1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (ADA, 2014a). Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang memerlukan penanganan medis, edukasi tentang self management serta dukungan secara berkelanjutan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut maupun kronis (ADA, 2014b). Diabetes melitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh World Health Association (WHO) yang prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. WHO menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke empat terbesar kasus DM setelah India, China, dan Amerika Serikat. WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Secara umum, hampir 80% prevalensi diabetes melitus adalah DM tipe 2. Ini berarti gaya hidup (life style) yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM (Aditama, 2009). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Prevalensi DM tipe 2 di Indonesia berdasarkan berbagai penelitian epidemiologi berkisar antara 1,5-2,3% (Purba, 2009). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala adalah
2 1,1%. Sedangkan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi nasional penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala adalah 2,1%. Hasil riset ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi diabetes melitus di Indonesia hampir dua kali lipat dari tahun 2007 sampai tahun 2013, yakni dari angka 1,1% menjadi 2,1%. Berdasarkan data Riskesdas 2007 dan 2013, di Provinsi Sumatera Utara sendiri juga terjadi peningkatan prevalensi penyakit diabetes melitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala, yakni dari 0,8% pada tahun 2007 menjadi 2,3% pada tahun 2013. Data epidemiologi di atas menunjukkan prevalensi DM yang terus meningkat setiap tahunnya baik di dunia maupun di Indonesia, namun selama ini lebih banyak penelitian yang mengangkat seputar masalah klinik DM saja sehingga perlu lebih banyak penelitian mengenai kualitas hidup, mengingat peningkatan kualitas hidup merupakan salah satu sasaran terapi manajemen DM. Penyakit diabetes merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi terus menerus (long life) dan jumlah obat yang banyak (polifarmasi) sehingga efektifitas dan efek samping pengobatan dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien. Terdapat beberapa penelitian yang telah membuktikan manfaat pemakaian insulin lebih awal dalam pengobatan DM tipe 2. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Akinci et al. (2008) menggunakan kuesioner Diabetes Quality Of Life (DQOL) menyimpulkan bahwa pasien yang menggunakan insulin memiliki kualitas hidup yang lebih baik daripada yang menggunakan Obat Hipoglikemik Oral. Sebuah studi lain yang menilai kepuasan pengobatan dan kualitas hidup pada pasien yang mendapat insulinisasi awal pada waktu tidur dibandingkan dengan terapi oral yang disesuaikan dengan menggunakan kuesioner Audit Diabetes-Dependent Quality of Life (ADDQoL) pada 366 orang dengan DMT2 selama 24 minggu. Evaluasi ADDQoL menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kualitas hidup bagi individu yang diobati dengan insulin awal pada minggu ke 12 (P = 0,025) dan minggu ke 24 (P = 0,024) dibandingkan dengan terapi oral yang disesuaikan (Houlden et al., 2007). Namun, terdapat pula penelitian yang menyatakan hasil bahwa antara pasien DM tipe 2 yang
3 menggunakan insulin dengan yang menggunakan obat hipoglikemik oral tanpa insulin memiliki kualitas hidup yang sama. Walaupun manfaat pemberian insulin dini telah dibuktikan dalam penelitian-penelitian ilmiah, namun masalah penundaan inisiasi terapi insulin masih sering terjadi dalam praktik sehari-hari sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup pasien seperti komplikasi yang diderita pasien serta faktor karakteristik pasien (Adikusuma, Perwitasari dan Supadmi, 2014). Uraian-uraian di atas menjadi latar belakang bagi peneliti sehingga merasa perlu untuk mengkaji perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 yang menggunakan terapi insulin dengan yang menggunakan obat hipoglikemik oral. 1.2 Rumusan Masalah Seberapa besar perbandingan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan terapi insulin dengan yang menggunakan obat hipoglikemik oral? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui besar perbandingan kualitas hidup dengan kuesioner SF-36 pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan terapi insulin dengan yang menggunakan obat hipoglikemik oral di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan umur 2. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin 3. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan pendidikan
4 4. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan status pekerjaan 5. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan pendapatan 6. Mengetahui distribusi proporsi pasien DM tipe 2 berdasarkan kadar HbA1c 7. Mengetahui distribusi proporsi pada pasien DM tipe 2 berdasarkan lama menderita DM 8. Mengetahui distribusi proporsi pada pasien DM tipe 2 berdasarkan komplikasi 9. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan umur pasien 10. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan jenis kelamin pasien 11. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan pendidikan pasien 12. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan pekerjaan pasien 13. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan pendapatan pasien 14. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan kadar HbA1c pasien 15. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan lama menderita DM 16. Mengetahui perbandingan kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan komplikasi 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Bagi Pasien (Responden) Bagi pasien (responden) meningkatkan pengetahuan pasien dan kesadaran akan pentingnya terapi insulin sehingga dapat mengurangi angka
5 penolakan terapi insulin serta dapat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien 1.4.2 Manfaat Bagi Rumah Sakit dan Klinisi Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi rumah sakit dan klinisi (dokter) untuk dapat mempertimbangkan kembali pemberian terapi insulin dini pada pasien diabetes melitus tipe 2 sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup pasien 1.4.3 Manfaat Bagi Perguruan Tinggi a. Melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi dan tugas pergururan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat b. Sebagai data awal bagi penelitian-penelitian selanjutnya terutama yang berfokus pada pemilihan terapi yang berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 1.4.4 Manfaat Bagi Peneliti a. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah b. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian berbasis komunitas c. Sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran