KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT BATAS BAWAH DENGAN BERGRADASI BATAS ATAS TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA BETON ASPAL CAMPURAN PANAS.



dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK MARSHALL DALAM ASPAL CAMPURAN PANAS AC-WC TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PERENDAMAN

KINERJA ASPAL PERTAMINA PEN 60/70 DAN ASPAL BNA BLEND 75/25 PADA CAMPURAN ASPAL PANAS AC-WC

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

ANALISA PERBANDINGAN PENGGUNAAN SEMEN PORTLAND DAN FLY ASH SEBAGAI FILLER PADA ASPHALT CONCRETE WEARING COURSE (AC-WC)

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

KAJIAN HUBUNGAN BATASAN KRITERIA MARSHALL QUOTIENT DENGAN RATIO PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO.#200 BITUMEN EFEKTIF PADA CAMPURAN JENIS LASTON

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

PENGGUNAAN PASIR BESI SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA BETON ASPAL LAPISAN AUS

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

Pengaruh Suhu Pemadatan Campuran Untuk Perkerasan Lapis Antara (AC-BC) Budi Raharjo 1) Priyo Pratomo 2) Hadi Ali 3)

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

ABSTRAK PENGARUH PEMADATAN DENGAN GYRATORY TESTING MACHINE (GTM) TERHADAP KINERJA LABORATORIUM DARI CAMPURAN ASBUTON BERGRADASI SUPERPAVE

METODOLOGI PENELITIAN

PENGGUNAAN PASIR KUARSA GUNUNG BATU KECAMATAN BAULA KABUPATEN KOLAKA SEBAGAI AGREGAT HALUS TERHADAP CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS-WC)

BAB 1. PENDAHULUAN. Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara

PENGARUH BATU KAPUR SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN LASTON LAPIS AUS (AC-WC) ABSTRAK

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. terjadi berlebihan (overload) atau disebabkan oleh Physical Damage Factor (P.D.F.)

Variasi Jumlah Tumbukan Terhadap Uji Karakteristik Marshall Untuk Campuran Laston (AC-BC) Antonius Situmorang 1) Priyo Pratomo 2) Dwi Herianto 3)

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

Jurnal Sipil Statik Vol.5 No.1 Februari 2017 (1-10) ISSN:

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI PENGARUH WAKTU CURING TERHADAP PARAMETER MARSHALL CAMPURAN AC - WC FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

DAFTAR ISI UNIVERSITAS MEDAN AREA

EVALUASI PENGGUNAAN ASPAL RETONA SEBAGAI CAMPURAN PANAS BATAS JALAN SARKO-BANGKO

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

NASKAH SEMINAR INTISARI

Pengaruh Subtitusi Asbuton Butir 20/25 pada Aspal pen. 60/70 Terhadap Karakteristik Campuran Beton Aspal AC-WC

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP PERILAKU CAMPURAN BETON ASPAL

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

EFEK PEMAKAIAN PASIR LAUT SEBAGAI AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN ASPAL PANAS (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COARSE (HRS WC) PADA PEMADATAN DI BAWAH SUHU STANDAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN ASPAL BUTON TIPE RETONA BLEND 55 SEBAGAI BAHAN SUSUN CAMPURAN HRS-B

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

PERBANDINGAN NILAI STABILITAS DAN FLOW CAMPURAN AC-WC PADA PENGUJIAN MARSHALL MENGGUNAKAN ALAT UJI DIGITAL DAN ANALOG

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL PORTAL, ISSN , Volume 4 No. 1, April 2012, halaman: 1

PENGGUNAAN BATU KAPUR SEBAGAI FILLER PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COARSE (AC-BC) DENGAN METODE KEPADATAN MUTLAK (PRD) I M.

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

BAB III LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN LIMBAH STEEL SLAG DALAM CAMPURAN AC-WC SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR No. ½ DAN No. 8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PEMANFAATAN TRAS SEBAGAI FILLER DALAM CAMPURAN ASPAL PANAS HRS -WC

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

PENGARUH LIMBAH KARET BAN SEBAGAI CAMPURAN ASPAL TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL, PADA JENIS PERKERASAN LAPIS TIPIS ASPAL PASIR (LATASIR) KELAS B

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Suhu Tumbukan pada Campuran Aspal Beton dengan Jenis Lapis AC-WC Gradasi Halus. Wahyudi 1) Priyo Pratomo 2) Hadi Ali 3)

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

PERANCANGAN LABORATORIUM PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASPAL PEN 60/70 DAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI FILLER

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APLIKASI GRADASI GABUNGAN DI LABORATORIUM DAN GRADASI HOT BIN ASPHALT MIXING PLANT CAMPURAN LATASTON (HRS - BASE) TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Studi Alternatif Campuran Aspal Beton AC WC dengan Menggunaan Pasir Seruyan Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN RETONA BLEND 55 DAN ASPAL PEN 60/70 TERHADAP RANCANGAN CAMPURAN

Variasi Temperatur Pencampuran Terhadap Parameter Marshall pada Campuran Lapis Aspal Beton. Sarkis Enda Raya S 1) Priyo Pratomo 2) Dwi Herianto 3)

EVALUASI VOLUMETRIK MARSHALL CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN ROADCELL-50 SEBAGAI BAHAN ADITIF

BAB III LANDASAN TEORI

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

GRAFIK PENGGABUNGAN AGREGAT

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

I. PENDAHULUAN. diperkirakan km. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

PERENCANAAN CAMPURAN ASPAL BETON AC-BC DENGAN FILLER ABU SEKAM PADI, PASIR ANGGANA, DAN SPLIT PALU ABSTRACT

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL PORUS DENGAN AGREGAT DARI LOLI DAN TAIPA

Transkripsi:

KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT BATAS BAWAH DENGAN BERGRADASI BATAS ATAS TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA BETON ASPAL CAMPURAN PANAS Kusdiyono Jurusan Sipil Politeknik Negeri Semarang Jln. Prof. Sudarto SH. Tembalang Semarang 50275 sipil.polines@yahoo.co.id Abstract Construction work on the road pavement layers Indonesia during this concern, which is damaged before the age of the plan, although not all of these statements apply generally. As an indication of the factors causing the overload or often referred to as Physical Damage Factor (PDF), time loaded and environmental changes or drainage function is not optimal. This research was conducted to gauge how far the influence of aggregate gradation of the gradation of the lower limit upper limit of the characteristics of Marshall and the results are expected to provide information kebinamargaan field. The results showed that the upper limit gradation of Marshall Stability, flow, density, and Marshall Quotient eligible VFA, but difficult to get a cavity between the mineral aggregate (VMA) > 15 as the upper limit gradation of the mixture "A" only at the level of asphalt between 5.28 5.81, a mixture of "B" between 5.37 5.41, the cavity in the mix (VIM) between 3.5 5.5 gradient upper limit of the mixture "A" on the levels asphalt between 5.31 5.93, a mixture of "B" between 5.16 5.75, and if it is controlled to a thick blanket of 8.5 μm8, 5μm upper limit gradation qualified mixture "A "at levels above 7.63 asphalt and mixture" B "between 7.34 to 7.71 on average optimum asphalt content and mixture "B" only at levels above 7.34 asphalt at optimum asphalt content and density of bouncy, Dust Proportion 0,601,20 gradient between the upper limit of the mixture "A" and "B "all are not eligible, either at the average optimum asphalt content, asphalt content and density optimum bounce, because the Dust Proportion value > 1.20 which means most items qualify no.200 sieve and recommended better use graded asphalt concrete or a mixture of coarse gradation lower limit "C" and "D" near boundary control points lower. Keywords: asphalt concrete, gradation, Marshall tests PENDAHULUAN Perkerasan jalan di Indonesia beberapa kurun terakhir ini telah mengalami kondisi yang dapat menyebabkan perencanaan jalan untuk 10 tahun, tetapi pada kenyataannya baru beberapa tahun sudah mengalami kerusakan yang riil. Hal ini disebabkan faktor penyebab kerusakan jalan, yaitu pembebanan yang terjadi dilapangan berlebih (overload) atau 136

physical Damage Factor (PDF) berlebih, banyaknya arus kendaraan yang lewat (time loaded) sebagai akibat pertumbuhan jumlah kendaraan yang cepat dari kendaraan pribadi maupun komersial dan perubahan lingkungan atau oleh karena fungsi drainase yang kurang baik. Hal yang dapat memperkecil penyebab kerusakan, yaitu dengan menyempurnakan spesifikasi dan menuntut penggunaan material untuk perkerasan jalan (beton aspal) dengan kualitas yang lebih tinggi, baik terhadap agregat sebagai bahan pengisi maupun aspal sebagai bahan pengikat. Selain pembuatan rencana campuran, kualitas pelaksanaan ketat dan pengawasan tepat ketika beton aspal dihamparkan di atas permukaan jalan. Beton aspal campuran panas dengan gradasi dense graded cenderung memiliki volume rongga (void) relatip kecil dan Stabilitas yang tinggi dibanding dengan agregat bergradasi terbuka atau open graded (susunan agregat yang mengandung sedikit atau tanpa filler), macadam (susunan agregat yang kasar dan seragam) atau coarse graded (menggunakan agregat tertinggal di atas ayakan No. 8 (mesh) yang akan menghasilkan dengan volume rongga relatif besar. Susunan butir agregat mempunyai pengaruh besar terhadap volume rongga yang terbentuk dalam campuran, mempengaruhi sifat kemudahandikerjakan (workability) dan dapat menentukan nilai Kekuatan (stabilitas). Dengan dasar tersebut dan adanya aturan dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas (dengan pendekatan kepadatan mutlak) yang menyatakan bahwa dalam memilih gradasi agregat campuran, kecuali untuk gradasi Latasir dan Lataston, maka untuk campuran jenis Laston yang harus diperhatikan kurva Fuller, titik kontrol dan zona terbatas gradasi. Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga di antara mineral agregat (VMA) yang minimum. Kurva Fuller dapat digambarkan dalam hubungan antara persen lolos saringan (sumbu vertikal) dan ukuran saringan (sumbu horizontal) dalam ukuran saringan dalam skala logaritma atau ukuran pangkat 0,45. Titik kontrol gradasi adalah batasbatas titik minimum dan maksimum masingmasing untuk kontrol suatu set gradasi yang digunakan. Untuk Laston digunakan titik kontrol gradasi, yaitu titiktitik yang gradasi agregat campurannya harus berada di antara titik kontrol tersebut. Titik kontrol berada pada ukuran nominal, ukuran menengah (2,36 mm) dan ukuran terkecil (0,075 mm). Zona terbatas suatu gradasi (restricted zone) adalah suatu zona yang terletak pada garis kepadatan maksimum (kurva Fuller) antara ukuran menengah 2,36 mm (No.8) atau 4,75 mm (No.4) dan ukuran 300 mikron (No. 50). Gradasi agregat campuran diharapkan menghindari daerah ini. STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 137

