BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
Pertemuan 2 Representasi Citra

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

SAMPLING DAN KUANTISASI

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

BAB II LANDASAN TEORI

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Model Citra (bag. 2)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

SIMULASI DAN ANALISIS SISTEM PENGENALAN WAJAH TAMPAK SAMPING MENGGUNAKAN METODE LOCAL BINARY PATTERN (LBP)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB 2 LANDASAN TEORI

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

pola-pola yang terdapat pada suatu daerah bagian citra. Tekstur juga dapat membedakan permukaan dari beberapa kelas.

BAB 2 LANDASAN TEORI

dengan metode penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 9. Data Citra Tumbuhan

SISTEM PENGIDENTIFIKASIAN PLAT NOMOR KENDARAAN MOBIL MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DAN KLASIFIKASI K-NN

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

PENGENALAN WAJAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISCRIMINATIVE LOCAL DIFFERENCE PATTERNS

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

BAB II LANDASAN TEORI

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

KLASIFIKASI KAYU DENGAN MENGGUNAKAN NAÏVE BAYES-CLASSIFIER

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Perumusan masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II CITRA DIGITAL

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

PENERAPAN SEGMENTASI MULTI KANAL DALAM MENDETEKSI SEL PARASIT PLASMODIUM SP. I Made Agus Wirahadi Putra 1, I Made Satria Wibawa 2 ABSTRAK

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI SEL DARAH BERBENTUK SABIT PADA CITRA SEL DARAH PENDERITA ANEMIA

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

Implementasi Pengenalan Citra Wajah dengan Algoritma Eigenface pada Metode Principal Component Analysis (PCA)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengembangan Sistem Pengenalan Wajah 2D

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN ALGORITMA EIGENFACE DAN EUCLIDEAN DISTANCE

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MKB3383 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Pemrosesan Citra Biner

Syakira Nurina Shaputri 1, Bambang Hidayat 2, Unang Sunarya 3

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

Penghitung Kendaraan Menggunakan Background Substraction dengan Background Hasil Rekonstruksi

Nurul Ilmi 1 1 Fakultas Informatika, Universitas Telkom, Bandung

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

Principal Component Analysis

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

BAB II LANDASAN TEORI

One picture is worth more than ten thousand words

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

Sesi 2: Image Formation. Achmad Basuki PENS-ITS 2006

IDENTIFIKASI DAN TRACKING OBJEK BERBASIS IMAGE PROCESSING SECARA REAL TIME

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar (Expert System), Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network), Visi

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

UJI COBA THRESHOLDING PADA CHANNEL RGB UNTUK BINARISASI CITRA PUPIL ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Panjang bin dari setiap penggabungan disesuaikan dengan skala yang digunakan,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Operator descriptor

Pengembangan Algoritma Pengubahan Ukuran Citra Berbasiskan Analisis Gradien dengan Pendekatan Polinomial

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini menggunakan tinjauan pustaka sebagai berikut: Tabel 2. 1. Tinjauan Pustaka Peneliti Metode Output Objek Ardy Dwi Local Binary Identifikasi citra wajah Simulasi sistem identifikasi Caesaryanto (2012) Pattern (LBP) tampak samping wajah tampak samping menggunakan metode LBP Muhammad Local Binary Identifikasi citra wajah Identifikasi wajah untuk Bagas Gigih Pattern (LBP) dan plat nomor keamanan sistem parkir Yuda Prasetyo dengan metode Local (2015) Binary Pattern (LBP) Nanda Wisnu Local Binary Citra mikro-ekspresi Implementasi sistem facial Perdana Pattern (LBP) dan wajah micro-expression (2015) Principal recognition untuk Component mengenali emosi Analysis (PCA) berdasarkan mikroekspresinya Syakira Nurina Local Binary Citra lovebird Klasifikasi dan analisis Shaputri Pattern dan Fuzzy kualitas lovebird dengan (2015) Logic melihat bentuk kepala dan warna bulu Ida Ayu Dian Purnama Sari (2015) Local Binary Pattern (LBP) Identifikasi aksara Bali Identifikasi aksara Bali menggunakan metode Local Binary Pattern Yang diajukan Local Binary Pattern Histogram Informasi presensi (nama, NIP, jam, tanggal) Sistem Pengenalan Wajah Menggunakan Metode Local Binary Pattern Histogram Ardy Dwi Caesaryanto (2012) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membuat simulasi sistem identifikasi wajah tampak samping dengan menggunakan metode Local Binary Pattern (LBP) untuk mencari ciri histogram 5

