BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Selama manusia masih hidup, manusia tidak akan pernah berhenti untuk berkarya dan mencari hiburan, karena berkarya adalah salah satu hasil dari tindakan perwujudan pemikiran manusia yang merupakan bukti peradaban bahwa manusia masih terus menerus berpikir dan mampu berdaya cipta. Salah satu hasil pemikiran manusia adalah kebudayaan. Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Salah satu unsur kebudayaan yaitu bahasa. Bahasa selalu ada dalam kehidupan manusia dan saling mendukung di dalam kebudayaan. Hasil pemikiran manusia dalam berbahasa dan berbudaya adalah karya sastra. Menurut Teew (1984:23) sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang di bentuk dari kata sas- yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk, atau instruksi, sedangkan tra berarti alat atau sarana. Sedangkan menurut Luxemburg (1992:23,25) sastra dapat di pandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat mencerminkan kehidupan.
Pada bentuk yang umum, karya sastra memiliki jenis yang beragam. Misalnya novel, cerita pendek, syair, pantun, sandiwara atau drama, puisi, prosa, cerita bergambar, teater, roman dan lain sebagainya. Cerita bergambar dalam karya sastra disebut dengan komik, komik dalam bahasa Jepang disebut dengan manga. Kata manga ( 漫画 ) terdiri dari dua kanji yaitu, 漫 (man) dan 画 (ga). Nelson (2005) Dalam kamus kanji moderen menjelaskan 漫 (man) diartikan sebagai suatu hal yang lucu dan 画 (ga) artinya gambar. Maka, manga berarti suatu gambar yang lucu. Manga berkembang begitu cepat dengan beragam media diseluruh dunia khususnya Indonesia. Manga memiliki jenis penyajian dan kisah yang beragam yang membuatnya berbeda dari komik-komik negara lain maupun buatan Indonesia. Cerita yang disajikan sangat beragam dan banyak pilihan dan tidak monoton. Misalnya saja seperti cerita tentang persahabatan, kepahlawanan, fantasi, percintaan, komedi dan lain sebagainya. Salah satu manga yang mengangkat tema tentang kehidupan remaja dan digemari oleh pembaca manga adalah OTHELLO karya Satomi Ikezawa. Satomi Ikezawa ( 池沢理美 ) lahir pada 18 Maret 1962, bertempat tinggal di Sumida, Tokyo Jepang. Satomi Ikezawa mengambil latar cerita yang sama dengan tempat kelahiran dan tempat tinggalnya selama ini yaitu pada kota Tokyo di Jepang. Satomi mengungkapkan hal berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kehidupan sosial masyarakat disekitarnya. Di Jepang sendiri ada fenomena baru yang berkembang didalam lingkungan masyarakat, yaitu komunitas cosplayer. Komunitas ini semakin berkembang khususnya dikalangan remaja Jepang. Bagi sebagian masyarakat
awam hal ini dirasa sangat mengganggu, hal ini dikarenakan para pemuda Jepang yang seharusnya diharapkan menekuni pendidikan dengan serius dan berdandan sesuai norma-norma yang berlaku malah menghabiskan waktu untuk berkumpul dengan tujuan yang tidak jelas dengan komunitasnya dan berdandan aneh bagi sebagian orang. Melihat hal ini Satomi Ikezawa merasa hal ini menarik untuk diangkat menjadi sebuah cerita dengan sudut pandang cerita pada sisi cosplayer yaitu tokoh utama Yaya. Manga OTHELLO karya Satomi bercerita tentang tokoh Yaya, seorang remaja yang sangat kesepian sejak ditinggal mati oleh ibunya sewaktu dia masih kecil. Yaya sama sekali tidak memiliki teman yang sebenarnya. Semua temannya sering mengatainya aneh dan membosankan atau kata-kata apapun yang dapat membuat Yaya merasa buruk dan malu akan dirinya. Tokoh Yaya mencoba keluar dan memberontak dari normalitas hidup yang penuh dengan peraturan dan kepurapuraan. Beragam permasalahan hidup dan tuntutan pergaulan yang harus dijalani, dan rasa ketidaksanggupan untuk memikul semua beban itu membuat tokoh utama Yaya menjadi mencoba mencari komunitas yang dapat menerimanya apa adanya, komunitas itu adalah cosplay (costum play). Pendekatan sosiologis akan digunakan dalam menganalisis permasalahan sosial yang dihadapi tokoh Yaya, karena pendekatan ini dapat menunjukkan bagaimana tokoh Yaya berinteraksi dalam lingkungan sosialnya. Menurut Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi dalam Soekanto (1990:21) sosiologis adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Sedangkan menurut Bruce dalam Wiyarti (2008:1)
sosiologis adalah suatu sistem tata nilai yang ditujukan kepada masyarakat tentang bagaimana seharusnya mereka berkelakuan dan mengatur diri mereka. Media analisis penelitian ini adalah karya sastra yaitu manga. Secara spesifik ilmu yang menganalisis aspek sosiologi dalam karya sastra adalah sosiologi sastra. Ratna (2002:2) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Kondisi sosial dan masalah remaja masyarakat Jepang yang tercermin melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam manga OTHELLO karya Satomi Ikezawa secara khusus dan mendalam akan di bahas melalui skripsi yang berjudul ANALISIS SOSIOLOGIS TOKOH COSPLAYER DALAM MANGA OTHELLO KARYA SATOMI IKEZAWA 1.2. Perumusan Masalah Kondisi sosial membuat kehidupan tokoh Yaya pada manga OTHELLO menjadi sangat kompleks. Yaya mengalami banyak tekanan dirumah akibat cara mendidik ayahnya yang sangat ketat, sehingga membuat Yaya selalu merasa terkekang. Akibatnya disekolahpun Yaya memiliki sifat yang kurang ceria, susah bergaul, tidak percaya diri dan hal ini dirasa sangat membosankan bagi temantemannnya, sehingga Yaya tidak memiliki teman disekolah dan keberadaannya di lingkunganpun kurang dihargai. Dalam manga OTHELLO tokoh utama Yaya menjadi cosplayer tiap akhir minggu karena dapat mengurangi kejenuhan dalam menjalani hidupnya. Yaya menganggap menjadi cosplayer adalah dirinya yang sebenarnya, sedangkan pada hari biasa adalah dirinya yang sedang berpura-pura. Berdandan tebal, memakai nama samaran dan merahasiakan jati diri tidak
menghalangi komunitas ini untuk saling mendukung dan memberi semangat serta bertukar pikiran tentang permasalahan hidup yang dialami masing-masing anggota kelompok. Hal inilah yang membuat Yaya merasa nyaman dan merasa dihargai didalam komunitas ini. Pandangan miring masyarakat mengenai komunitas cosplay ini juga menjadi permasalahan tersendiri bagi para cosplayer. Masyarakat melihat komunitas cosplay sebagai komunitas aneh dan beranggapan bahwa cosplayer adalah kumpulan pemuda yang tidak memiliki tujuan, sengaja berdandan aneh untuk menutupi kekurangan tubuh, sehingga para cosplayer sering dilecehkan. Dengan melihat latar belakang yang sudah ada, maka masalah yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah yang menjadi latar belakang munculnya komunitas cosplay di Jepang dalam manga OTHELLO karya Satomi Ikezawa?. 2. Bagaimanakah kondisi dan masalah sosial kehidupan komunitas cosplay di Jepang yang digambarkan melalui tokoh utama dalam manga OTHELLO karya Satomi Ikezawa?. 1.3. Ruang Lingkup Pembahasan Dari permasalahan-permasalahan yang ada maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar masalah penelitian tidak terlalu luas. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan pada kondisi dan masalah sosial kehidupan para remaja sebagai cosplayer di Jepang yang tercermin dalam manga ini, terutama dilihat dari tingkah laku, sikap, serta ucapan tokoh-tokoh utama dan pendukung. Penulis juga akan
mendeskripsikan hal-hal yang melatar belakangi munculnya fenomena sosial Cosplay sebagai sebuah komunitas di Jepang berdasarkan manga OTHELLO. 1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka Koentjaraningrat (1980:193,218) Mengartikan kebudayaan dalam ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar yang memiliki tujuh unsur yaitu : Bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Kehidupan masyarakat menurut kutipan diatas menghasilkan hasil pemikiran berupa karya sastra. Sastra menurut Wellek dan Warren dalam Melani Budianta (1995:3) adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan Jan van Luxemburg (1992:23,25) menyatakan bahwa sastra dapat di pandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang di tulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat pada zaman itu. Berarti sastra dapat diartikan sebagai tulisan yang memiliki arti keindahan yang dapat mencerminkan gambaran kehidupan sosial yang terjadi pada alur sastra tersebut dibuat. Dalam sebuah karya sastra khususnya prosa terdapat unsur-unsur pembangun, antara lain tema, penokohan, plot, latar dan sebagainya. Tokoh adalah unsur penting dalam karya sastra karena tokoh menunjukkan sifat dan sikap yang dideskriptifkan oleh pengarang. Interaksi tokoh sangat menentukan bagaimana cara para penikmat sastra untuk menafsirkan suatu cerita. Menurut
Abram dalam Nurgiyantoro (1995:165) tokoh cerita (character), adalah orangorang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Ilmu yang mempelajari tentang interaksi sosial masyarakat adalah sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan atau teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan (dalam : http://id.wikipedia. org/wiki/sosiologi). Menurut Shadily (1993:1) sosiologi itu adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan. Antara sosiologi dan sastra saling berkaitan, dimana menurut Ratna (2002:2) sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya. Sedangkan pendekatan sosiologi sastra menurut Gunoto Saparie (dalam: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=168818) adalah karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan, kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra. Oleh karena itu, analisis sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai cerminan masyarakat tertentu. Dalam manga OTHELLO, pengarang menyajikan suatu karya yang banyak mengandung nilai-nilai sosiologis yang tergambar jelas dari sikap, sifat serta ucapan-ucapan para tokohnya sebagai interaksi sosial yang berisi pesan, amanat, atau fenomena sosial yang dipaparkan sipengarang melalui karyanya.
