BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Manajemen Laba 2.1.1.1. Pengertian Manajemen Laba Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai intervensi manajemen dengan sengaja dalam proses penentuan laba, biasanya untuk memenuhi tujuan pribadi (Schipper, 1989 dalam Jones dan Sharma, 2001 : 21). Proses ini mencakup mempercantik laporan keuangan, terutama laba. Sugiri (1998) dalam Ma ruf (2006 : 17) membagi definisi manajemen labamenjadi dua, yaitu: a. Definisi Sempit Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya laba. b. Definisi Luas Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas
suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut. Manajemen laba menjadi masalah karena mencerminkan keputusan usaha yang sering kali mengurangi kekayaan pemegang saham. Menurut Sulistiawan et al (2011 : 19) earnings management disebut juga dengan creative accounting, yaitu aktivitas badan usaha yang memanfaatkan teknik dan kebijakkan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Dalam hal ini, hasil yang diinginkan oleh penyusun laporan keuangan (pengelola perusahaan dengan bantuan akutan) dapat berupaya menyajikan nilai laba atau aset yang lebih tinggi atau lebih rendah, tergantung pada motivasi mereka melakukannya. Healy dan Wahlen (1998) dalam Jones dan Sharma (2001 : 21) mendefinisikan earnings management sebagai earnings management occurs when managers use judgement in financial reporting and structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholders about the underlying economics performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers yang artinya bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan keputusan dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah
laporan keuangan dengan salah satu tujuannya menyesatkan beberapa pemegang saham mengenai pokok kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang berdasarkan nilai keuangan yang dilaporkan. 2.1.1.2. Strategi Manajemen Laba Subramanyam dan Wild (2010:131) manajemen laba terbagi atas tiga jenis strategi, antara lain : 1. Meningkatkan laba (increasing income), manajer dapat meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik. Selain itu, cara ini dapat membantu perusahaan untuk meningkatkan laba selama beberapa periode kedepan. 2. Big Bath, strategi ini dilakukan pada saat mengalami kinerja yang buruk (kemunduran kinerja) atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan manajemen, merger, atau restrukturisasi. Makanya big bath ini sifatnya tidak biasa dan tidak berulang. 3. Perataan laba, merupakan bentuk umum dari manajemen laba. Pada strategi ini manajer dengan sengaja meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya
(gejolak dalam pelaporan laba), sehingga perusahaan terlihat stabil. 2.1.1.3. Motivasi Manajemen Laba Ada beberapa motivasi yang mendorong manajer dalam melakukan manajemen laba, yaitu : 1. Rencana Bonus (Bonus Plan) Indikator penilaian prestasi manajer suatu perusahaan biasanya dilihat dari laba, motivasi bonus plan ini dilakukan dengan cara manajer akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dalam periode tertentu dengan tujuan untuk memaksimalkan bonus yang akan diterimanya. 2. Kontrak Utang Jangka Panjang (Debt Covenant) Apabila semakin dekat suatu perusahaan terhadap waktu pelanggaran perjanjian utangnya, maka manajer cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Motivasi Politik (Political Motivations) Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Hal
ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. 4. Motivasi perpajakan (Taxation motivation) Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan (manajer) menurunkan laba yang dilaporkan. Tujuannya karena agar dapat meminimalkan atau mengurangi jumlah beban pajak yang harus dibayar. 5. Pergantian CEO (Chic/Executive Officer) Dalam kasus pergantian CEO baik CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya akan berakhir biasanya akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. 6. Penawaran saham perdana (Initial public offering) Pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Tujuannya adalah para manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan agar dapat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor.
