I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia selama ini adalah memprioritaskan adanya pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya bagi seluruh wilayah Indonesia yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan pembangunan yang kompleks antar daerah maupun antar sektor pada suatu daerah (Anwar, 2004). Pembangunan sektor pertanian pada dasarnya merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan. Begitu juga dalam meningkatkan ekonomi daerah. Cara yang paling efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah yaitu melalui pendayagunaan berbagai sumberdaya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumberdaya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumberdaya domestik diantaranya melalui sektor tanaman pangan dan hortikultura (Gie, 2002). Sektor pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura mempunyai peranan penting di dalam pembangunan. Terdapat lima peran penting dari sektor pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi Indonesia yakni antara lain meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan pendapatan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2004, sektor pertanian mampu
memperkerjakan sebanyak 43 juta orang atau 46.26 persen dari penduduk yang bekerja secara keseluruhan 1. Jeruk merupakan komoditas buah yang cukup menguntungkan untuk diusahakan saat ini dan mendatang, dapat mulai panen pada tahun ke-4 dengan nilai keuntungan usahataninya sangat bervariasi berdasarkan lokasi dan jenis jeruk yang diusahakan. Nilai ekonomis pengembangan jeruk tercermin dari tingkat kesejahteraan petani jeruk dan keluarganya yang relatif baik. Buah jeruk dapat tumbuh dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan varietas/spesies komersial yang berbeda, dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat berpendapatan rendah hingga yang berpenghasilan tinggi. Pada enam tahun terakhir (1998-2004), luas panen dan produksi buah jeruk di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu masing-masing 17.90 persen dan 22.40 persen. Pada tahun 2004, luas panen jeruk telah mencapai 70 ribu Hektar dengan total produksi sebesar 1.6 juta Ton, sekaligus menempatkan posisi Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke-13 setelah Vietnam. Produktivitas usahatani jeruk cukup tinggi, yaitu berkisar 17-25 Ton per Hektar dari potensi 25-40 Ton per Hektar. Walaupun data impor buah jeruk segar dan olahan cenderung terus meningkat, sebagian besar produksi dalam negeri terserap oleh pasar domestik, namun ekspor buah jeruk jenis tertentu seperti lemon, graperfruit, dan pamelo juga terus meningkat sekaligus memberikan peluang pasar yang menarik. Pada tahun 2004, impor buah segar mencapai 94.7 ribu Ton sedangkan ekspornya sebesar 1.3 ribu Ton, atau sejak tahun 1998 1 Mangara Tambunan. Sektor Pertanian Mananggung Beban Berat dalam Penciptaan Kesempatan Kerja. Warta Ketenagakerjaan. 11 Nopember 2004.
masing-masing meningkat sebesar 16.6 persen dan 5.6 persen per tahun (Deptan, 2005). Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak pada lima tahun mendatang diarahkan untuk: (1) mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku industri, (3) substitusi impor, dan (4) mengisi peluang pasar ekspor. Berdasarkan prediksi peningkatan jumlah penduduk, konsumsi buah jeruk per kapita, kebutuhan buah segar konsumen dalam negeri, untuk olahan dan ekspor serta mempertimbangkan 10 persen kerusakan akibat penanganan pasca panen yang kurang optimal, maka Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2005), telah menyusun agregat sasaran produksi untuk tahun 2005-2025 seperti telah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sasaran Produksi Buah untuk Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, Ekspor dan Pemenuhan Bahan Industri Pengolahan Tahun 2005-2025 (Ton) Tahun Produksi Kebutuhan dalam negeri Bahan industri pengolahan Ekspor Impor 2005 1 798 710 1 446 300 72 300 2 000 126 000 2010 2 355 500 1 925 500 96 200 3 000 128 019 2015 2 686 000 2 210 400 110 500 5 000 128 019 2020 3 140 000 2 600 100 130 000 7 000 130 000 2025 3 956 000 3 303 000 165 000 10 000 130 000 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2005 Sasaran yang telah ditentukan tersebut akan dilakukan dengan pola pengembangan kebun jeruk skala besar dikembangkan oleh swasta, dengan luas 100 Hektar yang berbentuk hamparan. Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO), yaitu mengaplikasikan inovasi teknologi yang terus berkembang, memanfaatkan sumberdaya lokal secara berkelanjutan, untuk menghasilkan produk yang sehat, aman konsumsi, dan secara ekonomi layak diusahakan serta
