DWI INDAH ASTIKA YUNIARTI A220090078



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang beranekaragam. Menurut Sujarwa (1998:10-11), kebudayaan adalah seluruh

DWI INDAH ASTIKA YUNIARTI A

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

ASPEK PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM PROSESI INJAK TELUR PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

DAWET. Disusun oleh: A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB III METODE PENELITIAN. penelitiannya berkarakteristik kualitatif. Kirk dan Miller (dikutip Moleong, 2013; 4)

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

I. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER PEDULI SOSIAL DAN SANTUN PESERTA DIDIK MELALUI BUDAYA SEKOLAH

Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kota Layak Anak Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ritual injak telur sesuai dengan namanya dimana telur ayam kampung yang telah

NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten)

JURNAL. NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Desa Cerme Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk)

PENANAMAN NILAI-NILAI KREATIF DAN CINTA TANAH AIR PADA SENI TARI. Polokarto Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

KETAATAN HUKUM PETUGAS PARKIR (Studi Kasus pada Petugas Parkir Pasar Gedhe Hardjonagoro Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk berbudaya dan secara biologis mengenal adanya

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang

EDY NOVIYANTO A

BAB III METODE PENELITIAN

PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT. (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. yang menerangkan cara-cara untuk mengadakan penelitian.

IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Progran Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB III METODE PENELITIAN. yang sesuai, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM TRADISI RASULAN (Studi Kasus di Dukuh Ngadipiro Desa Grajegan Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo)

PELESTARIAN BATIK SEBAGAI WARISAN BUDAYA DI KALANGAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

Disusun Oleh: SRITOMI YATUN A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- lain.

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna mencapai derajat. Sarjana S-1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PERSEPSI MASYARAKAT, TATA CARA, DAN DAMPAK RITUAL NGALAP BERKAH PADA OBJEK WISATA GUNUNG KEMUKUS KABUPATEN SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Sejarah Singkat DPC Harpi Melati Kota Bandar Lampung

PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PROGRAM PAGI SEKOLAH

KEHIDUPAN PEREMPUAN PEDAGANG PADA MALAM HARI DI PASAR TRADISIONAL DALAM PERSPEKTIF GENDER (STUDI KASUS DI PASAR LEGI KOTA SURAKARTA) NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian Persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di sebelah timur pulau Sumbawa yang berbatasan langsung dengan NTT adalah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara

BAB III METODE PENELITIAN

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA. (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak

Kajian Folklor Tradisi Larungan di Desa Pagubugan Kulon Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap

BAB III METODE PENELITIAN

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI LINGKUNGAN SEKOLAH MUHAMMADIYAH

BAB III METODE PENELITIAN

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

BAB III METODE PENELITIAN

TATA KELOLA PENYELENGGARA PEMERINTAHAN DESA MENURUT PP NO 72 TAHUN 2005 (STUDI KASUS DI DESA TARUBASAN KECAMATAN KARANGANOM KABUPATEN KLATEN)

5.1. KESIMPULAN FAKTUAL

IMPLEMENTASI KARAKTER RELIGIUS PADA ANAK KELUARGA PERANGKAT DESA (STUDI KASUS DI DESA WONOREJO KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB III METODE PENELITIAN

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pandanan Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten. yaitu bulan Oktober sampai bulan Desember 2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pemaes and Wedding Committee

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang meningkatkan aplikasi didalam mencegah masalah yang

IMPLEMENTASI BUKU GURU SEBAGAI ACUAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

Oleh: RIAN PUTERI SAYEKTI WIBOWO A

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PELAKSANAAN PENARIKAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Desa Tempurharjo Kecamatan Eromoko Kabupaten Wonogiri)

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

Transkripsi:

NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI TEMU MANTEN PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA ( Studi Kasus di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan DWI INDAH ASTIKA YUNIARTI A220090078 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

