TINJAUAN PUSTAKA Inseptisol Inseptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan, inseptisol merupakan tanah yang belum matang (masih muda) dari bahan induk yang berasal dari campuran batuan endapan tuff dan batuan volkan, serta ada dari batuan pasir, lanau ataupun batuan liat yang belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum mengalami perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang dan menyebar mulai dari lingkungan semiarid sampai lembab (Foth, 1998). Inseptisol mempunyai penyebaran paling luas di Indonesia, sekitar 70.520.000 ha (37,5%) diseluruh wilayah daratan Indonesia. Tanah ini tersebar di berbagai pulau di Indonesia yaitu Jawa (1.614.000 ha), Sumatera (17.561.000 ha), Kalimantan 14.903.000 ha, Sulawesi 9.186.000 ha, Nusa Tenggara (3.276.000 ha), Maluku dan Irian Jaya (20.393.000 ha). Sebagian besar tanah ini digunakan sebagai lahan pertanian dan memiliki masalah kesuburan dalam budidaya pertanian (Subagyo, dkk, 2000). Tanah inseptisol didominasi oleh kadar liat yang relatif tinggi sehingga fiksasi kalium sangat kuat yang mengakibatkan konsentrasi kalium pada tanah relatif rendah. Redahnya kalium pada tanah ini menjadikan masalah tersendiri bagi budi daya jagung karena kalium merupakan hara yang sangat penting bagi pertumbuhan dan produksi jagung setelah nitrogen. Kekahatan kalium merupakan kendala yang sangat penting dan sering terjadi di tanah inseptisol. Selain faktor tanah, hara kalium mudah tercuci karena curah hujan yang tinggi di daerah tropika
basah menyebabkan K banyak yang hilang. Inseptisol memilki tekstur tanah berlempung, ph tanah 4-5,5 memiliki bahan organik 10-30 %, KTK rendah sampai sedang (Munir, 1996). Abu Boiler Abu boiler adalah limbah hasil pembakaran cangkang dan serat sawit. Cangkang dan Serat ini diperoleh dari hasil pengolahan buah sawit, yaitu pada saat penekanan untuk memperoleh minyak sawit. Cangkang dan serat kemudian dipisahkan. Kemudian cangkang dikeringkan lalu dipecahkan untuk mendapatkan inti sawit. Serat dan hasil pecahan cangkang inilah yang kemudian dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pemanas mesin boiler. Serat dan cangkang memiliki kalori yang cukup untuk menghasilkan panas, sehingga digunakan sebagai bahan bakar. Banyaknya serat dan cangkang juga mempengaruhi proses pembakaran, sehingga dibuatlah perbandingan cangkang dan serat 1:3 (Fricke, 2009). Abu boiler memiliki kandungan hara yang tinggi seperti kalium (K), sehingga dapat digunakan sebagai penambah unsur hara dalam tanah. Kandungan hara Kalium (K) serat dan cangkang adalah 0,470% dan 0,090%, sedangkan kandungan hara K abu hasil pembakaran serat dan cangkang adalah 16,6-24,9% (Ditjen PPHP, 2006). Selain itu dari berbagai penelitian abu boiler ini juga sering digunakan sebagai bahan tambahan untuk aspal. Hasil penelitian Fauziah dan Henri (2013) menyatakan bahwa aspal dengan bahan campuran abu boiler memiliki nilai stabilitas yang tinggi karena adanya sifat pozzolan membuat campuran menjadi keras dan kaku.
Kemampuan abu boiler sebagai amelioran dipercaya karena keunggulan sifat kimiawinya yang memiliki unsur hara lengkap terutama unsur K selain itu abu boiler juga mempunyai ph yang tinggi (10-12) sehingga mampu meningkatkan ph pada tanah masam dan tidak mengandung bahan berbahaya bagi tanah dan tanaman, selain itu juga mengandung banyak basa-basa (Nambiar dan Brown, 1997 dalam Rini,2007). Aronson dan Ekelund (2004) mengatakan peningkatan nilai ph terjadi karena jumlah H + yang terlarut di netralisir oleh ion OH - yang berasal dari hidrolisis kation-kation basa pada fly ash (abu boiler), terutama kalsium dan sebagian H + yang dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan yang seimbang dan jumlah H + yang dipertukarkan akan berkurang dengan perlahan. Penelitian abu boiler telah dilakukan oleh Rini pada tahun 2007 dengan pemberian fly ash (abu boiler) terhadap ketersediaan kalium pada tanah gambut dan di dapat bahwa pemberian abu boiler dapat meningkatkan ketersediaan K dari nilai 29,23 ppm menjadi 98,23 ppm. Abu boiler juga dapat meningkatkan ph pada tanah gambut sehingga reaksi tanah menuju kearah netral dan mengakibatkan menurunnya proses leaching kation-kation basa, efek ini akan menyebabkan unsur Kalium meningkat dan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Abu boiler dengan dosis 200 gram/m 2 merupakan dosis yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung. Kalium (K) Kadar K total di dalam tanah pada umumnya cukup tinggi dan diperkirakan mencapai 2.6% dari total berat tanah, tetapi kalium yang tersedia di dalam tanah
