BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk meningkatnya pengendalian penyakit menular maupun tidak menular. Penyakit menular yang menjadi prioritas saat masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, demam berdarah, influenza, dan flu burung. Sedangkan penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kecenderungan penyakit menular terus meningkat, tetapi selama dua dekade terakhir ini telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan, penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular masih berat, yang disebut double burden penyakit, yaitu penyakit menular dan tidak menular sekaligus (Kemenkes RI, 2015). Penyakit tidak menular merupakan masalah kesehatan utama di negaranegara industri, maupun negara-negara yang sedang berkembang yang sedang mengalami transisi demografi dan perubahan pola hidup masyarakat seperti gaya hidup, sosial ekonomi, urbanisasi dan industrialisasi yang akan meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular (Irianto, 2014). 1
2 Diabetes Melitus adalah salah satu di antara penyakit yang terus meningkat jumlahnya diantara penyakit tidak menular. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. (Suyono, 2009). Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, prevalensi penderita DM di dunia termasuk dewasa diatas 18 tahun telah meningkat dari 47 per 1.000 penduduk tahun 1980 menjadi 85 per 1.000 penduduk tahun 2014 dan lebih dari 80% kematian akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Prevalensi diabetes pada semua kelompok umur di dunia diperkirakan meningkat dari 28 per 1.000 penduduk pada tahun 2000 menjadi 44 per 1.000 penduduk di tahun 2030. Jumlah penderita DM meningkat karena lajunya pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan meningkatnya prevalensi obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (Chugh,2011). Prevalensi DM di Indonesia menurut Riskesdas sebesar 7 per 1.000 penduduk pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 15 per 1.000 penduduk tahun 2013. Menurut International Diabetes Federation (IDF) tahun 2015, prevalensi penderita DM di Indonesia tahun 2015 mencapai 87 per 1.000 penduduk dan pada tahun 2040 diperkirakan akan meningkat menjadi 143 per 1.000 penduduk. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi DM di Sumatera Utara sebesar 6 per 1.000 penduduk pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 18 per 1.000 penduduk pada tahun 2013, Deli Serdang 8 per 1.000 penduduk tahun 2007
3 menjadi 29 per 1.000 penduduk pada tahun 2013, Kota Medan 12 per 1.000 penduduk tahun 2007 menjadi 27 per 1.000 penduduk pada tahun 2013, Kota Pematang Siantar 12 per 1.000 penduduk tahun 2007 menjadi 22 per 1.000 penduduk pada tahun 2013, Asahan 6 per 1.000 penduduk tahun 2007 menjadi 21 per 1.000 penduduk pada tahun 2013 dan Toba Samosir 3 per 1.000 penduduk tahun 2007 menjadi 11 per 1.000 penduduk tahun 2013. Jumlah penduduk dengan usia lanjut di Indonesia akan bertambah sebanyak 11,4 juta dalam waktu 30 tahun mendatang, maka jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% sehingga, Umur Harapan Hidup (UHH) Indonesia akan meningkat dan menyebabkan peningkatan jumlah penderita diabetes (Suyono, 2009). Berdasarkan data Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 jumlah kasus DM tipe 2 di Kota Semarang mengalami peningkatan sebesar 7 per 1.000 penduduk tahun 2005, 8 per 1.000 penduduk tahun 2006, dan 9 per 1.000 penduduk pada tahun 2007. Angka tersebut menunjukan bahwa terjadi peningkatan secara signifikan penderita DM di Jawa Tengah (Lestari, 2015). Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat utama karena komplikasinya bersifat jangka pendek danjang kapanjang. Komplikasi diabetes dapat berupa penyakit makrovaskular, misalnya pembentukan plak kardiovaskular atau mikrovaskular, misalnya retinopati diabetik, neuropati, nefropati (Greenberg, 2012). Data WHO (2011), menunjukkan bahwa DM akan meningkatkan risiko infeksi tuberkulosis (TB) tiga kali lebih besar dari populasi normal. Prevalensi TB
4 di Indonesia pada tahun 2010 yaitu 289 per 100.000 penduduk dengan insiden 189 setiap 100.000 penduduk. Indonesia menjadi negara dengan penderita TB tertinggi ke-3 pada tahun 2007 dan menjadi yang ke-5 pada tahun 2010 (Wulandari & Sugiri). Berdasarkan penelitian Andriani (2011) di RSU Herna Medan tahun 2009-2010 terdapat 134 penderita DM yang mengalami komplikasi. Proporsi penderita DM yang mengalami komplikasi yaitu penderita DM yang mengalami Ulkus- Gangren (26,1%), Hipertensi (15,%), Hipoglikemia (6,7%), Hiperglikemia (4,5%), PJK (3,7%), TB Paru (12,8%), Stroke (6,7%), Retinopati Diabetik (1,5%), Nefropati Diabetik (13,4%), Neuropati Diabetik (5,2%), Dispepsia (3,7%). Jenis pengobatan terbanyak diberikan kepada penderita DM komplikasi adalah Obat Hipoglikemik Oral (OHO) sebanyak 80 orang (59,7%). Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr.Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir diketahui bahwa tahun 2011-2016 jumlah penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap sebanyak 91 penderita, dimana pada tahun 2011 terdapat 3 penderita, tahun 2012 terdapat 3 penderita, tahun 2013 terdapat 12 penderita, tahun 2014 terdapat 21 penderita, tahun 2015 terdapat 45 penderita, dan bulan Januari sampai Maret 2016 terdapat 7 penderita. Pada tahun 2016 hanya didapat data dari pasien Umum, sedangkan data pasien BPJS/Askes tidak bisa peneliti dapatkan dikarenakan data masih berada diruang dokter/poli. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dilihat tendensi kenaikan prevalensi DM secara global, dan jumlah penderita meningkat secara
5 signifikan dari tahun 2011-2016, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir. 1.2 Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016. 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawat inap di RSUD Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016. 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui karakteristik penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru di Rumah Sakit Dr. Hadrianus Sinaga Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan sosiodemografi yang meliputi umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, status perkawinan, dan daerah asal. 2. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan sumber biaya. 3. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan lama rawatan rata-rata.
6 4. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan jenis pengobatan DM. 5. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan keadaan sewaktu pulang. 6. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan TB Paru. 7. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis TB Paru. 8. Mengetahui distribusi proporsi penderita DM Tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderita TB Paru. 9. Mengetahui perbedaan proporsi umur penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderita TB Paru. 10. Mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderita TB Paru. 11. Mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderita TB Paru. 12. Mengetahui perbedaan proporsi hasil pemeriksaan dahak mikroskopis penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan tipe penderita. 13. Mengetahui distribusi lama rawatan rata-rata DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru berdasarkan sumber biaya.
7 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan informasi bagi pihak RSU Dr. Hadrianus Sinaga untuk mengetahui distribusi proporsi penderita DM tipe 2 dengan komplikasi TB Paru yang dirawa tinap, sehingga dapat meningkatkan pelayanan dan penatalaksanaan DM dengan komplikasi TB Paru. 2. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian tentang DM tipe 2 dengan TB Paru rawat inap yang akan datang dan dapat dijadikan bahan kepustakaan di perpustakaan FKM USU. 3. Menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh penulis selama kuliah di FKM USU serta sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana kesehatan masyarakat.