Penelitian beton aspal campuran panas dengan gradasi ini, diharapkan mampu memberikan informasi tentang pengaruhnya terhadap karakteristik Marshall yang berguna dalam mengatasi permasalahan keawetan perkerasan jalan atau kebinamargaan. Tujuan penelitian adalah mengukur seberapa besar (korelasi) pengaruh agregat bergradasi batas bawah dengan agregat bergradasi batas atas terhadap sifat karakteristik Marhall dan membandingkan pengaruh gradasi batas bawah dengan agregat bergradasi batas atas pada beton aspal campuran panas dan memberi rekomendasi sampai sejauhmana dapat dipergunakan secara optimal sebagai bahan untuk perkerasan jalan. Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh suatu hasil penelitian yang dapat memberikan masukan kepada penanggung jawab pembina jalan dan semua pihak yang terkait dengan pekerjaan beton aspal campuran panas, terutama tentang pengaruh gradasi batas bawah dengan bergradasi batas atas terhadap nilai karakteristik Marshall jenis Laston ACWC, kepada unsur perencana, pelaksana maupun pengawas. Gradasi Campuran ACWC Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam campuran. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak, karena tidak terdapat agregat berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga yang terjadi. Hal ini disebabkan rongga yang terbentuk oleh susunan agregat berukuran besar, akan diisi oleh agregat berukuran lebih kecil. Pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan (2007), beton aspal campuran panas menetapkan gradasi dengan dua spesifikasi khusus yaitu target gradasi berada dalam batasbatas titik kontrol dan menghindari daerah penolakan (restricted zone). Di dalam campuran, daerah penolakan ini menunjukkan terlalu banyak pasir halus dari seluruh total pasir sehingga mengalami kesulitan dalam pemadatan dan mengurangi ketahanan terhadap deformasi selama umur rencana. Sehubungan dengan gradasi batas bawah dan gradasi batas atas, jika suatu campuran menggunakan gradasi ini, maka akan dihasilkan campuran dengan nilai VIM dibawah 3,5 atau rongga dalam campuran relatif rendah dan menjadikan tidak tersedianya ruang yang cukup yang dapat menyebabkan aspal naik kepermukaan ( bleeding). VIM di atas 5,5 dapat menyebabkan campuran kurang kedap air dan udara, sehingga campuran beton aspal campuran panas mempunyai sifat mudah retak (crack) dan kurang tahan lama (durable). Berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi, pedoman perkerasan jalan beraspal di Indonesia berdasarkan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2007 membatasi hal berikut. a. Campuran beraspal ( AC) dapat dibuat bergradasi halus (mendekati batas titik 138 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

titik kontrol atas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA) yang disyaratkan. Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati batas titiktitik kontrol bawah). b. Khusus untuk campuran Laston, kadar aspal harus dikontrol dengan tebal film aspal pada agregat yang dibatasi pada ketebalan 8 mikron sampai dengan 8,5 mikron dan Dust Proportion (DP) yang baik dalam Superpave Series No.1 (Performance Graded Asphalt Binder Specification and Testing) antara 0,601,20 untuk semua campuran. Metode Pengujian Marshall Metode pengujian Marshall merupakan metode yang paling umum dipergunakan dari keempat cara (Hubart Field, Hveem, Smith dan Marshall) dan distandarisasikan dalam American Society for Testing and Material 1993 (ASTM D 1553) yang terdapat dua parameter penting dalam pengujian tersebut, yaitu beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum hancur atau sering disebut dengan Marshall Stability, sedangkan defomasi permanen dari benda uji sebelum hancur yang disebut dengan Marshall Flow serta turunan yang merupakan perbandingan antara keduannya (Marshall Stability dengan Marshall Flow) yang disebut dengan Marshall Quotient. Marshall Quotient merupakan nilai kekakuan berkembang (speedo stiffness), yang menunjukkan ketahanan campuran beton aspal terhadap deformasi tetap ( Shell, 1990 ) METODE PENELITIAN Untuk dapat membuktikan kebenaran hipotesa, diperlukan pengolahan data atau analisa data hasil pengujian dengan harapan agar dugaan dalam hipotesa apakah meyakinkan atau sebaliknya, sehingga dapat diberikan kesimpulan atau rekomendasi dan saran, bagan alir kegiatan dapat dilihat pada Gambar 1. STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 139

Start Persiapan alat / bahan Pengujian bahan Agregat Kasar Agregat Halus Filler Aspal Memenuhi bahan uji Tidak Persyaratan ya Perkiraan Kadar Perkiraan Kadar Perkiraan Kadar Perkiraan Kadar Aspal (Pb) Camp. A Aspal (Pb) Camp. B Aspal (Pb) Camp. C Aspal (Pb) Camp. D Gradasi diatas bts.atas Gradasi pd. batas atas Gradasi pd. bts bawah Gradasi dibawah bts bawah Pembuatan benda uji A s.d. D dan Uji Stabilitas, Flow, VMA, VIM, VFA dan MQ pada Perkiraan Kadar Aspal Perkiraan (Pb) Pembuatan benda uji A s.d. D dan Uji Stabilitas, Flow, VMA, VIM, VFA dan MQ pada Kadar Aspal Optimum (KAO) Pembuatan benda uji A s.d. D dan Uji Stabilitas, Flow, VMA, VIM, VFA dan MQ pada Kepadatan membal (Refusal density) Analisa data Selesai Gambar 1. Bagan Alir Penelitian 140 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