7 yang cocok untuk identifikasi wajah yang berbeda dan mendapatkan akurasi minimal 80% untuk pengenalan wajah tampak samping. Muhammad Bagas Gigih Yuda Prasetyo (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk Identifikasi wajah untuk keamanan sistem parkir dengan metode Local Binary Pattern yang diperoleh nilai akurasi paling tinggi berhasil didapatkan pada saat pengujian threshold sebesar 1,5 yaitu 93,33%. Dan pada proses pengenalan citra memiliki dua output yaitu citra terdeteksi sebagai wajah dan citra terdeteksi bukan wajah. Nanda Wisnu Perdana (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengenali mikro-ekspresi dari wajah manusia dari Action Units dan analisis untuk performansi sistem menggunakan metode Local Binary Pattern (LBP) dan Principal Component Analysis (PCA) yang diperoleh hasil pengujian berupa akurasi program pengenalan wajah menggunakan metode eigenface terhadap sampel yang diujikan dan tingkat keakurasian pengenalan serta waktu proses pengujian. Syakira Nurina Shaputri (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengklasifikasikan kualitas lovebird dengan menggunakan metode Local Binary Pattern. Hasil yang diperoleh, akurasi tertinggi adalah 93,3% didapatkan saat epoch = 10 dengan waktu yang dibutuhkan sistem sebesar 20,7627 detik. Ida Ayu Dian Purnama Sari (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengenal aksara Bali melalui pengolahan citra digital dengan menggunakan

8 metode ekstraksi ciri Local Binary Pattern. Hasil yang diperoleh, akurasi tertinggi adalah 74,6% dengan waktu komputasi rata-rata sistem sebesar 2,3203 detik. 2.2. Dasar Teori 2.2.1 Citra Salah satu input yang dapat diolah dalam sistem yang berbasis biometrik adalah citra. Citra yang dimasukkan dalam suatu sistem memiliki ciri-ciri khusus. Ciri-ciri tersebut digunakan untuk membedakan suatu citra dengan citra yang lain. Suatu citra adalah suatu benda buatan manusia, dapat berwujud dua dimensi maupun tiga dimensi, dan merepresentasikan wujud suatu objek. Berdasarkan metode-metode yang telah beredar di pasaran, citra yang digunakan pada umumnya adalah citra dua dimensi. Dalam proses pengolahan, citra dua dimensi, dapat dinyatakan sebagai fungsi f(x,y) dengan x dan y dalam koordinat spasial dan f merupakan amplitudo atau intensitas dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan bersifat diskrit atau berhingga maka citra tersebut disebut dengan citra digital. Citra digital umumnya paling banyak digunakan dalam biometrik untuk diolah karena kompatibel dengan perangkat komputer. Citra digital dapat dihasilkan dari suatu citra kontinyu yang telah melalui proses akuisisi, sampling, dan kuantisasi (Arif Muntasa dan Mauridhi Hery Purnomo, 2010). 2.2.2 Citra Red Blue Green (RGB) Warna adalah spectrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Nilai warna ditentukan oleh tingkat kecerahan maupun kesuraman warna. Nilai ini dipengaruhi oleh penambahan putih ataupun

9 hitam. Penelitian memperlihatkan bahwa kombinasi warna yang memberikan rentang paling lebar adalah red (R), green (G), blue (B). ketiga warna tersebut merupakan warna pokok yang biasa disebut RGB. Warna lain dapat diperoleh dengan mencampurkan ketiga warna pokok tersebut dengan perbandingan tertentu. Setiap warna pokok mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8-bit). Misal warna kuning merupakan kombinasi warna merah dan hijau sehingga nilai RGB : 255 255 0 (Arif Muntasa dan Mauridhi Hery Purnomo, 2010).. 2.2.3 Citra Grayscale Citra Grayscale adalah sebuah citra dimana nilai setiap pixel sample tunggal hanya membawa satu informasi intensitas. Citra ini juga dikenal dengan citra hitam putih yang terdiri atas warna eksklusif nuansa abu-abu bervariasi dari hitam dengan intensitas terlemah ke warna putih dengan intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan citra hitam putih 1 bit dalam konteks pencitraan komputer. Citra hitam putih adalah citra dengan hanya dua warna saja yaitu hitam dan putih (disebut juga citra bilevel atau citra biner) sedangkan citra grayscale memiliki banyak nuansa abu-abu diantaranya. Grayscale disebut juga monokromatik yang menunjukkan tidak adanya variasi berwarna. Grayscale merupakan hasil dari pengukuran intensitas cahaya pada setiap pixel dalam singleband dari spectrum elektromagnetik (misalnya infra red, cahaya tampak, ultra violet, dll). Citra RGB juga bisa dikonversi ke citra grayscale.

