URAIAN TEORITIS. Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau

dokumen-dokumen yang mirip
Universitas Gadjah Mada

Public Health Faculty Jember University Ni mal Baroya, MPH., March 1 st 2016

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

Konstruksi Teori-teori Kependudukan Demografi (Kependudukan) Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

TEORI KEPENDUDUKAN MUTAKHIR

BAB II URAIAN TEORITIS. memusat di daerah perkotaan atau meningkatnya proporsi tersebut. desa yang bermukim dan berkembang di kota.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggelisahkan beberapa ahli, dan masing-masing dari mereka berusaha mencari

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

PENGANTAR DEMOGRAFI 1 Oleh: Omas Bulan Rajagukguk 2. Kata demografi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari kata

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan nasional suatu negara yakni melalui jumlah dan

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

POKOK BAHASAN V TEORI-TEORI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

I. PENDAHULUAN. Indikator keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara terletak pada

Manfaat dari memahami dinamika penduduk adalah : 1. Mengetahui jumlah penduduk pada suatu waktu dan wilayah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BAB III METODE PENELITIAN. data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Angkatan Kerja Banyak hal mengenai kehidupan sosial di suatu negara/masyarakat dapat di

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

III. METODE PENELITIAN

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

BAB 7. ASPEK EKONOMI & SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

ASPEK KEPENDUDUKAN I. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

Katalog BPS :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Metodologi Pengertian Produk Domestik Regional Bruto Beberapa Pendekatan Penyusunan PDRB

BAB 2 LANDASAN TEORI

POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA DI WILAYAH DESA

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Bahan Konferensi Pers Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

I. PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memberikan ciri-ciri negara dengan taraf hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

Pendahuluan Johan Sussmilch

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN Jumlah penduduk wajib KTP Orang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

I. PENDAHULUAN. untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan suatu bangsa. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Sri Wahyuningsih, S.Si 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

Transkripsi:

URAIAN TEORITIS 2.1 Konsep Tingkat Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit wilayah, atau dapat ditulis dengan rumus : Jumlah penduduk yang digunakan sebagai pembilang dapat berupa jumlah seluruh penduduk di wilayah tersebut, atau bagian-bagian penduduk tertentu seperti : penduduk daerah pedesaan atau penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sedangkan sebagai penyebut dapat berupa luas seluruh wilayah, luas daerah pertanian, atau luas daerah pedesaan. Kepadatan penduduk di suatu wilayah dapat dibagi menjadi empat bagian : 1. Kepadatan penduduk kasar (crude density of population) atau sering pula disebut dengan kepadatan penduduk aritmatika yaitu banyaknya penduduk per satuan luas. 2. Kepadatan penduduk fisiologis (fhysiological density) yaitu jumlah penduduk tiap kilometer persegi tanah pertanian. 3. Kepadatan penduduk agraris (agricultural density) yaitu jumlah penduduk petani tiap-tiap km 2 tanah pertanian. 4. Kepadatan penduduk ekonomi (economical density of population), kepadatan penduduk ekonomi berbeda dengan ketiga macam kepadatan penduduk yang telah dibicarakan di atas yaitu jumlah penduduk persatuan luas. Pada kepadatan penduduk ekonomi ialah besarnya jumlah penduduk pada suatu wilayah didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan. 2.2 Konsep Produk Domestik Regional Bruto

2.2.1 Pendapatan regional Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk daerah tersebut. 2.2.2 PDRB atas dasar harga berlaku Produk domestik regional bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku. Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. 2.2.3 PDRB atas dasar harga konstan Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral. 2.2.4 Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita adalah total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk didaerah tersebut untuk tahun yang sama. 2.2.5 Metode penghitungan pendapatan regional Metode tahap pertama dapat di bagi dalam dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung adalah penghitungan dengan menggunakan data daerah atau data asli yang menggambarkan kondisi daerah dan di gali dari sumber data yang ada di daerah itu sendiri. Metode langsung dapat dilakukan dengan mempergunakan tiga macam cara, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. Metode tidak langsung adalah penghitungan dengan mengalokasikan pendapatan nasional menjadi pendapatan regional memakai berbagai macam indikator antara lain jumlah produksi, luas areal, sebagai alokatornya. Metode Langsung : 1. Pendekatan produksi Pendekatan produksi merupakan cara penghitungan nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu kegiatan atau sektor ekonomi dengan cara mengurangkan biaya antara dari total produk bruto sektor atau subsektor. Pendekatan ini banyak digunakan untuk memperkirakan nilai tambah dari sektor produknya berbentuk fisik atau barang seperti: a. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan b. Pertambangan dan penggalian c. Industri pengolahan d. Listrik, gas dan air bersih

e. Bengunan f. Perdagangan, hotel dan restoran g. Pengangkutan dan komunikasi h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i. Jasa-jasa j. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi (output) dan nilai biaya antara (intermediate cost), yaitu bahan baku/penolong dari luar yang dipakai dlam proses produksi. Nilai tambah itu sama dengan balas jasa atas ikut sertanya berbagai faktor produksi dalam proses produksi. 2. Pendekatan pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi diperkirakan dari semua menjumlahkan semua balas jasa yang di terima oleh faktor produksi, yaitu upah dan gaji serta surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung netto. 3. Pendekatan pengeluaran Pendekatan dengan segi pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir dari suatu barang dan jasa yang diproduksi dari dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa digunakan untuk: a. Konsumsi rumah tangga b. Konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung c. Konsumsi pemerintahan d. Pembentukan modal tetap bruto atau investasi

e. Perubahan stok adalah selisih antara awal tahun dengan akhir tahun dari bahan yang ada dalam penyimpanan produsen ataupun dalam proses produksi. f. Ekspor netto adalah total ekspor dikurang impor. Pendekatan pengeluaran juga menghitung apa yang diproduksi di wilayah tersebut tetapi hanya menjadi konsumsi atau pengguna akhir. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung adalah suatu cara mengalokasikan produk domestik bruto dari wilayah yang lebih luas ke masing-masing bagian wilayah, misalkan mengalokasikan PDB Indonesia ke setiap propinsi dengan menggunakan alokator tertentu, yaitu: 1. Nilai produksi bruto/netto setiap sektor/subsektor, pada wilayah yang dialokasikan 2. Jumlah produksi fisik 3. Penduduk 4. Tenaga kerja 5. Alokator tidak langsung lainnya Dengan memperhitungkan salah satu kombinasi dari beberapa alokator dapat diperhitungkan persentase masing-masing bagian propinsi terhadap nilai tambah setiap sektor atau subsektor. 2.3 Pengertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja 1. Tenaga kerja (Manpower) Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15-64 tahun. Atau dengan kata lain tenaga kerja

adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa. Jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. 2. Angkatan kerja (Labor force) Secara demografis besarnya angkatan kerja tergantung dari tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja. Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. 3. Bukan angkatan kerja (Not in the labor force) Adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Jadi mereka ini adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya tidak terlibat, atau tidak berusaha utuk terlibat, dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa. 2.3.1 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1971 Kelompok angkatan kerja yang digolongkan bekerja adalah : 1) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntngan dan lamanya bekerja paling sedikit dua hari. 2) Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah : a) Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintahatau swasta yang sedang tidak masuk kerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, dan sebagainya.

b) Petani-petani yang mengusahakan tanah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panenan atau menuggu hujan untuk menggarap sawah dan sebagainya. c) Orang-orang yang bekerja dalam bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur dan sebagainya. Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah : 1) Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mencari/mendapatkan pekerjaan. 2) Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha mendapatkan pekerjaan. 3) Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Kelompok bukan angkatan kerja : 1) Sekolah : untuk mereka yang kegiatannya hanya bersekolah. 2) Mengurus rumah tangga : untuk mereka yang kegiatannya hanya mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah. 3) Penerima pendapatan : untuk mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan tetapi memperoleh penghasilan, misalnya pensiun, bunga simpanan,hasil persewaan, dan sebagainya. 4) Lain-lain : untuk mereka yang hidupnya tergantung pada orang lain karena usia lanjut, lumpuh, dungu, dan sebagainya. 2.3.2 Pengertian angkatan kerja menurut sensus penduduk 1980 Dibidang ketenagakerjaan, sensus penduduk 1980 bertujuan antara lain untuk mengumpulkan keterangan-keterangan tentang kegiatan yang dilakukan oleh setiap

