BAB 1 PENDAHULUAN. didapatkan di dalam masyarakat dan merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014). Pneumonia pada geriatri sulit terdiagnosis karena sering. pneumonia bakterial yang didapat dari masyarakat (PDPI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2016 di bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquaired Immunodefeciency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Insidens dan

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama masyarakat di dunia dan. penyebab kematian nomor dua di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah setiap tahunnya (Mores et al., 2014). Infeksi nosokomial adalah salah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. keganasan yang berasal dari sel epitel yang melapisi daerah nasofaring (bagian. atas tenggorok di belakang hidung) (KPKN, 2015).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. nosokomial merupakan salah satu faktor penyabab kegagalan terapi di rumah

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi aorta dan cabang arteri yang berada di perifer terutama yang memperdarahi

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DIARE DI BANGSAL MELATI RSUD SRAGEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyakit ini. Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk golongan tumbuhan. Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pneumonia merupakan penyebab kematian tersering. pada anak di bawah usia lima tahun di dunia terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. dan mortalitas yang tinggi di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

yang tidak sehat, gangguan mental emosional (stres), serta perilaku yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Epilepsi merupakan salah satu penyakit pada otak tersering mencapai 50 juta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan sehingga mampu meningkatkan rata-rata usia harapan hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

DEA YANDOFA BP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenkim paru yang didapatkan di dalam masyarakat dan merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi serta menyebabkan kematian dan kesakitan terbanyak di dunia (PDPI, 2014). Pneumonia komunitas paling banyak menyebabkan kematian pada anak-anak, usia tua dan orang orang dengan penyakit kronis di negara berkembang (Peto et al, 2014). Angka kesakitan dan kematian pneumonia komunitas yang tinggi di negara berkembang menyebabkan angka perawatan di rumah sakit juga meningkat (Torres et al, 2013). Menurut penelitian dari WHO, angka kejadian infeksi saluran nafas bawah termasuk pneumonia komunitas berkisar 429,2 juta kejadian di seluruh dunia, dan pada usia lebih dari 59 tahun hal ini menimbulkan kematian sekitar 1,6 juta jiwa. Insiden pneumonia komunitas di Amerika serikat berkisar 2 sampai 4 juta pertahunnya, dan sekitar 500.000 membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sebagian besar kasus pneumonia komunitas hanya membutuhkan rawat jalan dan angka kematiannya rendah sekitar 2%, tapi 20-40 % memerlukan perawatan di rumah sakit dan memiliki angka kematian yang sangat tinggi yaitu 5-20% (Moran, 2008 ; PDPI, 2014). Pneumonia komunitas merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat karena sekitar 10 miliar euro digunakan untuk biaya pengobatan penyakit ini di Eropa. Berdasarkan penelitian di Eropa insiden pneumonia komunitas pada dewasa berkisar 1,07 1,2 per 1000 orang pertahunnya dan angka nya akan meningkat 1 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