Perencanaan Jenis campuran dan jumlah campuran rencana yang dipergunakan dalam penelitian ini dibuat empat macam campuran, terdiri dari a. campuran A adalah campuran yang gradasi agregatnya berada 3 diatas batas atas; b. campuran B adalah campuran yang gradasi agregatnya berada pada batas atas; c. campuran C adalah campuran yang gradasi agregatnya berada pada batas bawah; d. campuran D adalah campuran yang gradasi agregatnya berada 3 dibawah batas bawah seperti tercatum dalam tabel 1. Tabel 1. Jenisjenis Campuran Spesifikasi Berat Yang Lolos Ukuran Saringan LastonACWC Jenis Campuran LASTON( AC)² ASTM (mm) Camp. "A" Camp. "B" Camp. "C" Camp. "D" WC BC Base 11/2" 37,5 100 1" 25 100 90100 3/4" 19 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1/2" 12,5 90 100 100 100 90 87 100 100 90 87 3/8" 9,5 Maks. 90 93 90 60 57 93 90 60 57 No.4 4,75 79,59 76,59 42,59 39,59 79,59 76,59 42,59 39,59 No.8 2,36 28 58 61 58 28 25 61 58 28 25 No.16 1,18 39,6 36,6 20,6 17,6 39,6 36,6 20,6 17,6 No.30 0,600 31,1 28,1 14,1 11,1 31,1 28,1 14,1 11,1 No.50 0,300 23,5 20,5 11,5 8,5 23,5 20,5 11,5 8,5 No.200 0,075 4 10 10 10 4 4 10 10 4 4 Daerah yang dihindari DAERAHYANGDIHINDARI No.4 4,75 39,5 No.8 2,36 39,1 39,1 34,6 26,830,8 No.16 1,18 25,631,6 25,631,6 22,328,3 18,124,1 No.30 0,600 19,123,1 19,123,1 16,720,7 13,617,6 No.50 0,300 15,5 15,5 13,7 11,4 Perencanaan Jumlah Benda Uji Jumlah benda uji pada penelitian ini dibuat dalam campuran rerata kadar aspal optimum, kadar aspal optimum dan kepadatan membal (refusal density), dengan ketentuan sebagai berikut, yaitu dibuat benda uji sejumlah enam variasi kadar aspal yang berbeda setiap 0,5 dengan rincian iga variasi kadar aspal diatas kadar aspal optimum (+0,5; +1; +1,5) dan dua variasi kadar aspal di bawah kadar aspal optimum ( 0,5; 1) yang masingmasing dibuat dua benda uji dipadatkan sebanyak 2 x 75 kali tumbukan (pemadatan standar) dan 2 x 400 kali tumbukan untuk refusal density pada masingmasing campuran. STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 141

No. Sampel Tabel 2. Jumlah benda uji Kadar aspal () Jumlah 1.00 0.50 KAO 0.50 1.00 1.50 Benda Uji I Campuran I 1 Campuran"A" ( Gradasi diatas batas atas ) 2 2 2 2 2 2 12 2 Campuran "B" ( Gradasi batas atas ) 2 2 2 2 2 2 12 II Campuran II 1 Campuran "C" ( Gradasi batas bawah ) 2 2 2 2 2 2 12 2 Campuran "D" ( Gradasi dibawah batas bawah ) 2 2 2 2 2 2 12 Total 48 Dalam hal ini didapat KAO untuk jenis campuran A 5,79 dengan 5,79, campuran B kadar aspal 5,91, campuran C kadar aspal hasil dan selanjutnya analisis 6,09 dan campuran D kadar menghitung stabilitas Marshall, aspal 6,09. kelelehan Marshall, VFA, VMA, VIM, kepadatan (density) dan Hasil bagi Marshall. Pengujian Kadar Aspal Optimum Pengujian ke2 adalah menguji nilai HASIL Pengujian Marshall Tahap 1 Campuran A kadar aspal optimum berada pada kadar aspal parameter karakteristik Marshall dengan tumbukan 2 x 75 kali setelah kadar aspal optimum ditentukan. No. 1 Tabel 5. Hasil Pengujian Marshall Campuran A Parameter Marshall Satuan Syarat Kadar Aspal ( ) 4.79 5.29 5.79 6.29 6.79 7.29 Kepadatan ( Density ) gr/cc 2.408 2.392 2.402 2.473 2.472 2.458 2 Rongga dalam mineral agregat (VMA ) Min. 15 14.03 15.02 15.11 13.04 13.51 14.41 3 Rongga terisi aspal (VFA ) Min. 65 59.92 63.08 70.37 92.8 98.03 99.37 4 Rongga dalam campuran (VIM ) 3,55,5 5.63 5.55 4.48 0.94 0.27 0.09 5 Stabilitas Marshall ( MS ) kg Min. 800 1484.39 1480.08 1494.87 1531.56 1296.98 1194.6 6 KelelehanMarshall ( Flow ) mm Min. 3 3.04 3.09 3.15 3.51 3.68 4.06 7 Hasil bagi Marshall ( MQ ) kg/mm Min. 250 488.29 478.99 474.56 436.34 352.44 294.24 campuran B 5,91, dengan gradasi campuran seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil pengujian Marshall Campuran B No. 1 2 3 4 5 6 Parameter Marshall Satuan Kepadatan ( Density ) gr/cc Rongga dalam mineral agregat ( VMA ) Rongga terisi aspal ( VFA ) Rongga dalam campuran ( VIM ) Stabilitas Marshall ( MS ) kg Kelelehan Marshall ( Flow ) mm Syarat Kadar Aspal ( ) 4.91 5.41 5.91 6.41 6.91 7.41 2.4 2.394 2.442 2.474 2.473 2.454 Min. 15 14.42 15.04 13.8 13.09 13.82 14.68 Min. 65 60.18 65.04 80.53 94.89 97.91 99.47 3,55,5 Min. 800 Min. 3 5.74 5.26 2.69 0.67 1466.52 1500.92 1505.68 1406.52 0.29 0.08 1223.92 1081.7 3.2 3.42 3.62 3.82 3.97 4.12 7 Hasil bagi Marshall ( MQ ) kg/mm Min. 250 458.29 438.87 415.93 368.20 308.29 262.55 campuran C 6,09, dengan gradasi campuran seperti pada Tabel 7 142 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