anggota rumah tangga yang berumur 10 tahun atau lebih. Pada dasarnya kegiatan penduduk tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja dan penduduk bukan angkatan kerja. Penduduk yang berumur 10 tahun keatas yang termasuk dalam kelompok angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu panenan, pegawai cuti dan sebagainya. Di samping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini. Penduduk yang termasuk dalam kelompok bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya dan tidak melakukan sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan. Penduduk (10 tahun keatas) yang dimasukkan dalam kategori bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit satu jam dalam seminggu. Yang termasuk dalam kategori yang mempunyai pekerjaan, tetapi sementara tidak bekerja adalah penduduk (10 tahun keatas) yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti sedang sakit, cuti, menuggu panen, mogok dan sebagainya atau bekerja selama kurang dari satu jam. Yang dimasukkan kategori mencari pekerjaan adalah penduduk 10 tahun keatas yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Termasuk didalamnya : a) Mereka yang belum pernah bekerja. b) Mengajukan lamaran.

c) Membalas iklan yang menawarkan pekerjaan d) Mendatangi langsung kantor/pabrik e) Pesan lewat saudara/kenalan f) Lainnya. 2.3.3 Tenaga kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan serta jam kerja. Dalam ketenagakerjaan, tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan usaha, status pekerjaan, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jam kerja. Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang bekerja disektor: a. Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Peternakan b. Pertambangan dan penggalian c. Industri manufaktur d. Listrik, gas dan air minum e. Bangunan f. Perdagangan besar, eceran dan rumah makan g. Angkutan, pergudangan dan komunikasi h. Keuangan, asuransi, usaha persewaan, tanah dan jasa perusahaan i. Jasa kemasyarakatan dan lainnya. Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan perkapita biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam menyediakan lapangan kerja. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan perkapita yang beralih dari barang dan hasil pertanian ke barang-barang hasil industri.

Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas: a. Tidak atau belum pernah sekolah b. Tidak atau belum tamat Sekolah Dasar (SD) c. Sekolah Dasar (SD) d. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP ) e. Sekolah Menengah Atas (SMA) f. Diploma I/II g. Diploma III h. Diploma IV/Sarjana. Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding lurus atau berhubungan positif dengan upah atau gaji. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi upah atau gaji yang diterima. Hubungan ini menjadi hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumber daya manusia. Dilihat dari segi jam kerja, dapat dibagi menjadi pemanfaatan jam sedikit atau sering diistilahkan sebagai setengah mengangur (labor utilization) yakni bilamana seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu yang lalu. Dasar 34 jam sebagai batas adalah berdasarkan arbitrary, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang bekerja antara 35-60 jam selama seminggu yang lalu atau sekitar 6-8 jam perhari, sedangkan pekerja lebih (over utilization) bilamana melebihi bekerja 60 jam selama seminggu. Berdasarkan status pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas: a. Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain b. Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap c. Berusaha dengan buruh tetap

d. Buruh atau karyawan e. Pekerja keluarga Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat. Sementara itu rasio jumlah tenaga kerja yang bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan pekerja keluarga menurun. Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, sering kali digunakan sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal. Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah tenaga kerja formal. Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal.

PENDUDUK Penduduk dalam usia kerja Tenaga kerja Penduduk diluar Usia kerja Dibawah usia kerja Diatas usia kerja Pensiun, dsb Angkatan kerja (labor force) Bukan Angkatan kerja (not in the labor force) Sekolah Ibu rumah tangga Lain-lain Bekerja (employed) Mencari pekerjaan/menganggur (unemployed) Bekerja penuh (fully Employed) Setengah menganggur Setengah menganggur kentara Setengah menganggur tidak kentara Setengah penganggur menurut pendapatan Setengah penganggur menurut produktivitas Setengah penganggur menurut pendidikan dan j i k j Lain-lain Gambar 2.1 Penduduk dan Tenaga Kerja

2.4 Teori Penduduk 2.4.1 Aliran Malthusian dan Neo Malthusian a. Aliran Malthusian Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul : essai on Principle of populations as it affect the future improvement of society, with remark on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus sebagai berikut : Human species would increase as the number 1,2,4,8,16,32,64,128,256, anf substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of substance as 256 to 9 ; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years the difference would be almost incalculable Seperti telah disebutkan di atas, untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan positive checks. Preventive checks ialah pengurangan penduduk melalui penekanan

kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan vice. Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila disuatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persedian bahan pangan. Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut : 1. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan yang lainnya sehinggan pengiriman bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan. 2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi, terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru. 3. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasanganpasangan yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis Place pada tahun 1822.

4. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus. b. Aliran Neo Malthusian Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusian. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara preventive checks misalnya dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich : the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by force. Menurut kelompok inti (yang dipelopori oleh Garnett Hardin dan Paul Ehrlich). Pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah mulai tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Tiap minggu lebih dari satu juta bayi lahir didunia, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan. Mungkin pada permulaan abad ke-19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan Malthus tidak mungkin terjadi tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu terjadi. Paul Ehrlich dalam bukunya the population bomb pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan semakin terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di duna ini

lingkungan sudah banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich bersama isterinya merevisi buku tersebut dengan judul yang baru the population explotion, yang isinya bahwa bom penduduk yang dikhawatirkan tahun 1968, kini sewaktuwaktu akan dapat meletus. Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat merisaukan mereka..the poor are dying of hunger, while the rich and poor alike are dying from the byproducts of a affluence-population and ecological disaster. Pandangan mereka tentang masa depan dunia ini sangat suram, namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi penduduk di Negara maju (developed world). Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul the limit to growth. Bagi penganut Malthus, buku ini merupakan karya terbaik yang pernah diterbitkan, tetapi bagi penentang teori Malthus buku ini dapat mempengaruhi manusia dalam melihat masa depan dari dunia ini, yaitu dunia penuh kesuraman, dan pesimisme. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu : penduduk, produksi pertanian, produksi industry, sumber daya alam dan polusi. Pada waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah, maka bahan makanan per kapita, hasil industri, dan penduduk bertambah dengan cepat. Pertumbuhan ini akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya alam (SDA) yang akhirnya akan habis. Walaupun dibuat asumsi yang bervariasi dari laju perkembangan kelima variabel di atas, terjadinya malapetaka tidak dapat dihindari, hanya waktunya dapat tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu membiarkan malapetaka itu terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan mengelola lingkungan alam dengan baik (Demografi Umum,2003).

2.4.2 Aliran Marxist Aliran in dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun. Kedua-duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri-sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang mengatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusiakan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu Negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada Negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut. Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan kemelaratan tersebut, dimana mereka menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis. Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Selanjutnya ia berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang

dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk : Marx dan Engels menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan Malthus. 2.4.3 Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir 1. Teori Fisilogi dan Sosial Ekonomi a. John Stuart Mill John stuart mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai aksioma. Namun demikian dia berpendapat bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup (standart of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan (seperti kata Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan :...the niggardlines of nature, not the injusticeof society, is the cause of the pinalty attached to overpopulation. Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanyalah bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu : mengimpor bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan pendidikan penduduk maka secara rasional maka mereka mempertimbangkan perlu tidaknya

menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha yang ada. Disamping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah. b. Arsene Dumont Ia adalah seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et civilization. Ia melancarkan terori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaris sosial (theory for social capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapi kedudukan yang tinggi dimasyarkat, misalnya : seorang ayah selalu mengharapakan dan berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler. Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi, dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, di mana sistem demokrasi sangat baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara-negara sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, sistem kapilaritas sosial tidak dapat berjalan dengan baik.

