PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah pertanian nasional secara umum adalah rendahnya kualitas SDM petani Indonesia. Jika dilihat dari tingkat pendidikan petani Indonesia yang tidak tamat dan tamat SD sebanyak 81,25 persen, tamat SMP sebanyak 13,08 persen, tamat SMA 9,5 persen dan tamat perguruan tinggi sebanyak 0,30 persen (Institut Pertanian Bogor 2003). Oleh sebab itu pembangunan pertanian dimasa datang sebaiknya meletakkan manusia petani, pertanian dan pedesaan sebagai landasan strategis pembangunan nasional yang dinamis, jika ingin mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, bertanggung jawab dan berkelanjutan (Agusssabti,2002). Sumber daya pertanian yang beraneka ragam, kurang dapat terkelola dan dimanfaatkan secara optimal oleh sebagian besar petani karena kurang mempunyai kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai dalam mengembangkan usahatani, walaupun sebagian diantara mereka telah turut memberi andil dalam menyelamatkan krisis ekonomi Indonesia beberapa tahun lalu. Pada umumnya masyarakat petani memiliki pengetahuan dan keterampilan berusahatani secara tradisional, dan oleh karena itu maka salah satu misi pembangunan pertanian sebagai program pertanian 2004-2009 yang terumuskan dalam program Departemen Pertanian adalah meningkatkan kualitas sumberdaya manusia aparat pemerintah maupun pelaku agribisnis, khususnya petani. Salah satu potensi tanaman pertanian yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan pengelolaannya adalah tanaman sayuran. Produksi sayuran di Indonesia sejak tahun 2004 hingga tahun 2005 sedikit mengalami peningkatan dari 9.096,76 ton pada tahun 2004 hingga mencapai 9.106,96 ton pada tahun 2005 (BPS, 2005). Hal ini sejalan dengan pertambahan luas panen sayuran dari 977 ribu Ha tahun 2004 menjadi 1.004 Ha pada tahun 2005 (Statistik Pertanian, 2005). Namun peningkatan produksi sayuran belum sepenuhnya di dukung oleh kemampuan petani mengembangkan usahanya, dan hal ini berkaitan dengan rendahnya potensi pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki.
2 Kehidupan petani sekarang termasuk petani sayuran masih memprihatinkan, dan kurang berdaya. Ada banyak hal yang menyebabkan kondisi ini terus berlangsung, namun yang paling utama adalah masalah yang berkaitan dengan kualitas SDM dari petani itu sendiri, pola pikir petani perlu perubahan dari hanya sekedar untuk kebutuhan sendiri (subsisten) menjadi pola pikir agribisnis, yang menuntut kualitas produk yang tinggi, atau dengan kata lain dari pola pikir tradisional primitif ke arah pola pikir industri/manufaktur (Widyatmoko, 2006). Kondisi yang lebih memprihatinkan lagi adalah menurunnya kuantitas tenaga kerja sektor pertanian yang beralih kesektor lain diluar sektor pertanian yang tentunya akan berpengaruh terhadap menurunnya kuantitas dan kualitas produksi pertanian (BPS, 2005) Persaingan yang ketat antar negara produsen komoditas komersial akan semakin terjadi dan dikhawatirkan produsen komoditas pertanian Indonesia hanya akan menjadi penonton dirumah sendiri menyaksikan pergulatan para produsen agribisnis dari negara lain untuk merebut pasar dalam negeri yang sangat potensial. Tanda-tanda kearah itu telah ada dan sebagian menjadi nyata seperti membanjirnya buah impor serta melemahnya permintaan produk pertanian ekspor konvensional Indonesia di pasar luar negeri. Kondisi tersebut akan menjadikan nasib petani semakin terpuruk yang akan berakibat menurunnya semangat dan gairah berusahatani dan berdampak menurunnya tingkat produktivitas dan pendapatan petani. Keadaan tersebut cenderung membuat sebagian besar petani tidak mempunyai bargaining power untuk memperoleh dan mempertahankan hakhaknya dalam berbangsa dan bernegara, seperti memperoleh harga jual yang wajar dari produk usaha taninya. Oleh sebab itu petani perlu diberdayakan dan aneka ragam tanaman usahatani yang dikelola perlu mendapat perhatian yang memadai dalam pembangunan pertanian. Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup potensial di bidang pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan hortikultura, memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi perkembangan perekonomian nasional di bidang pertanian. Namun dari aspek peningkatan kesejahteraan petani belum menunjukkan peningkatan secara signifikan. Salah satu kegiatan usahatani yang cukup potensil adalah peningkatan produksi sayuran yang merupakan salah satu upaya untuk
