BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pembuatan Obat. Penerapan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BERITA NEGARA. No.1104, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pedoman. Prekursor Farmasi. Obat. Pengelolaan.

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

BPOM. Uji Klinik. Persetujuan. Tata Laksana. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

PP 72/1998, PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN. Tentang: PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN UJI MUTU OBAT PADA INSTALASI FARMASI PEMERINTAH

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Industri Farmasi. Perizinan. Penyelenggaraan.

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK TAHUN 2002 TENTANG PROMOSI OBAT KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Obat Ikan. Peredaran. Mekanisme. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN SUPLEMEN MAKANAN

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAWASAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PERMENTAN/SR.140/10/2011 TENTANG PUPUK ORGANIK, PUPUK HAYATI DAN PEMBENAH TANAH

2016, No Indonesia Nomor 5360); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2007 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN UJI MUTU OBAT PADA INSTALASI FARMASI PEMERINTAH

Transkripsi:

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2019 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN KEAMANAN, KHASIAT, MUTU, DAN LABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari risiko kesehatan atas peredaran obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label; b. bahwa ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penarikan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan, sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Obat sehingga perlu diganti;

- 2 - c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan Keamanan, Khasiat, Mutu, dan Label; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 180); 3. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1745); 4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 784); Menetapkan: MEMUTUSKAN: PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN OBAT YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR DAN/ATAU PERSYARATAN KEAMANAN, KHASIAT, MUTU, DAN LABEL.

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Penarikan Obat adalah proses penarikan obat yang telah diedarkan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu dan label. 2. Pemusnahan Obat adalah suatu tindakan perusakan dan pelenyapan terhadap Obat, kemasan, dan/atau label yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label sehingga tidak dapat digunakan lagi. 3. Obat adalah Obat jadi termasuk produk biologi yang merupakan bahan atau paduan bahan, digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. 4. Pemilik Izin Edar adalah Industri Farmasi yang telah mendapat persetujuan izin edar untuk Obat yang diregistrasi. 5. Cara Pembuatan Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CPOB adalah cara pembuatan Obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu Obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. 6. Bets adalah sejumlah Obat yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam yang dihasilkan dalam satu siklus pembuatan atas suatu perintah pembuatan tertentu. 7. Sistem Kewaspadaan Cepat adalah pemberitahuan secara cepat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ke otoritas negara lain atau sebaliknya tentang obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label.

- 4-8. Petugas Pengawas yang selanjutnya disebut Petugas adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang diberi tugas untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penarikan dan obat. 9. Hari adalah hari kerja. 10. Surat Penarikan adalah instruksi atau perintah Penarikan Obat dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan kepada Pemilik Izin Edar atau dari Pemilik Izin Edar kepada fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kefarmasian. 11. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pasal 2 (1) Pemilik Izin Edar wajib menjamin Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia telah memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label. (2) Standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada: a. parameter sebagaimana tercantum dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. dokumen registrasi yang telah disetujui; dan/atau c. pemenuhan CPOB. (3) Standar dan/atau persyaratan label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada dokumen registrasi yang telah disetujui.

- 5 - BAB II PENARIKAN OBAT Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Pemilik Izin Edar wajib melakukan penarikan terhadap Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label. (2) Penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap 1 (satu), beberapa, atau seluruh Bets. Bagian Kedua Kriteria Penarikan Pasal 4 (1) Penarikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berupa: a. Penarikan wajib; atau b. Penarikan mandiri. (2) Penarikan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penarikan yang diperintahkan oleh Kepala Badan. (3) Penarikan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan: a. hasil sampling dan pengujian; b. Sistem Kewaspadaan Cepat; c. hasil verifikasi terhadap keluhan masyarakat; d. hasil kajian terhadap keamanan dan/atau khasiat Obat; dan/atau e. temuan hasil inspeksi. (4) Penarikan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penarikan yang diprakarsai oleh Pemilik Izin Edar. (5) Penarikan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan deteksi risiko oleh