c. Emile Durkheim Ia adalah seorang ahli sosialogis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan pehatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan, pada suatu wilayah di mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks. Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri, akan terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan karena ada masyarakat tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi dari Darwin dan juga pemikiran dari Ibnu Khaldun. d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan, bahwa daya reproduksi manusia di batasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan meningkat. Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan di Jawa, India dan China di mana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan

penduduknya juga tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya daripada Sadler. Malthus mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat mempunyai fertilitas tinggi, tetapi dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian, penduduk tidak mempunyai fertilitas yang tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga tingkat fertilitasnya rendah. Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya, mereka akan mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka akan mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar. Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bayi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan factor pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan yang baik biasanya jumlah keluarganya kecil. Rupa-rupanya teori fisiologi banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam meninjau perkembangan penduduk suatu Negara atau wilayah. Teori ini dapat pula menjelaskan bahwa semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.

2.4.4 Penganut Kelompok Teknologi Yang Optimis Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta penganutpenganutnya ditentang keras oleh kelompok tenologi. Mereka beranggapan bahwa manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri masa transisi demografinya. Ahli futurology Herman Kahn (1976) mengatakan bahwa Negara-negara kaya akan membantu Negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu juga akan jatuh kepada orang-orang miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok di antara umat manusia di dunia ini. Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut Era Substitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit to growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut. Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik kelompok ekonomi, karena kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial di mana distribusi pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya distribusi pendapatan Negara-negara tersebut. (Demografi Umum, 2003).

2.5 Teori Migrasi 2.5.1 Teori Migrasi Todaro Model ini bertolak dari asumsi bahwa migrasi dari desa ke kota pada dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan migrasi juga merupakan suatu keputusan yang tela dirumuskan secara rasional; para migran tetap saja pergi, meskipun mereka tahu betapa tingginya tingkat pengangguran yang ada di daerah-daerah perkotaan. Selanjutnya, model todaro mendasarkan diri pada pemikiran bahwa arus migrasi itu berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dipersoalkan di sini bukanlah penghasilan yang aktual, melainkan penghasilan yang diharapakan (expected income). Adapun premis dasar dalam model ini adalah bahwa para migran senantiasa mempertimbangkan dan membandingkan-bandingkan berbagai macam pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka di sektor pedesaan dan perkotaan, serta kemudian memilih salah satu di antaranya yang dapat memaksimumkannya keuntungan yang diharapkan (expected gains) dari migrasi. Pada dasarnya, model todaro tersebut beranggapan bahwa segenap angkatan kerja, baik yang aktual maupun potensial, senantiasa membandingkan penghasilan yang diharapkan selama kurun waktu tertentu di sektor perkotaan (yaitu selisih antara penghasilan dan biaya migrasi) dengan rata-rata tingkat penghasilan yang bisa diperoleh di pedesaan. Mereka baru akan memutuskan untuk melakukan migrasi jika penghasilan bersih di kota melebihi pengasilan bersih yang tersedia di desa. Model ekonomi mengenai migrasi yang biasa digunakan, yakni yang lebih menitikberatkan pengaruh faktor selisih pendapatan sebagai penentu keputusan akhir untuk bermigrasi, tidak akan mengalami kesulitan dalam menunjukkan pilihan mana yang akan diambil oleh para pekerja di desa. Mereka pasti akan memutuskan untuk