10 Gambar 2. 1. Citra Grayscale Citra grayscale memiliki intensitas diantara kisaran tertentu antara minimum atau 0 (hitam) sampai dengan maksimum atau 1 (putih). konversi warna ke grayscale tidaklah sulit. Caranya adalah dengan menyesuaikan pencahayaan dari gambar grayscale ke luminansi citra warna citra lain (Arif Muntasa dan Mauridhi Hery Purnomo, 2010). 2.2.4 Pengenalan Wajah Pengenalan wajah atau face recognition merupakan salah satu teknik biometrik yang membuat suatu computer atau mesin authentic lainnya dapat mengenal wajah seseorang. Pengenalan wajah memungkinkan komputer mengenal seseorang dari citra digital ataupun dari suatu frame video. Prinsip dasar dari pengenalan wajah mengambil karakteristik alami dari wajah seseorang yang nantinya akan dibandingkan dengan karakteristik alami wajah yang ada pada database (Darma Putra, 2009). Menurut Darma Putra pada tahun 2009, pengenalan wajah memiliki tiga tahap yaitu: 1. Deteksi wajah dimana deteksi wajah berfungsi untuk mengetahui posisi wajah seseorang. 2. Ekstraksi ciri bertujuan untuk mengetahui karakteristik wajah seseorang yang membedakan antara wajah seseorang.

11 3. Identifikasi wajah yang bertujuan untuk mengenali dengan cara membandingkan karakteristik wajah pada citra dan karakteristik wajah yang ada pada database yang telah dibuat sebelumnya. 2.2.5 Ekstraksi Ciri Ekstraksi ciri merupakan bagian dari teknik pengenalan pola yang bertujuan untuk mengambil atau mengekstraksi nilai-nilai unik dari suatu objek yang membedakan dengan objek lain. Sebagai contoh, untuk melakukan pengenalan suatu objek tulisan dalam citra foto digital maka diperlukan metode ekstraksi ciri untuk mengambil nilai-nilai yang mewakili citra objek tersebut. Ekstraksi ciri suatu objek dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik statistik maupun sintaksis. Salah satu metode untuk mendapatkan ciri objek, dalam hal ini untuk citra, dapat digunakan metode Local Binary Pattern. Metode ini dapat digunakan sebagai pendeskripsi bentuk berdasarkan ciri yang diperoleh (Purnomo, Mauridhi Hery Purnomo dan Arif Muntasa, 2010). 2.2.6 Local Binary Pattern Histogram (LBPH) Local Binary Pattern (LBP) merupakan suatu operasi image yang mentransformasikan sebuah citra menjadi sebuah susunan label integer yang menggambarkan kenampakan skala kecil dari suatu citra. Label atau statistik tersebut, biasanya merupakan sebuah histogram, kemudian digunakan lagi untuk analisis citra yang lebih lanjut (Pietikainen, M., Hadid A., Zhao G., and Ahonen, T., 2010). LBP memiliki cara yang berbeda untuk menggambarkan pola citra yang ada di dalam citra. LBP merubah atau mengkonversi setiap piksel dari citra

12 menjadi pola biner yang ditemukan dengan membandingkan tetangganya. Piksel/threshold dibandingkan dengan masing-masing tetangga yang dipilih, jika nilainya lebih besar dari tetangganya maka 0 ditempatkan ke posisi bit yang sesuai jika tidak maka ditetapkan 1. Dalam bentuk yang paling sederhana dan paling umum, setiap piksel dibandingkan dengan 8 tetangga terdekatnya, yang menghasilkan pola 8-bit. Contoh pola : biner berikut: Gambar 2. 2. Blok Piksel 3 x 3 Dengan menerapkan aturan yang telah dijelaskan menghasilkan nilai-nilai Gambar 2. 3. Blok Piksel Yang Telah Diubah Nilainya Menjadi Biner Posisi awal adalah piksel kiri atas bergerak searah jarum jam, piksel pusat akan digantikan oleh urutan biner 110110001 dan menghasilkan gambar LBP 8- bit yang lengkap dan kemudian dapat diulang langkah tersebut untuk menghasilkan semua gambar LBP yang sesuai. Inti dari perulangan adalah membandingkan setiap piksel dengan 8 tetangganya dan nilai bit diberikan melalui pergeseran bit sederhana (Laganiere, Robert, 2017).

