MENJAGA KEDAULATAN WILAYAH NKRI MELALUI PERCEPATAN PENETAPAN BATAS NEGARA Oleh : Mayjen TNI A.Chasib (Tenaga Pengkaji Bidang Strategi Lemhannas RI) Pendah uluan. sejarah lahirnya bangsa Indonesia ditandai dengan munculnya kerajaan kerajaan di Pulau Jawa dan Kepulauan Nusantara. Dalam perkembangannya, perjuangan mosl integrasi M.Natsir pada tanggal 2 April 1950 berhasil mempersatukan 17 negara bagian dan RIS menjadi NKRI. Paska kemerdekaan kemudian dikumandangkan Teritoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) dengan batas wilayah hanya tiga mil dari garis pangkal. Selanjutnya Deklerasi Djuanda pada tanggal 13 Desember 1957 memperjuangkan agar NKRI menjadi negara kepulauan, yang terwuju dengan diratifikasinya unclos 1982 oleh beberapa negara. Namun sampai saat ini Indonesia masih belum memiliki Peta definitif di Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), dikarenakan belum terselesaikannya penetapan garis batas wilayah dengan sembilan dari sepuluh negara tetangga. Kendala penyelesaian disebabkan adanya perbedaan penafsiran dalam pemahaman dan kepentinganegara-negara lain serta kurang gigihnya Delegasi Rl. Pada kondisini upaya pencapaian kesepakatan melalui diplomasi, dialog maupun kerja sama memerlukan susunan delegasi yang kompeten. Apabila masalah dipending atau dibiarkan maka Claim kepemilikan wilayah terus terjadi dan menjurus kearah konflik perbatasan. Kabinet Indonesia Bersatu telah menyusun rencana Pembangunan Jangka Menengah yang ditetapkan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2009-2014. Memuat misi pendekatan pembangunan yang mengedepankan rasa keadilan dan pemerataan, salah satunya adalah memberi perhatian khusus pada wilayah perbatasan, namun belum seluruhnya dapat dilaksanakan secara optimal, sehingga kondisi daerah perbatasan masih memprihatinkan. "
Belum adanya ketetapan batas negara memberi peluang terjadinya pelanggaran hukum, yang dilakukan dengan melakukan perpindahan patok batas, penyelundupan, penggunaan wilayah, pencurian sumber daya alam atau kegiatan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan. Hal tersebut pertanda bahwa Pemerintah belum memberi perhatian serius terhadap wilayah dimaksud dan cenderung menyerahkan pengawasan maupun perkembangannya kepada masyarakat. Negara menghadapi persoalan perbatasan di darat maupun di laut dimana penyelesaiannya harus datang dari pusat, memerlukan perhatian dan penyelesaian secara tuntas agar tidak terjadi konflik "namun bukan berarti mengalah" melalui negosiasi atau interaksi internasional. Sangat dihawatirkan terjadinya peralihan rasa kebangsaan/nasionalisme karena masyarakat menoleh akibat pengaruh negara tetangga, yang pada masany akan memihak secara psikologis dan acuh terhadap kepemilikanegara serta terbentuknya batas imaginer. Belum terciptanya kesepakatan perbatasan menjadi potensi konflik, karena tuntutan kepemilikan biasanya dilakukan manakala wilayah tersebut berkembang dan menguntungkan. Untuk mencegah timbulnya konflik dan selesaianya penentuan perbatasan diperlukan aksi nyata, melalui upaya efektif dengan negosiasi atau diplomasi baik fisrt track,second track maupun multi track. Permasalahannya adalah bagaimana delegasi sebagai negosiator dapat menciptakan kesepakatan perbatasah sehingga dapat menegakkan kedaulatan NKRI. Kepemimpinan nasional merupakan kunci dalam penyelesaian persoalan kedaulatan wilayah NKRI. Pengembangan peran diplomasi diharapkan dapat memperlunak dan meningkatkan jalinan yang lebih erat sehingga memudahkan dialog dan penyelesaian masalah perbatasan secara mutua! benefit. Kesefahaman bilateral melalui canfidentce building Measure (CBM) dapat menekan timbulnya konflik sekaligus memberi kepercayaan yang memungkinkan adanya kerjasama yang lebih jauh. Negosiasi hendaknya dilakukan lebih bermakna secara multi track dengan mengutakamakan diplomasi first track khususnya pada negara yang belum sepakat dengan garis batas. Pemerintah Indonesia harus menyiapkan peraturan perundangan berkaitan dengan batas negara, penyiapan delegasi "permanen" khusus perbatasan, pembangunan daerah perbatasan, sehingga secara internal dapat memberi posisi tawar dalam pelaksanaan diplomasi.
