I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun Lapangan Usaha

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI AYAM BROILER

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VII. ANALISIS PENDAPATAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara. terus menerus ke arah yang lebih baik dari keadaan semula. Dalam kurun

Bahan Kuliah ke 9: UU dan Kebijakan Pembangunan Peternakan Fakultas Peternakan Unpad KEBIJAKAN DALAM INDUSTRI TERNAK NON RUMINANSIA

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

I PENDAHULUAN. terhadap PDB Indonesia membuat sektor perikanan dijadikan penggerak utama (prime mover)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Peternakan Ayam Broiler di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

TERNAK AYAM KAMPUNG PELUANG USAHA MENGUNTUNGKAN

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN , , ,99. Total PDRB , , ,92

BAB I PENDAHULUAN. populasi, produktifitas, kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha ternak, baik

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

ANALISIS RISIKO DALAM USAHATERNAK AYAM BROILER (Studi Kasus Usaha Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

BADAN PUSAT STATISTIK

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. berlanjut hingga saat ini. Dunia perunggasan semakin popular di kalangan

Tinjauan Pasar Daging dan Telur Ayam. Informasi Utama :

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan adalah bagian dari agribisnis yang mencakup usaha-usaha atau

KEMITRAAN USAHA AYAM RAS PEDAGING: KAJIAN POSISI TAWAR DAN PENDAPATAN TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Magister

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VI POLA KEMITRAAN. Perusahaan Inti DUF. Perusahaan Pemasok Sapronak

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN an sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat,

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN I-2010

I. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan umum Ayam Broiler. sebagai penghasil daging, konversi pakan irit, siap dipotong pada umur relatif

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TRIWULAN II TAHUN 2014

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu perkekebunan, perikanan, tanaman pangan dan holtikultura. Sektor tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam kontribusi terhadap perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontribusi pertanian dapat dilihat pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB), dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan Rp 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Adapun peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Struktur PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2009 Lapangan Usaha 2008 2009 2009 2010 Triw I Triw II Triw I Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 14,5 15,3 15,6 13,7 16,0 Pertambangan dan Penggalian 10,9 10,5 10,0 11,3 11,2 Industri Pengolahan 27,9 26,4 27,0 26,4 25,4 Listrik, air bersih dan gas 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Konstruksi 8,5 9,9 9,6 10,3 10 Perdagangan, Hotel dan restoran 14 13,4 13,3 13,9 13,9 Komunikasi dan pengangkutan 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2 Keuangan dan real estet 7,4 7,2 7,5 7,1 7,2 Jasa-jasa 9,7 10,2 9,8 10,2 9,3 PDB 100 100 100 100 100 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kontribusi pada sektor pertanian sangat berpengaruh dalam meningkatkan PDB kedua setelah industri pengolahan. Peningkatan ini akan berdampak positif terhadap tingkat penggunaan tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada umumnya masyarakat Indonesia banyak diserap tenaga kerjanya pada sektor pertanian dibandingkan 1

pada sektor industri. Sektor pertanian tersebut meliputi perikanan, kehutanan, serta peternakan. Salah satu sektor pertanian yang setiap tahunnya relatif mengalami pertumbuhan adalah pada subsektor peternakan. Sumbangan subsektor peternakan dalam PDB sebesar Rp 34.530,7 milyar atau 1,60 persen pada tahun 2007 dan masih menyumbang 1,60 persen pemasukan negara pada tahun 2008 (Dinas Peternakan 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa subsektor peternakan memiliki peran tersendiri dalam menyumbangkan PDB serta memiliki peran dalam pembangunan pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan meningkatnya bidang peternakan maka akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja, sehingga menurunkan tingkat penggangguran yang ada di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007) menyatakan bahwa komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dan mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Dengan demikian, prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di pedesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal. Prospek pasar dan pengembangan agribisnis ayam ras pedaging di Indonesia baik pada subsistem hulu, subsistem budidaya, maupun subsistem hilir sangat terbuka lebar. Perkembangan populasi ayam ras pedaging di Indonesia dalam tiga dasawarsa terakhir senantiasa mengalami peningkatan, meskipun pada tahun 1997-1999 saat terjadinya krisis ekonomi populasi ayam sempat mengalami guncangan cukup besar yang mengakibatkan komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan populasi ayam mengalami penurunan hingga 50 persen. Pada awal tahun 2000 usaha ternak ayam ras pedaging mulai bangkit kembali karena kondisi perekonomian beranjak stabil. Pengusaha ayam broiler mulai menunjukkan pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Selain itu juga, ayam broiler merupakan jenis unggas yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya dibandingkan dengan jenis unggas lainnya. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah populasi ternak unggas Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. 2