2.1.1.4. Mekanisme Manajemen Laba Subramanyam dan Wild (2010 : 133) menjelaskan bahwa ada dua metode utama manajemen laba, antara lain : 1. Pemindahan Laba Bentuk manajemen laba ini adalah pemindahan laba yang dilakukan dari satu periode ke periode lainnya dengan cara mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan atau beban. 2. Manajemen Laba melalui Klasifikasi Laba juga dapat ditentukan dengan secara khusus mengklasifikasikan beban (dan pendapatan) pada bagian tertentu laporan laba rugi. Bentuk umum dari manajemen laba melalui klasifikasi ini adalah memindahkan beban di bawah garis, atau melaporkan beban pada pos luar biasa dan tidak berulang. 2.1.2. Arus Kas Bebas 2.1.2.1. Pengertian Arus Kas Bebas Arus kas bebas adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam aset tetap, produk baru dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Lebih spesifik lagi, nilai operasi suatu perusahaan akan bergantung pada perkiraan arus kas bebas masa depannya (free cash flow-fcf), yang dinyatakan sebagai laba operasi
setelah pajak dikurangi investasi dalam modal kerja dan aset tetap yang dibutuhkan untuk mempertahankan usaha. Oleh karena itu, manajer membuat perusahaannya menjadi lebih bernilai dengan meningkatkan arus kas bebasnya (Brigham dan Houston, 2010 : 109). Jensen (1986) dalam Rosdini (2009 : 2) mendefinisikan arus kas bebas sebagai aliran kas yang merupakan kelebihan dana kas yang mana digunakan untuk mendanai seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Menurut Jensen bahwa manajer memiliki insentif untuk memperbesar perusahaan melalui ukuran optimalnya, sehingga mereka tetap melakukan investasi meskipun memberikan nilai sekarang bersih negatif dengan menggunakana dana yang dihasilkan dari aliran kas bebas. Arus kas bebas merupakan salah satu unsur penting dalam penilaian perusahaan yang mana menggambarkan seberapa besar kas tersedia untuk dibagikan kepada investor. Arus kas bebas berbeda dengan laba bersih, diantaranya yaitu : (1) semua biaya (expense) non kas ditambahkan kembali ke laba bersih untuk mendapatkan aliran kas dari operasi, sehingga kemungkinan besar laba yang dilaporkan lebih rendah dari aliran kas, dan (2) arus kas bebas terhadap ekuitas merupakan arus kas residual setelah memenuhi pengeluaran modal dan modal kerja yang dibutuhkan, sedangkan laba bersih tidak mencakup keduanya.
Menurut White et.al (2003) dalam Rosdini (2009 : 2) mendefinisikan arus kas bebas sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Arus kas bebasdapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (growth-oriented), pembayaran utang, dan pembayaran kepada pemegang saham. Semakin besar arus kas bebas yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk mendanai pertumbuhan internal, melunasi utang, dan dividen. 2.1.2.2. Fungsi Arus Kas Bebas Perusahaan yang tidak memiliki arus kas bebas tidak akan mampu untuk mempertahankan kapasitas produksi saat ini atau membayar dividen kepada pemegang saham. Arus kas bebas ini dapat diukur dengan membagi arus kas bebas dengan total asset, tujuannya agar arus kas bebas lebih comparable dengan perusahaan yang disajikan sampel sehingga perhitungan arus kas bebas menjadi lebih relatif terhadap size perusahaan, dalam hal ini diukur dengan total asset (Rosdini, 2009 : 6).
Menurut Ross et.al (2000) dalam Rosdini (2009 : 6), arus kas bebas dapat diukur dengan rumus sebagai berikut : Arus Kas Bebas = Arus Kas Operasi - Investasi dalam Operasi Keterangan : Arus Kas Operasi = NOPAT + Penyusutan dan Amortisasi NOPAT = EBIT (1 Tarif Pajak) (Laba Operasi Bersih) Investasi Dalam Operasi Pengeluaran Modal = Pengeluaran Modal + Modal Kerja Operasi Bersih = Aset tetap periode ke-t Aset tetap periode ke-t-1 Modal Kerja Operasi = Total Aset Lancar -Total Kewajiban Bersih Lancar Tanpa Bunga 2.1.3. Leverage Keuangan 2.1.3.1. Pengertian Leverage Keuangan Leverage keuangan mengacu pada penggunaan sekuritas yang memberikan penghasilan tetap yaitu utang dan saham preferen. Leverage keuangan digunakan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan sampai sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap digunakan dalam struktur modal perusahaan. Menurut Sadalia (2010 :
129) menyatakan bahwa leverage keuangan menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajiban-kewajiban keuangan yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan EBIT terhadap pendapatan per lembar saham biasa. Sedangkan menurut Sartono (2001 : 263) leverage keuangan merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Leverage keuangan berkenaan dengan hubungan antara pendapatan sebelum pembayaran bunga dan pajak (EBIT) dengan pendapatan yang tersedia bagi para pemegang saham biasa atau sampai dengan pendapatan per lembar saham (earning per share atau EPS) (Syamsuddin, 2007 : 90). Leverage penting untuk dianalisis karena leverage berkaitan dengan kinerja perusahaan (Weill, 2000 dalam Sugiri dan Abdullah, 2003 : 15) 2.1.3.2. Fungsi Leverage Keuangan Pembiayaan perusahaan melalui utang bertujuan untuk meningkatkan return bagi pemegang saham, namun leverage keuangan juga berpotensi terhadap besarnya resiko yang dihadapi oleh investor jika beban tetap yang harus dibayar perusahaan atas utang-utangnya lebih besar dari laba yang diperolehnya. Konsekuensinya, perusahaan mengalami financial distress yang dapat mengakibatkan kebangkrutan.