NILAI-NILAI RELIGIUS YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI TEMU MANTEN PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA ( Studi Kasus di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri) Dwi Indah Astika Yuniarti, A220090078, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013, 79 halaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang, alat-alat dan perlengkapan, prosesi upacara, serta nilai-nilai religius dalam tradisi Temu Manten pada upacara perkawinan adat Jawa di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dengan pedoman wawancara, pedoman observasi dan telaah dokumentasi. Untuk menguji keabsahan datanya dengan cara triangulasi, khususnya triangulasi sumber data dan triangulasi pengumpulan data, sedangkan untuk menganalisis data menerapkan model analisis interaktif malalui prosespengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tradisi Temu Manten adalah pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang ditakdirkan berjodoh. Tradisi tersebut terdapat beberapa prosesi yaitu balangan suruh atau gantale, midhak endok atau wiji dadi dan sindhur binayang yang kesemuanya memiliki makna yang berbeda-beda. Tradisi Temu Manten merupakan salah satu bagian dari upacara perkawinan adat Jawa yang menggunakan alat-alat sebagai simbol permohonan yang terdiri dari daun sirih, gambir atau jambe, benang berwarna putih, godong sak ujung (daun pisang), pasangan, bokor (baskom yang terbuat dari kuningan), telur ayam Jawa, air, bunga kantil, bunga melati, bunga mawar, kain sindhur. Tradisi Temu Manten berfungsi dan bermakna sebagai sarana untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dalam melangsungkan prosesi perkawinan tidak diganggu oleh roh-roh halus, menjadi keluarga yang baik dan bahagia, mendapat ketentraman, menjadi keluarga yang saling menghargai pasangan dan bertanggung jawab serta menjadi keluarga yang selamat dunia dan akherat. Tradisi Temu Manten pada perkawinan adat Jawa mempunyai kandungan nilai-nilai religius yang bertujuan untuk memohon berkah dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam setiap detail prosesi tradisi Temu Manten, memiliki kandungan makna nilai-nilai religius baik pada peralatan yang digunakan maupun setiap prosesi yang dilaksanakan. Kata kunci: religius, tradisi, Temu Manten, adat Jawa

PENDAHULUAN Masyarakat Jawa masih menjunjung tinggi nilai kebudayaan hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya ritual-ritual yang mereka laksanakan. Ritual tersebut antara lain upacara perkawinan, Mitoni, upacara Garebeg, upacara Bersih Desa, upacara peringatan 1 Sura, Pawang Hujan, Tedak Sinten dan masih banyak hal lain. Salah satu tradisi yang sampai sekarang masih berkembang di tengahtengah masyarakat adalah tradisi Temu Manten. Tradisi Temu Manten merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono. Tradisi ini sering kali digelar pada saat seseorang mempunyai hajat menikahkan anaknya. Tradisi pada perkawinan adat Jawa mempunyai banyak ritual seperti upacara Panggih atau Temu Manten yaitu pertemuan antara pengantin wanita dan pengantin pria di rumah kediaman wanita. Tradisi TemuManten mempunyai makna dan nilai-nilai religius di dalamnya. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai nilai-nilai religius dalam tradisi Temu Manten di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Penelitian tersebut berkaitan dengan misi program studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dan tata negara dengan kompetensi tambahan Sosiologi dan Antropologi yang selaras dengan tuntutan zaman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian studi kasus. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah munculnya tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri? 2. Bagaimana pelaksanaan tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri? 3. Apa sajakah alat-alat yang digunakan dalam tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri? 4. Bagaimana nilai-nilai religius yang terkandung pada tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri?

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan sebagai berikut: 1. Mendiskripsikan bagaimana sejarah munculnya tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. 2. Mendiskripsikan pelaksanaan tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. 3. Mendiskripsikan alat-alat yang digunakan dalam tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. 4. Mengdiskripsikan nilai-nilai religius yang terkandung dalam tradisi Temu Manten Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini adalah di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian secara keseluruhan dilakukan selama kurang lebih empat bulan yaitu sejak bulan Oktober 2012 sampai Januari 2013. B. Jenis dan Strategi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan model penelitian studi kasus. Menurut Moleong (2004:7), penelitian kualitatif adalah: Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Creswell sebagaimana dikutip Herdiansyah (2010:76), studi kasus adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu sistem yang terbatas (boundedsystem) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan

penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Salah satu ciri khas dari studi kasus adalah adanya sistem yang terbatas. Sistem yang terbatas adalah adanya batasan waktu dan tempat serta hal kasus yang diangkat. Ciri lain studi kasus adalah keunikan dan kekhasan kasus yang diangkat. C. Subjek dan Obyek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian pada penelitian ini adalah masyarakat Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri yang melahirkan upacara TemuManten. Penelitian ini yang menjadi subjek utama adalah Keluarga Bapak Karno dan Ibu Rikem yang mempunyai hajatan menikahkan anak keduanya, pemimpin tradisi atau sesepuh yang melaksanakan tradisi Temu Manten pada desa tersebut dan beberapa tokoh masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi Temu Manten. 2. Obyek Penelitian Adapun yang menjadi obyek penelitian adalah nilai-nilai religius dalam tradisi Temu Manten pada perkawinan adat Jawa di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. D. Teknik dan Instumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi. Menurut Patilima (2005:69), metode pengamatan merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati halhal yang terkait atau sangat relevan dengan data yang dibutuhkan. b. Wawancara Mendalam. Menurut Moleong (2004:186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. c. Dokumen. Menurut Sugiyono (2010:329), dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. 2. Instrumen Pengumpulan Data a. Pedoman observasi. Menurut Sukmadinata (2009:221), dalam penelitian kualitatif pedoman observasi hanya berupa garis-garis besar atau butir-butir umum kegiatan yang akan diobservasikan. b. Pedoman wawancara. Menurut Sukmadinata (2009:216) yang dimaksud dengan pedoman wawancara adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang diminta untuk dijawab atau direspon oleh responden. Pertanyaan atau pernyataan bisa mencakup fakta,

data, pengetahuan, konsep, pendapat, persepsi atau evaluasi responden berkenaan dengan fokus masalah yang akan dikaji dalam penelitian. c. Studi dokumentasi. Menurut Sukmadinata (2009:221-222), studi dokumentasi yaitu dengan cara menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen yang dihimpun dan dianalisis dokumen yang berkaitan dengan tujuan dan fokus masalah. E. Teknik Analisis Data Analisis data penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif. Menurut Miles dan Huberman (1992:20), siklus analisis interaktif dapat digambarkan dalam bentuk skema berikut ini. Pengumpulan Data Penyajian Reduksi Kesimpulan kesimpulan penarikan / varifikasi Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Temu Manten diawali dengan kreasi dari Wali yaitu Sunan Kali Jaga sebagai sarana untuk memperkenalkan ajaran Islam di kehidupan masyarakat Jawa. Beliau tahu bawasannya masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang sangat kental dengan berbagai tradisi dan upacara-upacara adat dalam melangsungkan kehidupan. Beliau mengkaitkan tradisi Temu Manten dengan pertemuan antara Nabi Adam dan Siti Hawa. Adapun peralatan dalam pelaksanaan tradisi Temu Manten adalah daun sirih, gambir atau jambe, benang

berwarna putih, godong sak ujung (daun pisang), pasangan, bokor (baskom yang terbuat dari kuningan), telur ayam Jawa, air, bunga kantil, bunga melati, bunga mawar, kain sindhur. Tradisi Tradisi Temu Manten juga merupakan tradisi yang mempunyai banyak tahap di dalamnya. Prosesi tersebut harus urut dari awal sampai akhir dan tidak boleh ada tahap-tahap yang sampai terlewatkan. Proses yang harus dilalui dalam tradisi Temu Manten yaitu pertama-tama pengantin putri dan pengantin pria dirias oleh perias pengantin atau pamaes. Penganten wanita dikerik rambutnya artinya rambut-rambut kecil dibagian wajah dihilangkan dan dilanjutkan dengan maes. Kedua pengantin dirias menjadi wanita yang cantik bagaikan seorang ratu dan pengantin pria dirias bagaikan seorang raja. Kedua, setelah perias penganten atau pamaes selesai merias kedua pengantin dilanjutkan dengan penganten putri keluar menuju tempat duduk yang sudah didekorasi atau sering disebut dengan padi-padi. Pengantin putri keluar dengan dua ibu pendamping di samping kanan dan kirinya serta dua patah di depan berjalan menuju tempat duduk yang telah disediakan. Patah adalah anak putri yang membawa kipas sebagai pengiring pengantin putri. Setelah sampai di tempat duduk yang sudah didekorasi tersebut pengantin putri duduk ditemani oleh kedua patah di sebelah kanan dan kiri. Pengantin putri menanti kedatangan pengantin pria. Ketiga, pengantin pria datang dengan didampingi oleh kerabat-kerabat dekat yang berada di samping kanan dan kiri maupun dibelakang. Setelah itu utusan atau wakil dari keluarga menyerahkan pengantin pria ke pihak penganti putri yang dikenal dengan sebutan pasrah temanten. Selanjutnya utusan atau wakil dari keluarga pengantin putri menerima pengantin pria yang dikenal dengan sebutan tinampi pasrah temanten. Keempat, setelah prosesi penyerahan pengantin pria dan penerimaan pengantin pria selesai dilanjutkan dengan prosesi Balangan Suruh atau Gantale. Gantale adalah daun sirih yang diisi dengan gambir atau jambe lalu diikat benang berwarna putih. Prosesi tersebut dilakukan dengan cara pengantin pria dan