Tabel 2. Populasi Unggas di Indonesia Tahun 2005-2009 (ekor) Jenis Tahun Unggas 2005 2006 2007 2008 2009 Ayam Buras 278.954 291.085 272.251 243.423 249.963 Ayam Ras Peterlur 84.790 100.202 111.489 107.955 111.418 Ayam Ras Pedaging 811.189 797.527 891.659 902.052 1.026.379 Itik 32.405 32.481 35.867 39.840 40.680 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2011 Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa angka yang ada pada ayam ras pedaging setiap tahunnya relatif mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 populasi unggas mengalami penurunan yang disebabkan meningkatnya hargaharga input seperti harga pakan yang meningkat. Karena harga pakan terjadi peningkatan maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga secara global akan berdampak pada tingkat usaha sehingga jumlah populasi ayam pada saat itu mengalami penurunan. Tahun 2007-2009, jumlah populasi unggas khususnya ayam ras pedaging mengalami peningkatan secara signifikan. Tingkat populasi unggas khususnya ayam broiler hampir merata di setiap provinsi yang ada di Indonesia, namun ada beberapa provinsi yang memiliki tingkat populasi yang lebih signifikan. Hal tersebut dikarenakan adanya kesesuaian kondisi geografis dalam pembudidayaan serta tingkat permintaan di suatu wilayah tersebut. Untuk melihat populasi di setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1. Jawa Barat merupakan salah satu sentral terbesar dalam jumlah populasi di bidang peternakan yang salah satunya pada jenis perunggasan. Hal ini didukung oleh kondisi alam yang menyakinkan serta merupakan tempat strategis dalam mendistribusikan ke wilayah-wilayah lainnya. Populasi perunggasan di Indonesia pada umumnya terus mengalami peningkatan khususnya di wilayah Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih jelasnya tingkat pertumbuhan perunggasan yang terjadi di wilayah Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3. 3

Tabel 3. Populasi Unggas di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2008 (ekor) Jenis Tahun Unggas 2004 2005 2006 2007 2008 Ayam Buras 30,779,120 30,989,812 29,319,161 27,789,274 27,761,015 Ayam Ras Petelur 9,720,685 10,169,284 10,351,105 11,462,744 10,303,478 Ayam Ras Pedaging 328,015,536 352,434,300 343,954,090 377,549,055 417,373,596 Itik 4,880,019 5,305,485 5,296,757 6,534,753 7,962,095 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2008 Tabel 3 menunjukan pertumbuhan perunggasan di wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2004 sampai dengan 2008. Data tersebut menunjukan ayam ras pedaging memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan jenis unggas lainnya, serta memiliki populasinya yang konsisten dibandingkan dengan jenis unggas lainnya. Hal ini disebabkan oleh ayam broiler merupakan ayam yang memiliki pertumbuhan yang cepat serta dapat menghasilkan lebih besar dibandingkan jenis unggas lainnya sehingga peternak lebih gemar mengusahakan peternak ayam broiler. Pada data ayam ras pedaging memiliki pertumbuhan yang positif yaitu terus meningkat kecuali pada tahun 2006. Pada umumnya tahun 2006 merupakan tahun kondisi perekonomian Indonesia tidak stabil sehingga berdampak pada tingkat usaha secara keseluruhan. Populasi ayam broiler akan berdampak pada tingkat produksi daging ayam broiler. Pada umumnya produksi daging mengalami peningkatan yang positif pada setiap provinsinya yang ada di Indonesia, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Adanya peningkatan produksi ayam broiler pada setiap provinsinya maka akan berdampak terhadap produksi nasional. Berikut adalah jumlah produksi ayam broiler di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2005-2009 No. Tahun Jumlah (Ton) Pertumbuhan (%) 1 2005 779.100-2 2006 861,300 1,74 3 2007 942.800 1,73 4 2008 1.018.700 1,61 5 2009 1.101.800 1,76 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2011 4

Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah produksi ayam pedaging atau ayam broiler setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan bahwa komoditi ayam dijadikan oleh masyarakat Indonesia sebagai penambah nilai gizi yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Oleh karena itu, jumlah produksinya setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tingkat pertumbuhan setiap tahunnya relatif stabil, namun pada tahun 2009 merupakan tingkat pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal itu tersebut karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya mengkonsumsi daging guna memenuhi kebutuhan gizi. Berikut dapat dilihat tingkat konsumsi konsumen terhadap daging ayam broiler pada Tabel 5. Tabel 5. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2007 No. Tahun Jumlah (ekor) Pertumbuhan (%) 1 2003 1.368.200-2 2004 1.425.300 2,01 3 2005 1.573.000 4,93 4 2006 1.486.100-2,00 5 2007 1.564.200 2,56 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2008 Table 5 menunjukkan tingkat konsumsi terhadap produksi ayam broiler terus mengalami peningkatan dari setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 4,93 persen sedangkan pada tahun 2006 mengalami penurunan hal sebesar 2,00 persen. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut terjadi ekonomi dalam negeri tidak stabil sehingga menurunkan tingkat daya beli masyakat dan akan mempengaruhi tingkat konsumsi secara nasional. Pada tahun 2007 konsumsi terhadap ayam broiler mengalami peningkatan kembali karena kondisi sudah stabil dan meningkatkan pendapatan serta adanya daya beli masyakat terhadap barang juga meningkat. Berdasarkan uraian Tabel 3 dan lampiran 1 yaitu tingkat populasi peternakan ayam broiler dari tingkat provinsi sampai pada tingkat nasional, tingkat produksi nasional maupun di wilayah Jawa Barat, tingkat konsumsi ayam broiler secara nasional pada umumnya usaha tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pengembangan usaha ternak ayam broiler akan berhasil apabila peternak tersebut mampu mengelola usaha ternaknya dengan 5

baik, yaitu pengelolaan dalam bidang manajemen maupun teknis dilapangan. Dalam bidang manajemen maka perusahaan harus mampu memanaje disektor produksi, sumber daya manusia, keuangan serta pemasarannya dengan baik. Sedangkan dalam bidang teknis maka peternak harus mengetahui secara detail tentang budaya ayam broiler. Selain manajemen yang baik, diperlukan juga sistem infrastruktur yang baik. Jika infrastruktur memadai maka dalam proses pendistribusian produk dalam memasarkan serta mengirim input atau bahan baku sapronak (Sarana Produksi Peternakan) tepat pada waktunya sehingga tidak mengurangi nilai dari suatu produk tersebut. Infrastruktur yang diperlukan dalam menunjang kelancaran usaha peternakan adalah kemudahan akses terhadap jalan, sumber air, jaringan listrik, dan lain sabagainya. Infrastruktur ini juga salah satu faktor yang diperhitungkan dalam usaha peternakan ayam broiler. Pada dasarnya semua usaha tidak terlepas dengan kendala-kendala dalam menjalankan usahanya, salah satunya adalah usaha peternakan ayam broiler. Kendala tersebut berasal dari baik itu teknis maupun non teknis. Kendala yang sering muncul dalam usaha peternakan ayam broiler ini adalah non teknis, yaitu tingginya tingkat risiko yang dihadapi, risiko yang dihadapi oleh peternak ayam broiler ini adalah risiko harga, baik itu harga-harga input seperti Day Old Chick (DOC), pakan dan obat-obatan, maupun harga jual output. Risiko yang lainnya adalah risiko produksi berupa teknis (yang dipengaruhi oleh iklim dan cuaca) serta risiko sosial atau lingkungan sekitar. Risiko yang dihadapi oleh peternak ayam broiler ini dapat dilihat dari indikator yaitu adanya fluktuatif harga input seperti harga DOC, pakan dan obatobatan, yang merupakan variabel-variabel utama untuk berlangsungnya proses produksi, serta harga jual output. Selain itu juga adanya fluktuasi terhadap tingkat konversi pakan dengan bobot ayam serta tingkat kematian ayam (Survival Rate) dalam setiap periode atau peternak sangat bervariasi. Pengelolaan usaha ternak ayam broiler dihadapkan pada tingkat risiko yang tinggi, maka harus disertai dengan pengetahuan peternak untuk dapat meminimalkan risiko tersebut. Sehingga peternak dapat menghasilkan produksi yang maksimal. Manajemen risiko merupakan salah satu alat bantu dalam proses 6

