WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN HARI TUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 73 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 12 Tahun 2018 Seri E Nomor 7 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 12 TAHUN 2018 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPESERTAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

2 Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi se

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN PURWAKARTA

BERITA NEGARA. Pembayaran. Persyaratan. Tata Cara.

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Ta

BERITA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BPJS KETENAGAKERJAAN,

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR: 39 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Se

2012, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c menetapkan Peraturan Pemerintah te

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

2018, No Perubahan Data Kepesertaan dan Pembayaran Iuran Program Jaminan Pensiun; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sist

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2013 TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150 Tambahan Lembaran Negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 30 TAHUN 2015

BUPATI KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/MEN/1993 TAHUN 1993 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik

WALIKOTA LANGSA PERATURAN WALIKOTA LANGSA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENAHAPAN KEPESERTAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB III PROGRAM JAMINAN HARI TUA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengantar Diskusi EuroCham

NOMOR... TAHUN... TENTANG PROGRAM JAMINAN KOMPENSASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

TENTANG DI KOTA CIMAHI. Ketenagakerjaan. Kerja Asing;

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 50 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SIDENRENG RAPPANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU R.I. NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 3 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11TAHUN 2016 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin untu

2016, No Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENGAMATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

Transkripsi:

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA SERANG NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KOTA SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan fungsi dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan memberikan perlindungan kepada masyarakat daerah khususnya tenaga kerja dan keluarganya terhadap kemungkinan terjadinya resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pada saat bekerja dan/atau dalam ikatan kerja dengan perusahaan / pengusaha; b. bahwa dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan jaminan sosial Ketenagakerjaan, Pemerintah Daerah berwenang tidak memberikan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara yang tidak mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Kota Serang; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) dan Pasal 28D ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 6.Undang..

- 2-6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 tentang Tata Cara Hubungan Antar Lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 230, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5473); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5481); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5714); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5715); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5716), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5730); 13. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 253); 14.Peraturan.

- 3-14. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua bagi Peserta Penerima Upah; 15. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 29 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran dan Penghentian Manfaat Jaminan Pensiun; 16. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pekerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada Sektor Jasa Konstruksi; 17. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua bagi Peserta Bukan Penerima Upah (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 243 Tahun 2016); 18. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif Tidak Mendapat Pelayanan Publik Tertentu Bagi Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara; 19. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan (Lembaran Daerah Kota Serang Tahun 2013 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kota Serang Nomor 66); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN DI KOTA SERANG BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Serang. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Walikota adalah Walikota Serang. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Serang dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6.Jaminan

- 4-6. Jaminan Sosial ketenagakerjaan adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar yang terdiri atas, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun. 7. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Cabang Serang yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian yang wilayah operasionalnya meliputi wilayah kota Serang. 8. Pelayanan Publik Tertentu adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap orang atau perusahaan yang disediakan oleh pemerintah daerah, meliputi izin, tanda daftar, atau yang sejenisnya. 9. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. 10. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau keluarganya. 11. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta dan / atau pemberi kerja. 12. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya. 13. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 14. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 15. Peserta Bukan Penerima Upah adalah orang perorangan yang melakukan kegiatan usaha secara mandiri untuk memperoleh penghasilan. 16. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. 17. Penyakit Akibat Kerja yang selanjutnya disingkat PAK adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan / atau lingkungan kerja. 18. Jaminan kecelakaan kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. 19. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. 20. Jaminan Pensiun yang selanjutnya disingkat JP adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. 21. Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. 22. Perizinan

- 5-22. Perizinan terkait usaha adalah pelayanan publik tertentu yang diterbitkan oleh unit pelayanan publik pada pemerintah daerah. 23. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Kartu Peserta BPJS adalah kartu tanda kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk program JKK, JHT, JP dan JKM sesuai dengan penahapan kepesertaan. 24. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut Pengawas adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditugaskan dalam jabatan fungsional pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 25. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perseorangan dan/atau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 26. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 28. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Kedua Ruang Lingkup Pasal 2 Ruang lingkup penyelenggaraan jaminan sosial ketenagakerjaan yang diatur dalam Peraturan Walikota ini pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, meliputi : a. Bentuk dan Penahapan Kepesertaan; b. Penyelenggaraan program JKK dan JKM; c. Penyelenggaraan program JP; d. Penyelenggaraan program JHT; e. Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif; f. Pengawasan dan pembinaan; dan g. Penanganan Keluhan; BAB II