Tabel 7. Hasil pengujian Marshall Campuran C No. 1 2 3 4 5 6 Parameter M arshall Satuan Kepadatan ( Density ) gr/cc Rongga dalam mineral agregat ( VMA ) Rongga terisi aspal ( VFA ) Rongga dalam campuran ( VIM ) Stabilitas Marshall ( MS ) kg Kelelehan Marshall ( Flow ) mm Syarat Kadar Aspal ( ) 5.09 5.59 6.09 6.59 7.09 7.59 2.405 2.387 2.368 2.453 2.42 2.401 M in. 15 13.38 14.48 15.57 12.99 14.6 15.69 M in. 65 67.79 69.75 71.43 97.56 93.32 93.34 3,55,5 M in. 800 M in. 3 3.19 3.49 3.86 3.95 1506.57 1357.03 1252.3 1263.47 4.09 4.37 1124.57 1109.73 3.19 3.49 3.86 3.95 4.09 4.37 7 Hasil bagi Marshall ( MQ ) kg/mm M in. 250 472.28 388.83 324.43 319.87 274.96 253.94 dan campuran D 6,09, dengan gradasi campuran seperti Tabel 8. No. 1 2 3 4 5 6 7 Tabel 8. Hasil pengujian Marshall Campuran D Parameter M arshall Kepadatan ( Density ) Rongga dalam mineral agregat ( VM A ) Rongga terisi aspal ( VFA ) Rongga dalam campuran ( VIM ) Stabilitas M arshall ( M S ) Kelelehan Marshall ( Flow ) Hasil bagi Marshall ( MQ ) Satuan Syarat Kadar Aspal ( ) 5.09 5.59 6.09 6.59 7.09 7.59 gr/cc 2.417 2.407 2.365 2.421 2.425 2.419 M in. 15 12.91 13.72 15.64 14.08 14.38 15.04 M in. 65 70.48 74.22 71.06 88.82 95.02 98.11 3,55,5 3.81 3.54 4.52 1.58 0.72 0.29 kg M in. 800 1460.1 1390.46 1276.72 1165.06 1150.7 1069.85 m m M in. 3 3.16 3.22 3.41 3.64 3.84 4.06 kg/m m M in. 250 462.06 431.82 374.40 320.07 299.66 263.51 Pengujian Kepadatan Membal Pengujian ke3 adalah menguji nilai parameter karakteristik Marshall pada kepadatan membal (refusal density) dengan pemadatan sebanyak 2 x 400 kali tumbukan pada masingmasing jenis campuran. Dalam hal ini KAO jenis campuran A 5,79, dengan hasil berikut. Tabel 9. Hasil pengujian Marshall Campuran A No. 1 Parameter Marshall Kepadatan ( Density ) Satuan gr/cc Syarat Kadar Aspal ( ) 4.79 5.29 5.79 6.29 6.79 7.29 2.477 2.441 2.435 2.493 2.468 2.434 2 Rongga dalam mineral agregat (VMA ) 11.55 13.29 13.92 12.33 13.65 15.26 3 Rongga terisi aspal (VFA ) 74.94 72.71 77.46 98.94 96.89 93.01 4 Rongga dalam campuran ( VIM ) Min. 2,5 2.89 3.63 3.14 0.13 0.43 1.07 5 Stabilitas Marshall ( MS ) kg 1601.49 1608.86 1623.66 1575.27 1394.34 1302.35 6 Kelelehan Marshall ( Flow ) mm 2.86 3.01 3.06 3.36 3.51 3.9 7 Hasil bagi Marshall (MQ ) kg/mm 559.96 534.50 530.61 468.83 397.25 333.94 STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 143

Campuran B 5,91, dengan gradasi campuran seperti Tabel 10. No. 1 Parameter Marshall Kepadatan ( Density ) Tabel 10. Hasil pengujian Marshall Campuran B Satuan Syarat Kadar Aspal ( ) 4.91 5.41 5.91 6.41 6.91 7.41 gr/cc 2.452 2.481 2.487 2.474 2.463 2.451 2 Rongga dalam mineral agregat ( VMA ) 12.56 11.97 12.21 13.09 13.91 14.77 3 Rongga terisi aspal ( VFA ) 70.63 84.76 92.76 94.89 97.1 98.76 4 Rongga dalam campuran ( VIM ) Min.2,5 3.04 3.2 3.45 3.63 3.8 3.94 5 Stabilitas Marshall ( MS ) kg 1584.21 1611.38 1614.3 1566.38 1420.45 1250.01 6 Kelelehan Marshall ( Flow ) mm 3.04 3.2 3.45 3.63 3.8 3.94 7 Hasil bagi Marshall ( MQ ) kg/mm 521.12 503.56 467.91 431.51 373.80 317.26 Campuran C 6,09, dengan gradasi campuran seperti pada Tabel 11. No. 1 Tabel 11. Hasil pengujian Marshall Campuran C Parameter Marshall Satuan Syarat Kadar Aspal ( ) 5.09 5.59 6.09 6.59 7.09 7.59 Kepadatan ( Density ) gr/cc 2.514 2.496 2.478 2.461 2.443 2.426 2 Rongga dalam mineral agregat (VMA ) 13.66 12.6 13.35 14.13 14.65 15.53 3 Rongga terisi aspal (VFA ) 66.05 81.9 85.52 88.48 92.99 94.46 4 Rongga dalam campuran (VIM ) Min.2,5 4.64 2.28 1.93 1.63 1.03 0.86 5 Stabilitas Marshall ( MS ) kg 1649.97 1582.27 1411.8 1293.53 1266.77 1238.58 6 KelelehanMarshall (Flow ) mm 3.08 3.18 3.5 3.7 3.93 4.07 7 Hasil bagi Marshall (MQ ) kg/mm 535.70 497.57 403.37 349.60 322.33 304.32 dan campuran D 6,09, dengan gradasi campuran seperti Tabel 12. No. 1 Tabel 12. Hasil pengujian Marshall Campuran D ParameterMarshall Satuan Syarat Kadar Aspal ( ) 5.09 5.59 6.09 6.59 7.09 7.59 Kepadatan ( Density ) gr/cc 2.404 2.408 2.417 2.431 2.411 2.394 2 Rongga dalam mineral agregat (VMA ) 13.37 13.68 13.77 13.74 14.88 15.91 3 Rongga terisi aspal (VFA ) 67.66 74.44 82.44 91.75 91.27 91.76 4 Rongga dalam campuran (VIM ) Min.2,5 4.32 3.5 2.42 1.18 1.3 1.31 5 StabilitasMarshall ( MS ) kg 1574.21 1558.54 1459.63 1307.44 1259.02 1233.26 6 KelelehanMarshall (Flow ) mm 3.05 3.15 3.34 3.56 3.75 3.94 7 Hasil bagi Marshall (MQ ) kg/mm 516.13 494.77 437.01 367.26 335.74 313.01 144 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