secara sosial dapat diterima masyarakat sekitarnya. Produk dan kebun ini diperuntukkan terutama untuk ekspor dan kebutuhan dalam negeri terutama untuk pasar swalayan dan pasar tradisional. Potensi areal untuk pengembangan tanaman jeruk di Indonesia sangat besar. Menurut hasil kajian Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005), dari segi kesesuaian lahannya, pengembangan sentra produksi baru dapat dikembangkan di 10 Provinsi dengan luas 5.6 juta Hektar seperti yang terlihat pada Tabel 2. Artinya upaya pengembangan jeruk masih didukung dengan ketersediaan lahan yang sangat luas. Jeruk Siam Pontianak, yang berprospek dijadikan unggulan buah nasional dapat tumbuh memuaskan di daerah beriklim relatif basah dengan elevasi di bawah 500 meter di atas permukaan laut. Pengembangan areal pertanaman jeruk Siam Pontianak selain dilakukan pada lahan pasang surut seperti halnya telah mulai dikembangkan di Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan sebagian di Sumatera. Tabel 2. Luas lahan Pengembangan Baru Jeruk di 10 Provinsi di Indonesia (Hektar) Provinsi Luas Lahan Sumatera Utara 47 023 Sumatera Barat 182 959 Jambi 16 828 Sumatera Selatan 262 799 Nusa Tenggara Timur 203 431 Kalimantan Barat 1 762 105 Kalimantan Tengah 2 782 721 Kalimantan Selatan 739 053 Sulawesi Selatan 133 933 Indonesia 5 651 388 Sumber : Departemen Pertanian, 2005 Kalimantan Barat memiliki wilayah andalan lahan pasang surut yang cukup luas dengan vegetasi hutan sekunder dan semak belukar. Lahan tersebut cocok
untuk pengembangan komoditas unggulan utama, yaitu jeruk Siam Pontianak. Wilayah tersebut perlu dikelola secara serius dengan memadukan pengembangan lokal spesifik dengan pendekatan wilayah, sehingga komoditas utama tersebut mempunyai peluang untuk dikembangkan, mampu menghasilkan bahan pangan maupun bahan baku agroindustri secara efisien, mempunyai pangsa pasar yang luas serta unggul secara kompetitif dan komparatif (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalbar, 2000). Jeruk Siam Pontianak merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Barat. Penanaman jeruk Siam Pontianak di Kalimantan Barat mulai dirintis sejak tahun 1936 oleh Jun Kun Bun dan Bon Kin Sin di Desa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Pada tahun 1940, usaha budidaya jeruk ini dilanjutkan oleh Rani dan Lim Kun Sin di Desa Bekut, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas. Selama kurun waktu tahun 1952-1953, penanaman jeruk berkembang hingga mencapai seribu Hektar. Pada awal Pelita III (tahun 1978), luas pertanaman jeruk Siam Pontianak mencapai 1.4 ribu Hektar (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, 2003). Pada awal Pelita IV (tahun 1983), areal tanam meningkat menjadi 5.6 ribu Hektar, dan peningkatan tersebut terus berlanjut pada awal Pelita V (tahun 1988) dengan luas areal tanam mencapai 15.7 ribu Hektar. Dari luas pertanaman tersebut sekitar 13.7 ribu Hektar (87.18 %) berada di Kabupaten Sambas, dan sisanya 2 ribu Hektar (12.82 %) tersebar di Kabupaten Pontianak, Sanggau, dan Ketapang (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalbar, 2003). Puncak kejayaan jeruk Siam Pontianak terjadi pada tahun 1992 dengan luas pertanaman sekitar 21 ribu Hektar, tanaman produktif sekitar 15 ribu Hektar, dan
produksi total mencapai 234 ribu Ton per tahun (Burhanuddin, 2002). Peranan jeruk Siam Pontianak dalam menyediakan lapangan kerja cukup besar. Jumlah kelompok tani yang berperan aktif dalam usahatani jeruk sekitar 223 kelompok tani, jumlah petani yang terlibat sekitar 28 ribu petani, dan menyediakan lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja terutama dalam kegiatan pembersihan lahan, pemupukan, buruh petik, transportasi, pembuat keranjang/peti, supir truk, dan sebagainya. Peranan jeruk terhadap perekonomian Kalimantan Barat cukup signifikan, yaitu kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) jeruk mencapai Rp 150 milyar (total PDRB Tanaman Pangan Rp 650 milyar) (Badan Pusat Statistik Kalbar, 2006 dan Bappeda Kalbar, 