3 meningkatkan diversifikasi pangan. Berdasarkan data, diperoleh gambaran bahwa secara keseluruhan produksi sayur-sayuran di Sulawesi Selatan pada tahun 2005 adalah 260.965 ton, menurun sebesar 1.810 ton atau 0,69 persen dibandingkan dengan produksi tahun 2004 yang besarnya 262.775 ton. Penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2004 jika dibandingkan dengan produksi tahun 2003 sebesar 327.032 ton (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Selatan, 2006) Sebagian besar petani sayuran adalah rumah tangga petani yang tinggal di desa tertinggal. Dari jumlah 630 desa di Sulawesi Selatan sebagian diantaranya adalah desa-desa tertinggal, dan petani yang berada di desa tertinggal tersebut tergolong miskin dan perlu diberdayakan agar tingkat kesejahteraannya terus meningkat. Oleh sebab itu, penelitian terhadap upaya pemberdayaan petani menjadi penting dengan beberapa alasan antara lain: (1) petani masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan memanfaatkan potensi sumber daya tani yang tersedia, (2) keterbatasan kemampuan mengembangkan usaha pemasaran yakni ketika menghadapi musim panen, produksi meningkat dan harga hasil produksi pun anjlok, dan (3) kemampuan menjalin kerjasama dan kemitraan agribisnis serta kemampuan mengakses modal, akses pasar yang tidak menentu ditambah akses teknologi dan kapasitas manajemen dalam memanfaatkan tenaga kerja yang rendah serta tatanan kelembagaan yang belum sepenuhnya mencapai keseimbangan ideal dalam mengatur interaksi dan pertukaran kepentingan antara stakeholder (Balitbangda Sul-Sel dan Institute For Social and Political Economic Issues, 2004 ). Dengan kata lain meskipun pembangunan pertanian terus ditingkatkan tetapi kenyataannya keadaan petani sebagian masih tetap miskin. Salah satu penyebab utamanya adalah karena petani kurang berdaya. Menurut Sudiyanto (2005), orang miskin akan tetap miskin selama dia tidak berdaya untuk dapat mendayagunakan kapasitas produktifnya. Dengan pemberdayaan akan terjadi pendayagunaan semua potensi yang dimiliki seseorang untuk dapat memperbaiki nasibnya. Berdasarkan pemikiran tersebut maka salah satu upaya untuk memberdayakan kehidupan petani adalah dengan mengembangkan usaha tani baik on-farm maupun off-farm, mengembangkan jaringan kerja, mengembangkan permodalan usaha, dan memantapkan kelembagaan penyuluhan melalui kelompok
4 tani agar petani memiliki wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan dari kelompok tersebut. Petani yang tergabung dalam kelompok dapat memiliki sejumlah kekuasaan sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi (van den Ban dan Hawkins, 1999). Pentingnya upaya pemberdayaan petani melalui pengembangan kelompok tani yang ada di pedesaan di dasarkan pada suatu kenyataan bahwa pembangunan pertanian dalam dua dasawarsa terakhir telah menimbulkan permasalahan mendasar karena paradigma pembangunan pertanian selama ini bersifat sentralistik dan instruktif (BPSDMP Departemen Pertanian, 2000). Dominasi pemerintah yang begitu kuat mengakibatkan keberhasilan pembangunan yang dicapai kurang mengakar pada kekuatan masyarakat tani sebagai basis berkembangnya ekonomi pedesaan. Pendekatan pembangunan yang terpusat telah mempersempit ruang gerak dan kreatifitas bagi tumbuh dan berkembangnya keswadayaan masyarakat tani (BPSDMP Departemen Pertanian, 2000). Pembangunan pertanian yang bersifat top-down dan one way traffic yang seringkali tidak di dasarkan atas kebutuhan nyata dan pemecahan riil yang dihadapi oleh petani. Kelompok tani lebih banyak dibutuhkan oleh pemerintah untuk mendukung keberhasilan program dan proyek yang dirancang (BPSDMPP Departemen Pertanian, 2000). Pendekatan seperti ini telah mengakibatkan kelompok tani sebagai suatu organisasi petani tidak mampu memenuhi fungsinya secara penuh, sebagai kelas belajar, wadah kerjasama dan wadah partisipasi bagi