- 6 - BAB II BENTUK DAN PENAHAPAN KEPESERTAAN Bagian Kesatu Bentuk Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Pasal 3 Penyelenggaraan program Jaminan sosial ketenagakerjaan dilaksanakan dalam bentuk : a. JKK; b. JHT; c. JP; dan d. JKM. Bagian Kedua Penahapan Kepesertaan Paragraf 1 Umum Pasal 4 Peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan terdiri atas : a. Peserta Penerima Upah; b. Peserta Bukan Penerima Upah. Paragraf 2 Peserta Penerima Upah Pasal 5 (1) Peserta Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan pekerja yang bekerja pada pemberi kerja. (2) Penahapan kepesertaan untuk pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dikelompokkan berdasarkan skala usaha yang terdiri atas : a. usaha besar; b. usaha menengah; c. usaha kecil; dan d. usaha mikro. (3) Pemberi kerja sesuai dengan skala usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk mengikuti program JKK, JHT, JP dan JKM secara bertahap. (4) Penahapan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk: a. usaha besar dan usaha menengah wajib mengikuti program JKK, JHT, JP dan JKM; b. usaha kecil wajib mengikuti program JKK, JHT dan JKM; dan c. usaha mikro wajib mengikuti program JKK dan JKM. (5) Dalam hal skala usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bergerak di bidang usaha jasa konstruksi yang mempekerjakan tenaga harian lepas, borongan dan/atau musiman atau perjanjian kerja waktu tertentu paling sedikit 3 (tiga) bulan berturut turut, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program JKK dan JKM. Paragraf 3.

- 7 - Paragraf 3 Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 6 (1) Peserta bukan penerima upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi: a. pemberi kerja; b. pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan c. pekerja yang tidak termasuk dalam huruf b yang bukan menerima gaji atau upah. (2) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a selain wajib mengikuti program JKK, JHT dan JKM, dapat juga mengikuti program JP. (3) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c selain wajib mengikuti program JKK dan JKM, dapat mengikuti program JHT dan JP. BAB III PENYELENGGARAAN PROGRAM JKK DAN JKM Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Setiap Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Setiap pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri wajib mendaftarkan dirinya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Pekerja yang tidak termasuk pada ayat (2) yang bukan menerima gaji atau upah wajib mendaftarkan dirinya sebagai Peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Kedua Kepesertaan Pasal 8 (1) Peserta program JKK dan JKM terdiri atas : a. Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara; dan b. Peserta bukan penerima Upah. (2) Peserta penerima upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. Pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perseorangan; dan c. orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan. (3) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Pemberi Kerja; b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan c. Pekerja yang tidak termasuk pada huruf b yang bukan menerima Upah. (4)Setiap

- 8 - (4) Setiap peserta penerima upah dan peserta bukan penerima upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Ketiga Tata Cara Pendaftaran Paragraf 1 Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada Pemberi Kerja Pasal 9 (1) Pemberi Kerja dalam mendaftarkan dirinya dan seluruh Pekerjanya wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap yang meliputi data dirinya dan data Pekerja beserta anggota keluarganya kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Kepesertaan pada BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. (4) BPJS Ketenagakerjaan menerbitkan sertifikat kepesertaan bagi perusahaan dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan bagi Pemberi Kerja dan seluruh Pekerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 10 (1) Peserta yang pindah tempat kerja wajib memberitahukan kepesertaannya kepada Pemberi Kerja tempat kerja baru dengan menunjukkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dimilikinya. (2) Pemberi Kerja tempat kerja baru wajib meneruskan dengan melaporkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan dan membayar Iuran sejak Pekerja bekerja pada Pemberi Kerja tempat kerja baru. Pasal 11 (1) Dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya, Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada Pemberi Kerja. (2) Pemberi Kerja setelah menerima perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 12 (1) Dalam hal Pemberi Kerja lalai tidak mendaftarkan Pekerjanya, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program jaminan sosial kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai program yang diwajibkan dalam penahapan kepesertaan. (2) BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan berdasarkan pendaftaran sejak pendaftaran dan Iuran pertama diterima. (3)Kepesertaan.