1.4.2. Kerangka Teori Landasan teori sebagai acuan pendekatan yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang secara spesifik digunakan pendekatan sosiologis sastra dan semiotik. Sosiologi adalah konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tak terpisahkan antara manusia dan masyarakat. Dimulai dari perkembangan manusia sejak lahir, pada waktu manusia berada dalam dominan kelompok utama (prime group) yang ditandai dengan saling kenal antara warga serta kerja sama yang erat yaitu peleburan individu dengan kelompok (Horton dalam Soerjono 2007:352). Sedangkan pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3). Pradopo (1993:34) menyatakan bahwa tujuan studi sosiologis dalam kesusastraan adalah untuk mendapatkan gambaran utuh mengenai hubungan antara pengarang, karya sastra, dan masyarakat. Penelitian karya sastra dengan pendekatan semiotik tidak terlepas dari cara pembaca dalam menangkap maksud si pengarang, dan menterjemahkan isinya sebagai suatu pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro (1998:40) berpendapat bahwa semiotika adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Selain itu teori Jabrohim (2001:71) menyatakan Semiotik (semiotika)
adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Dalam hal ini, penulis menganalisis kondisi sosiologis tokoh cosplayer dari manga OTHELLO, yang kemudian dihubungkan dengan pendekatan semiotik untuk menjabarkan keadaan serta tanda-tanda yang terdapat dalam manga ini. 1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan hal-hal yang melatarbelakangi munculnya komunitas cosplay di kalangan remaja Jepang yang digambarkan dalam manga OTHELLO karya Satomi Ikezawa. 2. Untuk mengetahui kondisi kehidupan sosial komunitas cosplayer yang menjadi tokoh utama dalam manga OTHELLO karya Satomi Ikezawa yang dapat menjadi cerminan fenomena sosial masyarakat Jepang sebenarnya. 1.5.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi masyarakat umum diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai komunitas cosplay di Jepang dewasa ini. 2. Pada para pelajar bahasa dan kebudayaan Jepang khususnya diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manga OTHELLO, khususnya aspek sosiologis. 3. Dapat menjadi sumber referensi bagai peneliti lain, terutama penelitian dengan pendekatan yang sama, yaitu sosiologis sastra.
1.6. Metode Penelitian Karena penelitian ini membahas dan memaparkan sisi sosiologis para tokoh utama dalam manga OTHELLO maka penelitian dengan metode deskriptif dalam cakupan penelitian yang bersifat kualitatif dengan pendekatan sosiologis dirasa sangat tepat untuk menganalisis data-data yang didapat. Menurut Nazir (2002:54) bahwa metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah manga yang berjudul OTHELLO karya Satomi Ikezawa jilid 1-7 yang diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, Jakarta pada tahun 2007 setelah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Manga OTHELLO pertama kali diterbitkan oleh KODANSHA Ltd.- Tokyo pada tahun 2002. Teknik pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka (library research) yaitu untuk mendukung teori, peneliti akan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber-sumber kepustakaan diperoleh dari; buku, jurnal, majalah, hasil-hasil penelitian (skripsi), dan sumber-sumber lainnya yang sesuai (internet). Keseluruhan upaya tersebut, dikatakan sebagai upaya Studi Kepustakaan untuk penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah: 1) Membaca manga OTHELLO jilid 1-7 karya Satomi Ikezawa. 2) Mencari, mengumpulkan dan menganalisis aspek-aspek sosiologis yang terdapat dalam manga OTHELLO. 3) Mengumpulkan data yang dapat dijadikan sumber dan tetap terkait dengan objek penelitian. 4) Setelah dianalisis, penelitian tersebut disusun kedalam sebuah laporan.