PEMERTAHANAN BAHASA IBU MELALUI GRUP WA Mother Languages Maintenance Through Whatsapp Group (Wa)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Amanda Putri Selvia, 2013

: Ortografis dalam Register Seabreg SMS Gaul

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Objek Penelitian Landasan Dasar, Asas, dan Prinsip K3BS Keanggotaan Masa Waktu Keanggotaan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. berupaya menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini.

Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Keluarga Muda Etnis Bali

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

I. PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang membanggakan. Kita dapat melihat hal tersebut dari

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan

UPAYA PEMERTAHANAN BAHASA

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memposting foto, melakukan update saat berada di suatu tempat dan lain

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN PENGETAHUAN TRADISIONAL & EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. Dra. Dewi Indrawati MA 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya yang menjadikan kita sebagai makhluk yang unik Uno, H.B &

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat

JURNAL LOGIKA, Vol XVIII, No 3, Desember 2016 p-issn: e-issn:

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat

I. PENDAHULUAN. Sastra tidak terlepas dari kehidupan manusia karena sastra merupakan bentuk

Abstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah memiliki peran yang sangat penting dalam eksistensinya. Bahasa

RAGAM BAHASA REMAJA PUTERI DALAM PERCAKAPAN INFORMAL DI KAMPUS UPI TASIKMALAYA Oleh: Enung Rukiah ABSTRAK

negeri namun tetap menuntut kinerja politisi yang bersih.

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik

BAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sikap Bahasa Siswa Sekolah Dasar Terhadap Bahasa Daerah Dan Bahasa Indonesia

INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh lawan bicaranya. Begitu juga

BAB I PENDAHULUAN. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Keadaan tersebut mengakibatkan adanya kontak bahasa sehingga. pengaruh bahasa lain masuk ke dalam bahasa Indonesia.

EKSISTENSI BAHASA INDONESIA PADA GENERASI MILLENNIAL. Nimas Permata Putri 1)

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN BAHASA INGGRIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau terdiri dari etnik - etnik yang memiliki kesenian

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ide, gagasan, isi pikiran, maksud, realitas dan sebagainya. mengingat jumlah bahasa atau variabel bahasa yang digunakan.

PRESENTASI ARTIKEL. Oleh : Nida Aniati. Tentang saya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian dari laporan penelitian yang relevan. Menurut Triandis (melalui Suhardi, 1996: 22) sikap didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pokok Penelitian Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB I PENDAHULUAN. penting dan tidak pernah terlepas dari hubungan antar masyarakat. Masyarakat yang berbeda-beda menyebabkan setiap negara memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pikiran negative yang dapat memicu lahir konflik(meteray, 2012:1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan teknologi komunikasi saat ini seolah-olah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang sangat penting bagi manusia.

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Bab 1. Pendahuluan. dengan sesama kita, manusia. Bahasa merupakan salah satu sarana yang

MAKNA INTEGRASI DENGAN INDONESIA MENURUT ORANG PAPUA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk

PERANCANGAN KOMIK UNGGAH-UNGGUH DI DIY BERJUDUL ORA ILOK!

BAB I PENDAHULUAN. calon mahasiswa dari berbagai daerah Indonesia ingin melanjutkan pendidikan mereka ke

BAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sebuah perubahan. Perlawanan budaya merupakan sebuah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gio M. Johan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ade Nur Eva, 2014 Wujud prinsip kerja sama wacana humor Pada buku watir (kajian pragmatik)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V HUBUNGAN MOTIVASI BERKOMUNIKASI DENGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTAR ETNIS

Transkripsi:

