BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan menuju Indonesia sehat adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan lingkungan sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003). Untuk mencapai tujuan kesehatan pembangunan tersebut dilakukan upayaupaya kesehatan. Salah satu upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi program pemerintah diantaranya adalah program pemberantasan penyakit diare yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit diare, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare ( Depkes RI, 2003 ). Hingga saat ini diare merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang karena tingginya angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkan. Diperkirakan insiden diare 1,3 milyar kasus dan 3,2 juta diantaranya meninggal setiap tahunnya pada usia dibawah lima tahun dengan episode diare 3,3 kali pertahun (WHO, 1992). Hasil penelitian Zulhendri (2002), di Kabupaten Solok Sumatera Barat menyimpulkan bahwa penyakit diare disebabkan oleh rendahnya status gizi balita, rendahnya tingkat pengetahuan ibu balita, rendahnya ekonomi, besarnya jumlah
keluarga serta rendahnya tingkat penggunaan air bersih dan kebersihan perorangan. Menurut Irianto (2003), Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan indikator untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan serta mencerminkan kondisi kesehatan lingkungan yang langsung mempengaruhi kesehatan balita. Pada hasil penelitian Sungkapalee (2006), pada tahun 2000 WHO melaporkan bahwa diare merupakan penyebab kematian balita di dunia nomor empat dengan Proportional Mortality Rate (PMR) sebesar 13% setelah ISPA sebesar 19%. Di Thailand pada tahun 2006 diperkirakan bahwa setiap tahun lebih dari 300.000 anak didiagnosa dengan diare dengan insidensi rate 6000 per 100.000 penduduk. Sedangkan menurut Hammad (2005) dalam satu tahun mulai bulan Juni 2002 sampai dengan Mei 2003 di Arab Saudi tercatat 4.458 balita penderita diare dan banyak terjadi pada musim kemarau dengan jumlah 1.527 penderita (34,3%). Di Indonesia tahun 2000 insiden rate diare 301 per 1000 penduduk dengan episode 1-1,5 kali per tahun. Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya penyakit diare antara lain faktor pendidikan, sosial ekonomi, gizi, lingkungan serta perilaku masyarakat. Secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita yaitu sebanyak 55% dari semua golongan umur karena balita merupakan usia yang rentan terhadap penyakit (Depkes RI, 2005). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga ( SKRT ) di Indonesia Tahun 2004 menunjukkan ASDR ( Age Specific Death Rate ) diare adalah sebesar 23 per 100 ribu penduduk untuk dewasa dan ASDR sebesar 75 per 100 ribu penduduk pada balita. Setiap balita rata-rata menderita episode diare sebanyak satu sampai dua kali dalam satu tahun. Selama tahun 2006, sebanyak 41 kabupaten di 16 Provinsi di
Indonesia melaporkan Kejadian Luar Biasa ( KLB ) diare di wilayahnya. Jumlah kasus diare yang dilaporkan, sebanyak 19.980 kasus dan 277 diantaranya menyebabkan kematian dengan CFR sebesar 2,5% ( Depkes RI, 2007 ). Menurut data di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005, penyakit diare menyebabkan kematian pada saat terjadi Kejadian Luar Biasa ( KLB ) di 6 ( enam ) kabupaten yaitu, Kabupaten Deli Serdang dengan Attack Rate ( AR ) sebesar 0,82% dan Case Fatality Rate ( CFR ) sebesar 3,23%, Kabupaten Asahan dengan AR sebesar 0,04% dan CFR sebesar 4%, Kabupaten Labuhan Batu dengan AR sebesar 3,29% dan CFR sebesar 1,62%, Kabupaten Simalungun dengan AR 1,16% dan CFR sebesar 2,6%, Kabupaten Mandailing Natal dengan AR sebesar 1,45% dan CFR sebesar 1,25 %, dan Kabupaten Serdang Bedagai dengan AR sebesar 0,01% ( Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2006). Medan salah satu kota di Sumatera Utara tidak terlepas dari masalah diare karena penyakit ini sering terjadi pada iklim tropis. Dari data profil kesehatan Kota Medan tahun 2005 dilaporkan proporsi penderita diare rawat jalan di puskesmas sebesar 5,8% (45.141) dari 780.706 penderita berbagai penyakit lainnya (Dinkes Kota Medan, 2006). Lama rawatan merupakan keterangan menunjukkan lamanya perawatan terhadap pasien diare di rumah sakit yang berhubungan erat dengan mutu dan efisiensi rumah sakit, agar dapat mewujudkan kepuasan pasien dan keluarga pasien. Dengan mengetahui faktor-faktor terkait dengan lama rawat yang berasal dari dalam maupun luar rumah sakit ( Indradi, 2008 ).
Sedangkan dari data Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2003 kasus diare merupakan urutan pertama dengan proporsi sebesar 17,8% (695) dari 3.911 penderita berbagai jenis penyakit dengan rata- rata lama rawatan < 8 hari dengan mengetahui status gizi penderita diare melalui pengukuran berat badan awal masuk hingga keluar dari rumah sakit yang dipengaruhi oleh faktor- faktor terkait dan rata- rata terjadi peningkatan berat badan mulai dari awal masuk sampai keluar. Melalui adanya upaya yang telah dilaksanakan saat ini sehingga angka kematian akibat diare di rumah sakit, dapat ditekan menjadi kurang dari 3% ( Profil Badan Pelayanan Kes RSU Dr. Pirngadi, 2003 ). Rumah Sakit Ibu dan Anak Badrul Aini dengan Kelas C merupakan salah satu rumah sakit swasta di kota Medan yang menyediakan fasilitas pelayanan diare. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2006 proporsi balita penderita diare sebesar 12, 8% (53 orang) dari 413 orang penderita penyakit lainnya, tahun 2007 proporsi balita penderita diare sebesar 16,5% (72 orang) dari 453 orang penderita penyakit lainnya yang dirawat inap, tahun 2008 proporsi balita penderita diare sebesar 19,8% (90 orang) dari 484 orang penderita penyakit lainnya yang dirawat inap. Kasus diare terjadi peningkatan setiap tahunnya. Sehingga dari keseluruhan balita penderita diare yang dirawat inap pada tahun 2006-2008 yang berjumlah 215 orang mengalami perubahan status gizi yang baik dengan rata-rata lama rawat inap 3 hari dan lama rawatan maksimal 8 hari. Dari gambaran diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.
1.2. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh lama rawatan terhadap perubahan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan tahun 2009-2010. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan tahun 2009-2010. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare, yaitu: umur, jenis kelamin, agama, dan suku. b. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan faktor ibu, yaitu: umur, pendidikan, dan pekerjaan. c. Untuk mengetahui status gizi balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010. d. Untuk mengetahui rata-rata lama rawatan balita penderita diare di RSIA Badrul Aini tahun 2009-2010. e. Untuk mengetahui karakteristik balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010 berdasarkan keadaan sewaktu pulang. f. Untuk mengetahui hubungan antara lama rawatan dengan status gizi pada balita penderita diare di RSIA Badrul Aini Medan Tahun 2009-2010.
1.4. Manfaat Peneliitian a. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSIA Badrul Aini Medan dalam rangka upaya peningkatan pelayanan dan penatalaksanaan terhadap penderita diare. b. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian lain yang sama mengenai diare.