- 9 - (3) Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan mulai berlaku sejak nomor kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 13 Tata cara pendaftaran program JKK dan JKM bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 2 Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 14 (1) Peserta bukan penerima Upah wajib mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai penahapan kepesertaan. (2) Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki usaha atau pekerjaan lebih dari 1 (satu), Peserta wajib mencantumkan uraian kegiatan usaha atau pekerjaan tersebut dalam formulir pendaftaran, paling banyak 2 (dua) jenis pekerjaan. (3) Pendaftaran kepesertaan kepada BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta dengan mengisi formulir pendaftaran. (4) BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta Iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 15 (1) Dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya, perubahan kegiatan usaha, atau pekerjaan, Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada BPJS Ketenagakerjaan, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta. Pasal 16 (1) Pemberi Kerja yang memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu) wajib ikut dalam program JKK pada masing-masing perusahaan. (2) Pemberi Kerja yang memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu) wajib ikut dalam program JKM pada salah satu perusahaan yang dimilikinya. (3) Pekerja penerima Upah yang bekerja pada beberapa perusahaan wajib diikutsertakan dalam program JKK dan JKM oleh masing-masing perusahaan. Pasal 17 Tata cara pendaftaran program JKK dan JKM bagi peserta bukan penerima upah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 3

- 10 - Paragraf 3 Peserta Program JKK dan JKM pada Sektor Jasa Konstruksi Pasal 18 (1) Pemberi Kerja yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa konstruksi pada proyek jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pada pekerjaan konstruksi. (3) Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja harian lepas, pekerja borongan dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pasal 19 (1) Dalam hal terjadi perubahan data pekerja karena adanya pergantian pekerja maka pemberi kerja jasa konstruksi wajib melaporkan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari (2) Dalam hal terjadi resiko terhadap pekerja sebelum melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar hak pekerja. (3) Dalam hal terjadi resiko terhadap pekerja setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi kerja jasa konstruksi wajib membayar hak pekerja. Pasal 20 Tata cara pendaftaran program JKK dan JKM pada sektor jasa konstruksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Bagian Keempat Besarnya Iuran JKK dan JKM Pasal 21 Besaran iuran peserta JKK dan JKM bagi peserta penerima upah, peserta bukan penerima upah dan peserta pada sektor jasa konstruksi ditetapkan oleh BPJS ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Bagian Kelima Tata Cara Pembayaran Iuran Paragraf 1 Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada Pemberi Kerja Pasal 22 (1) Pemberi Kerja wajib menyetor Iuran JKK dan JKM yang menjadi kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pemberi Kerja wajib membayar Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan Iuran yang bersangkutan dengan melampirkan data pendukung seluruh Pekerja dan dirinya. (3)Dalam.

- 11 - (3) Dalam hal tanggal 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, maka Iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Pasal 23 (1) Keterlambatan pembayaran Iuran bagi Pemberi Kerja dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari Iuran yang seharusnya dibayar oleh Pemberi Kerja. (2) Denda akibat keterlambatan pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung sepenuhnya oleh Pemberi Kerja dan pembayarannya dilakukan bersamaan dengan penyetoran Iuran bulan berikutnya. Pasal 24 Tata cara pembayaran iuran program JKK dan JKM bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 2 Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 25 (1) Peserta bukan penerima Upah wajib membayar Iuran yang menjadi kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta. (3) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan Iuran yang bersangkutan. (4) Dalam hal tanggal 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada hari libur, maka Iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Paragraf 3 Peserta Program JKK dan JKM pada Sektor Jasa Konstruksi Pasal 26 (1) Pemberi kerja jasa konstruksi wajib membayar iuran kepada BPJS ketenagakerjaan secara sekaligus atau secara bertahap. (2) Tahapan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Tahap pertama sebesar 50 % (lima puluh persen) dari total iuran yang harus dibayar oleh pemberi kerja jasa konstruksi; b. Tahap kedua sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari total iuran yang harus dibayar oleh pemberi kerja jasa konstruksi; c. Tahap ketiga sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari total iuran yang harus dibayar oleh pemberi kerja jasa konstruksi. (3) Dalam hal pemberi kerja jasa konstruksi tidak dapat membayar iuran secara lunas maka pembayaran iuran dapat dilakukan berdasarkan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan seluruh iuran harus sudah dibayar lunas paling lambat pada saat pemberi kerja jasa konstruksi menerima pembayaran dari pengguna jasa konstruksi sebelum tahap pekerjaan konstruksi terakhir. Bagian Keenam

- 12 - Bagian Keenam Manfaat dan Pembayaran Jaminan Paragraf 1 JKK Pasal 27 (1) Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK berhak atas manfaat JKK. (2) Manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis; b. Santunan berupa uang yang terdiri atas santunan sementara tidak mampu bekerja, biaya pengangkutan, santunan cacat, santunan kematian apabila peserta bersangkutan meninggal dunia. c. Beasiswa pendidikan bagi anak bagi peserta yang meninggal karena kecelakaan kerja atau PAK sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk tiap peserta. (3) Tata cara pembayaran manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 2 JKM Pasal 28 (1) Manfaat JKM diberikan kepada ahli waris Peserta yang meninggal dunia pada masa aktif, berupa : a. Santunan sekaligus sebesar Rp. 16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah); b. Santunan berkala 24 x Rp. 200.000,- = Rp. 4.800.000 (empat juta delapan ratus ribu rupiah); c. Biaya pemakaman sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) d. Beasiswa pendidikan anak sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) diberikan kepada setiap peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling singkat 5 (lima) tahun. (2) Tata cara pembayaran manfaat JKM dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 3 JKK dan JKM pada Sektor Jasa Konstruksi Pasal 29 (1) Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau PAK pada sektor jasa konstruksi berhak atas manfaat JKK. (2) Manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis; b. Santunan berupa uang yang terdiri atas santunan sementara tidak mampu bekerja, biaya pengangkutan, santunan cacat, santunan kematian apabila peserta bersangkutan meninggal dunia. c. Beasiswa pendidikan bagi anak bagi peserta yang meninggal atau cacat total tetap akibat kecelakaan kerja sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk tiap peserta. (3)Tata..

- 13 - (3) Tata cara pembayaran manfaat JKK pada sektor jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 30 (1) Pekerja yang meninggal dunia bukan karena kecelakan kerja atau PAK berhak atas manfaat JKM. (2) Manfaat JKM diberikan kepada ahli waris Peserta yang meninggal dunia pada masa aktif, berupa : a. Santunan sekaligus sebesar Rp. 16.200.000 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah); b. Santunan berkala 24 x Rp. 200.000,- = Rp. 4.800.000 (empat juta delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus; c. Biaya pemakaman sebesar Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah); d. Beasiswa pendidikan anak sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) diberikan kepada setiap peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iuran paling singkat 5 (lima) tahun. (3) Tata cara pembayaran manfaat JKM pada sektor jasa konstruksi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB IV PENYELENGGARAAN PROGRAM JP Bagian Kesatu Kepesertaan Pasal 31 (1) Peserta program JP terdiri atas pekerja yang bekerja pada pemberi kerja. (2) Kepesertaan pada program JP mulai berlaku sejak pekerja terdaftar dan iuran pertama telah dibayarkan dan disetor oleh pemberi kerja kepada BPJS ketenagakerjaan. (3) Kepesertaan JP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir pada saat peserta : a. Meninggal dunia; atau b. Mencapai usia pensiun dan menerima akumulasi iuran beserta hasil pengembangannya secara sekaligus. Bagian Kedua Pendaftaran Pasal 32 (1) Pemberi Kerja wajib mendaftarkan seluruh Pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai Peserta sesuai penahapan kepesertaan. (2) Pemberi Kerja wajib mendaftarkan Pekerja yang baru paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal Pekerja tersebut mulai bekerja. Pasal 33 (1) Dalam hal Pemberi Kerja lalai tidak mendaftarkan pekerjanya, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program JP kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2)Berdasarkan.