PEMERTAHANAN BAHASA IBU MELALUI GRUP WA Mother Languages Maintenance Through Whatsapp Group (Wa) Sahril Balai Bahasa Sumatra Utara sahrilmelayu@gmail.com Abstrak Pemertahanan bahasa dapat terjadi bila suatu komunitas secara kolektif menggunakan bahasa itu sepenuhnya. Penggunaan bahasa ibu yang terjadi pada komunitas di grup WhatsApp Cendekiawan Batubara sangat mendukung upaya mempertahankan eksistensi bahasa ibu dari kepunahan bahasa Melayu dialek Batubara. Kajian ini terfokus pada beberapa kosakata arkais bahasa Melayu dialek Batubara yang tidak lagi dipakai dalam komunikasi etnis Melayu Batubara itu sendiri. Kajian ini berusaha menemukan deskripsi pemertahanan bahasa ibu yang secara tidak langsung telah dilakukan oleh komunitas di grup WhatsApp Cendekiawan Batubara. Kata Kunci: pemertahanan, bahasa ibu, WA. Abstract Language preservation could occur if a community collectively used the language wholly. The use of mother language in communities such as in Cendekiawan Batubara WhatsApp group truly supported the effort to preserve the existence of Melayu Batubara language from extinction. This study focused on some archaic vocabularies in Melayu Batubara language that are no longer used in Melayu Batubara communities themselves. This study aimed to describe the language preservation of mother language which indirectly has been carried out by Cendekiawan Batubara WhatsApp group. Key words: language preservation, mother language, WhatsApp PENDAHULUAN Layanan jejaring social messenger sedang marak belakangan ini. Banyak pengguna mengunduhnya, bahkan menempati posisi atas dalam daftar unduhan terbanyak di toko aplikasi seperti google play. Beberapa layanan jejaring sosial tersebut, antara lain Line, Kakao Talk, WeChat, dan WhatsApp. Keempat layanan messenger tersebut terindikasi sedang populer di mata pengguna internet. WhatsApp (WA) didirikan oleh pria asal Ukraina, Jan Koum bersama temannya Brian Acton pada tanggal 24 Februari 2009. WA menawarkan keunikan tersendiri, yang mana mekanisme log-in dilakukan melalui nomor ponsel pengguna. Penamaan WhatsApp sendiri diambil dari kalimat what s up yang biasa dipakai untuk Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 43

menanyakan kabar. Perkembangan selanjutnya, pada tanggal 22 Januari 2015, WA telah meluncurkan fitur resmi bernama WhatsApp Web. Melalui fitur ini, pengguna sudah bisa menggunakannya berbasis komputer. WA adalah aplikasi pesan instan paling populer, sampai September 2015 pengguna WA sudah 900 juta orang secara aktif menggunakannya. WA adalah aplikasi pesan instan untuk smartphone jika dari fungsinya hampir sama dengan aplikasi SMS yang biasa kita gunakan di telepon selular lama. Akan tetapi WA, tidak menggunakan pulsa, melainkan data internet. Jadi, aplikasi ini tidak perlu dikhawatirkan soal panjang pendeknya karakter. Menurut Kompas.com, yang memuat pernyataan Brian Acton salah seorang pendiri WA, Indonesia masuk dalam lima besar wilayah yang pertumbuhan pengguna WA paling tinggi. Tingginya angka pengguna WA di Indonesia, menurut juru bicara Neeraj Arora, adalah karena penduduknya sering berkomunikasi dibandingkan dengan penduduk negara lain. Maraknya pengguna WA di Indonesia dikarenakan pengguna bisa mengirim pesan teks, pesan suara, pranala, dan gambar pada pengguna yang lainnya. Di sisi lain aplikasi ini sering menggunakan sebuah peralatan yang mengizinkan pengguna untuk membuat dan mengelola grup yang ada. Semua pengguna bisa masuk ke dalam grup mana saja selama mereka diundang oleh pembuat grup. Selain itu, mereka bisa meninggalkan grup tersebut sesuka mereka. LANDASAN TEORI Menurut Sedyawati (1996), fungsi bahasa ibu/daerah menjadi alternatif berkomunikasi yang ekspresif sesuai dengan naluri dan batin, sehingga bisa memenuhi kebutuhan kultural kita. Dengan berbahasa ibu/daerah dengan orang sedaerah akan bisa mengendurkan saraf-saraf batin dari tekanan-tekanan hidup publik dan tuntutan globalisasi. Tanpa bahasa daerah, kita kekurangan "tempat berteduh" di tengah-tengah kehidupan publik yang sering melelahkan batin kita. Hal ini sejalan dengan pandangan Lauder (2007), sebanyak 85 persen penduduk Indonesia masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari di rumah. Bahasa ibu itu adalah jendela untuk melihat realitas dunia yang sangat kompleks dan sebagai pembentuk perilaku serta jati diri. Bahasa ibu itu juga menjadi jembatan untuk memahami ekspresi nilai, norma, aturan, adat kebiasaan, dan kearifan lokal menjaga lingkungan. Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 44

