I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai termasuk salah satu komoditas pangan yang penting di Indonesia. Banyak produk pangan yang menjadi menu sehari-hari masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang terbuat dari kedelai seperti tempe, tahu, kecap dan tauco. Bahan pangan ini selain mempunyai rasa yang enak, juga mengandung gizi dan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Ketersediaan kedelai dapat mempengaruhi ketahanan pangan nasional, apalagi pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif masih tinggi yaitu sebesar 1,6% per tahun akan berdampak pada peningkatan permintaan pangan. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian menjalankan program swasembada berkelanjutan menuju swasembada kedelai tahun 2014. Gubernur Provinsi Jambi telah mencanangkan program Bangkit Kedelai 2007-2011 dengan sasaran menjadikan Provinsi Jambi sebagai salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi 2007). Hingga saat ini Provinsi Jambi belum mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhaan benih dan konsumsi kedelai. Ada tiga elemen yang dapat meningkatkan produksi kedelai yaitu; 1) adanya kebijakan dari pemerintah daerah, 2) tersedianya teknologi dan 3) tumbuhnya kelembagaan penangkar yang profesional dan mandiri. Rata-rata produktivitas kedelai di Provinsi Jambi 1,2 t/ha (BPS Provinsi Jambi 2009). Rata-rata produktivitas nasional kedelai 1,3 ton/ha dengan kisaran 0,6-2,0 ton/ha di tingkat petani, sedangkan di tingkat penelitian telah mencapai 1,7-3,2 ton/ha, tergantung pada kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. Angka-angka ini menunjukkan bahwa produksi kedelai di tingkat petani masih bisa ditingkatkan melalui inovasi teknologi (LITBANG PERTANIAN 2008). Produksi kedelai dalam negeri dapat ditingkatkan melalui upaya-upaya seperti peningkatan luas areal pertanaman (ekstensifikasi) dan juga penerapan teknologi budidaya kedelai yang dapat meningkatkan produktivitasnya (intensifikasi).
2 Pembangunan pertanian secara subtantif melibatkan lima faktor utama yaitu (1) sumberdaya lahan, air dan manusia, (2) modal atau kapital, (3) teknologi pertanian, (4) infrastruktur pertanian, dan (5) kebijakan pemerintah. Pengalaman selama ini telah membuktikan bahwa faktor teknologi memiliki peran yang sangat besar dan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha agribisnis untuk berbagai komoditas pertanian. Sumberdaya manusia sebagai penggerak utama industri benih masih lemah terutama sektor perbenihan informal, tenaga pengawas mutu benih dari Balai Sertifikasi Pengawasan Benih (BPSB) masih kurang, produsen benih seperti Balai benih Induk (BBI) dan Balai Benih Utama (BBU) juga masih perlu meningkatkan kinerjanya termasuk sarana dan prasarana produksi benih, seperti lahan dan pengairan. Hal ini disebabkan oleh masih lemahnya sub-sistem yang ada dalam sistem penyediaan benih bermutu secara berkelanjutan. Sub-sistem tersebut diantaranya 1) penelitian dan pengembangan (R&D), 2) sub-sistem produksi benih, 3) sub-sistem pengawasan mutu dan sertifikasi benih, 4) sub-sistem, penyuluhan dan distribusi benih, 5) sub-sistem pendidikan dan pelatihan, dan 6) sub-sistem pengguna benih (Anwar 2005). Penambahan pengetahuan dan keterampilan petani atau kelompok tani penangkar benih masih lemah dan tidak kontinyu. Tidak konsistennya komitmen pemerintah dalam menumbuh-kembangkan kelompok tani penangkar benih. Hal ini terlihat dari pengadaan benih dari proyek pemerintah (pengguna benih) tidak diarahkan pada benih yang dihasilkan oleh petani setempat. Dalam kaitan tersebut efektifitas dan efisiensi dalam proses penyampaian inovasi pertanian kepada para penggunanya memiliki peranan yang tidak kalah penting (Wirawan 2006). Dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pengembangan berbagai komoditi utama maka Pemerintah Provinsi Jambi memandang perlu menyusun rencana pengembangan kawasan sentra produksi. Kawasan sentra produksi berguna untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan sebagai acuan lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta, khususnya dalam upaya mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah dari investasi di bidang pertanian (BAPPEDA 2000). Pengembangan kawasan sentra produksi merupakan suatu pola pembangunan dengan pendekatan wilayah terpadu, secara menyeluruh dan