PEMBAHASAN Karakteristik Campuran ACWC Pengaruh Kadar Aspal terhadap nilai Kepadatan ( density).nilai kepadatan (density) terendah 2,323 gr/cc pada penentuan kadar aspal 6 dan tertinggi 2,487 gr/cc pada kepadatan membal kadar aspal 5,79. Pengaruh Kadar Aspal terhadap VMA (Void in Mineral Aggregate) VMA terendah 11,55 pada kepadatan membal campuran A kadar aspal 4,79 dan tertinggi 16,88 pada rerata kadar aspal optimum campuran D dengan kadar aspal 7. Pengaruh Kadar Aspal terhadap VFA (Void Filled with Asphalt)VFA terendah 51,16 pada penentuan kadar aspal optimum campuran D kadar aspal 4,5 dan tertinggi 99,47 pada kadar aspal optimum campuran B dengan kadar aspal 7,41. Pengaruh Kadar Aspal terhadap VIM (Void In the Mix)VFA terendah 0,08 pada kadar aspal optimum campuran B dengan kadar aspal 7,41 dan tertinggi 7,67 pada Rerata kadar aspal optimum campuran D dengan kadar aspal 5. Pengaruh Kadar Aspal terhadap MS (StabilitasMarshall) stabilitas Marshall terendah 1063,73 kg pada Rerata kadar aspal optimum campuran A dengan kadar aspal 8 dan tertinggi 1649,97 kg pada kepadatan membal campuran C dengan kadar aspal 5,09. Pengaruh Kadar Aspal terhadap Kelelehan (flow) Flow terendah 2,86 mm pada kepadatan membal campuran A dengan kadar aspal 4,79 dan tertinggi 4,88 mm pada Rerata kadar aspal optimum campuran A dengan kadar aspal 8. Pengaruh Kadar Aspal terhadap MQ (Marshall Quotient) MQ terendah 218,2 kg/mm pada Rerata kadar aspal optimum campuran A dengan kadar aspal 8 dan tertinggi 560,13 kg/mm pada kepadatan membal campuran A dengan kadar aspal 4,79. Evaluasi Komparasi Pengaruh Gradasi batas bawah dengan Gradasi batas atas terhadap karakteristik Marshall Campuran Laston ACWC Dari hasil analisis di atas, gradasi batas atas dan gradasi batas bawah mempunyai pengaruh karakteristik Marshall (Marshall Stability, kelelehan, density, Marshall Quotient dan VFA memenuhi), sifat lainnya berpengaruh terhadap hal berikut. a. Gradasi batas atas (campuran A dan B ) untuk mendapatkan karakteristik Marshall yang diinginkan harus pada kadar aspal yang rendah atau lebih rendah dari kadar aspal perkiraan. Hal ini dapat menyebabkan sukarnya memprediksi campuran yang volume void seperti misal : VIM antara 3,55,5 atau VMA minimum 15. Jika memperbesar VIM, maka VMA akan turun dan bahkan pada kadar aspal yang memenuhi persyaratan karakteristik Marshall menjadi rendah dan sebaliknya jika menurunkan VIM. Apabila hal ini terjadi STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 145

dapat dipastikan bahwa aspal yang dipergunakan untuk menyelimuti butir agregat menjadi berkurang. Karena gradasi batas atas adalah gradasi agregat yang butirannya halus. b. Gradasi batas bawah, untuk mendapatkan volume void yang diinginkan tidak terlalu sulit dilakukan seperti gradasi batas atas, bahkan dari kadar aspal perkiraan didapat kadar aspal optimum yang nilainya lebih besar dari kadar aspal rerata, sehingga untuk mendapatkan volume void ( VIM dan VMA kecuali VFA) supaya memenuhi nilai karakteristik Marshall yang diinginkan akan lebih mudah dilakukan, karena butiran agregat gradasi batas bawah lebih kasar pengaruh kadar aspal terhadap void, seperti VIM Marshall dengan VIM Refusal Density, VMA Marshall dengan VMA Refusal Density, VFAMarshall dengan VFA Refusal Density dapat dilihat dalam Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh Gradasi Batas Bawah dan Gradasi Batas atas vs VIM, VMA VFA Gambar di atas menunjukkan hal berikut. a. Berdasarkan nilai VIM, VIM Refusal Density ratarata didapat lebih kecil atau dibawah VIM Marshall. Nilai yang memenuhi persyaratan adalah gradasi batas atas campuran A pada kadar aspal antara 5,31 5,93, campuran B antara 5,16 5,75 dan gradasi batas bawah campuran C pada kadar aspal di bawah 6,21 dan campuran D di bawah 6,26 untuk campuran VIM Marshall, gradasi batas atas atau campuran A pada kadar aspal dibawah 5,89, campuran B di bawah 5,23 dan gradasi batas bawah campuran C pada kadar aspal di bawah 5,54 dan campuran D di bawah 6,05 untuk VIM Refusal Density. b. Nilai VMA, VMA Refusal Density ratarata didapat lebih kecil atau di bawah VMA Marshall, dan nilai yang memenuhi persyaratan adalah : Gradasi batas atas campuran A pada kadar aspal antara 5,28 5,81, campuran B antara 146 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