Dalam tulisan ini penulis mencoba melihat pada grup WA Cendikiawan Batubara. Grup ini dibuat oleh Bang Jamil. Ada dua orang yang menjadi admin grup, yaitu Bang Jamil (Medan) dan Usman Jakfar (Malaysia). Grup WA ini dikhususkan bagi orang-orang yang berasal dari Kabupaten Batubara yang ada di Provinsi Sumatra Utara. Masyarakat Kabupaten Batubara umumnya beretnis Melayu sehingga bahasa yang digunakan dalam grup ini adalah bahasa Melayu dialek Batubara. Hal ini sudah menjadi komitmen bagi anggota grup ini, dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Batubara. Hal ini dikarenakan ada kerinduan bagi anggota grup untuk berkomunikasi dalam bahasa ibu mereka. Ini dapat dimaklumi karena mereka berdomisili sudah di luar komunitas masyarakat Melayu Batubara. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sinkronis untuk melihat perilaku berbahasa ibu pada grup WA dan menjelaskan fenomena tersebut dari tinjauan ilmu terkait secara deskriptif, sebagaimana adanya di lapangan. Tujuan dalam penulisan ini adalah mendeskripsikan ciri-ciri bahasa ibu dalam grup WhatsApp, serta melihat implementasi penggunaannya. Kajian ini dilakukan dengan analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa ibu dalam grup WA. Implementasi penggunaan bahasa ibu dalam grup WA dilihat secara acak dalam beberapa percakapan antara pengguna WA di grup Cendekiawan Batubara. PEMBAHASAN 1. Komunitas Etnik Sejalan dengan topik makalah ini, melalui grup WA-lah lahirnya grup-grup yang bersifat komunitas tertentu, seperti komunitas etnik tertentu. Ada komunitas etnik Jawa, Sunda, Batak, dan Melayu. Di dalam komunitas ini terjadi komunikasi melalui pesan dengan menggunakan bahasa ibu atau bahasa daerah masing-masing. Salah satunya adalah grup WA Cendikiawan Batubara yang menggunakan bahasa Melayu dialek Batubara dalam berkomunikasi sesama anggota grup ini. Sesuatu yang menarik dari komunikasi tersebut adalah tanpa ada rasa sungkan dan malu dalam hal berkomunikasi. Hal ini disebabkan di dalam grup tersebut sudah saling mengenal, sehingga bahasa yang dipakai terkadang sedikit nyeleneh. Begitu juga dengan foto-foto yang dikirim, umumnya untuk hal-hal yang lucu-lucuan saja. Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 45

Sampai saat ini, grup WA Cendekiawan Batubara sudah beranggotakan sebanyak 256 orang termasuk penulis sendiri. Ada 34 anggota yang aktif setiap hari berkomunikasi melalui grup ini. Sesuatu yang menarik dari grup ini adalah anggotanya sekitar 95% tinggal di luar Kabupaten Batubara yang terbanyak berdomisili di Malaysia. Umumnya, para anggota grup WA ini bergerak dalam bidang pendidikan, yaitu sebagai guru di lembaga-lembaga agama Islam. Mereka tamatan dari universitas-universitas di negara Arab, seperti Mesir, Sudan, Yaman, dan Libya. Bang Jamil sebagai pembuat grup adalah tamatan dari Universitas Al Azhar Mesir, sekarang tinggal di Medan sebagai dosen di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UINSU). Oleh sebab itulah, mengapa grup WA ini menamakan dirinya Cendikiawan Batubara. Satu hal lagi, semua anggota grup ini adalah kaum laki-laki. Ahli bahasa akan merasa puas tatkala menganalisis bahasa sebagai suatu sistem, fungsi variabel linguistik tergantung pada gejala-gejala lingustik lain sehingga tidak perlu mencari penjelasan yang berada di luar bahasa untuk menyelesaikan masalah kebahasaan (Mbete, 2010). Dengan demikian, bahasa digunakan oleh manusia yang menjadi anggota masyarakat tertentu memiliki kebudayaan yang khas. Ada kecenderungan bahwa para individu berbeda-beda dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, variabel sosial, seperti status penutur mempengaruhi cara menggunakan bahasa. Selain itu, orang memilih menggunakan kata-kata agar dapat menyampaikan sesuatu yang berarti. sesuatu yang berarti dalam kebudayaan yang satu dapat berbeda dengan kebudayaan yang lain. Dalam kenyataan, cara menggunakan bahasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan. Fenomena yang terjadi saat ini, bahwa keberadaan bahasa ibu sangat mengkhawatirkan. Sebagai akibat dari intervensi bahasa Indonesia di wilayah Batubara, bahasa ibu semakin tersudut berdasarkan sudut pandang linguistik dan budaya, hal ini sangat mengecewakan. Padahal, bahasa ibu (daerah) adalah salah satu warisan sejati yang dapat diturunkan kepada generasi penerus sebuah suku bangsa. Tidak dipungkiri bahwa terjadinya perkawinan antaretnis juga secara perlahan membuat tersisihnya bahasa daerah di antara generasi yang ada saat ini (Clark, 2003). Bahasa ibu saat ini mempunyai pesaing, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (asing), serta bahasa gaul. Keberadaan bahasa Melayu dialek Batubara di Sumatra Utara saat ini berada pada skala tiga, yaitu (1) mulai terancam, (2) mulai dilanda krisis ketahanan secara perlahan, dan (3) mengalami degradasi frekuensi dan kualitas pemakaian. Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 46

