BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini atau Taman Kanak-kanak pada hakekatnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebagai pendidikan yang. diselenggarakan sebelum pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang diharapkan. Sadar pentingnya ketrampilan proses sains pada anak akan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini sangat perlu, hal ini dikarenakan pada usia itu

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Betty Sugiharti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa hipotesis, melakukan observasi, penyusunan teori, pengujian hipotesis, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan anak yang aktif dan sangat imajinatif serta

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian tersebut mencakup di dalamnya terjadi perubahan tingkah laku peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan tujuan untuk

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model inkuiri terbimbing merupakan suatu model yang digunakan guru untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain baik yang lebih muda usianya, teman sebaya. Kanak-kanak kelompok B antara 5 6 tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang RinaFardiana,2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari IPA tidak terbatas pada pemahaman konsep-konsep IPA, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada masa Golden Age (keemasan), sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. Sains merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami dan menemukan sendiri apa

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

I. PENDAHULUAN. interaksi antara guru dan siswa (Johnson dan Smith di dalam Lie, 2004: 5).

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang berkaitan dengan cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Maimunah, 2014

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

BAB I PENDAHULUAN. intelektual, manual, dan sosial yang digunakan. Gunungsitoli, ternyata pada mata pelajaran fisika siswa kelas VIII, masih

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I. Pendahuluan. Perkembangan arus globalisasi yang semakin cepat menuntut bangsa

2015 PENERAPAN MODEL INQUIRY PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

I. PENDAHULUAN. penting. Pentingnya pendidikan anak sejak usia dini juga didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Keterlibatan siswa baik secara fisik maupun mental merupakan bentuk

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

maupun minat. Selain bahan dan kegiatan-kegiatan belajar kita perlu atau keberanian. Pada tingkat Pendidikan Dasar, keterampilan maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. bangsa, menumbuhkan secara sadar Sumber Daya Manusia (SDM) melalui

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh gelas Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini

BAB I PENDAHULUAN. Neng Dini Endang Dewi Krisnaningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penting karena Pendidikan Anak Usia Dini merupakan fondasi dasar. Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya

BAB I PENDAHULUAN. potensi baik psikis maupun fisik yang meliputi moral dan nilai agama, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

BAB I PENDAHULUAN. seseorang kepada suatu organisasi tingkah laku yang lebih tinggi berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inkuiri merupakan salah satu model pembelajaran aktif. Kardi (2003: 3) Inkuiri merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat menemukan potensi tersebut. Seorang anak dari lahir memerlukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nuri Annisa, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. yang akan datang sangat tergantung pada kualitas manusia yang dikembangkan pada masa

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVII/Mei 2013 PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES MELALUI STRATEGI INQUIRI DALAM PEMBELAJARAN IPA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

T, 2015 PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut kita untuk memiliki

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. anak menentukan perkembangan anak selanjutnya. Anak usia dini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini atau Taman Kanak-kanak pada hakekatnya adalah pendidikan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh dimensi perkembangan anak yang meliputi kognitif, sosial, emosi, fisik dan motorik. Secara psikologis, anak berkembang secara holistik atau menyeluruh, artinya terdapat kaitan yang sangat erat antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan lainnya, aspek perkembangan yang satu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek perkembangan lainnya. Isi program bagi anak usia dini difokuskan untuk mendorong pengembangan seluruh potensi anak yang meliputi aspek perkembangan moral dan nilai-nilai agama; sosial, emosional dan kemandirian; kemampuan berbahasa, kognitif, fisik-motorik dan seni (Depdiknas, 2004: 5). Dalam kaitannya dengan karakteristik perkembangan anak, maka kurikulum TK harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan anak. Menurut Eliason dan Jenkins (dalam Setiasih. O, 2005: 24) menyatakan bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan intelektual atau kognitif, kurikulum harus memberikan dorongan untuk mengembangkan hubungan sosial yang sehat, perkembangan emosi, dan fisik anak.

