BAB II TINJAUAN PUSTAKA Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah. Menurut Halim (2007:234), Rasio efektivitas menggambarkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah merupakan bagian dari anggaran daerah, hal ini disebabkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Kebijakan pemerintah pusat yang memberikan kewenangan dalam kebebasan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Sidik et al, 2002) UU No.12 tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan menguatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan kewajiban setiap orang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Krisis ekonomi di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat besar

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi ciri yang paling menonjol dari hubungan keuangan antara pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belanja modal termasuk jenis belanja langsung dan digunakan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah ditandai dengan dikeluarkan Undang-Undang (UU No.22 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Menurut Halim (2007:234), Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah, dengan rumus : Efektifitas = Realisasi Penerimaan PAD Target penerimaan PAD yang ditetapakan Berdasarkan potensi riil 100% Kemampuan daerah dalam menjalankan tugasnya dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik karena semua rencana benar-benar terlaksana dan hal itu berarti bahwa kinerjanya terbukti. 2.1.2. Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari penerimaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah dalam bentuk block grant yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Variabel ini diukur melalui besarnya target DAU yang diperoleh daerah kabupaten/kota pada setiap tahun anggaran.

Menurut Halim (2004 : 160), Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum mempunyai bagian-bagian. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut. 1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi. 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah Kabupaten/Kota. DAU ditetapkan minimal 25% dari penerimaan dalam negeri. 10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk DAU daerah kabupaten/kota. bobot daerah provinsi yang bersangkutan DAU Provinsi = Jumlah DAU seluruh provinsi bobot seluruh daerah provinsi bobot daerah kab atau kota yang bersangkutan DAU Kab/kota =Jumlah DAU seluruh kab atau kota bobot seluruh daerah kab atau kota Menurut Saragih (2003 : 104) Bagi daerah yang relatif minim Sumber Daya Alam (SDA), DAU merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Menurut Saragih (2003 :132) tujuan DAU di samping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan atau equalization kemampuan keuangan pemerintah daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah

miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah yang kaya. Dengan kata lain, tujuan penting Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia. (Kuncoro, 2004 : 30) Mengacu pada PP No.104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Mardiasmo, 2007: 157) tujuan Dana Alokasi Umum (DAU) terutama adalah untuk horizontal equity dan suffeciency. Tujuan horizontal equity merupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan antar daerah. Sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama adalah untuk menutup fiscal gap. 2.1.3 Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat. Menurut Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Alokasi Khusus selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membiayai kebutuhan khusus dengan memperhatikan dana dalam APBN. Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan rumus atau komitmen atau prioritas nasional. 2.1.4. Dana Bagi Hasil (DBH) Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah karena penerimaannya didasarkan atas potensi daerah penghasil sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari pendapatan asli daerah selain dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Oleh karena itu, jika pemerintah daerah menginginkan transfer bagi hasil yang tinggi maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan potensi pajak dan

sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah dapat meningkat. 2.1.5. Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2004 : 20) ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD menurut Halim (2002 : 128) adalah dengan Rasio Kemandirian (otonomi fiskal). Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam

pembangunan daerah. Semakin tinggi tingkat rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen PAD. Semakin tinggi masyarakat yang membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi. 2.1.6. Review Peneliti Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama dan tahun Muliana (2009) Variabel Penelitian 1. Variabel dependen: Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. 2. Variabel Independen: Rasio PAD, DAU, DAK Hasil Penelitian 1. Secara parsial bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat Kemandirian Keuangan Daerah, sedangkan DAU, DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 2. Secara simultan, bahwa Rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.

Ersyad (2011) Julitawati, et al(2012) Marizka (2013) 1. Variabel dependen : Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 2. Variabel Independen : PAD, DAU, DAK. 1. Variabel dependen: Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah 2. Variabel Independen: PAD dan Dana Perimbangan 1. Variabel dependen: Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 2. Variabel Independen : PAD, Dana Bagi Hasil, DAU, DAK. 1. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah 2. DAK dan DAU berpengaruh secara signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, 1. PAD dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif secara simultan terhadap kinerja keuangan pemerintah 2. PAD dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan positif secara parsial masing-masing terhadap kinerja keuangan pemerintah. 1. Secara simultan, bahwa Rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK dan DBH berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 2. Secara parsial PAD berpengaruh

signifikan positif terhadap kemandirian keuangan daerah, DAU berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah, DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap kemandirian keuangan daerah, DBH berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian ini menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil terhadap kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Riau pada tahun 2008-2012. Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Pemerintah daerah yang efektif dalam mengelola pendapatan PAD, maka akan memperbesar atau meningkatkan PAD yang diperoleh sehingga Pemerintah Pusat tidak perlu lagi mengalokasikan dana kepada pemerintah daerah sehingga daerah tersebut dikatakan mandiri. Untuk menyederhanakan pemikiran tersebut dibuat kerangka konseptual berikut.

Variabel Independen Variabel dependen RASIO EFEKTIFITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH (X 1 ) DANA ALOKASI UMUM (X 2 ) DANA ALOKASI KHUSUS (X 3 ) TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Y) DANA BAGI HASIL (X 4 ) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah menjelaskan antara pengaruh variabel dependen dengan variabel independen yang dijelaskan dalam uraian berikut. 1. Penelitian terdahulu menjelaskan Pendapatan Asli Daerah akan mempengaruhi tingkat kemandirian keuangan suatu daerah, bahwa apabila Pendapatan Asli Daerah yang dihasilkan pada suatu daerah tertentu, hal tersebut akan mempengaruhi kemandirian keuangannya sebab jika PAD yang dihasilkan tinggi, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal akan semakin rendah dan membuktikan bahwa daerah tersebut mandiri. PAD yang dihasilkan rendah, maka tingkat

kemandirian keuangannya masih rendah karena daerah tersebut akan bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat. 2. Dana Alokasi umum juga akan berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa apabila DAU yang diterima oleh suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka hal tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAU dari pemerintah pusat. 3. Dana Alokasi Khusus juga berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Dari penelitian sebelumya disebutkan bahwa apabila DAK yang diterima oleh suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan PAD yang dihasilkan daerah tersebut maka hal tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih belum dapat dikatakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung pada DAK dari pemerintah pusat. 4. Dana bagi hasil tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Dana bagi hasil merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki peranan penting dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pemerintah daerah yang menginginkan dana bagi hasil yang tinggi maka harus mengoptimalkan

potensi pajak dan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah, sehingga kontribusi yang diberikan dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah meningkat. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian. H1 : rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus serta Dana Bagi Hasil secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Keuangan Daerah pada pemerintahan Kota/Kabupaten di Riau.