Menurut Trask (1997:126), mengungkapkan pemertahanan bahasa merupakan penggunaan sebuah bahasa secara kontinu oleh penuturnya, khususnya dalam keadaan bahasa itu berada dalam tekanan bahasa lain. Hal ini terjadi karena komunitas secara bersama-sama memutuskan untuk terus menggunakan bahasa (atau bahasa-bahasa) yang secara tradisi telah mereka pergunakan. Bertitik tolak dari uraian tersebut, pemertahanan bahasa ibu dalam penelitian ini dikonsepkan sebagai upaya-upaya yang dilakukan masyarakat agar bahasa ibu Melayu dialek Batubara tetap digunakan. Berkaitan dengan hal itu, loyalitas masyarakat pendukungnya merupakan salah satu faktor penting dalam pemertahanan bahasa ibu. Loyalitas itu berakar pada asal-usul seseorang. Implementasinya terlihat pada tingkah laku seperti tidak malu menggunakan bahasa ibu dalam pergaulan; ikut memperjuangkan bahasa ibu secara resmi; ikut mengoreksi kesalahan bentuk bahasa ibu yang dipakai orang lain. 2. Bahasa Ibu di WA Istilah bahasa pertama first language digunakan berbeda-beda. Menurut Bloomfield (1973), bahasa yang pertama dipelajari seseorang dalam berbicara adalah bahasa aslinya (native language). Dalam hal ini, dia adalah penutur asli (native speaker) dari bahasa itu. Dijelaskan bahwa native language adalah istilah yang digunakan untuk bahasa yang pertama yang dipelajari anak. Istilah ini juga dikenal sebagai bahasa utama (primary language), bahasa ibu (mother tongue), dan bahasa pertama (first language). Berdasarkan fungsinya, bahasa pertama juga digunaan untuk mengacu pada bahasa yang paling banyak atau sering digunakan seseorang. Istilah bahasa pertama juga digunakan untuk merujuk pada tingkat penguasaan sesorang terhadap bahasa. Istilah bahasa ibu (mother tongue atau mother language) digunakan juga untuk bahasa yang dipelajari seseorang di rumah (terutama dari orangtua mereka). Berdasarkan definisi ini, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang dwibahasa (bilingual) memiliki lebih dari satu bahasa ibu (Kridalaksana: 1993). Sesuatu yang menarik dari grup WA Cendekiawan Batubara ini adalah penggunaan bahasa ibunya. Walaupun anggota grup ini sudah tidak lagi tinggal di wilayah Batubara, bahkan sudah banyak pula yang tinggal di luar negeri, seperti Malaysia, Brunai Darussalam, bahkan ada yang di Yaman. Mereka tetap menggunakan bahasa ibu (bahasa Melayu dialek Batubara) dalam setiap komunikasinya. Menurut Bang Jamil, sebagai Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 47