2 Pembelajaran sains yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak bersifat integrated learning atau pembelajaran terintegrasi, sehingga pembelajaran sains terintegrasi dengan bidang pengembangan lainnya. Pengembangan pembelajaran sains pada anak termasuk bidang pengembangan lainnya memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meletakan dasar kemampuan dan pembentukan sumber daya manusia yang diharapkan. Perkembangan sains yang semakin kompleks dan pesat tidak memungkinkan guru menginformasikan semua fakta dan konsep pada anak didik, sehingga diperlukan suatu situasi pembelajaran yang dapat memotivasi anak untuk mempersiapkan diri belajar secara utuh, yang tidak hanya berorientasi pada penguasaan konsep tapi juga keterampilan proses sains. Menurut Nurmasari Sartono (dalam Nugraha. A, 2008: 119) kegiatan pembelajaran sains yang terpenting bagi anak adalah mengerti proses sains, dari proses sains melahirkan pengalaman belajar dan pembentukan sikap secara simultan dan terpadu. Kegiatan pembelajaran yang cocok untuk pengembangan pembelajaran sains adalah dengan penerapan keterampilan proses pada setiap tahapannya. Menurut Harlen (dalam Kresnadi. H, 2001: 3) menyatakan proses sains membekali anak dengan keterampilan memecahkan masalah. Dikemukakan juga cara yang memungkinkan untuk mengembangkan keterampilan proses sains pada anak adalah dengan melibatkan anak-anak menggunakan keterampilan proses sains dalam belajarnya, yaitu anak-anak harus melakukan pengamatan, pengelompokkan, menafsirkan, merencanakan penelitian, dan sebagainya. Hal ini senada yang diungkapkan Coughlin (1997: 327) yaitu dengan berpartisipasinya anak usia dini dalam proses ilmiah, maka keterampilan proses ilmiah tersebut

3 akan dapat di bawa ke daerah-daerah perkembangan lainnya dan akan bermanfaat selama hidupnya. Keterampilan-keterampilan ini termasuk mengamati, membandingkan, menjelaskan, memperkirakan, mengkomunikasikan, mengklasifikasikan dan mengukur. Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli tersebut jelaslah bahwa keterampilan proses sains perlu dimiliki anak agar dapat mengembangkan pengetahuannya. Untuk menarik minat anak dalam mempelajari sains, maka setiap anak diperkenalkan dengan cara para ilmuwan sains bekerja untuk mendapatkan teorinya. Melalui pengenalan sains ini anak diarahkan untuk mewakili wawasan tentang adanya peristiwa-peristiwa alam (proses sains), memiliki dorongan untuk melakukan inquiry, serta memiliki sikap positif terhadap sains. Untuk itu, sains dapat diperkenalkan pada anak sejak dini. Tentunya dengan mengenalkan sains pada anak usia dini harus berdasarkan perkembangan, karena usia dini merupakan usia fundamental bagi perkembangan individu dan sering disebut sebagai golden age atau usia emas (Solehuddin, 2002: 2). Artinya pada masa kanak-kanak, perkembangan fisik, motorik, intelektual, emosional, bahasa dan sosial berlangsung sangat cepat, sehingga pengalaman-pengalaman yang dijalani anak membentuk pengalaman yang akan dibawa seumur hidup. Pengenalan sains sejak dini memberikan manfaat sangat besar terhadap perkembangan anak, seperti dikemukakan Anwar (2005: 2) banyak manfaat dapat diperoleh apabila anak sejak usia dini telah diperkenalkan dengan sains. Sains melatih anak bereksperimen dengan melaksanakan percobaan, memperkaya wawasan anak untuk selalu ingin mencoba dan mencoba. Sehingga sains