cukup rendah (Damanik, dkk, 2011). Follett, et.all (1981) mengatakan kalium yang ditemukan dalam tanah berdasarkan ketersediaannya ditetapkan sebagai: relatif tidak tersedia, lambat tersedia dan segera tersedia. Bentuk tidak tersedia adalah kalium yang berasal dari tanah mineral primer. Bentuk lambat tersedia adalah hasil dari ion kalium berinteraksi dengan mineral liat tertentu dan menjadi terperangkap atau tetap. Bentuk segera tersedia terdiri dari kalium tukar dan kalium larutan tanah. Walaupun sebagian besar dari K tersedia ini berupa K dapat tukar, tetapi K dalam larutan tanah lebih mudah diserap akar tanaman dan lebih mudah hilang terhadap pencucian (Sutedjo,1994). Ion K + di dalam tanah akan mengalami proses-proses seperti berikut: Ion K akan ditarik oleh permukaan liat tanah dan bahan organik (KTK) dalam bentuk dapat ditukar hingga diambil oleh akar, beberapa bagian akan ada dalam larutan tanah, beberapa bagian akan dengan cepat diambil oleh tanaman selama pertumbuhannya, beberapa bagian akan tercuci, khususnya pada tanah pasir atau tanah organik, hal ini disebabkan karena K diikat oleh bahan organik sangat lemah dan beberapa bagian difiksasi (diubah menjadi bentuk tidak tersedia atau lambat tersedia) untuk pada tanah-tanah tertentu (Winarso, 2005). K diserap tanaman dalam bentuk K +. K tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Beberapa fungsi K dalam tubuh tanaman antara lain: sebagai pengaktif beberapa enzim, berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam sintesa protein dan pati serta berperana dlam proses fotosintesis dan pemindahan fotosintat (Poerwowidodo, 2002).
Kalium dapat bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa tanaman, hewan, pupuk kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan kalium dari sisa tanaman dan hewan merupakan sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar kalium di dalam tanah. Di Indonesia belum ada industri pupuk K. Seluruh keperluan pupuk K masih diimport. Umumnya pupuk yang digunakan adalah MOP (KCl) yang merupakan hasil tambang. Selain KCl, pupuk K yang digunakan adalah K 2 SO 4 atau potasium sulfat (SOP). Pupuk ini dihasilkan dari tambang dan ada yang dengan proses kimia antara KCl dengan natrium nitrat. Pupuk ini banyak digunakan untuk hortikultura. Sedangkan pupuk KMG sulfat masih dalam taraf studi. Dari berbagai macam sumber pupuk K tersebut, pupuk KCl yang paling banyak digunakan petani, yaitu sekitar 95% dari total pupuk sumber K. Pupuk KCl ini mengandung 60 hingga 62% K 2 O dan larut dalam air (Winarso, 2005). Pupuk KCl berbentuk kristal, berwarna merah dan adapula yang berwarna putih kotor. Pupuk ini larut dalam air, bila dimasukkan kedalam tanah pupuk ini akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Bila pupuk KCl diberikan kedalam tanah, maka pupuk ini akan mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air dengan reaksi KCl K + + Cl -. Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama-sama dengan ion K yang dijerap, merupakan kalium yang mudah diserap tanaman. Ion K dari pupuk KCl setelah melarut di dalam air tanah akan dapat menggantikan kedudukan ion H + di permukaan pertukaran koloid tanah. Peningkatan konsentrasi ion H ini akan menyebabkan turunnya ph tanah (Damanik, dkk, 2011).
Tanaman Jagung (Zea mays L.) Iklim yang dikehendaki oleh tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga beriklim subtropics atau tropis yang basah. Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 0 C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu yang optimum antara 23-27 0 C (Najiyati dan Danarti, 1999). Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar dapat tumbuh optimal tanah harus gembur, subur, dan kaya humus. Jenis tanah yang ditanami jagung antara lain: Andosol, Latosol, Grumosol, dan tanah berpasir. Pada tanah yang bertekstur berat masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya. Kemasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur hara tanaman. Kemasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung antara 5,5-6,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik (Isnaini, 2006). Kebutuhan K untuk tanaman jagung berubah sesuai dengan kebutuhan dari proses-proses yang membutuhkan K, seperti pada proses fotosintesis dan fiksasi CO 2, transfer fotosintat ke berbagai pengguna serta hubungan dengan air
dalam tanaman. Pemupukan K disamping N dan P secara berimbang pada jagung, membuat pertumbuhan pada tanaman menjadi lebih baik. Tahan kerebahan, tahan terhadap hama dan penyakit serta kualitanya dapat meningkat (Alfon dan Aryantoro, 1993 dalam Haris dan Veronika, 2005) Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dosis pemberian kalium untuk tanaman jagung 100 kg/ha. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Haris dan Veronika (2005) di Desa Winong Kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa pemupukan kalium memberiakan respon yang baik pada pertumbuhan jagung manis, pemberian kalium dosis 100 kg/ha memberikan hasil tertinggi.