2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perananan bahasa dalam dunia pendidikan sangat penting. Disamping sebagai sarana komunikasi, bahasa juga sebagai bahasa ilmiah. Untuk itu, bahasa khususnya Bahasa Indonesia menjadi mata pelajaran wajib bagi setiap jenjang pendidikan di Indonesia (dari TK sampai perguruan tinggi) dengan porsi jumlah jam tiap minggu sekitar 4-6 jam pelajaran. Dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), disebutkan bahwa lulusan Sekolah Dasar harus memiliki kompetensi: (1) Berkomunikasi secara jelas dan santun (2) Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis dan (3) Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis dan berhitung. Standar Kompetensi Lulusan tersebut kemudian dijabarkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dalam empat aspek pembelajaran bahasa yaitu (1) mendengar, (2) membaca, (3) menulis, dan (4) berbicara. Aspek berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V Sekolah Dasar dijabarkan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut. 1. Semester 1
3 a. Standar Kompetensi: mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan, fakta secara lisan atau tertulis dengan menanggapi suatu persoalan, menceritakan hasil pengamatan atau wawancara. b. Kompetensi Dasar 1) Menanggapi suatu persoalan atau peristiwa dan memberikan saran pemecahannya dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbicara. 2) Menceritakan hasil pengamatan/kunjungan dengan bahasa yang runtut, baik dan benar. 3) Berwawancara sederhana dengan nara sumber ( petani, pedagang, nelayan, karyawan dll) dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbicara. 2. Semester 2 a. Standar Kompetensi : mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan atau tertulis dalam diskusi dan bermain drama. b. Kompetensi Dasar : 1) Mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. 2) Memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi dan ekspresi yang tepat. (Panduan KTSP 2006 : 22) Pada intinya standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut menekankan pada kemampuan siswa dalam berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kemampuan berbahasa sangat menentukan siswa dalam penguasaan
4 ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai mata pelajaran. Dengan demikian kemampuan atau keterampilan berbahasa khususnya Bahasa Indonesia merupakan kebutuhan mutlak bagi siswa di Indonesia. Salah satu bentuk kemampuan berbahasa adalah keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam berbagai situasi dan kondisi. Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi atau bahasa negara, sehingga lulusan Sekolah Dasar dituntut mampu berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam kehidupan seahari-hari maupun dalam pementasan. Mengenai pengertian berbicara, Tarigan (1990) menjelaskan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat di dengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide yang dikombinasikan. Kemampuan berbicara merupakan kemampuan untuk memahami dan memilih kosakata menjadi kalimat. Semakin banyak seseorang memiliki penguasaan kosakata maka akan semakin terampil orang tersebut dalam berbicara. Penguasaan kosakata menjadi faktor utama dalam keterampilan berbicara. Semakin banyak kosakata yang dikuasai siswa, maka akan semakin terampil atau lancar dalam berbicara. Sebaliknya semakin sedikit kosakata yang dikuasainya, maka akan menyulitkan dalam kelancaran berbicara.
5 Kesulitan yang dialami siswa dalam merangkai kalimat terjadi karena proses pembelajaran yang belum benar tentang bagaimana meningkakan penguasaan kosakata untuk keterampilan berbicara. Moris dalam Novia (2002) menyatakan bahwa berbicara merupakan alat komunikasi yang paling alami antara anggota masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan sebagai sebuah bentuk tingkah laku sosial. Lebih jauh Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda. Data SD Negeri 4 Krandegan (daftar nilai Bahasa Indonesia) dalam tiga tahun terakhir, menunjukkan bahwa ± 45% siswa kelas V memiliki nilai yang rendah pada aspek berbicara. Siswa belum terampil dalam berbahasa Indonesia (berbicara) secara baik dan benar. Dalam praktek berbicara seharihari siswa masih sering menyisipkan bahasa Jawa (bahasa daerah). Hal itu disinyalir karena siswa masih kurang dalam penguasaan kosakata bahasa Indonesia. Kenyataan tersebut mengindikasaikan beberapa permasalahan antara lain (1) Rendahnya hasil belajar siswa pada aspek berbicara, (2) Lemahnya keterampilan berbicara siswa secara baik dan benar, (3) Kurangnya penguasaan kosakata yang dimiliki siswa, (4) Lemahnya pembelajaran yang menekankan pada aspek keterampilan berbicara, (5) pembelajaran bahasa Indonesia kurang menekankan pada aspek berbicara. Untuk itu untuk meningkatkan
6 keterampilan berbicara siswa, diperlukam pembelajaran yang lebih mengutamakan penguasaan kosakata untuk mendukung kemampuan siswa agar terampil berbahasa Indonesia. Sebagaimana dikemukakan di atas penguasaan kosakata menjadi sangat penting dalam menunjang keterampilan berbicara siswa (berkomunikasi). Keterbatasan siswa dalam penguasaan kosakata menyebabkan terhambatnya komunikasi siswa atau menjadi kendala siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide atau gagasa-gagasannya kepada orang lain. Dengan demikian, penguasaan kosakata sangat penting bagi siswa, karena kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap proses pembelajaran dan penguasan pengetahuan pada mata pelajaran yang lain. Apabila kondisi sebagaimana tersebut di atas tidak segera diatasi, akan muncul dampak buruk bagi perkembangan belajar siswa, terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkandung dalam berbagai mata pelajaran lain. Mengingat pentingnya penguasaan kosakata bagi siswa, diperlukan proses pembelajaran yang mendukung peningkatan penguasaan kosakata. Dengan demikian pembelajaran yang menekankan penguasaan koasakata menjadi sangat penting dan mendesak. Pemilihan model dan strategi pembelajaran yang tepat dan mendukung peningkatan penguasaan koasakata sangat diperlukan. Pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan kosakata dapat dilakukan dengan berbagai strategi, yang paling umum dan banyak dilakukan adalah dengan banyak membaca, menyimak atau mendengarkan.