anggotanya dan memiliki posisi tawar yang lemah. Banyak kelompok tani yang tidak mampu berkembang memenuhi kepentingan anggotanya karena sangat tergantung dari pihak luar. Berdasarkan kenyataan dan pengalaman tersebut maka di dalam pemberdayaan petani melalui kelompok tani diperlukan reorientasi pendekatan pembangunan pertanian melalui perubahan paradigma dari yang sentralistik dan instruktif menjadi desentralistik dan persuasif edukatif. Inti pokok dari paradigma ini adalah pembangunan pertanian dirancang dan dilaksanakan oleh dan bertumpu pada kekuatan masyarakat tani. Pengembangan usahatani (on farm dan off farm) nampaknya kurang dilakukan melalui pendekatan pembangunan yang berbasis pedesaan dan berlandaskan kemampuan sumber daya pedesaan. Oleh sebab itu
5 salah satu pendekatan adalah pengembangan kelompok tani di desa agar petani mampu menjadi pelaku agribisnis yang berdaya dan memiliki posisi tawar yang kuat. Pemerintah seringkali berharap agar kelembagaan kelompok tani dapat mewadahi kepentingan dan kebutuhan petani secara efektif. Hasil penelitian Sumardjo (Slamet, 2003) menemukan adanya kecenderungan perilaku kelompok tani menjadi kurang efektif, apabila keberadaannya cenderung artifisial dan formalitas, dan kurang efektif mengembangkan SDM sehingga SDM anggota cenderung lokalit serta kurang memiliki kompetensi berorganisasi. Disamping itu ditemukan pula kelompok tani menjadi kurang efektif memenuhi kebutuhan anggotanya dan adanya keragaman anggota yang rendah seperti pendidikan rendah, kurang percaya diri, nepotisme dalam rekruitmen keanggotaan sehingga masyarakat diluar menjadi kurang simpati. Berdasarkan kondisi objektif dari kekurang berdayaan petani sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini diharapkan pula dapat mengungkap faktor-faktor yang paling mendasar dan berpengaruh terhadap pemberdayaan petani dalam kelompok agar kelompok dapat menjadi pelaku utama dalam pembangunan pertanian. Masalah Penelitian Sebagaimana yang telah dikemukakan pada latar belakang bahwa peningkatan produksi sayuran belum signifikan dengan peningkatan kesejahtreraan petani. Hal ini berkaitan dengan area pemasaran yang kurang, dan harga jual yang rendah dibandingkan dengan meningkatnya biaya produksi selama masa penanaman serta akses modal yang rumit (Perterson, 2006). Nasib sebagian petani sayuran masih memprihatinkan, dan kurang berdaya. Ada banyak hal yang menyebabkan kondisi ini terus berlangsung, namun yang paling utama adalah masalah yang berkaitan dengan kualitas SDM dari petani itu sendiri, pola pikir petani perlu perubahan dari hanya sekedar untuk kebutuhan sendiri (subsistem) menjadi pola pikir agribisnis, yang menuntut kualitas produk yang tinggi, atau dengan kata lain dari pola pikir tradisional ke arah pola pikir industri/manufaktur (Widyatmoko, 2006). Sebagian besar
6 penduduk miskin di Indonesia adalah petani yang hidup di pedesaan. Rendahnya penghasilan dan tingkat pendidikan petani serta kondisi sektor pertanian dimasa mendatang yang masih akan menghadapi tantangan yang besar, terutama pada subsektor non pangan utama seperti hortikultura akan membuat kehidupan petani semakin kurang berdaya dan hidup dalam kemiskinan sepanjang masa. Salah satu upaya dalam pembangunan pertanian untuk membantu peningkatan taraf kehidupan petani adalah dengan bantuan permodalan, teknologi produksi dan memantapkan kelembagaan penyuluhan melalui kelompok tani agar petani memiliki wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan melalui kelembagaan tersebut. Pada umumnya, kecenderungan petani belum dapat mengembangkan usaha secara optimal melalui kelompok tani. Oleh sebab itu salah satu upaya yang perlu terpecahkan adalah meningkatkan kesadaran dan keinginan petani agar mau dan mampu mengembangkan kelompok tani Melalui kelompok tani, maka petani akan dapat mengembangkan usahanya secara terorganisir, meningkatkan kualitas kepribadiannya serta meningkatkan produktivitas kerjanya. Hal tersebut dimaksudkan agar petani dapat meningkatkan kemampuan memanfaatkan potensi sumber daya tani yang tersedia, serta kemampuan mengembangkan usaha lainnya, seperti usaha pemasaran hasil produk