BAB 1 : PENDAHULUAN. imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. Corynebacterium Diphtheria bersifat toxin-mediated desease yang ditandai dengan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dari segi ekonomi dikatakan bahwa pencegahan adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis di

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. terbesar kedua dari negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Selama proses pertumbuhan dan perkembangan, anak memerlukan asupan

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Manfaat imunisasi untuk bayi dan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. suatu tindakan memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bahasan selanjutnya dalam penelitian ini yang dimaksud imunisasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap status gizi anak. upaya kesehatan masyarakat lainnya.

RESUME PROFIL KESEHATAN KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai ciri khas yang berbeda-berbeda. Pertumbuhan balita akan

PROFIL KESEHATAN PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam MDG (Millenium. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009 )

TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA BAYI DI DESA TARAMAN KECAMATAN SIDOHARJO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )

BAB I PENDAHULUAN. kelompok bayi dari difteri, pertusis, tetanus dan campak. Cakupan imunisasi di

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatur secara universal melalui berbagai kesepakatan yang difasilitasi oleh World Health

BAB I PENDAHULUAN. golongan usia memiliki resiko tinggi terserang penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat sepanjang tahun. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dicegah dengan imunisasi, yakni masing-masing 3 juta orang atau setiap 10

Christopher A.P, S. Ked Yayan A. Israr, S. Ked

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang berada pada periode triple

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

cita-cita UUD Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda (double burden). Penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang dapat. menyerang anak dibawah usia lima tahun (Widodo, 2007).

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penularan penyakit campak terjadi dari orang ke orang melalui droplet respiration

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

Ike Ate Yuviska(¹), Devi Kurniasari( 1 ), Oktiana (2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian pada anak dibawah usia 5 tahun walaupun. tidak sebanyak kematian yang disebabkan oleh malnutrisi dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan antara promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

Sagacious Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial Vol. 3 No. 2 Januari-Juni 2017

Transkripsi:

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain toksin. (1) Kuman ini menghasilkan racun yang dapat membahayakan atau merusak jaringan dan organ tubuh manusia. Salah satu jenis difteri mempengaruhi tenggorokan dan kadang kadang amandel. (2) Kasus penyakit difteri saat ini masih menjadi kejadian luar biasa (KLB) dan menyebabkan kematian. Penyakit difteri pada umumnya menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. (3) Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. (3) Sasaran program ini adalah bayi usia 2-12 bulan untuk vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT) sebagai imunisasi dasar. Pada anak usia 6-7 tahun ( Sekolah Dasar kelas 1) pemberian booster Difteri Toksoid (DT). (4) 1

2 Jumlah kejadian difteri berdasarkan data WHO 2013 tercatat sebanyak 4.680 kasus yang tersebar luas dan sebagian besar terkonsentrasi di benua Asia. (5) Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 7347 kasus dan 7217 kasus diantaranya (98%) berasal dari negara-negara anggota WHO South East Asian Region (SEAR). (1) Jumlah kasus difteri didunia tahun 2016 adalah sebanyak 7097 kasus dimana sebagian besar berada di negara bagian Asia dan Afrika. Berdasarkan data WHO 2016, India menduduki peringkat pertama jumlah kasus difteri sebanyak 3380 kasus, Madagaskar diperingkat kedua dengan 2865 kasus dan Indonesia diperingkat ketiga dengan 342 kasus. (6) Pada tahun 2013 jumlah kasus difteri di Indonesia dilaporkan sebanyak 775 kasus (19% dari total kasus SEAR), selanjutnya jumlah kasus menurun menjadi 430 kasus pada tahun 2014 (6% dari total kasus SEAR). (1) Diantara beberapa negara ASEAN, Indonesia menduduki posisi tertinggi jumlah kasus difteri. Pada tahun 2016 Indonesia menduduki posisi pertama dengan 342 kasus, Myanmar di posisi kedua dengan 136 kasus dan Philipina di posisi ketiga dengan 42 kasus. (6) Jumlah kasus difteri di Indonesia sedikit meningkat pada tahun 2016 jika dibandingkan tahun 2015 (252 kasus pada tahun 2015 dan 415 pada tahun 2016) dengan CFR difteri yaitu sebesar 5,8 %. Pada tahun 2016 diantara 33 provinsi di Indonesia sebanyak 20 provinsi melaporkan terdapat kasus difteri diwilayahnya. Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan 209 kasus dan Jawa Barat yaitu 133 kasus. Dari seluruh kasus difteri, sebesar 51% diantaranya tidak mendapatkan vaksinasi. (3) Jumlah Kabupaten/Kota yang terdampak pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/ Kota pada tahun 2015. Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/Kota dan pada tahun 2016