pengantin putri berjalan saling menatap dan kira-kira jarak dua meter keduanya berhenti dan dengan sigap melempar ikatan daun sirih. Kelima, dilanjutkan dengan acara yang disebut dengan Panggih atau Temu Manten yaitu kedua mempelai saling bertemu dengan jarak yang dekat. Pada prosesi ini memerlukan alat-alat seperti, pasangan yang di atasnya dilapisi dengan daun pisang, bokor yang di dalamnya berisi air, telur ayam Jawa dan bunga tiga rupa. Bunga yang digunakan dalam tradisi Panggih atau Temu Manten yaitu bunga kanthil, bunga mawar dan bunga melati. Peralatan tersebut diletakan di bawah lantai diantara pengantin putri dan pengantin pria. Kedua pengantin bersalaman dan kedua tangan pengantin dipegang oleh pemimpin upacara tradisi Panggih atau Temu Manten tersebut. Setelah pemimpin tradisi selesai melafalkan do a pengantin pria memecahkan telur ayam Jawa menggunakan kaki dengan tanpa alas. Kemudian dilanjutkan pengantin putri membasuh kedua kaki pengantin pria menggunakan air dengan bunga tiga rupa yang tersedia di dalam bokor. Prosesi dilanjutkan dengan orang tua pengantin putri membawa kain sindhur. Kain sindhur adalah kain warno lan seto artinya kain berwarna merah dan putih yang dibalutkan di pundak kedua pengantin menuju ke tempat duduk yang sudah didekorasi atau padi-padi dengan ibu berjalan di belakang kedua mempelai dan ayah berjalan di depan kedua mempelai menghantarkan dan menuntun anaknya ke arah kebaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua prosesi atau tahap-tahap yang dilaksanakan dalam tradisi Temu Manten mengandung makna yang berbeda-beda. Kesemuanya mempunyai makna dan tujuan dan baik yaitu permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar menjadi keluarga yang bahagia, menjadi keluarga yang bertanggung jawab, diberkahi, saling menghormati serta selamat dunia dan akherat. Hal tersebut membuktikan bahwa tradisi yang berkembang dalam masyarakat tidak selamanya bermakna menyekutukan Tuhan Yang Maha Esa. Jika dikaji dari segi positifnya, tradisi Temu Manten merupakan tradisi yang dilaksanakan untuk meminta keselamatan, keberkahan, keselamatan agar dalam menjalankan sebuah kehidupan berumah tangga dapat menjadi keluarga yang baik selamat dunia dan akherat. Oleh sebab itu tradisi yang sudah

