BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan umum, tujuan khusus, manfaat. A.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berat sebesar 4,6 permil, artinya ada empat sampai lima penduduk dari 1000

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain apa adanya dan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

NASKAH PUBLIKASI. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr. W DENGAN GANGGUAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang berat

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN. melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. emosional serta hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008).

1

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan seseorang hidup secara produktif dan harmonis.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakit penyakit

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. psikososial seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak. meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa(keliat, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan umum, tujuan khusus, manfaat. A. Latar Belakang Sehat jiwa menurut World Health Organitation menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwanya merupakan orang yang dapat melakukan, penyesuaian diri secara konstruktif, meskipun kenyataan itu buruk, merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, memperoleh kepuasan dari usahanya dan perjuangan hidupnya, merasa lebih puas untuk memberi daripada menerima, berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling memuaskan, mempunyai daya kasih sayang yang besar, menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran dikemudian hari, mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif (WHO,2015). Skizofrenia merupakan penyakit kronis, kompleks, dan heterogen yang mempengaruhi sebagian besar fungsi dari aspek psikologis, dampak yang berat akibat individu dengan skizofrenia dapat menghancurkan aspek kekeluargaan, peranan dalam lingkup sosial, dan ketergantungannya terhadap obat antipsikotik sebagai faktor utama dalam mencegah terjadinya kekambuhan dan munculnya gejala-gejela yang ada pada pasien (Juruena, 2011). Berdasarkan pengertian diatas bahwa perilaku kekerasan tersebut membawa berbagai dampak dalam kehidupan sehari-hari klien, keluarga dan juga orang sekitar, perbuatan klien seperti memukul anggota keluarga maupun orang lai, merusak peralatan rumah tangga, marah-marah menjadi alasan kenapa klien dengan perilaku kekerasan dibawa ke rumah sakit jiwa. Berdasarkan World Health Organization (2016) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya, Di Indonesia peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak hal ini dikarenakan dari berbagai aspek misalnya keadaan ekonomi yang rendah, konflik yang sering terjadi, bencana dimana-mana, Di perkirakan jumlah penderita sebanyak 2-3 %, Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa penderita gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 7,1%, Riskesdas 2018 turut mencatat proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu rumah tangga mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 17,7 % di daerah pedesaan, Sementara di daerah perkotaan, proporsinya mencapai 10,7 persen (Riskesdas Depkes RI, 2018). Berdasarkan Riskesdas 2018 prevelensi gangguan

mental emosional pada penduduk usia 15 tahun keatas di DKI Jakarta mencapai 5,9 % sekitar 28.747 orang (Riskesdas, 2019) Permasalahan yang sering terjadi pada kesehatan jiwa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam kehidupan diantaranya adalah stress, pengangguran, tindakan kekerasan, konflik yang ada di masyarakat, bencana alam, ketidakmampuan dalam mengatasi sumber stress dapat mengakibatkan seseorang gangguan mental emosional (Keliat, 2013). Akan menimbulkan beban keluarga adalah tingkat pengalaman yang tidak menyenangkan dalam keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009). Salah satu peran dan fungsi keluarga adalah memberikan fungsi afektif untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam memberikan kasih sayang (Friedman, 2010). Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kesehatan jiwa akan menimbulkan beban pada keluarga. Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus perkembangan kehidupan juga berbeda, dengan adanya dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010). Dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya yang dapat diakses oleh kelarga yang dapat bersifat mendukung dan memberikan pertolongan kepada anggota keluarga (Friedman, 2010). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal, namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh kembali sehingga untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit, untuk itu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadikan pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di Rumah Sakit maupun di rumah, Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga pasien yang bertujuan agar keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah, dan keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien (Muhith, 2015). House dan Kahn dalam Friedman (2010), menerangkan bahwa keluarga memiliki empat fungsi dukungan, diantaranya: Dukungan emosional, bentuk atau jenis dukungan yang diberikan keluarga berupa memberikan perhatian, kasih sayang, serta empati, Dukungan emosional merupakan fungsi afektif keluarga yang harus diterapkan kepada seluruh anggota keluarga termasuk individu dengan skizofrenia (Friedman, 2010). Dukungan infomasi, pemberian dukungan informasi peran keluarga dinilai