pembuat grup WA Cendekiawan Batubara ini menekankan bahwa anggotanya harus berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu dialek Batubara. Bahasa Melayu dialek Batubara yang mereka gunakan pun cukup kental, yaitu kosakata arkais yang tidak dimengreti anak-anak muda berdomisli di wilayah Batubara. Misalnya, dialog antara Safri M. Zein (Malaysia) dan Rasyid Ahmad (Medan) pada Sabtu, 12 Maret 2016. Safri : sodap tu uda lamo tak makan gulai ayam. Rasyid Ahmad : Safri co kau leteh Suhaimi tu. Kain busuk dio campakan ke palimbahan. Lalu disambut pula oleh anggota grup lainnya, yaitu Edi (Riau) : Udalah mat kasian kabapaan odan tu, jgn kau lete dio lg. Lalu masuklah Suhaimi (Medan) :.ondak cangking palo kau.awas macam2 odan tangkap masuk kan ke dalam lukah. Edi (Riau) : ciri khas bakombuh di grup ini, patamo2 motan, terakhir menjelenge.. Melalui dialog dalam komunikasi antara anggota grup WA Cendekiawan Batubara ini terlihat penggunaan bahasa ibu yang cukup kental. Beberapa kosakata memang sama dengan bahasa Indonesia, hanya berbeda dari segi dialek. Akan tetapi, ada juga beberapa kosakata yang tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia walaupun dari segi permainan dialeknya. Misalnya: co coba, leteh marahi, kabapaan paman, odan saya; aku, cangking pukul, lukah bubu, bakombuh berbicara, motan serius, menjelenge bercanda. Selanjutnya, selama mengikuti grup WA Cendekiawan Batubara ini, penulis menemukan beberapa kosakata yang cukup arkais, yang orang-orang di wilayah Batubara sendiri pun sudah jarang menggunakannnya dalam berkomunikasi. Beberapa kosakata tersebut, di antaranya: bagulung berselimut, ontok tempat tinggal; alamat, basalubung menutup seluruh tubuh dengan kain sarung, bacongkang berkelahi dengan adu mulut; dengan adu kata-kata, lonjo letih akibat dikerjakan oleh teman-teman sendiri, judu judes; tidak mau kalah jika dalam berdebat, koso tidak mau, hajap capek, hontam membiarkan, layang kepetek sejenis nama layang-layang, manjelejeh menetes, salemo ingus, dan mancaut memaki; berkata-kata tidak senonoh. Berikut ini beberapa kosakata bahasa ibu Melayu dialek Batubara yang sudah jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di wilayah Batubara, tetapi muncul dari dialog-dialog pada grup WA Cendekiawan Batubara. (1) badongking keras sekali untuk kayu Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 48

(2) balasah dikerjain, odan kono balasah bek budak2 ne aku dikerjain oleh anak-anak ini (3) bek oleh (4) bongak bohong/dusta (5) bonto sejenis rumput ilalang (6) boyan sebuatan untuk orang sepengambilan; dua orang laki-laki menikahi dua orang perempuan yang bersaudara kandung, maka panggilan untuk sesama suami itu adalah boyan. (7) mampalutukan menuduh, uang sayang selalu mempalutukannyo orang sayang.. selalu menuduhnya (8) mandongkung memukul dari belakang (9) mencolah menimpali itu kombu para tuan guru, sogan ati nak mencolah itu cerita para tuan guru, segan hati hendak menimpali (10) mengoko tertawa terbahak-bahak, pura2 membela kau, tapi mengoko golak dio pura-pura membela, tetapi tertawa terbahak-bahak (11) nginjam merasai (12) odan ne saya ini, babunyi hp odan ne berbunyi hp aku (13) pojo kaolah amit-amit (14) tacogut kelolotan karena banyak minum air (15) takalucut melorot, kalau pakai celana bosa bono takalucut dio kalau pakai celana yang besar melorot dia (16) takalujut kelolotan; lemas; tersedak (17) tuja pukul, tuja ajo dio pukul saja dia Ciri khas bahasa Melayu dialek Batubara ini, yaitu selalu menggunakan vokal /o/ pada akhir kata, jika kata tersebut berakhir dengan vokal /a/, misalnya: dia dio, kemana kemano, apa apo. Ada juga huruf /a/ pada posisi kedua dalam kata berubah menjadi huruf /o/, misalnya: pasar posa, pantang pontang. Huruf /r/ umumnya hilang pada awal, tengah, dan akhir kata, misalnya: rumah umah, orang ohang/uang, cakar caka. Vokal /e/ pada posisi kedua dalam kata tersebut berubah menjadi vokal /o/, misalnya pelit polit, lemas lomas. Awalan /ber/ berubah menjadi awalan /ba/, misalnya: berbunyi babunyi, bersilat basilat, berbini babini. Awalan /me/ berubah menjadi awalan /ma/, misalnya menjadi manjadi, menjala manjalo, menolak manulak. Awalan /ter/ berubah menjadi awalan /ta/, misalnya terbit tobit, termakan tamakan. Selebihnya hanya bersifat perubahan bunyi dari kosakata bahasa Melayu lainnya atau kosakata bahasa Indonesia, misalnya kecil kocik, peluh poluh, obat ubat, coba cubo, dan giliran gelean. Ditemukan juga beberapa kata kalau dalam bahasa Indonesia terasa kasar dan bukan untuk manusia, tetapi dalam bahasa Melayu dialek Batubara justru tidak kasar, misalnya untuk kata perempuan atau wanita disebut batino betina, anak-anak budak, hamil bunting; buncit, saudara tiri sodaho anjing. Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 49