- 6 - Pemilik Izin Edar terhadap keamanan, khasiat, mutu, dan label obat beredar. (6) Pemilik Izin Edar melaksanakan penarikan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan menerbitkan instruksi penarikan. (7) Instruksi penarikan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kefarmasian. (8) Instruksi penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan tembusan kepada Kepala Badan dan Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab di bidang Kefarmasian. Pasal 5 (1) Dalam hal akan dilaksanakan penarikan mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pemilik Izin Edar wajib menyampaikan informasi rencana Penarikan Obat kepada Kepala Badan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat informasi sebagai berikut: a. identitas Obat; b. alasan penarikan; c. penetapan kelas penarikan; dan d. jangkauan penarikan. Bagian Ketiga Klasifikasi Penarikan Obat Pasal 6 Penarikan Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diklasifikasikan dalam: a. Penarikan Obat kelas I; b. Penarikan Obat kelas II; dan c. Penarikan Obat kelas III.

- 7 - Paragraf 1 Penarikan Obat Kelas I Pasal 7 (1) Penarikan Obat kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilaksanakan untuk Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan kematian, cacat permanen, cacat janin, atau efek yang serius terhadap kesehatan. (2) Penarikan Obat kelas I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan apabila: a. Obat tidak memenuhi persyaratan keamanan; b. Obat terkontaminasi mikroba pada sediaan steril; c. Obat terkontaminasi mikroba patogen pada sediaan oral yang dipersyaratkan; d. Obat terkontaminasi bahan kimia yang menyebabkan efek serius terhadap kesehatan; e. label tidak sesuai dengan kandungan dan/atau kekuatan zat aktif; f. Obat tercampur dengan Obat lain dalam satu wadah; dan/atau g. Obat multi komponen dengan kandungan zat aktif salah. Paragraf 2 Penarikan Obat kelas II Pasal 8 (1) Penarikan Obat kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilaksanakan untuk Obat yang apabila digunakan dapat mengakibatkan penyakit atau pengobatan keliru yang menimbulkan efek sementara bagi kesehatan dan dapat pulih kembali. (2) Penarikan Obat kelas II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila:

- 8 - a. Obat tidak ada jaminan sterilitas pada proses pembuatan sediaan steril; b. label tidak lengkap atau salah cetak terkait dengan khasiat dan/atau mutu selain pertimbangan penarikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); c. brosur atau leaflet salah informasi atau tidak lengkap; d. terkontaminasi mikroba pada sediaan obat non steril sesuai persyaratan dan/atau spesifikasi; e. terkontaminasi kimia atau fisika (zat pengotor atau partikulat yang melebihi batas, kontaminasi silang); dan/atau f. Obat tidak memenuhi spesifikasi keseragaman kandungan, keragaman bobot, disolusi, potensi, kadar, derajat keasaman (ph) sediaan steril, pemerian, kadar air, atau parameter stabilitas lain. Paragraf 3 Penarikan Obat kelas III Pasal 9 (1) Penarikan Obat kelas III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilaksanakan untuk Obat yang tidak menimbulkan bahaya signifikan terhadap kesehatan dan tidak termasuk dalam Penarikan Obat kelas I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Penarikan Obat kelas II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Penarikan Obat kelas III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan apabila: a. label tidak lengkap atau salah cetak terkait selain keamanan, khasiat, dan/atau mutu; b. Obat tidak memenuhi spesifikasi waktu hancur, volume terpindahkan, atau derajat keasaman (ph) sediaan non steril;

- 9 - c. kemasan rusak yang dapat memengaruhi keamanan, khasiat, dan/atau mutu; dan/atau d. Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang tidak termasuk Obat yang harus dilakukan penarikan berdasarkan Penarikan Obat kelas I dan Penarikan Obat kelas II. Bagian Keempat Jangkauan Penarikan Pasal 10 (1) Jangkauan Penarikan Obat dilaksanakan pada: a. fasilitas distribusi; b. fasilitas pelayanan kefarmasian; c. fasilitas pelayanan kesehatan; dan d. masyarakat. (2) Jangkauan Penarikan Obat dilaksanakan pada fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pedagang besar farmasi; b. instalasi farmasi pemerintah; c. apotek; d. instalasi farmasi rumah sakit; e. pusat kesehatan masyarakat; f. klinik; g. toko obat; h. dokter; dan i. bidan. (3) Kepala Badan dapat mengubah jangkauan Penarikan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pertimbangan kajian risiko. Pasal 11 (1) Fasilitas distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) yang masuk dalam jangkauan penarikan wajib