- 14 - (2) Berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan melakukan verifikasi kepada Pemberi Kerja paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pendaftaran. (3) Dalam hal Pekerja belum terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan, Pemberi Kerja wajib bertanggung jawab pada Pekerjanya dengan memberikan manfaat pensiun. (4) Dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya, Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada Pemberi Kerja untuk dilaporkan kepada BPJS ketenagakerjaan. (5) Dalam hal terjadi perubahan data upah, jumlah pekerja dan perubahan data lainnya terkait penyelenggaraan program JP, Pemberi Kerja wajib menyampaikan perubahan data tersebut kepada BPJS ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data. Pasal 34 Tata cara pendaftaran peserta program JP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Bagian Ketiga Manfaat JP Pasal 35 (1) Penerima Manfaat Pensiun terdiri atas : a. Peserta; b. 1 (satu) orang istri atau suami yang sah; c. paling banyak 2 (dua) orang Anak; atau d. 1 (satu) orang Orang Tua. (2) Anak Peserta yang lahir paling lama 300 (tiga ratus) hari setelah terputusnya hubungan pernikahan istri atau suami yang telah terdaftar dinyatakan sah atau setelah Peserta meninggal dunia dapat didaftarkan sebagai penerima Manfaat Pensiun. (3) Dalam hal terjadi perubahan susunan penerima Manfaat Pensiun, Peserta harus menyampaikan perubahan daftar penerima Manfaat Pensiun paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan susunan penerima Manfaat Pensiun kepada Pemberi Kerja. (4) Perubahan daftar penerima Manfaat Pensiun tidak dapat dilakukan setelah Peserta: a. menerima Manfaat Pensiun pertama; atau b. meninggal dunia kecuali untuk Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 36 (1) Manfaat Pensiun berupa : a. Pensiun hari tua; b. Pensiun cacat; c. Pensiun janda atau duda; d. Pensiun anak; atau e. Pensiun orang tua. (2) Manfaat pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan paling sedikit sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dan paling banyak sebesar Rp. 3.600.000,- (tiga juta enam ratus ribu rupiah) untuk setiap bulan. Bagian Keempat..

- 15 - Bagian Keempat Besaran Iuran JP Pasal 37 Besaran iuran peserta JP ditetapkan oleh BPJS ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB V PENYELENGGARAAN PROGRAM JHT Bagian Kesatu Kepesertaan dan Tata Cara Pendaftaran Paragraf 1 Kepesertaan Pasal 38 Setiap Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai Peserta program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pasal 39 (1) Peserta program JHT terdiri atas : a. peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja; dan b. peserta bukan penerima upah. (2) Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi : a. pekerja pada perusahaan; b. Pekerja pada orang perorangan; dan c. orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan. (3) Peserta bukan penerima upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. pemberi kerja; b. pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan c. pekerja yang tidak termasuk pada huruf b yang bukan penerima upah. (4) Dalam hal Pekerja penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bekerja pada beberapa perusahaan, Pemberi Kerja masing masing Perusahaan wajib mengikutsertakan Pekerjanya dalam program JHT. (5) Dalam hal Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a memiliki perusahaan lebih dari 1 (satu), Pemberi Kerja wajib ikut dalam program JHT pada setiap perusahaan. Pasal 40 Kepesertaan program JHT dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 2 Tata Cara Pendaftaran Peserta Penerima Upah yang Bekerja pada Pemberi Kerja Pasal 41.

- 16 - Pasal 41 (1) Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan seluruh Pekerja beserta anggota keluarganya dengan menyerahkan data diri secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaan sebagai Peserta. (2) Peserta yang pindah tempat kerja wajib memberitahukan kepesertaannya dalam program JHT kepada pemberi kerja di tempat yang baru untuk dilaporkan dan diteruskan kepesertaannya serta dibayarkan iurannya kepada BPJS ketenagakerjaan. (3) Dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya, Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada Pemberi Kerja untuk dilaporkan kepada BPJS ketenagakerjaan. (4) Dalam hal terjadi perubahan data upah, jumlah pekerja dan perubahan data lainnya terkait penyelenggaraan program JHT, Pemberi Kerja wajib menyampaikan perubahan data tersebut kepada BPJS ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan data. Pasal 42 (1) Dalam hal Pemberi Kerja lalai tidak mendaftarkan pekerjanya, Pekerja berhak mendaftarkan dirinya sendiri dalam program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan melakukan verifikasi kepada Pemberi Kerja paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pendaftaran. Paragraf 3 Tata Cara Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 43 (1) Peserta bukan penerima Upah dapat mendaftarkan dirinya dalam program JHT kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki usaha atau pekerjaan lebih dari 1 (satu), Peserta wajib mencantumkan uraian kegiatan usaha atau pekerjaannya tersebut dalam formulir pendaftaran paling banyak 2 (dua) jenis pekerjaan. (3) Pendaftaran kepesertaan kepada BPJS Ketenagakerjaan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta dengan mengisi formulir pendaftaran. (4) BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1 (satu) hari kerja sejak pendaftaran dan Iuran pertama diterima BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan nomor kepesertaan. Pasal 44 (1) Dalam hal terjadi perubahan data Peserta dan keluarganya, Peserta wajib menyampaikan perubahan data secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaanpaling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan. (2) Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung kepada BPJS Ketenagakerjaan, melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta. Bagian Kedua