3. Pemertahanan dari ketirisan diglosia Secara teoretis dampak kepunahan bahasa daerah/ibu di Indonesia, yang kecenderungannya sudah mulai tampak pada pergeseran bahasa daerah itu, baik yang minor maupun yang mayor. Kecenderungan ini tampak pada gejala ketirisan diglosia bahasa Indonesia-bahasa daerah dan pada gejala ketirisan dinomia yang melibatkan budaya nasional dan budaya daerah. Misalnya, pada nosi makrofungsi bahasa menurut Garvin dan Mathiot (1968), yakni bahasa sebagai (1) pemersatu (unifying) dan (2) pemisah (separatist). Dari sini beberapa implikasi coba ditarik: (1) budaya daerah (secara teoretis) akan ikut punah bersama punahnya bahasa daerah; (2) kemungkinan timbulnya provinsialisme (dan implikasinya timbulnya gerakan separatisme) menjadi berkurang; (3) biaya pemeliharaan bahasa daerah dapat ditiadakan dan biaya pemelajaran bahasa nasional dapat dikonsentrasikan pada perencanaan dan pemelajaran bahasa Indonesia agar bahasa ini mencapai taraf modern dan efektif; (4) segala upaya dapat dikonsentrasikan untuk melawan dominasi bahasa Inggris terhadap bahasa nasional; (5) rasa kebangsaan rakyat Indonesia akan cenderung menjadi lebih kuat; (6) keragaman budaya menjadi berkurang. Pergeseran bahasa daerah itu bertolak dari anggapan dasar bahwa ada persaingan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia, yang nama geopolitis dari bahasa Melayu. Fase-fase yang ditempuh oleh bahasa Melayu menjadi bahasa kedua setempat kiranya dapat dianalogikan dengan postulat Moag (1982). Mula-mula bahasa Melayu ditransportasi ke daerah-daerah di nusantara ini, yakni ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak menggunakan bahasa Melayu. Kemudian bahasa Melayu mengalami indigenisasi, seperti yang dapat diinferensikan dari adanya bahasa Melayu Manado dan Melayu Ambon. Bahasa Melayu mengalami fase ekspansi ketika tidak hanya digunakan di ranah niaga, melainkan di ranah yang lain, seperti ranah agama dan pendidikan. Fase puncak yang dialami oleh bahasa Melayu adalah institusionalisasi ketika putra-putri daerah mulai menulis roman-roman di dalam bahasa Melayu. Ketika itulah benih-benih persaingan di antara bahasa Melayu dan bahasa daerah dapat diasumsikan mulai tumbuh. Lambat tetapi pasti, bahasa Melayu mulai tumbuh menjadi bahasa primer dan bahasa daerah berubah fungsi menjadi bahasa sekunder. Persaingan linguistik itu menjadi lebih keras ketika bahasa Melayu diberi nama geopolitis bahasa Indonesia dan ditetapkan sebagai bahasa negara. Konsekuensinya adalah bahwa bahasa pengantar pendidikan adalah bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi lebih dominan dibandingkan bahasa daerah/ibu (salim, 2002). Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 50