menjadi 14 per 1000 orang pertahunnya pada kelompok usia lebih dari 65 tahun. Angka kejadian pneumonia komunitas di beberapa negara eropa tersebut adalah Jerman 2,75 dan 2,96 per 1000 penduduk pada tahun 2005 dan 2006, dan 14 per 1000 penduduk per tahunnya di Spanyol (Torres et al, 2013). Di Asia sendiri diperkirakan hampir satu juta orang dewasa meninggal setiap tahunnya karena pneumonia komunitas. Kebanyakan dari mereka telah berusia lanjut dan 160.000 orang diantaranya berusia 15 sampai 59 tahun (Peto et al, 2014). Prevalensi pneumonia (termasuk pneumonia komunitas) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 4,5% meningkat dibandingkan tahun 2007 sebesar 2,1%. Provinsi yang memiliki insiden dan prevalensi pneumonia (termasuk pneumonia komunitas) tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur yaitu 4,6% dan 10,3%, sedangkan di Sumatera Barat prevalensi pneumonia yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 1,8% dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala 3,1%. Jumlah pasien pneumonia komunitas pada tahun 2012 yang dirawat di rumah sakit M Djamil Padang tercatat sebanyak 94 orang (16,6%) dan jumlah pasien pneumonia komunitas yang dirawat jalan adalah 108 orang atau 1,3% dari 8325 jumlah pasien paru ((Kementerian Kesehatan RI, 2013 ; PDPI, 2014). Ada beberapa keadaan yang meningkatkan risiko terjadinya pneumonia komunitas, diantaranya usia tua (lebih dari 65 tahun), alkoholismus, merokok, gizi kurang, tinggal di rumah perawatan tertentu (panti jompo), dan pasien dengan penyakit penyerta seperti diabetes melitus, insufisiensi renal, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penyakit kardiovaskular, serta penyakit hati kronis (Torres et al, 2013). Diantara faktor risiko tersebut diabetes melitus, kebiasaan merokok dan gizi kurang memiliki prevalensi yang tinggi di Sumatera Barat. 2 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Prevalensi Diabetes melitus di Sumatera Barat tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007, dimana pada tahun 2007 prevalensinya 0,7% dan tahun 2013 meningkat menjadi 1,3% (Kementerian Kesehatan RI, 2007 ; Kementerian Kesehatan RI, 2013). Diabetes melitus menyebabkan terganggunya sistem imun tubuh dan merupakan faktor predisposisi berbagai penyakit infeksi termasuk pneumonia. Hampir 25% pasien pneumonia komunitas mengalami diabetes melitus (Lepper et al, 2012). Kebiasaan merokok di Indonesia cukup tinggi, dimana prevalensi current smokers (masih merokok) mengalami peningkatan setiap tahunnya dan pada tahun 2013 sebesar 29,3%. Prevalensi current smokers di Sumatera Barat adalah 30,3% dan angka ini lebih tinggi dibandingkan dari prevalensi nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kebiasaan merokok akan meningkatkan risiko terjadinya pneumonia komunitas sesuai dengan lamanya merokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi. Merokok akan menyebabkan perubahan morfologi pada epitel mukosa saluran nafas sehingga mempermudah penyebaran bakteri patogen ke saluran pernafasan (Almirall et al, 2014). Gizi kurang (underweight) merupakan faktor risiko utama dari pneumonia komunitas karena dapat menghambat sistem imun tubuh, sehingga akan memudahkan terjadinya infeksi seperti pneumonia (Almirall et al, 2015). Prevalensi gizi kurang di Indonesia 8,7% dan Sumatera Barat termasuk dalam tiga provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi gizi kurang di Indonesia pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan RI, 2013). 3 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Berdasarkan penjelasan di atas terdapat hubungan diabetes melitus, kebiasaan merokok dan gizi kurang dengan pneumonia komunitas di negara lain, sedangkan di Padang belum ada penelitian tentang hal tersebut sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Diabetes Melitus, Kebiasaan Merokok dan Gizi Kurang dengan Pneumonia Komunitas yang dirawat di Bangsal Paru RSUP dr. M. Djamil Padang Tahun 2014. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara diabetes melitus, kebiasaan merokok, dan gizi kurang dengan pneumonia komunitas di RSUP M. Djamil Padang tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan diabetes melitus, kebiasaan merokok dan gizi kurang dengan pneumonia komunitas yang dirawat di bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Mengetahui karakteristik pasien pneumonia komunitas 1.3.2.2 Mengetahui hubungan diabetes melitus dengan pneumonia 1.3.2.3 Mengetahui hubungan gizi kurang dengan pneumonia 4 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

1.3.2.4 Mengetahui hubungan kebiasaan merokok dengan pneumonia 1.4 Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai data insidensi pneumonia komunitas di RSUP dr. M. Djamil Padang. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan diabetes melitus, kebiasaan merokok, dan gizi kurang dengan pneumonia komunitas di RSUP dr. M. Djamil Padang sehingga dapat dijadikan sumber referensi bagi peneliti dengan penelitian yang terkait. 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan pada Fakultas Kedokteran Universitas Andalas untuk menambah referensi yang berhubungan dengan hubungan diabetes melitus, kebiasaan merokok dan gizi kurang dengan Pneumonia Komunitas. 5 Fakultas Kedokteran Universitas Andalas