- 10 - melaksanakan penarikan sesuai dengan instruksi Pemilik Izin Edar. (2) Selain melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas distribusi wajib melaksanakan pengembalian dan pelaporan. (3) Pengembalian dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis mengenai cara distribusi Obat yang baik. Pasal 12 (1) Fasilitas pelayanan kefarmasian yang masuk dalam jangkauan penarikan wajib melaksanakan pengembalian sesuai dengan instruksi Pemilik Izin Edar. (2) Selain melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan kefarmasian wajib melaksanakan pelaporan. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis mengenai cara pengelolaan Obat di fasilitas pelayanan kefarmasian. Pasal 13 Tata cara Penarikan Obat dari instalasi farmasi milik pemerintah, instalasi farmasi rumah sakit milik pemerintah, dan pusat kesehatan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 (1) Fasilitas pelayanan kesehatan yang masuk dalam jangkauan penarikan wajib melaksanakan pengembalian sesuai dengan instruksi Pemilik Izin Edar. (2) Selain melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaksanakan pelaporan. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 11 - Pasal 15 Penarikan Obat pada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d dilaksanakan melalui publikasi. Bagian Kelima Pelaporan Pasal 16 (1) Pelaksanaan Penarikan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib dilaporkan kepada Kepala Badan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. laporan awal pelaksanaan Penarikan Obat; b. laporan berkala pelaksanaan Penarikan Obat; dan c. laporan akhir hasil Penarikan Obat. Pasal 17 (1) Laporan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a paling sedikit memuat informasi serta kelengkapan data dan/atau dokumen sebagai berikut: a. jumlah Obat yang diproduksi untuk Bets yang ditarik; b. sisa stok Obat yang belum diedarkan; c. jumlah Obat yang diedarkan pada setiap fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk Bets yang ditarik; d. salinan instruksi penarikan dari Pemilik Izin Edar kepada fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan kefarmasian, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan e. implementasi publikasi.

- 12 - Pasal 18 Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat informasi serta kelengkapan data dan/atau dokumen sebagai berikut: a. hasil investigasi dan data dukung dalam pengambilan kesimpulan akhir; b. progres tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah kejadian berulang; dan c. progres data hasil penarikan. Pasal 19 Laporan akhir hasil Penarikan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c dilengkapi dengan informasi dan/atau dokumen sebagai berikut: a. data hasil penarikan; dan b. implementasi tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilakukan untuk mencegah kejadian berulang. Bagian Keenam Jangka Waktu Penyampaian Laporan Obat Pasal 20 (1) Laporan awal pelaksanaan Penarikan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a wajib disampaikan dalam jangka waktu paling lama: a. 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas I; b. 5 (lima) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas II; dan c. 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas III. (2) Laporan akhir pelaksanaan Penarikan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c wajib disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penarikan Obat pada fasilitas distribusi dalam waktu paling lama:

- 13-1. 10 (sepuluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas I; 2. 20 (dua puluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas II; dan 3. 40 (empat puluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas III. b. Penarikan Obat pada fasilitas pelayanan kefarmasian dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam waktu paling lama: 1. 40 (empat puluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas I; 2. 80 (delapan puluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas II; dan 3. 120 (seratus dua puluh) Hari sejak tanggal surat penarikan untuk Penarikan Obat kelas III. Pasal 21 Pemilik Izin Edar wajib melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan Penarikan Obat. Bagian Ketujuh Publikasi Pasal 22 (1) Pemilik Izin Edar wajib melakukan dan memastikan publikasi terkait dengan Penarikan Obat berjalan efektif. (2) Publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media cetak dan elektronik. (3) Publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. klasifikasi Penarikan Obat kelas I dalam jangka waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak tanggal surat penarikan; b. klasifikasi Penarikan Obat kelas II dalam batas waktu paling lambat 3 (tiga) Hari sejak tanggal surat penarikan; dan