Berdasarkan teori Mackey (1973) tentang geolinguistik bahasa, tampak bahwa bahasa daerah/ibu kalah bersaing dengan bahasa Indonesia. Dewasa ini ada fenomena yang menunjukkan bahwa bahasa daerah/ibu terdesak oleh bahasa Indonesia dan mulai tergeser. Bagi banyak orang Indonesia, bahasa Indonesia telah benar-benar menjadi bahasa primer dan tidak sedikit keluarga yang sudah menggunakannya sebagai bahasa pertama, menggeser bahasa daerah/ibu. Dahulu bahasa Indonesia dan bahasa daerah hidup berdampingan secara damai. Pilihan atas bahasa Indonesia atau bahasa daerah hanya berdasarkan keperluan semata-mata. Secara umum, untuk komunikasi intrakelompok dipilih bahasa daerah dan untuk komunikasi antarkelompok dipilih bahasa Indonesia. Kemudian, masyarakat mempunyai preferensi: untuk hal-hal yang diasosiasikan dengan hal-hal yang tinggi dipilih bahasa Indonesia dan untuk hal-hal yang dianggap tidak tinggi dipakai bahasa daerah. Di dalam sosiologi bahasa situasi kebahasaan yang di dalamnya ada pembagian fungsi seperti ini disebut diglosia. Adanya diglosia tidak otomatis mengancam bahasa daerah. Selama pembagian tugas itu dipraktikkan secara taat asas-selama ada kompartmentalisasi antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah - kelangsungan hidup bahasa daerah/ibu aman-aman saja. Menurut Kridalakasana (1993: 22-23), bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya atau yang sering disebut dengan konsep bahasa ibu (native language atau mother language) diperoleh secara intuitif. Dengan demikian, dalam pemerolehan kebudayaan setempat oleh seorang anak manusia yang menjadi anggota masyarakat di tempat itu berlangsung pula secara intuitif dan simultan tatkala mereka mempelajari bahasa ibunya. Melalui galur-galur ungkapan yang mapan, sistem gramatika dan leksikon yang tersedia dalam bahasa ibu, seorang anak manusia yang menjadi anggota masyarakat telah dibentuk cara pandang nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat bahasa dan budaya setempat. SIMPULAN Kekhawatiran pemerintah akan punahnya bahasa ibu, sebenarnya sudah diantisipasi, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah. Kiranya peraturan ini harus dijadikan acuan dalam penanganan bahasa daerah serta dijabarkan ke dalam peraturanperaturan daerah di setiap provinsi untuk mendukung upaya pemeliharaan, pelestarian, Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 51

dan pengembangan bahasa daerah. Kekhawatiran secara global pun sudah terjawab juga melalui Badan PBB yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan Unesco yang telah mencanangkan tanggal 21 Februari setiap tahunnya diperingati sebagai hari bahasa ibu internasional. Mengingat urgensi peran bahasa ibu, sebagai sarana komunikasi internal, medium pembangunan, pengembangan, dan pewarisan budaya pada setiap anggota komunitasnya perlu dilestarikan agar dapat mempertahankan bahasa ibu. Untuk usia kelas permulaan pada tingkat pendidikan dasar kelas 1 3 sekolah dasar (SD) / madrasah ibtidaiah (MI) sebagai usia masih subur dalam pemerolehan bahasa (termasuk bahasa ibu), sebaiknya penggunaan bahasa pengantar dalam pendidikan pada jenjang tersebut menggunakan bahasa ibu. DAFTAR PUSTAKA Bloomfield, L. 1973. Language. London: COX Wyman Ltd. Clark, Eve V. 2003. First language acquisition. Cambridge: Cambridge University Press. Garvin, P.L. dan Madeleine Mathiot.1968. The Urbanization of the Guarani Language; A Problem in Language and Culture. Dalam Fishman (Ed) Reading in the Sociology of Language. Mouton: Paris. Kridalaksana, Harimurti. 1993. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Mackey, I.R.A. 1973. Phonological primitives: Electromyographic speech error evidence. Canada: University of Ottawa. Mbete, Aron Meko. 2010. Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik. Sebuah Refleksi Ringan (artikel). Moag, R.F. 1982. The Other Tongue. New York: Prentice Hall. Salim. 2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. http://wikipedia.org/perubahan_sosial/ (Diunduh, 6 Maret 2016). Trask, Robert Lawrence.1997. Language: The Basics (ed. 2nd). Psychology Press. Ranah Volume 5 Nomor 1 Juni 2016 52