Perusahaan akan mengalami default apabila arus kas dari operasi tidak mencukupi untuk menutupi biaya bunganya dalam pembiayaan melalui utang. Leverage keuangan timbul apabila perusahaan menggunakan utang jangka panjang dengan bunga tetap untuk membiayai investasinya. Leverage keuangan menunjukkan sampai seberapa banyak sekuritas berpendapatan tetap digunakan dalam struktur modal perusahaan. Resiko tambahan yang ditanggung pemegang saham biasa sebagai akibat dari penggunaan leverage keuangan disebut dengan resiko keuangan atau financial risk. Dalam mengukur leverage keuangan digunakan leverage ratio, hal ini berdasarkan beberapa peneliti sebelumnya yang menggunakan leverage ratio yaitu debt ratio yang mana total utang dibagi dengan total aset untuk mengukur leverage keuangan. Leverage ratio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh utang-utangnya atau dengan kata lain untuk mengetahui bagaimana perusahaan mendanai kegiatan usahanya apakah lebih banyak menggunakan utang atau ekuitas.
2.1.3.3. Jenis-Jenis Leverage Ratio Menurut Syahyunan (2004 : 84) leverage ratio dikelompokkan dalam beberapa macam, antara lain : 1. Debt ratio Debt ratio mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Debt Ratio = Total Utang Total Aktiva Semakin tinggi debt ratio maka semakin besar jumlah utang yang digunakan untuk menjalankan perusahaan. Namun semakin tinggi rasio ini maka semakin besar resiko yang dihadapi dan rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva. 2. Debt to Equity Ratio Debt to equity ratio merupakan perbandingan antara hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Debt to Equity Ratio = Total Utang Total Modal Sendiri (Ekuitas)
Apabila debt to equity ratio ini semakin rendah maka komposisi hutang terhadap ekuitas (modal sendiri) relatif aman dan resiko yang dihadapi juga rendah. 3. Time Interest Earned Ratio Time Interest Earned Ratio ini adalah rasio antara laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan beban bunga. Time Interest Earned Ratio = EBIT Beban Bunga Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya berupa bunga atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga. Semakin tinggi nilai time interest earned ratio maka semakin baik kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman. 4. Fixed Charge Coverage Ratio Fixed charge coverage ratio ini mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran dividen saham preferen, bunga, angsuran pinjaman, dan sewa.
Fixed Charge Coverage Ratio = EBIT + Beban Bunga + Pembayaran Sewa Beban Bunga + Pembayaran Sewa Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage Ratio juga mengukur resiko yaitu semakin rendah nilai rasionya maka semakin tinggi resikonya baik bagi pemilik maupun bagi kreditor. 5. Debt Service Coverage Debt Service Coverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman. EBIT Debt Service Coverage = Bunga + Sewa + angsuran pokok pinjaman (1 - Tarif Pajak) Seperti halnya Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage Ratio, Debt Service Coverage ini juga mengukur tingkat resiko (risk). Semakin rendah rasio yang diperoleh maka semakin besar resiko yang dihadapi oleh para kreditur dalam artian bahwa kemungkinan untuk tidak dibayarnya bunga dan pinjaman pokoknya semakin besar. 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama No Peneliti 1 Manurung (2010) Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh Arus Variabel Independen: Pada perusahaan bertumbuh, Kas Bebas dan Arus Kas Bebas dan arus kas bebas berpengaruh Leverage Leverage Keuangan positif dan signifikan Keuangan terhadap manajemen laba Terhadap Variabel Dependen : dan leverage keuangan Manajemen Laba Manajemen Laba berpengaruh negatif dan Pada Perusahaan signifikan terhadap Bertumbuh dan manajemen laba, sedangkan Tidak Bertumbuh pada perusahaan tidak bertumbuh, arus kas bebas berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen laba dan leverage keuangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Sugiri dan Pengaruh Free Variabel Independen Free cash flow berpengaruh 2 Abdullah Cash Flow, Set : positif yang signifikan (2003) Kesempatan Free Cash Flow, Set terhadap manajemen laba, Investasi, dan Kesempatan Investasi leverage finansial Leverage dan Leverage berpengaruh negatif yang
Finansial Finansial signifikan terhadap Terhadap manajemen laba dan set Manajemen Laba Variabel Dependen : kesempatan investasi tidak Manajemen Laba mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. 3 Jones dan The Impact of Variabel Independen: Manajemen laba dapat Sharma Free Cash Flow, Leverage Finan cial dikaitkan dengan faktor FCF (2001) Financial and Free Cash Flow dan pertumbuhan dalam Leverage and konteks old and new Accounting Variabel Dependen : economy. Ditemukan bahwa Regulation on Earnings perusahaan-perusahaan new Earnings Management economies (pertumbuhan Management in tinggi dan FCF rendah) Autralia s Old memiliki karakteristik and New berbeda dari perusahaan- Economies perusahaan old economies (pertumbuhan rendah dan FCF tinggi) dan adanya hubungan yang signifikan antara accruals dengan FCF, hal ini berbeda dengan sebelumnya bahwa new economies companies cenderung memiliki laba akuntansi lebih rendah dan melakukan manajemen laba (discretionary accruals) yang lebih tinggi.