sebagai puasat informasi, artinya keluarga diharapkan mengetahui segala informasi terkait dengan anggota keluarga dan penyakitnya, seperti, pemberian saran dan sugesti, informasi yang dapat digunakan untuk mengungkap suatu permasalahan (Friedman 2010). Dukungan instrumental, Friedman menjelaskan dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu melayani dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan pesan (Suwardiman, 2011). Dukungan penilaian, keluarga bertindak sebagai pemberi umpan balik untuk membimbing dan menengahi pemecahan masalah, seperti memberikan support, penghargaan, dan perhatian, menunjukkan respon positif yaitu dorongan atau persetujuan terhadap gagasan, ide, juga perasaan seseorang (Suwardiman, 2011). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal, jika keluarga tidak mampu merawat pasien, pasien akan kambuh kembali sehingga untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit, untuk itu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadikan pendukung yang efektif bagi pasien dengan risiko perilaku kekerasan baik saat di Rumah Sakit maupun di rumah, tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga pasien yang bertujuan agar keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah sakit maupun di rumah, dan keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien (Muhith, 2015). Pemberian Perhatian, dan juga bimbingan yang bersifat kontinue atau diberikan secara terusmenerus kepada pasien sizofrenia dapat memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan fungsi peran sosial pada masyarakat menjadi lebih baik, dari pada mereka yang tidak (Man Bae, 2010). Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitas medis, namun diperlukan peran keluarga dan masyaraat guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan prilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan,sikap,ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan (Notoatmodjo,2010) oleh karena itu dengan adanya pengetahuan keluarga secara kognitif maupun psikomotor tentang cara merawat dapat meningkatkan kemampuan keluarga dan dapat menjadi sumber koping bagi pasien dalam memperbaiki kondisinya menjadi lebih baik lagi sehingga memudahkan pasien untuk kembali kelingkungan keluarga dan masyarakat, adapun tujuan dari pendidikan

kesehatan ini adalah untuk mengubah perilaku yang merugikan atau yang tidak sesuai dengan norma ke arah tingkah laku yang menguntungkan kesehatan atau norma yang sesuai dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Dengan adanya pendidikan kesehatan dapat memberikan informasi dan pengetahuan pada keluarga pasien risiko perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan orang sekitar (Keliat,2010). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati & Hartono, 2010). Berdasarkan pengertian diatas dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang diluar batas pada diri sendiri maupun orang lain yang ada disekitar lingkungan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan diantaranya adalah teori biologik (neurobiologik, biokimia, genetik, gangguan terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi, kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga, ketidak siapan ibu dalam merawat anaknya dari ketidakmampuan dirinya, sebagai orang dewasa, adanya riwayat perilaki anti sosial), teori psikologik ( teori psikoanalitik, teori pembelajaran, teori sosiokultural) (Riyadi & purwanto, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suerni, Keliat dan Helena (2013) kemampuan keluarga setelah diberikan tindakan pendidikan kesehatan keluarga dari 85% keluarga yang tidak mengenal masalah naik menjadi 100% yang mengenal, dari 85% keluarga yang tidak mampu memberikan informasi menjadi 100% yang mampu, dari 70% keluarga yang tidak memberikan support menjadi 100% yang mampu, dari 85% keluarga yang tidak menerima segala kondisi sakit pasien menjadi 90% yang mampu, dari 55% keluarga yang tidak mampu membiayai pengobatan 85% yang mampu,dari 85% keluarga yang tidak menganal tanda dan gejala pasien kambuh menjadi 100% yang mampu. Berdasarkan data yang didapat jumlah pasien dengan gangguan jiwa pada tahun 2019 di Puskesmas Kebon Jeruk berjumlah 122 dengan Skizofernia terdapat 36 (16%) dengan risiko perilaku kekerasan, semakin banyaknya angka kejadian risiko perilaku

kekerasan, semakin jelas bahwa dibutuhkan dukungan keluarga untuk membantu agar keluarga mampu memberikan perawatan pasien dirumah. Berdasarkan latar belakang diatas pentingnya pendidikan kesehatan untuk mengetahui pengetahuan tentang bagaimana dukungan keluarga pada pasien risiko perilaku kekerasan, maka dari itu peneliti tertari untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk Jakarta Barat. B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini adalah apakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada Pengaruh Pendidikan Kesehatan Keluarga Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk. 2. Tujuan Khusus. a. Mengidentifikasi karakteristik responden yang di teliti meliputi,usia dan jenis kelamin. b. Mengetahui Pengaruh Dukungan Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk. c. Mengetahui Pengaruh Dukungan Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk. d. Mengidentifikasi Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Kemampuan Keluarga dalam Memberikan Dukungan Emosional dan Penghargaan, Dukungan Fasilitas dan Instrumental, Dukungan Informasi dan Pengetahuan,

Tanda dan Gejala Pada Pasien Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Puskesmas Kebon Jeruk. D. Manfaat Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat praktisi bagi peneliti dan manfaat ilmiah. Adapun manfaat praktisi bagi peneliti yaitu : 1. Peneliti dapat dapat memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai pengaruh dukungan keluarga terhadap mengontrol pada pasien skizofernia. 2. Menambah sumber pengetahuan bagi peneliti dan data bagi peneliti selanjutnya yang ingin membahas topik yang sama. Sedangkan manfaat ilmiah yaitu : 1. Bagi Pendidikan Menambah data hasil penelitian keperawatan serta sebagai sarana untuk acuan belajar yang relevan terkait peningkatan pengetahuan pentingnya pengaruh dukungan keluarga terhadap pasien skizofernia. 2. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk peneliti selanjutnya, terutama yang ingin melakukan penelitian lebih dalam mengenai pengaruh edukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam memberikan dukungan terhadap pasien dengan risiko perilaku kekerasan.