5,37 5,41, dan gradasi batas bawah campuran C pada kadar aspal 5,83 6,20 dan campuran D antara 5,92 6,29 untuk VMA Marshall dan VIM Refusal Density tidak ada persyaratan. c. Nilai VFA, VFA Refusal Density ratarata didapat lebih besar atau diatas VFA Marshall, nilai yang memenuhi persyaratan adalah : Gradasi batas atas campuran A pada kadar aspal diatas 5,42, campuran B diatas 5,40, dan gradasi batas bawah campuran C pada kadar aspal diatas 4,59 dan campuran D diatas 4,59 untuk VFA Marshall dan VFA Refusal Density. Hal ini dapat terjadi, karena pada campuran kadar aspal rendah memungkinkan adanya Rongga dalam campuran ( VIM ) dan Rongga diantara agregat ( VMA) yang dapat diisi oleh aspal, kekurangan aspal sebagai selimut agregat. Kontrol lain adalah tebal selimut dan dust proportion berikut. a. Tebal selimut adalah banyaknya aspal berfungsi menyelimuti permukaan setiap butir agregat dinyatakan dengan kadar aspal efektif dalam satuan mikron (µm). Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada masingmasing butir agregat. Tebal selimut mempunyai pengaruh terhadap sifat Marshall, seperti nilai Stabilitas, durabilitas, kekesatan ( skid resistance) dan kedap air (impermeabilitas). Berdasarkan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan Tahun 2007, khusus untuk campuran Laston, kadar aspal harus dikontrol dengan tebal film aspal pada ketebalan 8 mikron sampai dengan 8,5 mikron. Tebal selimut aspal jika melebihi dari 8,5 mikron mengindikasikan bahwa suatu campuran aspalnya bertambah dan pada kondisi optimum sifatsifat Marshall, seperti nilai Stabilitas Marshall turun, Kelelehan Marshall bertambah, VMA bertambah dan VIM turun, VFA bertambah, Kepadatan turun dan Hasil bagi Marshall turun dan sebaliknya. Dari hasil analisis tebal selimut aspal, campuran gradasi batas atas yang memenuhi syarat adalah campuran A pada kadar aspal diatas 7,63 dan campuran B antara 7,34 s.d. 7,71 pada rerata kadar aspal optimum dan campuran B hanya pada kadar aspal di atas 7,34 pada kadar aspal optimum dan refusal density. Campuran gradasi batas bawah, hanya campuran C dibawah kadar aspal 4,70 pada rerata kadar aspal optimum dan untuk pada kadar aspal optimum dan refusal density semua tidak memenuhi syarat (> 8,5µm). Hal ini dapat terjadi karena agregat pada gradasi batas atas butirannya lebih halus yang mempunyai luas permukaan lebih besar, sehingga tebal selimut menjadi lebih tipis dibanding dengan campuran batas bawah yang agregatnya berbutir kasar. b. Dust Proportion adalah ratio perbandingan antara kadar agregat lewat saringan no. 200 dengan kadar aspal efektif terhadap berat total campuran. Dengan tujuan untuk mendapatkan perencanaan STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 147

beraspal panas yang baik seperti dalam spesifikasi yang disyaratkan. Dalam Superpave Mix Design, Dust Proportion yang baik mempunyai ratio antara 0,61,2 untuk semua jenis campuran beraspal panas. Suatu campuran nilai DP > 1,20, artinya campuran dengan gradasi seperti ini kebanyakan filler kurang aspal yang dapat mempengaruhi sifatsifat Marshall, seperti nilai Stabilitas Marshall bertambah, kelelehan Marshall turun, VMA turun dan VIM bertambah, VFA turun, kepadatan naik dan hasil bagi Marshall bertambah dan sebaliknya dan pada akhirnya mempunyai pengaruh terhadap sifat ketahanan lama (durable). Dari hasil analisis Dust Proportion, campuran gradasi batas atas campuran A dan B yang memenuhi syarat, pada rerata kadar aspal optimum, kadar aspal optimum dan kepadatan membal tidak ada, karena nilai DP > 1,20. Sedang campuran gradasi batas bawah campuran C dan D pada rerata kadar aspal optimum, kadar aspal optimum dan kepadatan membal semua memenuhi syarat karena nilai DP berada antara 0,60 1,20. Secara umum Dust Proportion untuk campuran gradasi batas atas mempunyai nilai lebih tinggi antara (1,49 2,34) dibanding dengan campuran gradasi batas bawah antara (0,70 1,21) pada rerata kadar aspal optimum, dan campuran gradasi batas atas antara (1,632,78) lebih tinggi dibanding dengan campuran gradasi batas bawah antara (0,64 1,03) pada kepadatan Marshall dan Refusal Density. Hal ini dapat terjadi karena agregat pada gradasi batas atas mempunyai butir halus lolos No.200 dalam konsentrasi tinggi (10), sehingga mempengaruhi nilai Dust Proportion menjadi lebih tinggi dibanding dengan campuran batas bawah yang agregatnya berbutir kasar. SIMPULAN Dari hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengaruh gradasi batas bawah dengan agregat gradasi batas atas terhadap karakteristik Marshall pada beton aspal campuran panas ( Laston AC WC) berdasarkan uji Marshallsebagai berikut. Berdasarkan hasil evaluasi, campuran aspal beton campuran panas bergradasi batas bawah campuran C dan D dalam hal mendapatkan nilai void (VIM dan VMA kecuali VFA) seperti yang diinginkan lebih mudah diatur dibanding campuran bergradasi batas atas campuran A dan B, dan nilai karakteristik Marshall secara umum memenuhi persyaratan yang diinginkan. Kinerja campuran aspal beton campuran panas (Laston) ACWC gradasi batas atas campuran A dan B mempunyai sifat lebih stabil, kaku ( rigid), kokoh, dan tahan terhadap deformasi plastis dibanding dengan gradasi batas bawah campuran C dan D. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji nilai Stabilitas Marshall dan Flow. Perbandingan pengaruh gradasi agregat batas bawah campuran C dan D dengan bergradasi batas atas campuran A dan B terhadap karakteristik Marshall 148 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