3 komprehensif menganut aspek tata ruang, mekanisme perencananan dan pola koordinasi pembangunan. Kawasan sentra produksi benih kedelai di Jambi berada di tiga kabupaten yang memiliki tiga agroekologi lahan yang berbeda, yaitu lahan pasang surut, lahan sawah irigasi dan lahan kering. Oleh karena itu diperlukan kajian teknologi produksi benih kedelai di berbagai agroekologi untuk mendukung program strategis peningkatan produksi benih kedelai di wilayah Provinsi Jambi. 1.2. Perumusan Masalah Provinsi Jambi belum mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhaan benih dan konsumsi kedelai. Pemerintah mempunyai keterbatasan untuk menyediakan benih unggul bermutu untuk seluruh areal pertanaman kedelai. Jumlah sektor perbenihan baik informal maupun formal masih kurang untuk memproduksi benih sesuai kebutuhan. Tumbuhnya kelembagaan penangkar yang profesional dan mandiri diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan benih kedelai. Karakteristik petani penangkar benih memberikan pengaruh yang besar terhadap penyediaan benih kedelai secara enam tepat. Hal ini apabila tidak dilihat secara jeli permasalahan yang dihadapi oleh petani penangkar maka akan menghambat program peningkatan produktivitas kedelai dalam kaitannya dengan swasembada kedelai. Pembangunan pertanian secara subtantif melibatkan faktor teknologi pertanian. Teknologi memiliki peran yang sangat besar dan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha agribisnis untuk berbagai komoditas pertanian. Kondisi agroekologi yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap teknologi yang akan digunakan. Pengetahuan petani penangkar dalam memproduksi benih masih terbatas. Teknologi yang digunakan dalam memproduksi benih kedelai berbeda dengan untuk tujuan konsumsi. Petani penangkar sebagai produsen benih juga kurang termotivasi untuk memproduksi benih dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Efisiensi dan keefektifan dari teknologi tersebut akan saling berhubungan dengan usaha tani secara ekonomi.
4 Permasalahan perbenihan tersebut sebagai indikator bahwa masih lemahnya salah satu atau lebih dari sub-sistem produksi benih. Penelitian ini menggunakan pendekatan agroekologi, agribisnis, dan wilayah. Penggunaan pendekatan agroekositem berarti penelitian ini memperhatikan kesesuaian dengan kondisi biofisik lokasi yang meliputi aspek sumber daya lahan, air, wilayah komoditas dan komoditas dominan. Pendekatan agribisnis berarti dalam implementasi produksi benih kedelai diperhatikan struktur dan keterkaitan sub-sistem penyediaan input, sistem usahatani, pasca panen dan pengolahan serta pemasaran dan penunjang dalam satu sistem. Pendekatan wilayah berarti optimasi penggunaan lahan untuk pertanian dalam satu kawasan (desa atau kecamatan). Cakupan masalah teknologi produksi benih kedelai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik petani penangkar benih kedelai pada tiga agroekologi lahan. 2. Teknologi apa yang digunakan oleh petani penangkar benih kedelai pada agroekologi yang berbeda. 3. Apakah teknologi yang digunakan petani penangkar benih kedelai memenuhi kelayakan usaha tani. 4. Apakah terdapat hubungan antara teknologi yang digunakan dengan analisis finansial pada tiga agroekologi lahan. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari karakteristik petani penangkar benih kedelai pada tiga agroekologi lahan; 2. Mempelajari teknologi yang digunakan oleh petani penangkar benih kedelai pada agroekologi yang berbeda; 3. Mempelajari analisa usahatani teknologi yang digunakan dengan biaya yang dikeluarkan pada agroekologi yang berbeda; dan 4. Mempelajari hubungan antara teknologi yang digunakan pada beberapa agroekologi lahan dengan analisis pendapatan dan produksi hasil berupa benih.