4 mengarahkan dan mendorong anak menjadi seorang yang kreatif dan penuh inisiatif. Sains membiasakan anak-anak mengikuti tahap-tahap eksperimen dan tidak boleh menyembunyikan suatu kegagalan. Artinya, sains dapat melatih mental positif, berpikir logis, dan urut (sistematis). Di samping itu, dapat pula melatih anak bersikap cermat, karena anak harus mengamati, menyusun prediksi, dan mengambil keputusan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, seyogyanya para pendidik memperkenalkan sains pada anak sejak dini. Mengenalkan sains kepada anak sejak dini, tidak hanya untuk aspek perkembangan kognitif saja, tetapi juga aspek perkembangan afektif dan psikomotor anak. Saat ini banyak keluhan tentang rendahnya mutu pendidikan IPA (sains) dan matematika yang berasal dari berbagai pihak. Menurut Sadia (dalam Sofie. R, 2003: 2) menyatakan bahwa pelajaran sains sekarang ini tidak menantang anak berpikir, tetapi menjejali pengetahuan kepada anak. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih-Bandung pada kelompok B. Pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses sains masih rendah, terutama pada proses dan hasil belajar anak. Kesulitan pada keterampilan proses sains ini salah satunya bersumber dari guru masih kurang memberikan kesempatan pada anak untuk mengemukakan ide dan gagasannya secara variatif dan original, sehingga jawaban yang dihasilkan anak cenderung sama. Kondisi lain kesulitan pada keterampilan proses sains adalah dalam pelaksanaan pembelajaran sains guru masih bersifat teacher centered, sistem

5 pelaksanaan lebih banyak didominasi oleh guru. Pembelajaran sains yang disampaikan kurang menyenangkan anak, dimana pembelajaran sains cenderung berorientasi pada kegiatan menghafal fakta-fakta dan kurang memperhatikan proses berpikir anak, sehingga pembelajaran monoton dan pada akhirnya membuat anak bosan. Hal ini terlihat selama kegiatan pembelajaran berlangsung sebagian anak mengobrol dengan teman atau bermain dengan mainannya sendiri. Selain itu juga guru berpikir pembelajaran sains memerlukan persiapan sangat banyak dimulai dari biaya, bahan, alat serta memerlukan waktu lama. Dengan keadaan kondisi dan proses pembelajaran yang demikian akan mempengaruhi dalam proses belajar anak terutama pada keterampilan proses sainsnya. Temuan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Nur (dalam Rostina, 2000: 3) bahwa pembelajaran di TK masih cenderung bersifat hapalan, ceramah serta cenderung berpusat pada guru (teacher centered). Selanjutnya menurut Purbo (dalam Susanti. Y, 2008: 7) bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan, pembelajaran sains di TK masih bersifat mentransfer materi-materi berupa fakta-fakta sains yang bersifat produk dan mengesampingkan kemampuan keterampilan proses. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Sofiraeni (2001:2) bahwa pemahaman guru terhadap pembelajaran sains dianggap rumit dan memerlukan persiapan banyak tidak benar sepenuhnya. Apabila guru memahami konsep sains dalam pembelajaran, maka guru tidak akan kesulitan melaksanakan pembelajaran sains dan merangsang anak untuk senang belajar sains sehingga dapat melatih keterampilan proses sains.

6 Berdasarkan dari hasil observasi di TK Kemala Bhayangkari, guru hendaknya mampu merencanakan suatu metode pembelajaran yang dapat mengakomodasi seluruh kegiatan yang sesuai dengan harapan anak, yaitu agar seluruh potensi pengalaman optimal. Pembelajaran sains yang lebih bermakna, anak dapat bereksplorasi, bereksperimen dan berekspresi sehingga pengetahuan dan pemahaman anak tidak mudah hilang, serta anak memiliki respon yang positif terhadap pembelajaran sains sehingga juga memiliki sikap saintis. Upaya memperbaiki kondisi pembelajaran sains seperti yang terungkap di atas, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran diantaranya metode demonstrasi, metode eksperimen, metode inquiri, metode penemuan, metode ekspositori, metode permainan (Arifin. M dkk, 2003: 70). Dalam penelitian ini menggunakan metode penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan menggunakan belajar penemuan, timbul dari keinginan untuk membuat peserta didik termotivasi untuk menemukan sesuatu atau meneliti menggunakan langkah-langkah yang dilakukan para ilmuwan. Menurut Poedjiadi. A (2005: 86) metode ini hendaknya dikembangkan sejak dini hingga pada diri anak terdapat sikap atau kebiasaan untuk selalu ingin menyelidiki atau meneliti. Menurut Abruscato (dalam Nugraha. A, 2003: 145) bahwa: Metode penemuan perlu dilakukan, karena kegiatan dengan kemasan ini akan memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi dan menemukan pengalaman empirik yang sangat berarti dan fungsional. Dengan kegiatan penemuan rasa ingin tahu anak akan terpenuhi serta berbagai keterampilan proses dapat dibangun secara baik. Anak melakukan penemuan, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat atau benar.