4 Faradhilla Pengaruh Free Variabel Independen: Free cash flow dan ukuran (2010) Cash Flow, Free Cash Flow, perusahaan berpengaruh Investment Investment positif secara signifikan Opportunity Set, Opportunity Set, terhadap manajemen laba, Financial Financial Leverage leverage keuangan Leverage, Firm dan Firm Size berpengaruh negatif yang Size Terhadap signifikan terhadap Manajemen Laba Variabel Dependen : manajemen laba dan IOS Manajemen Laba tidak berpengaruh positif yang signifikan terhadap manajemen laba. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara simultan free cash flow, ukuran perusahaan, leverage keuangan dan IOS mempunyai pengaruh yang signifikan trehadap manajemen laba. 5 Ma ruf Analisis Faktor- Variabel Independen Berdasarkan tahun (2006) Faktor yang : pengamatan 2000 sampai Mempengaruhi Jumlah Dewan dengan tahun 2003, hasil dari Manajemen Laba Direksi, Reputasi penelitian ini menunjukkan Pada Perusahaan Auditor, Leveragedan hanya reputasi auditor saja Go Publik Persentase Saham yang memiliki pengaruh Di Bursa Efek yang Ditawarkan terhadap manajemen laba Jakarta Kepada Publik saat sedangkan leverage tidak IPO mempunyai pengaruh signifikan terhadap Variabel Dependen : manajemen laba dan hal ini
Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2012 Manajemen Laba berarti manajemen laba berkaitan erat dengan auditor independen yang mengaudit perusahaan. 2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian teori di atas dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut : Free Cash Flow (X 1 ) H 1 H 3 Manajemen Laba (Y) Leverage Keuangan (X 2 ) H 2 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 menjelaskan tentang pengaruh arus kas bebas dan leverage keuangan terhadap manajemen laba. Arus kas bebas merupakan arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan seluruh investasi dalam aset tetap,
produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Brigham dan Houston, 2010 : 109). Oleh karena itu, manajer membuat perusahaannya menjadi lebih bernilai dengan meningkatkan arus kas bebasnya. Adanya arus kas bebas yang tinggi menyebabkan manajer merencanakan investasi dengan menggunakan dana tersebut untuk memaksimalkan laba daripada membagikannya kepada investor dalam bentuk dividen. Besar kecilnya pendanaan perusahaan yang berasal dari utang merupakan cerminan tingkat leverage keuangan dari suatu perusahaan. Semakin besar utang dalam suatu perusahaan maka leverage keuangan juga semakin besar. Adanya beberapa alternatif investasi ini menyebabkan manajer melakukan pengkombinasian investasi tersebut supaya memperoleh laba yang maksimal. Sumber pendanaan investasi dapat berasal dari leverage keuangan maupun dari arus kas bebas sehingga diperlukan adanya suatu pengkombinasian yang baik antara leverage keuangan dengan arus kas bebas dalam pendanaan investasi agar diperoleh laba yang maksimal dan tingkat resiko yang lebih rendah. Inilah yang menyebabkan mengapa kegiatan manajemen laba cenderung dilakukan oleh para manajer dengan tujuan agar laporan keuangan perusahaan menunjukkan profitabilitas yang tinggi sehingga akan menarik minat para pemegang saham. Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian adalah dari tahun 2008 sampai dengan 2011 pada perusahaan properti dan real estat
2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu rumusan masalah yang masih harus dibuktikan kebenarannya melalui hasil penelitian. Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis penelitian ini yaitu arus kas bebas dan leverage keuanganberpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan properti dan real estat yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.