- 17 - Bagian Kedua Besaran dan Tata Cara Pembayaran Iuran Paragraf 1 Besaran dan Tata Pembayaran Iuran JHT bagi Peserta Penerima Upah yang Bekerja pada Pemberi Kerja Pasal 45 (1) Besaran iuran peserta JHT ditetapkan oleh BPJS ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. (2) Besarnya Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi secara berkala paling lama 3 (tiga) tahun. (3) Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar pembayaran Iuran JHT bagi Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja merupakan Upah sebulan meliputi upah pokok dan tunjangan tetap. (4) Dalam hal Upah dibayarkan secara harian, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima). (5) Dalam hal Upah dibayarkan secara borongan atau satuan hasil, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir. (6) Dalam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca yang Upahnya didasarkan pada Upah borongan, Upah sebulan sebagai dasar pembayaran Iuran JHT dihitung dari Upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. Pasal 46 (1) Pemberi kerja menyetor dan membayar iuran yang menjadi kewajibannya setiap bulan paling lambat pada tanggal 15 pada bulan berikutnya. (2) Dalam hal tanggal 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. (3) Keterlambatan pembayaran iuran dikenakan denda 2 % (dua persen) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar menjadi tanggung jawab pemberi kerja. Paragraf 2 Besaran dan Tata Cara Pembayaran Iuran JHT bagi Peserta Bukan Penerima Upah Pasal 47 (1) Peserta bukan penerima Upah wajib membayar Iuran yang menjadi kewajibannya kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melalui wadah, atau melalui kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta. (3) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan Iuran yang bersangkutan. (4) Dalam hal tanggal 15 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada hari libur, Iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Bagian Ketiga..

- 18 - Bagian Ketiga Manfaat dan Tata Cara Pembayaran Paragraf 1 Manfaat JHT Pasal 48 (1) Manfaat JHT berupa uang tunai yang dibayarkan apabila Peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. (2) Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar secara sekaligus. (3) Dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila Peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 (sepuluh) tahun. (4) Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% (sepuluh persen) untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun. (5) Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat dilakukan untuk 1 (satu) kali selama menjadi Peserta. Pasal 49 (1) Dalam hal Peserta meninggal dunia, maka manfaat JHT diberikan kepada janda, duda atau anak sebagai ahli waris yang sah. (2) Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada, JHT diberikan sesuai dengan urutan sebagai berikut: a. keturunan sedarah Pekerja menurut garis lurus ke atas dan ke bawah sampai derajat kedua; b. saudara kandung; c. mertua; dan d. pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh Pekerja. (3) Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak ada, JHT dikembalikan ke balai harta peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 50 Tata cara pemberian, persyaratan dan jenis manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Paragraf 2 Tata Cara Pembayaran Manfaat JHT Pasal 51 (1) Manfaat JHT wajib dibayarkan kepada Peserta dengan ketentuan: a. Peserta mencapai usia pensiun; b. Peserta mengalami cacat total tetap; c.peserta..