7 Beberapa penelitian melalui metode penemuan terbimbing yang telah dilakukan di sekolah mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Penelitian metode yang dilakukan oleh Slamet (2007: 2) yaitu perbandingan keefektifan metode penemuan terbimbing dengan metode pemberian tugas terhadap prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keefektifan penggunaan metode pembelajaran adalah melalui penyempurnaan pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode penemuan terbimbing yang meliputi: merancang pembelajaran, menentukan tujuan pembelajaran, memilih metode, menggunakan metode yang bervariasi, dan evaluasi. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Sukran (dalam Kresnadi, 2001: 36) menyimpulkan bahwa pemahaman guru tentang hakikat sains mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap guru terhadap keterampilan proses sains. Pemahaman anak tentang konsep IPA yang diajarkan 66% ditentukan faktor pemahaman guru tentang hakikat sains dan sikap mereka tentang pendekatan keterampilan proses sains. Berangkat dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas serta pengalaman dari beberapa penelitian tersebut, mendorong penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Peningkatan Keterampilan Proses Sains Anak Di Taman Kanak- Kanak.

8 B. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk menyamakan persepsi, berikut ini akan diberikan batasan terhadap masalah yang akan diteliti: Keterampilan proses sains merupakan keterampilan intelektual yang meliputi keterampilan mengamati, mengklasifikasi, menginterprestasi, meramalkan, berhipotesis, merencanakan percobaan, menerapkan konsep, bertanya dan berkomunikasi. Rustaman. N (dalam Wawan, 2007: 5). Selanjutnya Semiawan. C (dalam Nurhasanah. D, 2008: 15) mengungkapkan keterampilan proses merupakan keterampilan untuk memproseskan perolehan, menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Beberapa keterampilan proses yang mendasar antara lain: mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, mencari hubungan ruang atau waktu, membuat hipotesis, merecanakan penelitian atau eksperimen, mengendalikan variabel, menginterpretasikan atau menafsirkan data, menyusun kesimpulan sementara (inferensi), meramalkan (memprediksi), menerapkan (mengaplikasikan) dan mengkomunikasikan. Selain itu juga Nuryani dan Andrian (dalam Nugraha. A, 2003: 137) mengungkapkan keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. Kemampuan yang dapat

9 diprogramkan dilatihkan pada anak usia dini, diantaranya: kemampuan mengamati, menggolongkan, mengukur, menguraikan, menjelaskan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang alam, merumuskan problem, merumuskan hipotesis, merancang penyelidikan termasuk eksperimen-eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, dan sebagainya. Dari beberapa definisi keterampilan proses sains menurut ahli yang telah diungkapkan di atas, tidak semua keterampilan proses sains tersebut dapat diberikan pada anak usia dini. Maka dalam penelitian ini keterampilan proses sains yang diamati adalah keterampilan: 1) mengamati, 2) klasifikasi, 3) prediksi, 4) komunikasi. Mengamati adalah suatu proses pengamatan untuk mengumpulkan informasi tentang suatu peristiwa dengan menggunakan pancaindera. Di dalamnya terdapat kegiatan melihat, mencium, mendengar, mencicipi, meraba dan mengukur. (Rostina. S, 2000: 8). Mengklasifikasi adalah kegiatan mengelompokkan suatu obyek berdasarkan persamaan atau perbedaan atau ciri-ciri tertentu yang tampak dari obyek. Kegiatannya antara lain: mencari persamaan obyek-obyek dalam suatu kelompok, mencari perbedaan obyek-obyek dari dua atau lebih kelompok; membandingkan, yaitu menyusun obyek-obyek dalam suatu susunan berdasarkan pada sifat dan fungsinya; mengontraskan, yaitu mencari dasar klasifikasi obyek berdasarkan pada ciri dan fungsinya. Rustaman. N (dalam Kresnadi. H, 2001: 13). Memprediksi atau meramalkan dalam sains dibuat atas dasar observasi dan inferensi yang tersusun menjadi suatu hubungan antara peristiwa-peristiwa atau