5 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi teknologi produksi benih yang digunakan oleh petani penangkar pada agroekologi yang berbeda sebagai bahan kebijakan dalam meningkatkan produksi benih kedelai melalui teknologi yang spesifik lokasi. 1.5. Kerangka Pemikiran Provinsi Jambi belum mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan benih dan konsumsi kedelai. Pada tahun 2008 Provinsi Jambi menghasilkan benih 65 ton. Benih yang dibutuhkan untuk menanam kedelai seluas 1 ha adalah 40 kg, maka produksi benih yang dihasilkan tersebut hanya mampu untuk memenuhi pertanaman kedelai seluas 1.625 hektar. (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi 2009). Pada musim tanam 2009 Provinsi Jambi membutuhkan 700 ton benih kedelai untuk sasaran luas pertanaman 17.500 ha. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan benih masih sangat kurang, sehingga kekurangan benih dapat dipenuhi dengan meningkatkan produktivitas kedelai. Ketersediaan teknologi produksi benih kedelai dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Pengembangan kedelai di Provinsi Jambi tahun 2009 diantaranya berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (lahan pasang surut), Kabupaten Tanjung Jabung Barat (lahan sawah irigasi), dan di Kabupaten Tebo, Muaro Jambi, Bungo, Merangin dan Sarolangun (lahan kering masam). Kondisi seperti ini masih berpeluang untuk diintroduksikan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan petani. Teknologi yang dapat diintroduksikan merupakan teknologi yang sesuai dengan kondisi biofisik dan lingkungan setempat, sosial ekonomi, sosial budaya dan sesuai dengan kebutuhan pengguna. Penerapan teknologi baik budidaya dan pascapanen diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usahatani petani. Kajian teknologi produksi benih kedelai pada berbagai agroekologi tidak terlepas dari teknik budidaya yang digunakan dan usaha tani secara ekonomi. Hal ini disebabkan pada kondisi agroekologi yang berbeda, dimana kondisi tanah dan iklim akan sangat berpengaruh dalam perlakuan teknologi dan modal yang dibutuhkan untuk berusahatani pada petani penangkar yang mempunyai
6 karakteristik yang berbeda pula. Kerangka pemikiran dari kajian teknologi produksi benih kedelai pada berbagai agroekologi lahan dapat dilihat seperti pada Gambar 1. Karakteristik Petani Penangkar Umur petani Tingkat pendidikan Pengalaman Usaha tani KAJIAN TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH KEDELAI PADA BERBAGAI AGROEKOLOGI LAHAN DI PROVINSI JAMBI Teknologi Budidaya A. Benih 1. Benih Unggul 2. Benih Sertifikat B. Penyiapan lahan 3. Pengolahan tanah 4. Pembuatan saluran air C. Penanaman 5. Pola tanam 6. Jarak tanam D. Pemupukan 7. Pupuk sesuai rek E. Pengendalian Hama&Penyakit 8. Melakukan PHT. F. Seleksi/roguing 9. Melakukan roguing G. Pasca panen 10. Pengeringan Brangkasan 11. Pembijian 12. Pembersihan dan sortasi 13. Pengemasan benih 14. Penyimpanan benih H. pengujian Mutu 15. Pemeriksaan lapang 16. Pemeriksaan oleh pegawai BPSB 17. Pengujian Laboratorium A. Produktivitas 1. Produksi benih 2. Produksi Non Benih B. Usaha Tani (Ekonomi) 1. Biaya Produksi 3. Benih 4. Pestisida 5. Tenaga Kerja 6. Panen dan pasca panen 2. Komponen Pendapatan 7. Pendapatan benih 8. Pendapatan Non Benih 3. Penerimaan 9. Keuntungan 4. Analisa Finansial 10. BC Ratio 11. R/C 12. BEP Yield 13. BEP Price Gambar 1. Kerangka pemikiran Keterangan: = Variabel yang diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti (pembatasan masalah)