pengambilan keputusan untuk mengurangi risiko yang dihadapi dan harus diterapkan secara efektif untuk mencapai tujuan perusahaan. Pengelolaan risiko dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan bermitra dengan perusahaan inti. Perusahaan inti semakin lama semakin berkembang seiring dengan semakin bertambah banyaknya peternak ayam broiler. Daerah Darmaga terdapat berbagai macam jenis inti plasma salah satunya adalah Dramaga Ungga Farm (DUF). DUF merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam broiler yang bertindak sebagai inti. Perusahaan inti ini memberikan beberapa kemudahan kepada peternak dalam menjalankan usaha ayam broiler. Dengan adanya kemudahan tersebut dapat mengurangi risiko yang akan ditanggung oleh peternak. Peternak ayam broiler pada umumnya berada pada skala kecil sehingga jika menjalankan usaha sering terkendala dalam hal permodalan. Dengan adanya perusahaan inti maka usaha dapat dijalankan karena mendapat bantuan seperti kemudahan dalam membeli pakan, DOC, vitamin, vaksin, obat-obatan, peralatan kandang, perlengkatan serta pasca panen. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diartikan bahwa usaha ternak ayam broiler memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan karena ada permintaan yang terus berkembang setiap tahunnya, akan tetapi disamping perkembangan tersebut terdapat kendala yang dihadapi oleh peternak ayam broiler dalam proses produksinya, yaitu adanya risiko produksi yang dihadapi peternak. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian yang menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi dan manajemen risiko dalam peternakan ayam broiler. Kajian ini diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang sangat mempengaruhi produksi dan seberapa besar faktor-faktor produksi tersebut menimbulkan risiko, kemudian dilakukan penanganan risiko produksi tersebut agar risiko yang ditimbulkan menjadi kecil. Kajian ini diharapkan peternak dapat mengambil keputusan yang tepat, sehingga peternak ayam broiler dapat menjalankan usahanya dengan lebih baik di masa yang akan datang. 7

1.2. Perumusan Masalah Ayam broiler merupakan komoditas peternakan yang paling berkembang setiap tahunnya, baik dari tingkat populasi maupun produksi daging ayam broiler itu sendiri. Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang produksi ayam broiler terbesar dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, serta Kota Bogor merupakan salah satu penyumbang ayam broiler khususnya daerah Dramaga. Untuk melihat jumlah produksi ayam broiler berdasarkan Kabupaten yang ada di Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3. Peternak ayam broiler yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian adalah peternak ayam broiler yang bekerjasama dengan CV Dramaga Unggas Farm (DUF), walaupun peternak tersebut bekerjasama dengan perusahaan inti namun peternak tersebut tidak dapat menghindari risiko produksi yang terjadi. Indikator adanya risiko produksi dapat dilihat pada tingkat kematian ayam pada peternak plasma DUF sangat bervariasi dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Standar tingkat kematian yang ditetapkan adalah 3-4 persen. Variasi tingkat kematian yang terjadi pada peternak plasma di DUF dapat dilihat pada Gambar 1. 28 24 Mortalitas (%) 20 16 12 8 4 Standar Mortalitas 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Gambar 1. Tingkat Kematian Ayam Broiler Pada Peternak Plasma DUF yang Panen di Bulan Mei dan Juni 2011 8

Gambar 1 menunjukkan adanya variasi tingkat kematian ayam yang terjadi pada peternak broiler. Adanya perbedaan antara standar mortalitas yang ditetapkan oleh peternak berdasarkan Dinas Peternakan Bogor dengan tingkat mortalitas aktual yang dihasilkan oleh peternak plasma DUF digunakan sebagai indikasi adanya risiko produksi. Gambar 1 terlihat pada responden ke-11 memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternak lainnya. Tingginya mortalitas tersebut dikarenakan penyakit yang menyerang seluruh ternak ayam. Variasi tingkat mortalitas juga disebabkan oleh adanya perlakuan yang tidak teratur atau disiplin terhadap perubahan cuaca yang terjadi. dengan adanya risiko produksi maka akan mempengaruhi hasil produksi yang diharapkan. Risiko produksi juga dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tepat. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi seperti luasan kandang, DOC, pakan, sekam, pemanas DOC, tenaga kerja, air, vitamin, obat-obatan dan vaksin. Jika penggunaan input yang tidak tepat waktu dan takaran maka akan mempengaruhi risiko produksi. Selain itu, risiko produksi juga dapat terjadi dari sumber risiko. Sumber risiko tersebut adalah seperti adanya perubahan cuaca yang tidak menentu, sumber daya manusia yang tidak terampil, serta hama yang menimpa peternak ayam broiler. Jika keadaan cuaca lembab maka diperlukan penanganan kandang yang baik. Hal tersebut dilakukan agar sirkulasi udara tetap terjaga dan kandang tetap dalam keadaan kering, karena jika keadaan kandang kering atau tidak lembab maka hama tidak cepat berkembang biak dan ayam juga tidak mudah terserang penyakit. Selain dari tingkat kematian, indikasi adanya terdapatnya risiko produksi adalah melihat adanya fluktuasi produktivitas. Produktivitas yang dihasilkan pada setiap peternak plasma pada CV DUF bervariasi antara satu peternak dengan peternak lainnya. Tingkat fluktuasi yang terjadi pada produktivitas ayam broiler yang ada di peternakan dapat dilihat pada gambar 2. 9