10 fakta yang terobservasi. Memprediksi adalah suatu keterampilan membuat atau mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu keuntungan atau pola yang sudah ada. Darliana (dalam Nugraha. A, 2008: 124). Mengkomunikasikan meliputi kegiatan menempatkan data-data ke dalam beberapa bentuk yang dapat dimengerti oleh orang lain. Kegiatan ini melibatkan kemampuan mengutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, grafik dan persamaan. (Nugraha. A, 2008: 124). 2. Rumusan Masalah Pembelajaran sains menurut pemahaman sebagian guru Taman Kanakkanak sulit diberikan kepada anak usia dini. Hal ini terlihat ketika guru dalam memberikan pembelajaran sains, dimana pembelajaran sains masih berorientasi pada penyampaian pengetahuan dan selalu melakukan percobaan. Selain itu juga pembelajaran sains jarang sekali dilaksanakan dan belum memperoleh dukungan dari guru karena berbagai alasan, antara lain memerlukan peralatan yang memadai, biaya serta waktu yang cukup lama. Kalaupun pembelajaran sains dilaksanakan, guru kurang memperhatikan kondisi anak, seperti anak kurang berkonsentrasi ketika pembelajaran sains berlangsung, pembelajaran sains kurang menyenangkan sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan bimbingan dari guru. Bimbingan yang dapat diberikan dalam pembelajaran sains salah satunya melalui penemuan-penemuan, sehingga diharapkan melalui penemuan ini berdampak dalam peningkatan keterampilan proses sains anak di Taman Kanak-kanak. Keterampilan proses sains yang menjadi fokus dalam penelitian ini antara lain keterampilan mengamati, klasifikasi, prediksi, dan komunikasi.

11 Berdasarkan permasalahan di atas, fokus masalah dalam penelitian ini, yaitu Bagaimana penerapan metode penemuan terbimbing dalam meningkatkan keterampilan proses sains anak di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih- Bandung?. Agar penelitian ini lebih terarah, masalah penelitian tersebut dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1. Bagaimana kondisi objektif pembelajaran sains di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih-Bandung? 2. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran sains dalam meningkatkan keterampilan proses sains anak di TK melalui penerapan metode penemuan terbimbing di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih-Bandung? 3. Bagaimana peningkatan keterampilan proses sains anak di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih-Bandung setelah menggunakan metode penemuan terbimbing? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan, tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan poses sains anak di TK Kemala Bhayangkari melalui penerapan metode penemuan terbimbing. Secara lebih khusus tujuan penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Memperoleh gambaran mengenai kondisi nyata pembelajaran sains di TK Kemala bhayangkari 41. 2. Merumuskan permasalahan pembelajaran sains, terutama dalam kaitannya dengan keterampilan proses sains anak.

