in vitro. Jurnal Floratek. 8 : 45 51. Antara, I.M.S., Rosmini., & Panggeso, J. 2015. Pengaruh berbagai dosis cendawan antagonis Trichoderma spp. untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium oxysporum pada tanaman tomat. E-j. Agrotekbis. 3 (5) : 622 629. Badan Pusat Statistika. 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 1993-2015. https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 29 November 2018 Pukul 11.15 WIB. Balai Besar Peramalan Organisasi Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). 2017. Laporan Tahunan BBPOPT 2017. Karantina Pertanian. Karawang. Burhanuddin. 2009. Fungisida Metalaksil Tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai (Perenosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Cornejo, H.A.C., Rodriguez, L.M., Penagos,C.C., & Bucio, J.L.2009. Trichoderma virens a plant benifical fungus, enhances biomass production and promotes lateral root growth through an auxin-dependent mechanism in arabidopsiss. Plant Physiology. 149:1579 1592. Falah, R.S. 2009. Budidaya Tanaman Jagung Manis. http://www.bbpplembang.info. Diakses tanggal 12 Oktober 2018 pukul 14.30 WIB. Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan Konsep dan Aplikasi. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. Ginting, C & Prasetyo, J. 2016. Jamur Patogen Tumbuhan. Plantaxia. Yogyakarta.

60 37 Harman, G.E. 2000. Changes in perceptions derived from research on Trichoderma harzianum T-22. Plant Disease. 84 (4):377 393. Hersanti. 2001. Pengujian kemampuan Aspergillus spp., Trichoderma spp., Pinicillium spp. dalam meningkatkan ketahanan tanaman tomat terhadap penyakit bercak coklat (Alternaria solani Sor.). Jurnal Bionatura. 4 (3) : 131 136. Muslim, A., Paliman, K., Hamidson, H., Salim, A., & Anwar, N. 2014. Evaluasi Trichoderma dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah tanaman cabai. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10 (3):73 80. Oanh, K.L., Vichai, K., Chainarong, R., & Sirikul, W. 2006. Influences of biotic and chemical plant inducers on resistanceof chilli to anthracnose. Jurnal Kasetsart. 40 : 39 48. PT Dupont Indonesia. 2017. Cara Bercocok Tanam Jagung yang Benar. https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/berita-umum/cara-bercocok- Tanam-Jagung-Yang-Benar. Diakses tanggal 29 November 2018 pukul 11.30 WIB. Pudjihartati, E., Siswanto., Ilyas, S., & Sudarsono. 2006. Aktivitas enzim kitinase pada kacang tanah yang sehat dan yang terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati. 13 (2) : 73 78. Pusat Pelayanan Agens Hayati (PPAH). 2012. Identifikasi Agens Hayati. http ://bumilestaringawi. blogspot.com /2012/08/identifikasi-agens-hayati.html. Diakses tanggal 30 November 2018 pukul 07.58 WIB. Putra, F.D. 2012. Trichoderma sp. http://fatandwiputra. blogspot.com /2012/12/ trichoderma-sp.html, Diakses tanggal 29 November 2018 Pukul 10.00 WIB. Santana, M. 2017. Potensi Trichoderma spp dan ekstrak rimpang kencur (Kaempferia gulanga L.) dalam meningkatkan ketahanan tanaman pisang terhadap penyakit daun sigatoka. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 81 pp. Sasmita, M. 2015. Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai agens pengendali hayati antraknosa ( Colletotrichum dematium Var. truncatum) pada kedelai.( Sripsi). Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

61 38 Soenartiningsih., Djaenuddin, N., & Saenong, M.S. 2014. Efektivitas Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati penyakit busuk pelepah daun pada jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 33 (2):129 135. Sriwati, R., Chamzurni,T., & Sukarman. 2011. Deteksi dan identifikasi cendawan endofit Trichoderma yang berasosiasi pada tanaman kakao. Agrista. 15 (1):15 20. Sulistiyono, F.D. 2015. Karakteristik fisiologi empat antagonis isolat Trichoderma sp. sebagai agensia hayati. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 5 (1): 24 29. Surtikanti. 2011. Hama dan penyakit penting tanaman jagung dan pengendalianya. Seminar Nasional Serealia. hlm 497 508. Sutama,K., Ratih,S., Maryono,T., & Ginting, C. 2015. Pengaruh bakteri Paenibacillus polymixa dan jamur Trichoderma sp. terhadap penyakit bulai (Perenosclerospora maydis (Rac.) Shaw) pada tanaman jagung. J.Agrotek Tropika. 3 (2):199 203. Syahri & Thamrin, T. 2011. Potensi Pemanfaatan Cendawan Trichoderma spp. Sebagai Agens Pengendali Penyakit Tanaman di Lahan Rawa Lebak. http://hamsyahri.blogspot.com/2011/01/trichoderma-spp.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2018 Pukul 15.00 WIB. Taribuka, J., Sumardiyono, C.,Widyastuti, S.M., & Wibowo, A. 2016. Eksplorasi dan identifikasi Trichoderma endofitik pada pisang. J HPT Tropika. 16 (2) : 115 123. Vargas, W. A., Mandawe, J.C., & Kenerly, C.M. 2009. Plant-derived sucrose is a key element in the symbiotic association between Trichoderma virens and maize plants. Plant Physiol Journal. 151 : 792 808. Widyanti, Fitri. 2018. Pengujian Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P tinggi dan ph rendah sebagai antagonis Ganoderma boninense dan PGPF. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 105 pp. Wijaya, R.A. 2018. Aplikasi kombinasi Trichoderma, Mikoriza dan fungisida nabati pada tanah steril untuk mengendalikan bulai pada jagung. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 41 pp. Yedidia, I., Benhamou, N. & Chet, I. 1999. Induction of defense responses in cucumber plants ( Cucumis sativus L.) by the biocontrol agent Trichoderma harzianum. Applied and Environmental Microbiology. 65 (3) : 1061 1070.