dan mengembangkan jaringan kerjasama dengan kelompok dan lembaga lainnya. Pengembangan usaha, dan peningkatan kualitas kepribadian serta peningkatan produktivitas kerja petani akan kurang mampu dilakukan secara optimal jika petani bekerja tanpa dukungan kelompok tani. Oleh sebab itu petani tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri, melainkan perlu berkelompok agar petani dapat lebih berdaya dan menjadi manusia yang pintar, jujur, berkemampuan kreatif, produktif, dinamis, terbuka serta bertanggung jawab dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang saling terkait yang mempengaruhi keberdayaan petani melalui kelompok dalam mengembangkan usahataninya. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka rumusan pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Bagaimana tingkat keberdayaan petani dalam kelompok tani?
7 (2) Bagaimana hubungan pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial dan akses pada informasi dengan dinamika kelompok? (3) Bagaimana hubungan dinamika kelompok dengan produktivitas kerja petani (4) Bagaimana mengembangkan kehidupan kelompok tani agar lebih dinamik? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan pertanyaan penelitian yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1) Mengukur tingkat keberdayaan petani dan kelompok tani (2) Mengukur hubungan antara pola pemberdayaan, ciri kepribadian, lingkungan sosial dan akses pada informasi dengan dinamika kelompok (3) Mengukur keeratan hubungan dinamika kelompok dengan produktivitas kerja petani (4) Merumuskan strategi pemberdayaan melalui kelompok Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pengambil kebijakan khususnya kebijakan dalam pembangunan pertanian. Secara terperinci kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Secara teoritis hasil penelitian ini akan berguna sebagai konsep pengembangan petani dan pengembangan kelompok tani yang bertujuan meningkatkan produktifitas dan pendapatan petani untuk taraf kehidupan yang lebih baik. (2) Secara realistik penelitian ini akan berguna mengkritisi atau memberi bahan sumbangan terhadap pembangunan pertanian khususnya di daerah Sulawesi Selatan yang perlu dibangun berdasarkan potensi dan kebutuhan komunitas di wilayah tersebut. (3) Secara akademik penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan baik secara teoritis maupun praktis agar
8 lebih memperkaya khasanah keilmuan serta dapat diaplikasikan untuk memperbaiki kegiatan penyuluhan sebagai media pembelajaran petani. (4) Hasil penelitian ini diharapkan melahirkan suatu strategi pemberdayaan petani melalui pengembangan kelompok tani partisipatif sebagai bahan Implementasi dalam pengembangan sumberdaya manusia dalam pembangunan pertanian. Definisi Istilah Definisi istilah merupakan batasan konsep dari lingkup variabel yang akan diteliti. Beberapa konsep dari lingkup variabel tersebut adalah sebagai berikut : (1) Pemberdayaan petani adalah upaya meningkatkan kualitas diri petani agar mampu menumbuhkan kemampuan diri dalam pengembangan usaha dan memiliki kehidupan dan penghidupan yang layak. (2) Pengembangan kelompok tani adalah meningkatkan kemampuan kelompok tani sayuran termasuk kemampuan anggota dalam mengembangkan usahatani. (3) Kelompok tani adalah kelompok tani sayuran yang tumbuh dan berkembang atas dasar dan untuk kepentingan anggotanya (4) Dinamika kelompok adalah unsur-unsur kekuatan yang terdapat dalam situasi kelompok yang meliputi: tujuan kelompok, fungsi dan tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, serta kekompakan kelompok Tujuan kelompok adalah hal-hal yang ingin dicapai oleh kelompok tani sayuran yang merupakan tujuan bersama. Fungsi tugas adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam kelompok agar dapat mencapai tujuan seperti memfasilitasi dan mengkoordinasi pemecahan masalah Pembinaan dan pengembangan kelompok adalah mengembangkan kelompok agar kelompok tetap hidup seperti adanya partisipasi, fasilitas, aktifitas, koordinasi, komunikasi, sosialisasi, dan mendapatkan anggota baru. Kekompakan kelompok adalah kesatuan dan persatuan anggota kelompok agar kelompok dapat bertahan hidup.
