KPK DORONG OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH DI SULAWESI TENGGARA

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 001 TAHUN 2018 TENTANG TENTANG TATA CARA PEMBERIAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN BREBES

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahtraan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran masyarakat tentang kewajibannya membayar pajak. cerminan partisipasi aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

RANCANGAN BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BUPATI JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN UKDW. infrastruktur negara yang lebih baik, membuat kelestarian lingkungan hidup dan

I. PENDAHULUAN. Penerimaan Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perlu terus dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG TARGET KINERJA PENERIMAAN PAJAK DAERAH DI KABUPATEN CILACAP TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari wajib pajak yang berdasarkan peraturan perundangan mempunyai. kewajiban untuk membayar pajak kepada pemerintah.

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 13 TAHUN 2015 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah dan pelayanan terhadap masyarakatnya. Daerah otonom

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 6

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

Transkripsi:

KPK DORONG OPTIMALISASI PENDAPATAN DAERAH DI SULAWESI TENGGARA harapanrakyat.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan serangkaian kegiatan koordinasi supervisi di Provinsi Sulawesi Tenggara pada 24-28 Juni 2019. Melalui fungsi Koordinasi dan supervisi, KPK mendorong Pemerintah Provinsi Sultra untuk segera melakukan serangkaian upaya demi mengoptimalkan penerimaan daerah. Rangkaian kegiatan diawali pada Senin 24 Juni 2019, yaitu memberikan kuliah umum di Universitas Sulawesi Tenggara oleh Pimpinan KPK Laode M. Syarif dengan tema Hukum Lingkungan dan Pertambangan. Tim kemudian melakukan pembahasan terkait rencana MoU dan perjanjian kerja sama antara Pemda dengan Kanwil dan Kantah BPN, terkait sertifikasi aset pemda, koneksi host to host, dukungan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dan pemanfaatan Zona Nilai Tanah (ZNT). Koordinator Wilayah VIII KPK Adlinsyah M. Nasution mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan guna mendorong pemerintah daerah dalam melakukan kerja sama dengan BPN di daerah. Hal tersebut dilandasi karena banyaknya aset Pemda yang belum tersertifikasi sehingga di kemudian hari rawan untuk digugat oleh pihak ketiga ataupun terjadi sengketa. Selain itu, tidak dapat diperoleh informasi tentang validitas nilai BPHTB bagi PAD karena tidak adanya koneksi antara BPN dan Pemda. Juga masih belum update-nya data NJOP sesuai dengan harga riil. Sehingga penerimaan daerah tidak dapat maksimal. Adlinsyah menambahkan, terkait peningkatan pendapatan asli daerah, beberapa hal dilakukan KPK, yakni memastikan tidak ada kebocoran dalam penerimaan pajak daerah. Karenanya, tim KPK juga melakukan koordinasi dengan Kantor KPP Pratama Kendari. Di sini, Tim KPK membahas rencana kerja sama bidang perpajakan antara Pemda dengan Kepala KPP Kendari, salah satunya terkait Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP). KPK juga mendorong diterapkannya Catatan Berita 1