3 menjadi 100 Kabupaten/Kota. (1) Pada tahun 2017 KLB difteri kembali terjadi di Indonesia dimana berdasarkan data Epidemiologi KLB difteri yang telah dikumpulkan Kementerian Kesehatan selama tahun 2017, KLB difteri terjadi di 170 Kabupaten/ Kota dan di 30 Provinsi, dengan jumlah sebanyak 954 kasus, dengan kematian sebanyak 44 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 ( hingga 9 januari 2018), terdapat 14 laporan kasus dari 11 Kabupeten/ Kota di 4 Provinsi ( DKI, Banten, Jawa Barat dan Lampung) dan tidak ada kasus yang meninggal. (7) KLB difteri pada saat ini memiliki gambaran yang berbeda daripada KLB sebelumnya yang pada umumnya menyerang anak balita. KLB kali ini ditemukan pada kelompok umur 1-40 tahun dimana 47% menyerang anak usia sekolah (1-14 tahun) dan 34% menyerang umur diatas 14 tahun. Data tersebut menunjukkan proporsi usia sekolah dan dewasa rentan terhadap difteri cukup tinggi. (7) Pada tahun 2015 Sumatera Barat menempati urutan pertama kasus difteri dengan jumlah kasus sebanyak 105 kasus (1 meninggal, CFR =1,0 %). Diantara 105 kasus tersebut 86 kasus difteri berada di Kota Padang. (8) Kasus difteri kemudian meningkat kembali pada tahun 2017 yaitu sebanyak 32 kasus dengan 4 kasus positif di 11 Kabupaten/ Kota di Sumatera Barat dan mengalami peningkatan pada awal tahun 2018 dengan 11 kasus difteri dan 1 kasus positif di 6 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Persebaran kasus difteri tahun 2017 terdapat di beberapa wilayah dengan jumlah kasus tertinggi berada di Kota Padang dengan 14 kasus, Kota Pariaman dan Kabupaten Lima Puluh Kota masing masing 4 kasus, Solok Selatan dengan 3 kasus dan wilayah Pesisir Selatan, Padang Pariaman,Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Bukittinggi, dan Payakumbuh masing masing 1 kasus. (9)

4 Kota Padang merupakan wilayah cakupan kasus difteri tertinggi di Sumatera Barat. Pada tahun 2015 Kota Padang menduduki peringkat pertama kasus difteri sebanyak 86 kasus yang tersebar hampir diseluruh Kota Padang. Perbandingan penderita difteri antara perempuan dan laki laki adalah 40% dan 60% dimana laki laki lebih besar. Pada tahun 2016 tidak terdapat kasus difteri di Kota Padang. Kasus difteri muncul kembali pada tahun 2017. Dari 11 Kabupeten/ Kota di Sumatera Barat, Kota Padang merupakan wilayah dengan jumlah kasus difteri paling tinggi tahun 2017 dengan 16 kasus sejak Januari hingga Desember. Persebaran pernyakit difteri tahun 2017 hampir di seluruh wilayah di Kota Padang. Jumlah kasus tertinggi terdapat di wilayah kerja Puskesmas Andalas sebanyak 4 kasus, wilayah kerja Puskesmas Ambacang dan Nanggalo 2 kasus dan wilayah kerja Puskesmas Ikur Koto, Kuranji, Alai, Padang Pasir, Pengambiran, Ulak Karang, Lubuk Begalung dan Belimbing masing masing 1 kasus. (10) Kota Pariaman juga termasuk kedalam daerah cakupan difteri dimana Kota Pariaman berada di peringkat kedua dengan 4 kasus difteri pada tahun 2017. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kota Pariaman pada tahun 2010 terdapat 4 kasus difteri yang berada diwilayah kerja Puskesmas Pariaman dan Puskesmas Kp.Baru. Pada tahun 2016 tidak terdapat kasus difteri di Kota Pariaman. Kasus difteri meningkat kembali pada tahun 2017 ( 4 kasus difteri dengan 1 kasus positif ) diantaranya terdapat di wilayah kerja Puskesmas Sikapak, Pariaman dan Kurai Taji. Kota Pariaman merupakan salah satu dari 4 daerah di Sumatera Barat yang memiliki kasus positif pada tahun 2017. (11) Menurut penelitian Isnaniyanti tahun 2016 faktor paling dominan yang mempengaruhi kejadian difteri adalah status imunisasi dengan nilai (p value = 0,037,