pada beton aspal campuran panas (Laston ACWC) berdasarkan uji Marshall, memberikan hasil bahwa nilai Stabilitas Marshall (MS), kelelehan ( flow) dan kepadatan (density) dan Marshall Quotient dari campuran gradasi batas atas mempunyai nilai lebih tinggi dibanding dengan gradasi batas bawah, selain itu VIM (Void In The Mix), VMA (Void in Mineral Aggregate) pada batas bawah mempunyai nilai lebih tinggi dibanding batas atas, kecuali VFA (Void Filled With Asphalt). Berdasarkan hasil uji karakteristik Marshall yang didapat, terutama pengaturan void yang sulit diatur, sedang nilai tebal film dan Dust Proportion yang erat hubungannya dengan sifat stabilitas dan durabilitas, untuk pelaksanaan perkerasan jalan dilapangan gradasi batas atas dan gradasi batas bawah jangan digunakan, dengan alasan sebagai berikut. Berdasarkan tebal film, gradasi batas atas berbutir lebih halus yang mempunyai luas permukaan lebih besar, sehingga tebal selimut menjadi lebih tipis dibanding dengan campuran batas bawah yang agregatnya berbutir kasar, dan apabila campuran ini dipergunakan dapat mempengaruhi stabilitas dan ketahanan lama (durable). Berdasarkan Dust Proportion, gradasi batas atas mempunyai butir halus lolos saringan no.200 dalam konsentrasi tinggi (10), sehingga mempengaruhi nilai Dust Proportion menjadi lebih tinggi dibanding dengan campuran batas bawah yang agregatnya berbutir kasar. Jika nilai DP > 1,20 campuran dengan gradasi ini berarti kebanyakan filler kurang aspal akan dapat mempengaruhi sifatsifat Marshall, seperti Stabilitas Marshall, kelelehan Marshall, VFA, VMA, VIM, density dan hasil bagi Marshall yang akhirnya berpengaruh terhadap sifat ketahanan lama (durable) disarankan lebih baik gunakan beton aspal bergradasi kasar atau campuran gradasi batas bawah C dan D mendekati batas titiktitik kontrol bawah. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penelitian ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini, antara lain pembimbing Pascasarjana Universitas Diponegoro yang telah membantu terselenggaranya penelitian ini serta rekanrekan yang telah banyak memberikan saran dan masukkan. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1998. Standard Specifications for Transfortation Materials and Methods of Sampling and Testing,Part I, Specifications. Washington D.C: Nineteenth Edition,. AASHTO, 1998. Standard Specifications for Transfortation Materials and Methods of Sampling and Testing,Part II, Test. Washington D.C: Nineteenth Edition. Utomo, Antarikso, 2008. Studi komparasi pengaruh gradasi gabungan di laboratorium dan gradasi Hot Bin Asphalt Mixing Plant campuran Laston ( AC Wearing Course) terhadap karakteristik uji Marshall, September. STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 149

Anto Dajan, 1996. Pengantar Statistik Jilid II. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. ASTM, 1997. Road and Paving Materials Vehicle Pavement Systems. Washington D.C.: Published By The American Society of Testing Material Officials, Priyatno, Bagus 1999. Perancangan Prasarana Jalan dalam Penataran dan Pelatihan Dosen Teknik Sipil Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah VI, September 1999 Bagus Priyatno, 2001. Metode Perencanaan Campuran Beraspal Panas Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak (PRD) Berdasarkan Spesifikasi Yang Disempurnakan dalam Penataran dan Pelatihan Dosen Teknik Sipil Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah VI, Oktober 2001 PEDC, 1987. Teknologi Bahan 1. Bandung. PEDC, 1987. Teknologi Bahan 2. Bandung PEDC, 1987. Teknologi Bahan 3. Bandung. Departemen Pekerjaan Umum, 1976. Manual Pemeriksaan Bahan Jalan. Jakarta Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kimpraswil, Standar Nasional Indonesia, 2002. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara uji Aspal, Aspal Buton (Asbuton), Perkerasan Jalan. Jakarta: Departemen Kimpraswil. Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 2000. Spesifikasi Campuran Beraspal Panas. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 2000. Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas (Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak., Jakarta. Departemen Permukiman dan rasarana Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Wilayah, Badan Penelitian dan Pengembangan Kimpraswil, Standar Nasional Indonesia, 2002. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara uji Batuan, Sedimen, Agregat. Jakarta. Harold N. Atkins, 1996. Highway Materials, Soils and Concretes, 3 th.new Jersey: Edition Prentice Hall, Kennedy, T. W, 1996. The Bottom Line: Superpave System Works, The Superpave Asphalt research Program, The University of Texas at Austin Ritonga, Abdulrahman, 1987. Statistik Terapan untuk Penelitian. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Shell Bitumen, 1991. The Shell Bitumen Hand Book. Published By Shell Bitumen, East Molesey Serrey Silvia Sukirman, 2003. Beton Aspal Campuran Panas, Bandung : Granit. The Asphalt Institute, 1993. Mix Design Methods for Asphalt Concrete and Other HotMix Types, 150 Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 Agustus 2009: 136151

Manual Series No.2 (MS 2), Asphalt Institute, Lexington USA. The Asphalt Institute, 1996, Superpave Mix Design, Manual Series No. 2 (SP 2) Lexington USA. STUDI KOMPARASI PENGARUH GRADASI AGREGAT (Kusdiyono) 151