- 19 - c. Peserta meninggal dunia; atau d. Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. (2) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun diberikan kepada Peserta pada saat memasuki usia pensiun. (3) Manfaat JHT bagi Peserta yang dikenai pemutusan hubungan kerja atau berhenti bekerja sebelum usia pensiun, dibayarkan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun. (4) Dalam hal Peserta mengalami cacat total tetap, hak atas manfaat JHT diberikan kepada Peserta. (5) Dalam hal Peserta meninggal dunia sebelum mencapai usia pensiun, hak atas manfaat JHT diberikan kepada ahli waris. (6) Dalam hal Peserta tenaga kerja asing atau warga negara Indonesia meninggalkan Indonesia untuk selamanya, manfaat JHT diberikan kepada Peserta yang bersangkutan. Pasal 52 Tata cara pembayaran manfaat program JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB VI TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 53 Pemberi kerja dan setiap orang, selain pemberi kerja dan pekerja yang melanggar ketentuan dikenai sanksi administratif, berupa: a. Teguran tertulis; b. denda; dan/atau c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu. Pasal 54 (1) Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf a diberikan paling banyak 2 (dua) kali masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. (2) Sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai oleh BPJS Ketenagakerjaan. (3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada : a. pemberi kerja yang belum mendaftarkan diri dan pekerjanya sebagai peserta program BPJS ketenagakerjaan; dan b. pemberi kerja yang tidak melaporkan data pekerja dan upahnya dengan data yang sebenarnya kepada BPJS ketenagakerjaan. Pasal 55 (1) Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf b diberikan untuk jangka waktu 30 (Tiga puluh) hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua berakhir. (2) Sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai oleh BPJS ketenagakerjaan. (3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pendapatan lain dana jaminan sosial. Pasal 56.

- 20 - Pasal 56 (1) Pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 huruf c dilakukan oleh Pemerintah daerah atas permintaan BPJS Ketenagakerjaan. (2) Dalam hal permintaan pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan Perangkat Daerah terkait. Pasal 57 (1) Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja meliputi: a. Pembekuan perizinan usaha; b. Penundaan perpanjangan izin memperkerjakan tenaga kerja asing; dan c. Penundaan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; (2) Sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada setiap orang, selain pemberi kerja dan Pekerja yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan meliputi: a. lzin Mendirikan Bangunan; b. Surat Izin Mengemudi; c. sertifikat tanah; d. paspor; atau e. Surat 'I'anda Nomor Kcndaraan. (3) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan kewenangan pemerintah daerah. (4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selain huruf a, merupakan kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Instansi Pemerintah lainnya. (5) Pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dilakukan oleh unit pelayanan publik pada Pemerintah Daerah. (6) Pemerintah daerah melakukan koordinasi dalam hal pengenaan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang merupakan kewenangan pemerintah daerah provinsi atau instansi pemerintah lainnya. Pasal 58 Tata cara pengenaan sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan penyelenggaraan program jaminan sosial ketenagakerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang undangan. BAB VII PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Bagian Kesatu Pengawasan Pasal 59 (1) Dalam hal Pemberi Kerja telah dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, tetapi tetap tidak patuh dalam melaksanakan kewajibannya, BPJS Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk melaporkan ketidakpatuhan tersebut kepada Pengawas Ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. (2)Pengawas.

- 21 - (2) Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kewenangannya melakukan pemeriksaan terhadap Pemberi Kerja yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Selain berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pengawas Ketenagakerjaan berkoordinasi dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dapat melakukan pemeriksaan terhadap Pemberi Kerja yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Pembinaan Pasal 60 (1) Pembinaan program jaminan sosial ketenagakerjaan di daerah dilaksanakan oleh perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait. BAB VIII PENANGANAN KELUHAN Pasal 61 (1) Dalam hal Peserta tidak puas terhadap pelayanan program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diberikan, Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada BPJS Ketenagakerjaan. (2) Untuk menangani pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Ketenagakerjaan membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan pada kantor wilayah dan/atau kantor cabang BPJS ketenagakerjaan. (3) Dalam hal Peserta tidak puas terhadap penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (4) Tata cara penyampaian dan penanganan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 62 Dengan ditetapkannya Peraturan Walikota ini, seluruh ketentuan peraturan perundang undangan yang telah ada sebelum ditetapkannya Peraturan Walikota ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Walikota ini. Pasal 63

- 22 - Pasal 63 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Serang. Ditetapkan di Serang pada tanggal 13 Oktober 2017 WALIKOTA SERANG, Ttd Tb. HAERUL JAMAN Diundangkan di Serang pada tanggal 16 Oktober 2017 SEKRETARIS DAERAH KOTA SERANG, Ttd Tb. URIP HENUS BERITA DAERAH KOTA SERANG TAHUN 2017 NOMOR 55