9 (5) Petani sayuran adalah petani yang mengusahakan lahan untuk budidaya tanaman sayuran sebagai kegiatan utama usahataninya (6) Karakteristik individu petani adalah ciri-ciri yang melekat pada diri petani dibatasi pada : umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman berusahatani Umur adalah usia petani yang dihitung sejak lahir sampai ketahun terdekat pada waktu penelitian dilakukan Tingkat Pendidikan adalah jumlah tahun mengikuti pendidikan formal Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani berusahatani sayuran sejak mulai hingga menjadi responden (7) Pola pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan dalam bentuk pengembangan kemampuan anggota dalam usahatani melalui kelompok, dan jaringan kerja serta kegiatan pelatihan Pengembangan kemampuan anggota dalam usahatani melalui kelompok adalah kegiatan mengembangkan kemampuan usaha yang dikelola baik usaha produksi (budidaya) sayuran maupun kegiatan pemasaran produksi sayuran Pengembangan kemampuan membentuk dan membina jaringan kerja kelompok adalah kegiatan mengembangkan kemampuan kerjasama antara kelompok tani dengan pihak-pihak lain diluar kelompok tani. Pelatihan adalah kegiatan pengembangan keterampilan yang diikuti petani yang mendukung kegiatan usahatani (8) Pengembangan kepribadian petani adalah mengembangkan sikap dan tingkah laku petani yang meliputi : semangat kerja keras, percaya diri, keuletan, dan kreatifitas melalui pertemuan kelompok secara informal. Semangat kerja keras adalah usaha kerja keras yang dilakukan oleh petani dengan penuh perhatian untuk berhasil Percaya diri adalah kemampuan mengembangkan, memutuskan dan memecahkan masalah usahatani sendiri secara mandiri Keuletan adalah kesungguhan dan ketekunan petani serta merasa tidak puas dengan keberhasilan yang telah dicapai bserta tidak takut mengalami resiko dalam berusahatani.
10 Kreatifitas adalah sikap selalu menemukan cara baru, informasi dan ideide baru serta peluang-peluang baru dalam mengembangkan usaha tani. (9) Lingkungan sosial adalah norma dan nilai budaya lokal serta peran tokoh informal terhadap pembentukan dan kinerja kelompok Norma dan nilai budaya adalah norma dan nilai berdasarkan kearifan lokal Peran tokoh informal adalah keterlibatan tokoh informal yang memiliki kharisma dalam memelihara terbentuknya kelompok serta mengembangkan kinerja kelompok. (10) Akses pada informasi adalah aktivitas memperoleh jenis informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu yang mendukung peningkatan produktivitas kerja petani. Relevansi informasi adalah jenis informasi yang sesuai antara yang dibutuhkan dengan yang diperoleh Akurasi informasi adalah jenis informasi yang terpercaya yang dibutuhkan Tepat waktu adalah jenis informasi yang dapat diperoleh tepat waktu saat dibutuhkan (11) Produktivitas kerja petani adalah kinerja petani dalam kegiatan budidaya tanaman sayuran, kegiatan pasca panen dan pemasaran yang meliputi : pernyiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, pemupukan, pengendalian hama, penanganan hasil panen dan pemasaran hasil produksi.