5 OR= 4,667). Dimana responden dengan status imunisasi DPT tidak lengkap memiliki 5 kali lebih berisiko menderita difteri dibandingkan dengan responden dengan status imunisasi DPT lengkap. (12) Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Nanang tahun 2015 dimana status imunisasi mempengaruhi kejadian difteri 3,941 kali dibandingkan dengan yang di imunisasi. Kadar antibodi yang diukur dari vaksin yang diterima pada imunisasi dasar memiliki perbedaan pada pemberian jumlahnya. Terdapat perbedaan pada imunisasi 1 kali dengan 3 kali atau lebih dan pada imunisasi 2 kali dengan 3 kali atau lebih. (13) Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016 menyatakan bahwa dari seluruh kasus difteri, sebesar 51% diantaranya tidak mendapatkan vaksinasi. (3) Tahun 2014 Dinas Kesehatan Sumbar menyatakan cakupan imunisasi DPT/HB3 adalah sebanyak 86% sementara target kontak pertama pada tahun 2014 adalah sebanyak 95 %. Pada tahun 2015 cakupan imunisasi DPT/HB3 adalah 78% dimana mengalami penurunan. (8) Berdasarkan profil Kesehatan Kota Padang, cakupan imunisasi DPT- HB3/DPT-HB-Hib3 pada tahun 2014 adalah sebesar 87,1%. Pada tahun 2015 cakupan DPT-HB3/DPT-HB-Hib3 Kota Padang adalah sebesar 78,0% dan pada tahun 2016 sebesar 77,17% dimana mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014. (14) Sedangkan Kota Pariaman cakupan DPT/HB3 tahun 2014 adalah sebesar 98% dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 dengan 102%. Pada tahun 2016 cakupan DPT/HB3 Kota Pariaman mengalami penurunan dimana hanya dapat mencapai 93,03 %. (15) Terjadinya peningkatan kasus difteri juga berkaitan dengan pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap dan keberadaan sarana pelayanan kesehatan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan dalam penularan

6 difteri. Penelitian Isnaniyanti tahun 2016 menyatakan bahwa responden dengan tingkat pendidikan rendah 1,67 kali berisiko menderita difteri dibandingkan responden dengan tingkap pendidikan formal yang lebih tinggi. (12) Pendidikan memiliki peran yang penting dalam menentukan kualitas manusia dengan kata lain bahwa pendidikan ibu yang lebih tinggi seperti tamatan SMA atau Perguruan Tinggi memiliki pemahaman akan pentingnya imunisasi bayi mereka, sehingga bayi mereka diimunisasi dengan lengkap. (16) Penelitian Basuki Kartono tahun 2006 menyatakan bahwa anak dengan ibu yang berpengetahuan rendah tentang imunisasi dan penyakit difteri berisiko menderita difteri pada anak mereka sebanyak 9,826 kali dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang imunisasi dan difteri. (17) Begitupula sikap ibu dimana dalam penelitian Kusuma Scorpia Lestari tahun 2012 menyatakan bahwa sikap ibu tidak setuju memiliki risiko sebesar 1,875 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan sikap setuju. (18) Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Status Imunisasi DPT dengan Kejadian Difteri Di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumusan masalah penelitian yaitu Apakah ada hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018?.

7 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian difteri, status imunisasi DPT, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, pendapatan keluarga dan akses pelayanan kesehatan di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. 2. Mengetahui hubungan antara status imunisasi DPT, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, pendapatan keluarga dan akses pelayanan kesehatan dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. 3. Mengetahui pengaruh pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, pendapatan keluarga dan akses pelayanan kesehatan terhadap hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Untuk menambah wawasan peneliti dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menginformasikan data yang ditemukan serta menjadi bahan acuan ilmiah bagi penelitian selanjutnya dalam mengetahui

8 2. hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman tahun 2017-2018. 3. Sebagai tambahan referensi dan kontribusi wawasan keilmuan dalam pengembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya di bidang epidemiologi. 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Dinas Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan serta menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana kegiatan dalam menanggulangi kejadian difteri. 2. Bagi Institusi Pendidikan Dapat menjadi salah satu referensi bagi peneliti selanjutnya yang juga tertarik dalam meneliti hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman tahun 2017-2018. 3. Bagi Masyarakat Adapun manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah untuk mengetahui hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri sehingga masyarakat dapat melakukan tindakan preventif agar terhindar dari penyakit difteri. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman Tahun 2017-2018. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif dengan menggunakan

9 desain case control. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status imunisasi DPT, variabel dependen adalah kejadian difteri, dan variabel confounding adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, sikap ibu, pendapatan keluarga dan akses pelayanan kesehatan. Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang memiliki anak usia 15 tahun yang merupakan kasus probable dan kasus konfirmasi penyakit difteri di Kota Padang dan Kota Pariaman tahun 2017-2018. Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dan multivariat (stratifikasi).