30 Produktivitas (Kg/m 2 ) 25 20 15 10 5 Standar Produktivitas 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Peternak Ayam Broiler Gambar 2. Produktivitas Ayam Broiler Pada Peternakan Ayam Broiler di Kabupaten Darmaga 2011 Gambar 2 menunjukkan bahwa produktivitas yang dihasilkan pada masing-masing peternak memiliki hasil bervariasi terhadap produktivitas aktual yang terjadi. Produktivitas standar berdasarkan ketentuan perusahaan inti berlaku adalah 14 kg/m 2, dimana bobot satu ekor ayam yang standard adalah 1,75 kg dan 1 m 2 layak ditempati oleh 8 ekor ayam broiler untuk mendapatkan hasil ayam yang baik, sehingga ayam tidak berdesakan. Pada peternak ke-29 terdapat tingkat produktivitas yang sangat rendah yaitu sekitar 6 kg/m 2. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh terhambatnya laju pertumbuhan setiap harinya. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh banyak faktor seperti penggunaan input produksi. Selain penggunaan input produksi, perubahan cuaca yang tidak menentu dan terjangkit oleh hama penyakit juga dapat menghambat pertumbuhan produktivitas ayam broiler. Berdasarkan uraian di atas maka risiko-risiko tersebut harus dikelola dengan baik agar risiko produksi dapat diminimalkan, sehingga diharapkan adanya kelangsungan usaha ternak ayam broiler. Sehingga yang menjadi perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 10

1. Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi rata-rata dan variance produksi ayam broiler pada peternak plasma DUF? 2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi rata-rata dan variance produksi peternak ayam broiler pada peternak plasma DUF? 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas dan variance produksi ayam broiler yang dihasilkan para peternak plasma DUF 2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi ayam broiler yang digunakan terhadap risiko produksi ayam broiler yang dihasilkan peternak plasama DUF di Kecamatan Dramaga. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapakan nantinya akan bermafaat bagi beberapa elemen, yaitu antara lain : 1. Untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang sangat berpengaruh terhadap produksi ayam broiler. 2. Sebagai bahan infomasi dan rujukan bagi penelitian selanjutnya dengan harapan penelitian yang akan datang dapat menyempurnakan dan bisa menganalisis lebih dalam lagi khususnya yang berkaitan dengan penulisan ilmiah tentang risiko dalam peternakan ayam broiler. 3. Sebagai sarana bagi penulis untuk menuangkan ilmu yang telah didapat pada perkuliahan yang berkaitan dengan penelitian, dan memberikan pengetahuan kepada penulis tentang peternakan ayam broiler. Harapannya adalah agar penulis bisa mengapresiasikan hasil tulisannya dengan mencoba merintis usaha peternakan ayam broiler di masa yang akan datang. 4. Bagi pembaca karangan ilmiah ini bermanfaat untuk menambah lagi wawasan tentang ayam broiler serta kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada saat menjalankan usaha ayam broiler tersebut. 5. Bagi pembuat kebijakan agar sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan peternak ayam broiler. 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini memiliki keterbatasan ruang lingkup, adapun keterbatasannya adalah : 1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai pendugaan parameter. 2. Menjelaskan secara diskriptif tentang sumber-sumber risiko karena sumbersumber risiko tersebut tidak memiliki nilai sehingga tidak dapat di modelkan. 3. Penanganan risiko yang dilakukan hanya pencegahan karena masih peternak rakyat yang belum memiliki badan hukum serta manajemen yang baik. 4. Responden dipilih yang dapat mewakili peternak lainnya. 12