7 Variasi bacaan menjadi penting karena bacaan dengan topik yang hampir sama akan memunculkan kosakata yang relatif sama atau sejenis sehingga kurang memberikan kesempatan untuk mendapatkan penambahan kosakata baru. Thorndike dalam teori Connectionism (teori S R) menyatakan bahwa belajar terjadi karena adanya hubungan antara stimulus dan respon, dimana respon akan menjadi stimulus dan mendapat respon lagi dan seterusnya. Belajar merupakan respon terhadap stimulus yang ada (yang diberikan guru). Dalam salah satu hukum belajar (the law of exercise), Thorndike menegaskan bahwa dengan adanya pengulangan-pengulangan yang selalu dikerjakan, maka hubungan antara stimulus dengan respon akan lebih lancar (Dakir, 1986). Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dan dapat menumbuhkan partisipasi aktivitas siswa secara optimal sangat bepengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Salah satu strategi belajar yang menuntut keaktifan dan kemandirian siswa adalah strategi CBSA (cara belajar siswa aktif) dan penemuan proses. Dalam strategi penemuan proses guru dalam menyajikan materi pelajaran tidak dalam bentuk final, tetapi peserta didik (siswa) diberi peluang untuk mencari dan menemukan sendiri dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah (Tabrani, 1989:177). Bertolak dari pandangan bahwa siswa adalah subjek dan objek dalam proses pembelajaran yang memiliki kemampuan dasar untuk berkembang secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya, maka pendekatan yang digunakan dalam strategi penemuan proses adalah pendekatan
8 inquiri-discovery. (Sudjana, 1989:74). Dalam strategi penemuan proses pembelajaran dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar. Peranan guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing dan fasilitator yang memberikan stimulus kepada siswa belajar. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau dalam bentuk kelompok untuk memecahkan permasalahan dengan bimbingan guru (Suparto, 1999:2). Berpijak pada teori di atas, maka untuk mengatasi masalah yang dihadapi siswa dalam belajar, perlu dipilih suatu strategi atau model pembelajaran yang dapat menimbulkan keaktivan belajar siswa dalam bentuk model pembelajaran. Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan kosakata. Dari model pembelajaran yang ada, model pembelajaran yang lazim digunakan untuk kegiatan yang melibatkan semua siswa dengan saling menerima dan memberi adalah kooperatif dan kolaboratif. Dalam penelitian ini penulis akan memilih model pembelajaran kolaboratif untuk meningkatkan penguasaan kosakata. Pertimbangan pemilihan model kolaboratif adalah model pembelajaran kolaboratif (1) lebih menekankan pada pembangunan makna oleh siswa dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar dan (2) lebih jauh dan mendalam bila dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. Apakah model pembelajaran kolaboratif efektif
9 untuk meningkatkan penguasaan kosakata pada siswa kelas V S D Negeri 4 Krandegan Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektif atau tidaknya model pembelajaran kolaboratif dalam meningkatkan penguasaan kosakata pada siswa kelas V S D Negeri 4 Krandegan Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. D. Hipotesis Penelitian. 1. Hipotesis Komparatif: Model Pembelajaran Kolaboratif efektif untuk meningkatkan penguasaan kosakata pada siswa kelas V S D Negeri 4 Krandegan Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. 2. Hipotesis Deskriptif: Penguasaan kosakata siswa kelas V S D Negeri 4 Krandegan Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara, lebih tinggi 85% dari yang diharapkan. 3. Hipotesis Statistik Ho : µ 1 < µ 2 Ha : µ 1 > µ 2 Keterangan: µ 1 : Penguasaan kosakata dengan model pembelajaran kolaboratif
10 µ 2 : Penguasaan kosakata dengan model pembelajaran Konvensional. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap pengembangan pembelajaran di kelas V mata pelajaran Bahasa Indonesia pada khususnya dan bahasa lain pada umumnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat memacu guru untuk terus meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan model maupun media pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V, sehingga pembelajaran bahasa Indonesia akan lebih menarik dan bermakna. a. Bagi siswa Hasil penelitian ini akan memberikan pengalaman mengenai pencarian kosakata melaui model kolaboratif yang menyenangkan. b. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Dasar. c. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang dijabarkan melalui tujuan institusional, kurikuler, standar kompetensi,
11 dan kompetensi dasar melalui tiap mata pelajaran khususnya bahasa Indonesia dapat dicapai oleh siswa dengan memuaskan, baik pencapaian melalui ulangan hingga kelulusan. F. Asumsi dan Keterbatasan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasikan adalah: 1. Siswa tidak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 2. Hasil belajar Bahasa Indonesia pada aspek berbicara rendah. 3. Kurangnya penguasaan kosakata yang dimiliki siswa. 4. Pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan model ceramah 5. Pembelajaran dilakukan secara monoton dan membosankan 6. Dengan kondisi seperti di atas, maka proses pembelajaran tidak kondusif, akibatnya hasil yang dicapai menjadi tidak maksimal. Berdasarkan kenyataan yang ada maka peneliti berasumsi bahwa penggunaan model pembelajaran kolaboratif akan memberi solusi pada proses penguasaan kosakata dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas V SD negeri 4 Krandegan kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Dengan model pembelajaran kolaboratif maka proses pembelajaran akan melibatkan semua siswa, saling bekerja sama, saling belajar sehingga pembelajaran menjadi lebih menarik, bervariasi, dan berlangsung menyenangkan. Dengan pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong siswa untuk belajar lebih aktif, kreatif sehingga hasil yang diperolah akan maksimal.
12 G. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada peningkatan penguasaan kosakata untuk pencapaian hasil belajar aspek berbicara dengan model kolaboratif pada siswa SD Negeri 4 Krandegan, Kecamatan Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Aspek yang ditingkatkan adalah aspek penguasaan kosa kata, pemilihan kosa kata melalui model kolaboratif. Dalam penelitian ini tidak bisa dihindari adanya keterbatasan yang terjadi sehingga beberapa hal tidak bisa peneliti sajikan secara ideal. Karena keterbatasan jangkauan maka sampel yang diteliti dibatasi hanya siswa dua kelas, dimana satu kelas mendapat tindakan / perlakuan sedangkan kelas yang lain berfungsi sebagai kelas kontrol. Penelitian ini juga tidak boleh mengganggu jalannya pembelajaran dengan jadwal yang tersedia, sehingga waktu penelitian dibatasi sedemikian rupa sesuai program pembelajaran yang telah disiapkan. H. Definisi Istilah. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dan yang perlu ditegaskan antara lain adalah: 1. Efektivitas pembelajaran kolaboratif adalah kemampuan metode/strategi pembelajaran kolaboratif dalam membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku siswa menuju yang lebih baik maupun lebih tinggi dari sebelaumnya. Dalam hal ini adalah meningkatnya
13 nilai atau skor yang diperoleh siswa setelah mengalami pembelajaran dengan model tersebut. 2. Pembelajaran Kolaboratif: adalah penerapan model pembelajaran dalam proses pembelajaran di kelas yang dilaksanakan secara bervariasi dan berkelompok, sehingga siswa dapat saling saling berdiskusi dan bertukar pikiran dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bersama dan mencapai tujuan bersama. 3. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang dilaksanakan secara monoton dengan metode ceramah dan pemberian tugas, sehingga siswa tidak aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran atau dengan kata lain siswa hanya sebagai obyek pembelajaran yang hanya mendengarkan dan melaksanakan latihan sosl. 4. Penguasaan kosakata: adalah kemampuan siswa dalam memahami dan menguasai sejumlah kata dalam bahasa Indonesia dan dimengerti maksud dari kata tersebut, sehingga siswa mampu menerapkannya dalam penyusunan kalimat yang baik dan benar. Siswa mengetahui arti kata baik secara terpisah maupun konteks yang lebih luas, bahkan mampu menerapkan kata-kata tersebut dalam kalimat secara tepat baik lisan maupun tertulis.