- 14 - c. klasifikasi Penarikan Obat kelas III dalam batas waktu paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal surat penarikan. Pasal 23 (1) Publikasi dapat dilakukan berdasarkan hasil kajian risiko yang menyatakan bahwa Penarikan Obat harus diinformasikan pada masyarakat. (2) Publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Kepala Badan atau pejabat yang berwenang untuk kepentingan perlindungan masyarakat. Pasal 24 Dalam hal Kepala Badan dan/atau Pemilik Izin Edar melakukan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 23, publikasi Penarikan Obat wajib memuat informasi sebagai berikut: a. identitas obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditarik dan cakupan peredarannya; b. Bets yang ditarik; c. alasan Penarikan Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan; d. jangkauan Penarikan Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan; dan e. informasi panduan bagi masyarakat atau tenaga kesehatan bila menemukan, memiliki dan/atau telah mengonsumsi obat tersebut. BAB III PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 25 Masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Penarikan Obat oleh Pemilik Izin Edar.

- 15 - Pasal 26 Peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan Penarikan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 yaitu: a. melaporkan masih adanya peredaran obat yang telah ditarik oleh Pemilik Izin Edar atau Badan Pengawas Obat dan Makanan; dan b. keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi terkait dengan Penarikan Obat oleh Pemilik Izin Edar atau Badan Pengawas Obat dan Makanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV PEMUSNAHAN Pasal 27 (1) Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang telah ditarik dari peredaran atau yang masih dalam persediaan Pemilik Izin Edar wajib dilakukan pemusnahan. (2) Pemusnahan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap: a. Obat; b. kemasan; dan/atau c. label. (3) Dalam hal pemusnahan Obat dilaksanakan terhadap kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan pada label sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak mempengaruhi mutu Obat, Obat dapat dikemas kembali. (4) Pemilik Izin Edar bertanggung jawab terhadap pengemasan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Pengemasan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan CPOB.

- 16 - (6) Pemusnahan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan: a. tidak menimbulkan penurunan kesehatan bagi manusia; dan b. tidak mencemari lingkungan. (7) Pemusnahan Obat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 28 (1) Pemusnahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan oleh Pemilik Izin Edar dengan disaksikan oleh Petugas. (2) Pemilik Izin Edar wajib membuat Berita Acara Pemusnahan terkait dengan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat keterangan mengenai: a. hari, tanggal, dan tempat/lokasi pemusnahan; b. pihak yang memusnahkan/pemilik Izin Edar; c. saksi Petugas; d. nama obat; e. bentuk sediaan; f. nomor izin edar; g. jumlah obat; h. nomor bets; i. cara pemusnahan; dan j. nama dan tanda tangan pihak yang memusnahkan beserta saksi-saksi. Pasal 29 (1) Pelaksanaan Pemusnahan Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib dilaporkan kepada Kepala Badan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan dokumentasi visual.

- 17 - (3) Dokumentasi visual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa foto dan/atau rekaman video pelaksanaan pemusnahan. BAB V SANKSI ADMINSTRATIF Pasal 30 (1) Pemilik Izin Edar yang melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 24, Pasal 27 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 29 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan; b. peringatan keras; c. penghentian sementara kegiatan pembuatan obat; d. pembekuan izin edar; e. pencabutan izin edar; f. pembekuan sertifikat CPOB; dan/atau g. pencabutan sertifikat CPOB. (2) Penghentian sementara kegiatan pembuatan obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c untuk seluruh kegiatan atau sebagian kegiatan. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada Pemilik Izin Edar oleh Kepala Badan. Pasal 31 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan yang mengatur mengenai tindak lanjut hasil pengawasan.

- 18 - BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 32 Pada saat Peraturan Badan ini diundangkan, kegiatan penarikan dan pemusnahan Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label yang sedang dalam proses penarikan dan pemusnahan Obat berdasarkan ketentuan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan, tetap dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 33 Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.04.1.33.12.11.09938 Tahun 2011 tentang Kriteria dan Tata Cara Penarikan Obat yang Tidak Memenuhi Standar dan/atau Persyaratan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 551), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 34 Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.