Keberhasilan pengembangan diplomasi tersebut dapat dicapai melalui adanya delegasi negosiasi yang mapan dan dengan kompentensinya dapat menentukan garis batas negara, yang selanjutnya Indonesia memilki peta definitive di PBB. Permasalahan yang dihadapi. Belum adanya Peta definitif Indonesia di Badan Persatuan Bangsa Bangsa, karena masih memerlukan penentuan garis-garis batas yang dilengkapi dengan koordinat, hal tersebut baru akan diperoleh apabila ada kesepakan antara Pemerintah Indonesia dengan negara tetangga. Adanya beberapa negara yang belum meratifikasi UNCLOS 1982, memberi keraguan dalam menentukan peraturan perundangan khususnya dalam penanganan maritim. Belum tuntasnya penentuan garis batas negara dan terus berlarut dapat mengakitabatkan pelanggaran wilayah yang sulit diselesaikan serta makin meningkatnya pencurian sumber kekayaan alam. Kesiapan dan susunan delegasi yang belum maksimal menjadi hambatan dalam diplomasi. Upaya diplomasi melalui negosiator, selama ini dirasakan masih pada batas menjalin hubungan tanpa penekanan kepentinga nasional serius yaitu penyelesaian perbaiasan. Pelaksanaan diplomasi yang dilakukan delegasi "sekedar pertemuan rutin dan protokoler", bdlum dapat menentukan tahapan penyelesaian dengan sasaran nyata. Keterpaduan susunan delegasi dari berba$ai Kementerian belum "solid", dimana masing masing lebih tertarik dengan melakukan penyelesaian secara "sendiri". Peluang yang diciptakan pihak lain menarik Kementerian terkait melakukan pertemuan terpisah, kondisi seperti ini sangat mernguntungksn negara terkalt. Pemimpi nasional kurang focus menaruh perhatian terhadap masalah perbatasan, yang diindikasikan dengan kebijakan yang belum menjadi statemen langsung pemerinialr. Penunjukan personil perurakilan dari Kementerian hanya sekedarnya yang terkadang tidak memiliki "kompetensi" dan data atau dokumen yang Ada tidak memadai untuk dibawa sidang. Birokrasi yang terlalu rumit memberi kelambatan pelaksanaan koordinasi guna persiapan maupun pembentukan sususan delegasi, termasuk melakukan rapat awal maupun'lanjutarr pembrahasan masaiah.?
Susunan delegasi Rl belum memiliki kekuatan deteren dan pososi tawar yang mematikan yaitu berupa pitihan.yang tidak dapat dielakkan dalam berdiplomasi, sebaliknya lustru menampakkan kelemahan dan celah tekanan balik. Penyiapen acan dan akomodasi serta protokolei kegiatan hendaknya dilakukan dengan. kobrdinasi matang antar kementerian secara sinerji dan kepirtusan berada pada ketua delegasi yang ditunjuk. Penataan Kesiapan Negosiasi. Setelah sekian lama melakukan perundingan dalam rangka penyelesaian perbatasan dan belum membawa hasil yang siknifikan, tentunya perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh dan mencari strategi baru dalam mencapai sasaran. Menginventarisir kembali pencapaian perundingan selama ini dan melakukan pencatatan langkah-langkah yang diangga penting dan belum mencapai sasaran. Secara jernih harus berani mengakui kelemahan dan berani menentukan langkah kongkrit sehingga tahapan dalam pencapaian penetapan perundingan terpantau. Disamping itu harus bisa menentukan koreksinternal pelaku perundingan yang dianggap kurang kreatif atau memiliki kelemahan diganti agar tidak dapat diberdayakan pihak lain. Hubungan emosional harus ditinggalkan dalam melakukan perundingan dan selalu mendasarkan kepentingan nasional sebagai landasan negosiasi. Penguatan berbagai aspek terkait dengan perundingan perbatasan harus dipersiapkan secara matang dengan melakukan perhitungan kemungkinan cara bertindak Negara lain dan lingkungan yang berlaku. Persiapan yang dilakukan tentunya dimulai dari susunan delegasi dengan penempatan personil yang benar ahli atau menguasai dalam bidang terkait, memiliki nasionalisme dan motovasi tinggi untuk menyelesaikan masalah. Rekrut anggota delegasi dilakukan melalui seleksi diantara pemilik kompetensi dengan dasar nasionalisme dan motivasi kerja serta kesehatan, untuk meminimalisir kelemahan selama perundingan. Anggaran pelaksanaan perundingan dan sebagainya harus menjadi perhatian dan dukungan penuh pemerintah, sehingga tidak menjadi hambatan dan tarikan pihak lain sebagai penyebab konsentrasi anggota delegasi tidak focus.
Pengalaman selama ini muncul kondisi personel tidak seluruhnya focus pada materi dan sasaran perundingan dikarenakan mereka melakukan perhitungan sendiri pemenuhan perintah pelaksanaan tugasnya. Keleluasaan penggunaan anggaran untuk keperluan perundingan sebaiknya diberikan dengan catatan memberi pertanggung jawaban penggunaan. Dengan itu maka pemisahan penggunaan anggaran pribadi dan kepentingan dinas jelas dengan harapan tidak lagi menjadi kendala bagi personel untuk melakukan persiapan perundingan. Pemeliharaan dukumen pendukung yang tersebar dan hanya diketahui oleh salah satu kelompok atau perorangan harus dihindari. Keberadaan kantor delegasi termasuk perpustaan dokumen masalah perbatasan harus diberdayakan untuk keperluan semua anggota dan menambah pemahaman secara detail masalah yang dihadapi. Masalah tersebut tidak terlihat dan terfikir mengakibatkan tidak dalamnya pemahaman terpadu disamping persoalan internal sehingga memaksa pihak Indonesia tidak jeli dalam perundingan. Pada pelaksanaanegosiasi sulit mencapai tujuan maksimal karena kurang berhasil mengarahkan sesuai tujuan, akibat penyiapan konsep tujuan seadanya dan tidak terpadu serta tidak sentral. Penyebaran dokumen hasil perundingan yang lalu dan terkini hendaknya dilakukan secepatnya, termasuk evaluasi dan ulasan terpusat hasil perundingan, dengan itu maka segera diketahui kelemahan dan peluang yang perlu diexploitir. Anggota delegasi dalam kesehariannya hanya membahas masalah perbatasan yang belum terselesaikan dan langkah jitu yang akan diterapkan. Regulasi yang disiapkan merupakan peraturan yang segera diterapkan dan diketahui oleh semua pemangku sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam implementasinya. Penyiapan dilakukan sedini mungkin dengan harapan dapat tersosialisasi sebelum peraturan tersebut ditentukan. Peraturan yang disiapkan sebaiknya juga mengadopsi peraturan internasional sehingga tidak terjadi benturan yang merugikan, namun bukan berarti mengalah dengan konsep internasional yang merugikan kepentingan maritime nasional. Konsep peraturan tidak boleh diintervensi oleh kepentingan Negara tertentu yang dapat melemahkan penentuan perbatasan atau penggunaan maritime. Banyaknya pemangku penggunaan dan pengawasan maritime justru melemahkan kecepatan dan kemampuan operational secara kualitas. Akibatnya penegakan dan penindakan hukum cenderung tumpang tindih dan anomaly pemahamannya dalam pengamanan maritime.
Dukungan pemerintah melalui para diplomatnya juga dilakukan secara terpadu antar Kementerian terlibat sehingga tidak terjadi penonjolan partial kementerian terkait utamanya kementerian luar negeri. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khususnya dalam melakukan negosiasi dievaluasi dan dikaji secara dalam sehingga tidak mudahnya pandangan delegasi Indonesia dipatahkan oleh negara lain. Perspektif perbatasan mendatang Bergulirnya faham terbukanya kedaulatan wilayah negara yang dilansir negara kuat memberi arti bahwa untuk memasuki suatu negara tidak lagi dibatasi semata mata karena batas negara akan tetapi tergantung permasalahan yang dihadapi negara tersebut. Alat kebijakan politik yang berkembang dan memungkinkan suatu negara masuk kenegara lain cukup banyak antara lain War on Terror, HAM, Demokrasi, Radikalisme, Terorisme, Separatisme, penyebaran senjata pembunuh massal dan lain lain. Kesemuanya merupakan alat yang sewaktu waktu dapat digunakan sebagai penekan dan masuknya suatu negara ke negara bermasalah. Dengan demikian maka kita hendaknya terus menjaga keamanan dan stabilitas negara sehingga alat kebijakan politik negara lain tidak berlaku bagi Indonesia. Sebaliknya dengan kondisi Nasional yang tidak aman dan terdapat indikasi yang sesuai kebijakan politik maka sama saja kita mengundang negara lain untuk menyelesaikannya. Kondisi semacam ini sudah menjadi bagian dari system internasional, dimana interaksi hubungan internasional mengutamakan stabilitas dan "perdamaian" yang harus dimaknai bahwa hubungan tersebut juga merupakan upaya intervensi kepentingan nasional negaranya. Oleh sebab itu penentuan perbatasan sangat urgent guna mendasari penindakan segala bentuk pelanggaran batas negara dan penataan keamanan masyarakatnya. Kesiapan melakukan negosiasi sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perbatasan sendiri artinya bahwa keamanan perbatasan harus menjadi jaminan akan perdamaian dan stabilitas. Dengan penentuan perbatasan Indonesia dapat menjaga wilayah secara tegas dengan penegakan hokum yang jelas, oleh karenanya penundaan penyelesaian perbatasan dapat menjadi bertambahnya persoalan yang harus diatasi.
Belum selesainya penentuan perbatasan dapat menimbulkan keraguan dalam proses penegakan hukum dan kedaulatan wilayah. Demikian pula halnya dengan pengamanan perbatasan lauvmaritime dan udara diatasnya. Keberadaan Alur Laut Kepulauan Internasional membawa masalah tersendiri apabila penyelesaian batas negara belum tuntas, berarti penegakan hukum di perbatasan akan semakin rumit dan kompleks. Penyelesaian batas negara menjadi mutlak untuk menjaga kedaulatan wilayah Rl dab mengatasi berbagai persoalan diatas Penutup Demikian uraian singkatentang nilai strategis perbatasa negara sebagai bahan dan acuan pertimbangan pembinaan masyarakat perbatasan dalam rangka menjaga kedaulatan wilayah NKRI. Jakarta. 2014