tax online di daerah, baik oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota di Sultra. Implementasi pajak secara online yang dimaksud, yaitu implementasi e-samsat bagi Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sehingga akurasi data terjamin dan memberikan kemudahan cara pembayaran yang bisa dilakukan di Bank, ATM, atau minimarket. Di sini, kata Adlinsyah, KPK juga mendorong kerja sama antara Pemda dengan Bank Sultra, termasuk pemasangan alat perekam pajak bagi pajak restoran, hotel, tempat hiburan, dan parkir. KPK juga menegaskan kembali agar Pemerintah Daerah melaksanakan komitmen Rencana Aksi Pencegahan Korupsi secara konsisten dan sungguh-sungguh. Penagihan tunggakan pajak agar lebih efektif, sebab dari data sementara, KPK menemukan data tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor plat merah sebesar Rp8.7 miliar. Sementara itu, Koordinasi Supervisi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK Fungsional Korwil VIII Edi Suryanto, mengatakan pihaknya akan mendorong peningkatan PAD. Tidak hanya THM, alat pengontrol tersebut juga akan dipasang di seluruh hotel dan restoran, untuk mendisiplinkan para pihak swasta membayar pajak. Untuk restoran dan hotel dikenai pajak 10 persen, sementara untuk THM dikenai pajak kurang lebih 20 pajak. Pihaknya menduga, tidak ada kejujuran dalam pembayaran pajak oleh pihak swasta, malah hanya membayar pajak masyarakat yang datang berkunjung. Alat pengontrol tersebut dibuat dengan sistem online dan terkoneksi dengan Dinas Pendapatan. KPK tegaskan, alat tersebut tidak perlu disediakan oleh daerah, karena KPK akan menyediakannya, dan bulan depan alat tersebut akan tiba di Kota Baubau dan segera dikerjakan. Namun terlepas dari itu, alat yang akan dipasangkan nanti tidak hanya dipantau oleh Dinas Pendapatan saja, tapi KPK dan Bank Sultra juga akan turut andil. Alatnya sudah tersedia oleh KPK, pemda nggak usah ngeluarin duit, nggak usah ngeluarin apa-apa untuk sediakan alat itu, yang mendanai mensponsori itu BPD Bank Sultra dan yang mengelola nantinya Dinas Pendatapan Daerah. Tapi ingat, karena sistemnya online, kami minta syarat, dasboardnya secara online kami juga diberikan juga satu akses. Jadi tiga pihak yang ngontrol. Sebagai penanggung jawab untuk seluruh wilayah Sultra, pihaknya akan intens memonitor naik turunnya PAD dari pajak yang diperoleh daerah. Pihaknya akan tahu jika ada pihak yang nakal dengan sengaja mematikan alat pengontrol tersebut. Akan ketahuan jika alat itu dimatikan. Diharapkan dengan adanya alat pengontrol ini pihak swasta akan lebih jujur. Alat itu nanti akan dipasang masing-masing satu, sangat cocok untuk hotel, rumah makan, THM dan sistem parkir dengan menggunakan karcis. Catatan Berita 2

Sumber Berita: 1. KPK (Berita KPK), KPK Dorong Optimalisasi Pendapatan Daerah di Sultra, Senin 24 Juni 2019; 2. Baubau Post, KPK Akan Pasang Alat Pengawas PAD di Seluruh THM Baubau, Selasa 2 Juli 2019. Catatan: 1. Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 20032 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, menyebutkan bahwa: Pasal 1 angka 3 Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Pasal 6 Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas: a. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Pasal 7 Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi; b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait; Catatan Berita 3

d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Pasal 8 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik. 2. Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka 13 Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan Pasal 5 ayat (2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. Pendapatan Asli Daerah; b. Dana Perimbangan; dan c. Lain-lain Pendapatan. Pasal 6 (1) PAD bersumber dari: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan d. lain-lain PAD yang sah. (2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,meliputi: a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan; b. jasa giro; c. pendapatan bunga; d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat daripenjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah. Catatan Berita 4

Pasal 7 Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang: a. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkanekonomi biaya tinggi; dan b. menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambatmobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dankegiatan impor/ekspor Pasal 43 Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat. 3. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa: Pasal 285 ayat (1) Sumber pendapatan Daerah terdiri atas: a. pendapatan asli Daerah meliputi: 1. pajak daerah; 2. retribusi daerah; 3. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; b. pendapatan transfer; dan c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Pasal 297 (1) Komisi, rabat, potongan, atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang secara langsungsebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro, atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang Daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan pendapatan Daerah. (2) Semua pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum Daerah dan berbentuk barang menjadi milik Daerah yang dicatat sebagai inventaris Daerah. Pasal 328 ayat (2) Bunga deposito, bunga atas penempatan uang di bank, jasa giro, dan/atau bunga atas investasi jangka pendek merupakan pendapatan Daerah. Catatan Berita 5

4. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa: Pasal 1 angka 10 Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 2 (1) Jenis Pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. (2) Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. (3) Daerah dilarang memungut pajak selain jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (4) Jenis Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (5) Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota. Catatan Berita 6