13 Gambar 2. 4. Gambar Asli Gambar LBP diperoleh dan dapat ditampilkan sebagai gambar grayscale. Gambar 2. 5. Gambar LBP Representasi level keabuan ini tidak benar-benar dapat diinterpretasikan tetapi hanya menggambarkan proses encoding yang terjadi. Dua parameter pertama dari metode pembuatannya menentukan ukuran (radius dalam piksel) dan dimensi (jumlah piksel di sepanjang lingkaran, memungkinkan menerapkan interpolasi) dari ketetanggaan harus dipertimbangkan. Setelah gambar LBP dihasilkan, gambar dibagi menjadi kotak. Ukuran grid ditetapkan sebagai parameter ketiga dari pembuatan metode ini. Untuk setiap blok grid ini, nilai dari LBP histogram ini dibangun. Representasi citra global akhirnya diperoleh dengan menggabungkan hitungan jumlah bin dari

14 semua histogram ke dalam satu vektor besar. Dengan 8x8 grid, himpunan histogram 256-bin yang dihitung kemudian membentuk vektor 16384-dimensi (Laganiere, Robert, 2017). Perhitungan ini menghasilkan vektor panjang untuk masing-masing gambar referensi yang disediakan. Setiap gambar wajah kemudian dapat dilihat sebagai titik dalam ruang dimensi yang sangat tinggi. Ketika gambar baru dikirimkan ke pengenal dengan memprediksi metode, titik referensi terdekat ke gambar ini ditemukan. Label yang terkait dengan titik ini adalah label yang diprediksi dan nilai confidence adalah jarak yang dihitung dan merupakan prinsip yang mendefinisikan classifier tetangga terdekat. Jika tetangga terdekat dari titik input terlalu jauh dari itu, maka bisa diartikan bahwa titik ini sebenarnya bukan milik salah satu kelas referensi (Laganiere, Robert, 2017). Langkah-Langkah Metode Local Binary Pattern Histogram : Metode ini memiliki 4 parameter : 1. Radius adalah jarak antara threshold dengan neighbors/tetangga yang mengelilingi threshold. 2. Neighbor/tetangga adalah titik sampel yang mengelilingi threshold untuk membangun pola biner dan menghasilkan pola 8-bit.

15 Gambar 2. 6. konversi biner ke desimal Dari gambar 2.6, terdapat citra yang telah dikonversi dalam bentuk grayscale. Citra tersebut diambil sebagian pikselnya sebesar 3 x 3 piksel yang setiap pikselnya memiliki nilai masing-masing. Perbandingan yang dilakukan menggunakan rumus di bawah ini : LBP P,R = p = 1 p = 0 s(g p g c )2 p 0, z < 0, s(z) = { 1, z 0 Piksel 3 x 3 tersebut memiliki nilai threshold 90, threshold tersebut dibandingkan dengan masing-masing tetangganya, jika nilai threshold lebih besar dibandingkan tetangganya maka nilainya diubah menjadi 0 jika sebaliknya maka nilainya diubah menjadi 1. Berikut perbandingannya: 90 < 200 diubah nilainya menjadi 1 90 > 50 diubah nilainya menjadi 0 90 > 50 diubah nilainya menjadi 0 90 > 50 diubah nilainya menjadi 0 90 < 100 diubah nilainya menjadi 1 90 < 160 diubah nilainya menjadi 1 90 > 70 diubah nilainya menjadi 0 90 < 210 diubah nilainya menjadi 1 Jika dibuat polanya maka menjadi seperti gambar 2.7. :

16 Gambar 2. 7. Pola Biner Dari pola biner di atas, dikonversi menjadi bilangan desimal : 1 0 0 0 1 1 0 1 = 128 + 8 + 4 + 1 = 141 Hasilnya ditempatkan di threshold seperti gambar 2.8. : Gambar 2. 8. Pola Desimal Nilai citra yang diubah menjadi citra dengan nilai desimal tersebut menghasilkan citra LBP seperti gambar di bawah ini : Gambar 2. 9. Citra LBP 3. Grid x = jumlah sel yang arahnya horizontal 4. Grid y = jumlah sel yang arahnya vertikal

17 Gambar 2. 10. Menghitung Nilai Histogram Dari Setiap Region Grid x dan grid y digunakan untuk menghitung nilai histogram dari setiap region dari citra. Region adalah wilayah persegi berwarna merah seperti gambar di atas. Setiap region memiliki nilai histogram sebanyak 256 intensitas piksel. Setiap histogram dari setiap region tersebut digabungkan, dengan rumus n x m x 256. 256 merupakan nilai dari RGB dalam satu rentang histogram. Hasil dari rumus tersebut merupakan nilai final histogram yang digunakan untuk pencocokan citra wajah dengan menggunakan metode Local Binary Pattern Histogram.