12 3. Mengembangkan pembelajaran sains yang mendukung keterampilan proses sains melalui penerapan metode penemuan terbimbing. 4. Meningkatkan keterampilan proses sains anak di TK Kmela Bhayangkari 41. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Bagi peneliti Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai berikut: a) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti, khususnya mengenai pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses sains melalui metode penemuan terbimbing. b) Memberikan pengalaman kepada peneliti mengenai cara melakukan penelitian, sehingga dapat lebih terampil dalam melakukan penelitian selanjutnya terutama penelitian tindakan kelas. 2. Bagi guru TK a) Membantu guru dalam merumuskan permasalahan pembelajaran sains, khususnya dalam keterampilan proses sains anak. b) Membantu memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang selama ini dihadapi oleh guru pada pembelajaran sains untuk meningkatkan keterampilan proses sains anak di TK. c) Memberikan masukan mengenai materi dan media pada pembelajaran sains untuk meningkatkan keterampilan proses sains anak.

13 3. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya, untuk melakukan penelitian pada berbagai aspek perkembangan anak melalui pembelajaran sains dengan pendekatan keterampilan proses sains di TK. Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya dijabarkan secara rinci sebagai berikut: a) Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini tidak hanya pada keterampilan proses sains, namun dapat mengembangkan penelitian pada pendekatan sikap sains maupun produk sains dalam pembelajaran sains. b) Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan memfokuskan pada aspek peranan guru dalam meningkatkan keterampilan proses sains anak di TK. c) Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan proses pada pembelajaran sains. E. Asumsi Penelitian ini bertolak dari asumsi: 1. Sains dapat dikenalkan pada usia dini dengan memperhatikan cara dan bahasa penyampaiannya disesuaikan dengan karakteristik anak usia dini. (Anwar, 2005: 2).

14 2. Keterampilan proses sains merupakan tingkah laku ilmuwan yang dapat dipelajari oleh anak dengan cara yang lebih sederhana melalui proses pembelajaran di sekolah. (Kresnadi, 2001: 10). 3. Dengan kegiatan pembelajaran penemuan rasa ingin tahu anak akan terpenuhi serta berbagai keterampilan proses dapat dibangun secara baik. Abruscato (dalam Nugraha. A, 2008: 127). F. Penjelasan Istilah Untuk mengindari dari kesalahpahaman pada istilah-istilah penelitian, penulis menguraikan dalam penelitian sebagai berikut: 1. Metode penemuan terbimbing adalah pembelajaran yang siswanya diikutsertakan secara langsung dalam proses penemuan suatu konsep dengan bimbingan dan arahan guru. Tahapan yang ditempuh dalam melaksanakan pendekatan penemuan, antara lain: 1). Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh anak. 2). Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis. 3) Anak mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis. 4). Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi. 5) Mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi dalam situasi baru. (Sudjana. N, 1989: 74). 2. Keterampilan proses sains adalah semua keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep, prinsipprinsip, hukum-hukum dan teori-teori sains berupa keterampilan mental, keterampilan fisik maupun keterampilan sosial. Nuryani dan Andrian (dalam

15 Nugraha. A, 2003: 137). Kemampuan yang dapat diprogramkan dilatihkan pada anak usia dini, diantaranya: kemampuan mengamati, menggolongkan, mengukur, menguraikan, menjelaskan, mengajukan pertanyaan-pertanyaan penting tentang alam, merumuskan problem, merumuskan hipotesis, merancang penyelidikan termasuk eksperimen-eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, menarik kesimpulan, dan sebagainya. Mengacu pada Kurikulum 2004 Standar Kompetensi TK dan RA serta Early Childhood Curriculum maka dalam penelitian ini keterampilan proses sains yang diteliti adalah: 1) mengamati, 2) klasifikasi, 3) prediksi, 4) komunikasi. G. Metode Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan. Hopkins (dalam Wiriaatmadja, 2008: 11) H. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di TK Kemala Bhayangkari 41 Sukagalih-Bandung, subjek yang diteliti adalah anak kelompok B sebanyak 10 orang. Alasan peneliti memilih lokasi TK Kemala Bhayangkari 41 sebagai berikut:

16 1. Adanya kemudahan dalam penelitian untuk memperoleh data yang diperlukan. 2. Mendapat dukungan penuh dari pihak sekolah terutama kepala sekolah untuk menerapkan pembelajaran sains di sekolah. 3. Peneliti dapat berkolaborasi dengan guru kelas.