2005). Pada tahun 1993 total tanaman produktif mencapai 15 ribu Hektar dengan produksi 268 ribu Ton. Pada tahun 1994 total produksi menurun menjadi 153 ribu Ton yang diakibatkan oleh penurunan luas tanam. Penurunan produksi secara drastis terjadi pada tahun 1997 yaitu 28 ribu Ton atau turun 81.70 persen dengan luas areal 2 745 Hektar (Hermanto, 1998). Hancurnya jeruk Siam Pontianak disebabkan oleh adanya sistem monopoli dalam tataniaga yang berakibat perdagangan jeruk tidak terkendali. Pengaturan yang semula bertujuan meningkatkan pendapatan petani dan menertibkan pemasukan retribusi daerah ternyata membuat pemasaran dan pasokan jeruk menjadi tidak lancar, sehingga petani kurang memperhatikan tanaman jeruknya, terutama dalam pemeliharaannya. Akibatnya, tanaman jeruk diserang oleh berbagai penyakit, seperti Fusarium, Diplodia, dan penyakitnya lainnya. Di samping itu, diduga adanya serangan penyakit CVPD yang menyerang pertanaman jeruk petani, khususnya di Kabupaten Sambas (Distan Kalbar, 2003).
Kondisi ini menggambarkan pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Barat dikaitkan dengan program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dibandingkan dengan sektor-sektor lain seperti industri pengolahan dan perdagangan. Agribisnis pada dasarnya menyangkut berbagai jenis kegiatan usaha yang sangat luas, yaitu sejak pengadaan bahan baku, produk-produk primer, pengolahan, sampai dengan pemasaran dan pedagangan. Berbagai jenis usaha pada ketiga sektor ini dapat saling terkait satu dengan lainnya. Oleh sebab itu, pertanian sebagai agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem. Penelitian tentang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi penting karena di Provinsi Kalimantan Barat belum pernah dilakukan penelitian secara mendalam tentang analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan yang berharga bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan tentang pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Melalui rumusan kebijakan yang tepat diharapkan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat meningkatkan pendapatan secara umum dan taraf hidup masyarakat. 1.2. Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mulai tahun 2001 Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Barat mencanangkan program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak. Program tersebut menargetkan pembangunan kebun jeruk sampai 10 ribu Hektar pada tahun 2007 (Diperta Kalbar, 2003). Pada bulan Januari 2005 telah terealisasi seluas 4 ribu Hektar dan diperkirakan pada tahun 2007 target 10 ribu Hektar akan
tercapai. Hal ini karena permintaan pasar domestik maupun internasional akan buah jeruk meningkat, dengan tujuan utamanya adalah dapat meningkatkan taraf hidup petani, kesejahteraan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja. Maka melalui program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak menjadi aspek yang sangat strategis dan penting. Namun demikian kendala pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak yang ada di Provinsi Kalimantan Barat masih dikelola secara tradisional, belum berdasarkan pendekatan bisnis yang efisien dan perniagaan yang baik. Pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak yang terus mengalami peningkatan dari luas areal maupun produksinya, tidak akan berhasil apabila tidak memperhatikan beberapa aspek yang merupakan prinsip dalam memilih, menetapkan dalam pengembangannya. Aspek-aspek tersebut harus didasarkan pada konsep agribisnis. Agar dapat dilaksanakan konsep tersebut dengan baik dan benar, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat perlu merumuskan kebijakan strategis dan cermat, untuk mengantisipasi lebih lanjut dalam pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dengan komoditi unggulan di masa yang akan datang. Secara umum potensi pengembangan dan lahan yang tersedia untuk merehabilitasi jeruk cukup luas. Namun saat ini masih dihadapkan pada kondisi rendahnya produktivitas jeruk, keterbatasan modal usahatani, harga produk primer jeruk (buah segar) rendah, harga input produksi yang mahal, keterbatasan penguasaan teknologi, manajemen usahatani yang belum efisien, dan kurangnya akses petani dalam pemasaran hasil. Oleh karena itu perlu ada perubahan kebijakan, yaitu dari pendekatan produksi ke arah agribisnis.