berkembang di dalam masyarakat harus tetap dilestarikan agar tidak punah di kehidupan mendatang. Adapun hasil temuan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah: Tradisi Temu Manten merupakan tradisi yang secara turun temurun masih dilakukan oleh masyarakat di Dusun Tanduran Desa Jatisari Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Tradisi tersebut dilaksanakan apabila masyarakat mempunyai hajatan menikahkan putrinya. Tradisi Temu Manten dilaksanakan pada sebuah upacara perkawinan adat Jawa yang dimaksudkan untuk tujuantujuan tertentu yaitu memohon berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa agar dalam melaksanakan upacara perkawinan tidak diganggu oleh roh-roh halus. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Koentjaraningrat (2000:144-145), mengenai komponen religi ketiga kaitannya dengan sistem ritus dan upacara merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhlukmakhluk halus yang mendiami alam ghaib. Sementara dalam tradisi Temu Manten menggunakan peralatan-peralatan yang memiliki makna dan simbol-simbol di dalamnya sebagaimana tradisi-tradisi lain yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa. Peralatan atau simbol-simbol digunakan oleh manusia untuk perantara agar apa yang diharapkan oleh pelaksana tradisi dapat terwujud dan diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut sesuai dengan teori Koentjaraningrat (1990:203-204), kaitannya dengan sistem peralatan bahwasannya peralatan hidup dan teknologi dapat merubah tingkah laku manusia. Selanjutnya tradisi Temu Manten merupakan budaya masyarakat Jawa yang sampai sekarang masih hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Budaya masyarakat Jawa tidak lepas dari unsur kepercayaan pada masyarakatnya. Budaya-budaya pada masyarakat Jawa sering kali diwujudkan dengan upacaraupacara yang menjadi sebuah tradisi. Sebuah upacara diselenggarakan dengan maksud untuk mendapat berkah, keselamatan dan ketentraman dari Tuhan Yang Maha Esa. Kebiasaan masyarakat Jawa melaksanakan tradisi Temu Manten dalam perkawinan adat Jawa merupakan kepercayaan akan makna yang terkandung di dalamnya dan sebagai wujud hormat terhadap peninggalan-peninggalan leluhur

atau nenek moyang zaman dahulu. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Mulder (1996:48-49), kehidupan orang Jawa bersifat seremoniil, masyarakat Jawa sering kali melaksanakan upacara-upacara untuk membereskan sesuatu. KESIMPULAN 1. Tradisi Temu Manten adalah bagian dari serangkaian prosesi pada upacara perkawinan adat Jawa yang bertujuan agar perkawinan tidak diganggu oleh roh-roh jahat, menjadi keluarga yang baik dan bahagia, keluarga yang bertanggung jawab, menjaga kehormatan serta selamat dunia dan akherat. 2. Tradisi Temu Manten terdapat alat-alat yang digunakan yang terdiri dari daun sirih, gambir atau jambe, benang berwarna putih, godong sak ujung (daun pisang), pasangan, bokor, telur ayam Jawa, air, bunga kantil, bunga melati, bunga mawar, serta kain sindhur. 3. Dalam tradisi Temu Manten terdapat prosesi yang sering disebut dengan Balangan Suruh yaitu melempar daun sirih yang diisi dengan gambir lalu diikat benang berwarna putih. Prosesi ini bermakna bahwa kedua mempelai saling memberikan cinta dan mengusir roh-roh halus agar tidak mengganggu jalannya perkawinan. 4. Dalam tradisi Temu Manten terdapat prosesi Midhak Endok atau Wiji Dadi yaitu pengantin pria memecahkan telur ayam Jawa. Hal tersebut mempunyai makna bahwa pengantin pria benar-benar siap untuk menjalin rumah tangga. 5. Dalam tradisi Temu Manten pengantin putri membasuh kaki pengantin pria sebanyak tiga kali. Hal tersebut mempunyai makna bahwa seorang wanita diharapkan dapat menjadi istri yang patuh terhadap suami dan menjadi istri yang baik. 6. Dalam tradisi Temu Manten terdapat prosesi yang dinamakan Sindhur Binayang yaitu kedua mempelai dibalut dengan kain berwarna merah dan putih dengan dituntun orang kedua orang tua mempelai. Hal tersebut mempunyai makna bahwa kedua orang tua mempelai menuntun anaknya ke arah kebaikan.

7. Tradisi Temu Manten pada upacara perkawinan adat Jawa mempunyai kandungan nilai-nilai religius yang betujuan untuk memohon keselamatan dan berkah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kandungan nilai religius pada tradisi Temu Manten jika ingin mengharapkan sesuatu harus disertai dengan usaha sungguh-sungguh dan selalu senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta alam semesta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. DAFTAR PUSTAKA Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi I. Jakarta: Rineka Cipta. Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (Buku Sumber tentang Metode-metode Baru). Jakarta: UIP. Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulder, Niels. 1996. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Sukmadinata, S. Nana. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.