bermigrasi guna mencari mencari upah di kota yang lebih tinggi. Meskipun demikian, penting untuk dipahami bahwa model migrasi ini dikembangkan dalam konteks perekonomian industri maju sehingga secara implisit mengasumsikan adanya kesempatan kerja yang penuh atau hampir penuh. Dalam situasi kesempatan kerja penuh, kesempatan untuk bermigrasi memang dapat didasarkan semata-mata pada keinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan upah yang relatif tinggi, di mana pun pekerjaan itu tersedia. Lebih lanjut, arus migrasi itu akan berhenti dengan sendirinya jika selisih pendapatan desa dan kota mengecil (upah di kota menurun karena jumlah pekerja yang tersedia bertambah, sedangkan upah di desa meningkat karena jumlah tenaga pekerja menyusut) sampai akhirnya sama. Bertolak dari pemikiran ini, model atau teori yang sederhana itu menganggap migrasi bukan suatu masalah yang perlu dikhawatirkan, karena mekanisme pasar akan mampu menghentikan atau, sebaliknya, meningkatkannya sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sayangnya, analisis seperti ini tidaklah realistis, apalagi jika dikaitkan dengan kerangka kelembagaan dan ekonomi di sebagian negara-negara berkembang. Terdapat sejumlah alasan yang kuat untuk mengatakan analisis itu tidak realistis. Pertama, negara-negara berkembang pada umumnya menghadapi masalah pengangguran yang serius dan kronis sehingga seorang migran tidak dapat berharap segera mendapatkan pekerjaan dengan gaji tinggi di perkotaan. Pada kenyataannya, ketika masuk ke dalam pasar kerja di perkotaan, banyak migran yang sebagian besar tidak terdidik dan tidak mempunyai keahlian, akan betul-betul menjadi pengangguran atau mencoba mencari pekerjaan lepas sebagai penjual keliling, pedagang asongan, petugas reparasi, atau pekerja harian yang berpindah-pindah di sektor perkotaan tradisional atau informal, yang relatif mudah dimasuki, beroperasi pada skala kecil, dan dengan upah yang relatif bersaing. Pada kasus penduduk migran yang terdidik peluangnya lebih baik,

dan beberapa diantaranya akan menemukan pekerjaan di sektor formal relatif lebih cepat. Namun pekerja terdidik ini hanya bagian kecil dari aliran penduduk migran secara total. Itu berarti sebelum memutuskan untuk bermigrasi, para calon migran juga harus mempertimbangkan kemungkinan dan resiko menganggur (baik terbuka maupun terselubung) dalam jangka waktu yang cukup lama. Mayoritas usia migran yang muda membuat keputusan mereka untuk melakukan migrasi harus dilandaskan pada suatu jangka waktu yang lebih panjang guna memungkinkan mereka memperhitungkan penghasilan yang lebih permanen. Apabila para calon migran itu memperkirakan bahwa nilai-nilai kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan tetap relatif rendah pada periode awal, bobot kemungkinan tersebut diharapkan akan meningkat seiring dengan berjalannya waktu dan semakin luasnya hubungan atau koneksinya, sehingga tetap rasional baginya untuk bermigrasi meskipun penghasilan yang diharapkan pada periode awal mungkin lebih rendah daripada pendapatan yang diperolehnya di pedesaan. Jadi, sepanjang nilai sekarang (present value) dari penghasilan bersih yang diharapkan selama kurun waktu yang diperhitungkannya melebihi pendapatan yang bisa diperoleh di pedesaan, maka keputusan untuk bermigrasi tetap dapat di benarkan. Dengan demikian, migrasi dari desa ke kota bukanlah suatu proses positif yang menyamakan tingkat upah di kota dan di desa seperti yang diungkapkan oleh modelmodel kompetitif, melainkan kekuatan yang menyeimbangkan jumlah pendapatan yang diharapkan (expected income) di pedesaan serta di perkotaan. 2.5.2 Teori Migrasi Everett S. Lee Dalam keputusan bermigrasi selalu terkandung keinginan untuk memperbaiki salah satu aspek kehidupan, sehingga keputusan seseorang melakukan migrasi dapat

disebabkan oleh berbagai macam faktor. Menurut Lee (1987) ada empat faktor yang perlu diperhatikan dalam studi migrasi penduduk, yaitu : 1. Faktor-faktor daerah asal 2. Faktor-faktor yang terdapat pada daerah tujuan 3. Rintangan antara 4. Faktor-faktor individual Faktor-faktor 1,2 dan 3, secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.2 - o+ - o+ - o + - o+ - o+ - o+ - o o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o + - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+ - o+o+ - o+ - o+ - Daerah Asal Rintangan Antara Daerah Tujuan Gambar 2.2 Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan daerah tujuan serta rintangan antara Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang untuk tidak meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain itu ada pula faktor-faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (faktor o). Diantara keempat

faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah tergantung kepada individu itu sendiri. Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi besarnya faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju kondisi sosial ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik, seperti perkembangan industri, perdagangan, pendidikan, perumahan, dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas perumahan dan kondisi lingkungan yang kurang baik.