Pada satu sisi diawal program rehabilitasi dan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dimulai, harga jeruk kelas AB di tingkat petani mencapai Rp.10 000 per Kilogram. Kemudian harga tersebut mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun hingga sekarang. Pada bulan Desember 2006 harga untuk kelas AB di petani hanya Rp. 2 500 per Kilogram hingga Rp. 2 700 per Kilogram (Diperta Kalbar, 2006). Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya produksi jeruk, mutu buah yang kurang baik dan masuknya buah jeruk impor. Harga tersebut dapat lebih rendah lagi pada bulan Desember sampai dengan Maret, karena pada bulan-bulan tersebut terjadi panen raya dan musim buahbuahan seperti langsat, durian, rambutan dan lain-lain. Fluktuasi harga jeruk yang cenderung menurun tersebut harus dijadikan early warning signal dalam penanganan tataniaga jeruk Siam Pontianak. Pemasaran jeruk Siam Pontianak pada waktu-waktu mendatang akan menghadapi beberapa tantangan, yaitu: (1) adanya pesaing produsen jeruk dari daerah lain, seperti: Medan, Palembang, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Selatan, dan Serawak, dimana pada lima tahun mendatang diperkirakan akan terjadi peningkatan produksi jeruk nasional dengan pesat, dan (2) masih relatif sedikit pihak swasta yang bergerak di perdagangan jeruk Siam Pontianak dibandingkan pada tahun 1993 terdapat 50-an perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan jeruk Siam Pontianak, hal ini akan berdampak pada kurangnya akses petani dalam pemasaran hasil, dan kurangnya keterkaitan stakeholders yang terlibat dalam perjerukan serta terbatasnya akses pasar perdagangan antar pulau. Konsekuensi dari kondisi demikian adalah diperlukannya peningkatan efisiensi pemasaran
ditingkat petani dan kebijakan strategis dari pemerintah daerah, sehingga tujuan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak dapat tercapai. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah kebijakan pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak sebagai komoditas unggulan Provinsi Kalimantan Barat memiliki kelayakan usaha jika ditinjau dari kelayakan finansial dan ekonomi? 2. Bagaimanakah dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat? 3. Bagaimanakah sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rumusan rekomendasi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat. Adapun tujuan khusus dari penelitian yang hendak dicapai adalah: 1. Menganalisis kelayakan usahatani pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak meliputi kelayakan finansial dan ekonomi. 2. Menganalisis dayasaing (kompetitif dan komparatif) terhadap pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat. 3. Menganalisis sistem pemasaran jeruk Siam Pontianak.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Merumuskan dan mengimplementasikan instrumen-instrumen kebijakan yang lebih efektif dan efisien bagi pengembangan komoditas unggulan jeruk Siam Pontianak khususnya dan komoditas hortikultura maupun komoditas pertanian umumnya di Provinsi Kalimantan Barat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan petani dan perekonomian wilayah. 2. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berguna khususnya bagi petani yang terkait langsung, investor yang akan mengembangkan usaha pengembangan jeruk Siam Pontianak maupun institusi publik baik di Kabupaten dan Provinsi Kalimantan Barat dalam program pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak untuk peningkatan produksi, pemasaran hasil dan peningkatan nilai tambah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian analisis pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak adalah (1) dilakukan di Provinsi Kalimantan Barat meliputi kelayakan usaha yaitu analisis pendapatan usahatani, kelayakan Finansial dan ekonomi, dayasaing terhadap usaha pengembangan serta marjin pemasaran, dan (2) penelitian ini dibatasi pada tahap untuk memberikan rumusan rekomendasi kebijakan pemerintah terhadap dayasaing jeruk yang akan dijalankan dalam pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak.