BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan anak sebenarnya adalah bagian dari pendidikan individu yang

dokumen-dokumen yang mirip
Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Islam adalah Agama yang ditetapkan Allah SWT untuk manusia, segala

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

Lingkungan Mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. yang juga memiliki kedudukan yang sangat penting. Akhlak merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. dengan nafsu makan dan minum. Seperti hasrat-hasrat lain yang Allah ciptakan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Semakin maju peradaban manusia, maka masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

PANDANGAN ISLAM TENTANG HAK KESEHATAN SEKSUAL DAN REPRODUKSI. Oleh: Duski Samad. Ketua MUI Kota Padang

Munakahat ZULKIFLI, MA

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I. Seks dan Problematikanya. A. Pendahuluan

BAB IV MAKNA IDEAL AYAT DAN KONTEKSTUALISASINYA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, SARAN-SARAN DAN PENUTUP. 1. Pendapat Para Mufassir tentang Q.S. Al-Mu minun Ayat 1-9

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Inilah sebabnya mengapa Islam sangat memperhatikan masalah keluarga dari pada

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I. perkembangan, yaitu fase remaja. Remaja (Adolescence) di artikan sebagai masa

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, pada tahun 2010 tercatat 48 % kekerasan terjadi pada anak,

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

NOMOR : U-287 TAHUN Bismillahirohmanirohimi. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, setelah : MENIMBANG :

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG FAKTOR FAKTOR YANG MELATAR BELAKANGI PERNIKAHAN WANITA HAMIL

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

Bab 3 Peran Sentral Guru PAI Dalam Memberdayakan Sekolah Sebagai Pusat Pembangunan Karakter Bangsa

Bab 4 Belajar Mendirikan Shalat Berlatih Akhlak Mulia Membangun Kesejahteraan Umat

BAB V PENUTUP. dalam buku At Tarbiyah al jinsiyyah lil athfal wa al balighin maka dapat. 1. Konsep pendidikan seks dalam islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB IV PERBANDINGAN PEMIKIRAN ABDULLAH NASHIH ULWAN DAN B.F. SKINNER SERTA RELEVANSI PEMIKIRAN KEDUA TOKOH TERSEBUT TENTANG HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

SURAT TERBUKA UNTUK WANITA YANG BEKERJA BERSAMA LAKI-LAKI

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

BAB I PENDAHULUAN. keshalehan akan sangat bergantung kepada pendidikan masa kecilnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hanya sesuatu yang bersifat biologis dan fisik, tetapi semata juga merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MBAREP DI DESA KETEGAN KECAMATAN TANGGULANGIN

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

Oleh : TIM DOSEN SPAI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. suci atau jalinan ikatan yang hakiki antara pasangan suami istri. Hanya melalui

Data terkini milik Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada tahun 2010 menunjukkan, 51% remaja di Jabodetabek telah melakukan seks

BAB I PENDAHULUAN. untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1

BAB V PENUTUP. a. Kurangnya perhatian orang tau terhadap anak. yang bergaul secara bebas karena tidak ada yang melarang-larang mereka

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISA. dalam jenis paguyuban atau gemeinschaft, tepatnya paguyuban karena solidaritas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyesuaian diri manusia. Pada saat manusia belum dapat menyesuaikan diri

BAB I PENDAHULUAN. ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi masa depan bangsa yang harus dijaga

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai 19 tahun. Istilah pubertas juga selalu menunjukan bahwa seseorang sedang

BAB IV. Setelah mempelajari putusan Pengadilan Agama Sidoarjo No. 2355/Pdt.G/2011/PA.Sda tentang izin poligami, penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi sangat penting setelah selama ribuan tahun perempuan berada. ideologi yang mendunia dan dianggap kodrat Tuhan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, Sehingga Tuhan

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

Tauhid Yang Pertama dan Utama

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

Pendidikan Agama Katolik

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang dipilih manusia dengan tujuan agar dapat merasakan ketentraman dan

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa.

BAB IV ANALISIS DATA. Pengetahuan tentang peran wanita. Oleh karena perbedaan fisik dan psikis, maka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang mereka tinggali sekarang ini contohnya dari segi sosial, budaya, ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. panjang. Ini adalah kesempatan yang paling penting bagi seorang

HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI-ISTRI Dr. Yusuf Al-Qardhawi. Pertanyaan:

Opini Edisi 5 : Tentang Seksualitas: Masyarakat Sering Menggunakan Standar Ganda

BAB I PENDAHULUAN. bersifat fisik maupun rohani (Ahid, 2010: 99). Beberapa orang juga

I. PENDAHULUAN. Allah Swt menurunkan kitab-kitab kepada para Rasul-Nya yang wajib diketahui dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

ANTARA PRIA DAN WANITA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak sebenarnya adalah bagian dari pendidikan individu yang di dalam agama Islam berupaya mempersiapkannya dan membentuknya agar menjadi masyarakat yang bermanfaat dan manusia yang salih dalam kehidupan ini. Pendidikan anak pada dasarnya adalah fondasi untuk menyiapkan individu yang salih yang siap memikul tanggung jawab dan beban-beban hidup ( Ulwan, 2012: xxi). Seks bukan merupakan sesuatu yang kotor, seperti yang diajarkan dalam kebanyakan budaya. Seks merupakan berkah dari Tuhan kepada manusia. Islam memberikan kerangka aturan untuk menikmati berkah Allah ini, yang tidak hanya diberikan untuk mendapatkan keturunan. Islam tidak memandang rendah seks pada status nafsu dalam daging, penuh dosa, yang harus dikuasai oleh jiwa melainkan bagian yang terpenting dalam kehidupan pernikahan. (Irianto, 2014: 118). Islam merupakan pegangan hidup yang menyeluruh. Masing-masing harus dilihat dalam konteks keseluruhan. Islam mengajarkan kehidupan pernikahan dan kehidupan keluarga sebagai bentuk dari beribadah kepada Allah. Kehidupan seksual tidak dapat dilepaskan dari kehidupan pernikahan. Islam memberikan pendidikan seksual yang mengajar dan mengontrol perilaku umat Islam (Irianto, 2014: 124). Islam menganggap seks sebagai sesuatu yang serius, dan harus dipertahankan. Seks bukan merupakan sesuatu untuk main- 1

2 main atau semata-mata untuk mendapatkan kesenangan. (Irianto, 2014: 125).. Seks merupakan masalah yang memengaruhi perilaku dan kesehatan manusia. Pengetahuan tentang masalah seksual, hubungan seksual dan penciptaan janin manusia, nutfah dan komposisinya menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi alat seksual dan reproduksi yang dibahas dalam Islam (Irianto, 2014: 125). Safrudin Aziz (2015: 5) menjelaskan bahwa: Perilaku free sex yang sering dilakukan orang dewasa yang telah berstatus menikah juga muncul sebagai akibat atas kekurang harmonisan pasangan dalam rumah tangga atau kurang puasnya terhadap servis yang diberikan oleh setiap pasangannya. Hal tersebut memunculkan kemarahan, saling menyalahkan terhadap pasangan, sehingga akhirnya menimbulkan perilaku perselingkuhan. Disamping memang kesengajaan mengumbar nafsu seks serta kepentingan politik. Mencermati kasus tersebut diatas, pendidikan seks sampai kapanpun menjadi sebuah keniscayaan. Sebab pendidikan seks diberikan sedini mungkin berdasarkan pertimbangan ahli psikoanalisa bahwa pengaruh yang baik ataupun tidak baik akan mempengaruhi karakter anak di tahun-tahun pertama. Sehingga pendidikan yang salah akan dapat mempengaruhi perkembangan berbagai bentuk penyimpangan seksual pada masa-masa berikutnya. Pendidikan seks anak yang diberikan sejak sedini mungkin dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak-anak sehingga lebih positif sehingga tidak akan adanya timbul perilaku yang mendekati zina Al-Qur an menjelaskan tentang larangan berbuat zina sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Isrā : 32 Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk

3 Dalam bentuk ayat diatas, tidak ada alasan untuk menghindari pendidikan seks. Perasaan malu yang timbul bagi orang tua muslim untuk mengajarkan masalah seksual pada anak-anaknya lebih timbul karena dorongan budaya bukan agama. Lebih baik jika generasi muda mendapatkan pengajaran yang sesuai daripada mendapatkannya dari sumber yang tidk bertanggung jawab yang memberikan perasaan bersalah pada tempatnya. Pendidikan seks dapat dimulai oleh orang tua muslim di rumah. Selain itu, pendidikan seks dapat diberikan dalam bentuk penyuluhan atau kurikulum sekolah. Tidak ada kesulitan dalam memberikan pendidikan seks selama diberikan dalam perspektif Islam (Irianto, 2014: 118-119). Pendidikan seks seharusnya didapat dari orang-orang yang memiliki tanggung jawab moral atas perilaku dan kesehatan seksual. Sumber informasi yang tidak bertanggung jawab dapat memberikan pesan yang menyesatkan. Pendidikan seksual yang sesuai dengan ajaran Islam harus diajarkan dari, oleh dan untuk umat Islam (Irianto, 2014: 127). Krisis moralitas seksual yang terjadi dewasa ini sudah sangat memprihatinkan. Hampir tidak ada ruang kosong yang tersisa dalam kehidupan ini yang terbebas dari persoalan penyimpangan seksual. Setiap hari dengan beragam informasi yang menyayat hati seputar perilaku anak manusia dalam memenuhi hajat biologisnya yang tidak hanya jauh dari norma-norma sosial dan agama, bahkan sudah menafikan kodrat kemanusiaannya (Junaedi, 2016: 105). Pendidikan seks dalam perspektif Islam merupakan upaya penting untuk menanamkan niliai-nilai seksual Islam. Program pendidikan seks tersebut

4 harus dilakukan secara terpadu. Pendidikan seks dalam Islam harus dimulai di rumah. Seorang ayah dapat mengajari anak laki-lakinya, seorang ibu seharusnya dapat mengajari anak perempuannya. Jika orang tua tidak ada maka pilihan selanjutnya adalah guru muslim dengan jenis kelamin sama (Irianto, 2014: 131). Pendidikan seks mutlak diperlukan dalam rentang usia manusia. Sejak terlahir, setiap manusia mempunyai perangkat yang berkaitan dengan reproduksi sehingga mau tidak mau, ilmu tentang memahami seksualitas secara benar sangat diperlukan. Konteks remaja, pendidikan seks tidak hanya mengajarkan anak bagaimana cara berhubungan seksual antara laki-laki dan perempuan. Walaupun ujung-ujungnya memang hubungan suami istri, namun pendidikan seks ini menyadarkan anak pada jenis kelamin yang dimilikinya. Kelak jika masanya tiba, ia mengemban tugas sebagai ayah dan ibu yang siap melakukan reproduksi sehingga terlahir anak-anak di bawah ikatan tali pernikahan yang suci (Chomaria, 2012 ix-x). Pendidikan seks tidak hanya pengetahuan tentang anatomi dan fisik tubuh manusia, perilaku seks, reproduksi dan kehidupan keluarga, pencegahan infeksi menular seksual atau kehamilan yang tidak diinginkan. Pendidikan seks bukan merupakan pembolehan untuk melakukan hubungan seks yang dilakukan dengan aman. Perspektif Islam, pendidikan seks saat ini diajarkan di sekolah umum, tidak lengkap. Kurikulum pendidikan seks tidak mencakup moralitas berkaitan dengan perilaku seksual, kelainan, penyimpangan perilaku seksual, dan institusi pernikahan (Irianto, 2014: 124).

5 Pendidikan seks adalah memberikan pengajaran, pengertian, dan keterangan yang jelas kepada anak ketika sudah memahami hal-hal yang berkaitan dengan hidupnya, sehingga tahu mana yang halal dan haram, dan sudah terbiasa dengan akhlak Islam. Pendidikan seks yang harus diperhatikan oleh pendidik memiliki beberapa fase sebagai berikut: 1. Usia antara 7-10 tahun, dinamakan dengan kanak-kanak usia akhir (tamyiz): anak-anak yang diajarkan etika meminta izin untuk masuk ke kamar orang tua dan orang lain dan etika melihat lawan jenis. 2. Usia antara 10-14 tahun dinamakan usia remaja: anak diajarkan dari segala hal yang mengarah kepada seks. 3. Usia antara 14-16 tahun dinamakan usia balig: anak diajarkan tentang etika berhubungan badan ketika sudah siap untuk menikah. 4. Usia setelah balig yang dinamakan dengan usia pemuda/ pemudi yaitu anak diajarkan tentang cara-cara menjaga kehormatan dan menahan diri ketika belum mampu untuk menikah. Pendidikan seks yang harus diajarkan oleh pendidik dilakukan dengan memberikan perintah dan arahan yang baik tentang seks sesuai syariat Islam berupa materi dan metode pendidikan seks. (Ulwan, 2012: 423). Tanggung jawab pendidikan seks itu sangat diperlukan oleh pendidik untuk anaknya terutama yang sudah memasuki usia remaja supaya anak bisa terobati kecenderungannya terhadap seks, dapat mencegah perbuatan keji pada masa remaja, mengajarkannya dasar-dasar hubungan seksual jika telah memasuki usia balig dan akan memasuki masa pernikahan (Ulwan, 2012: xxx).

6 Pada masa remaja, anak dididik tentang adab bersuci jika memang belum mampu melakukan pernikahan. Sebelum pendidik mengajarkan kepada anaknya, supaya pendidik mendapatkan teladan yang baik kepadanya yang berhak mendapatkan pendidikan. setelah itu berupaya mengajarkannya kepada anak, sehingga dapat tumbuh di atas akidah yang benar, Islam yang sempurna dan akhlak yang luhur (Iqbal, 2015: 223-224). Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat judul tentang Pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang Materi dan Metode Pendidikan Seks Anak Usia Remaja dalam Kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām. Alasan peneliti tertarik untuk meneliti pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām adalah konsep Ulwan didasarkan pada epistemologi komprehensif dengan metode deduktif yang kebenaran wahyu bersifat universal, sangat berbeda pada pemikiran barat yang kebenarannya temporal sehingga kajian pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām perlu dilakukan. Sebagaimana dalam Q.S Al-Mu minun: 5-7 yang merupakan dalil yang diungkapkan oleh Ulwan (2012: 502) yang menceritakan tentang pendidikan seks 5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

7 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki[994]; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceia. 7. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. [994] Maksudnya: budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. dalam peperangan dengan orangorang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. imam boleh melarang kebiasaan ini. Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersama-samanya. [995] Maksudnya: zina, homoseksual, dan sebagainya. Dalil tersebut diatas merupakan salah satu dalil yang kebenaran wahyunya bersifat universal didasarkan pada epistemologi komprehensif dengan metode deduktif. Sedangkan pemikiran Barat yang bersifat temporal maksudnya pemikiran antara pemikir Barat yang satu dengan yang lain berbeda-beda dan ada kecenderungan berubah-ubah sesuai dengan keadaan zaman. Buktinya adalah menurut Lickona (2013: 483) pendidikan seks merupakan topik yang banyak diperdebatkan dalam semua pendidikan nilai. Namun ditengah-tengah pertikaian yang terjadi atas permasalahan ini ada satu konsensus, yaitu pendidikan seksual ditentukan oleh nilai, bukan pengetahuan belaka. Akibatnya, pendidikan seks harus mendidik orang muda tentang dimensi moral tindakan seks. Sedangkan menurut Reiss (2006: 2) pendidikan

8 seks tanpa didasari dengan pendapat nilai, meski nilai yang diajarkan tidak selalu diberikan dalam suatu bentuk khusus dan menjadi subyek sebuah refleksi. Berdasarkan pembuktian tersebut antara pendapat Reiss dengan Lickona berbeda dan adanya perubahan tentang pernnyataan pendidikan seks yang terdapat dalam pendidikan nilai. Reiss yang lebih dahulu menyatakan pendidikan seks tanpa didasari dengan nilai tidak selalu diajarkan dalam suatu bentuk khusus dan menjadi subyek refleksi dengan kemudian Lickona menyatakan terdapat banyak topik perdebatan mengenai pendidikan seks dalam semua pendidikan nilai. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya: 1. Bagaimana pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang materi pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām? 2. Bagaimana pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang metode pendidikan seks anak usia remaja dalam kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām? 3. Bagaimana relevansi pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks dengan pendidikan Islam saat ini di Indonesia?

9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan tentang materi dan metode pendidikan seks untuk anak usia remaja dalam Tarbiyatul Aulād Fil Islām dan menerapkannya pada kondisi saat ini dalam kehidupan sehari-hari. 2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah menambah wawasan dan khazanah keilmuan mengenai materi dan metode pendidikan seks anak usia remaja pemikiran DR. Abdullah Nashih Ulwan didalam Kitab Tarbiyatul Aulād Fil Islām. b. Secara Praktis Manfaat penelitian ini secara praktis adalah untuk menambah wawasan pengetahuan orang tua dan pendidik lain dan bagi pihakpihak lain yang berkompeten dalam bidang pendidikan, terutama dalam pendidikan seks anak usia remaja.