TINJAUAN FATWA DSN-MUI NO.77/DSN-MUI/V/2010 TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI DI PEGADAIAN KONVENSIONAL CABANG KARTASURA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah diuraikan pada bab. sebelumnya maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut :

BAB IV ANALISIS DATA. Pegadaian Syariah Cabang Raden Intan Bandar Lampung. mendeskripsikan dan mengilustrasikan rangkaian pelaksaan gadai dari awal

Kartika dan Nur, Analisis Penerapan Akuntansi Gadai Syariah (Rahn) Pada Pegadaian Syariah Cabang Jember

No. 14/ 16 /DPbS Jakarta, 31 Mei 2012 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari kebutuhan. Semakin tinggi taraf hidup dari tingkat sosial atau masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. di dalamnya juga mencakup berbagai aspek kehidupan, bahkan cakupannya

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang perkreditan tidak lepas dari pengaruhnya.

BAB IV ANALISIS BESARAN UJRAH DI PEGADAIAN SYARIAH KARANGPILANG SURABAYA DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang sempurna dengan Al-Qur an sebagai sumber

BAB V PEMBAHASAN. dipaparkan pada bab sebelumnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam teknik analisa data

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

mura<bahah saja, namun sebetulnya terdapat akad wadi ah dan akad istishna,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB III PROFIL PEGADAIAN SYARIAH DI PEKALONGAN. A. Gambaran Umum Objek Penelitian (Pegadaian Syari ah Di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, baik kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sistem yang dibutuhkan dalam suatu negara, Menurut Kasmir (2006:1) kemajuan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dalam memenuhi kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya. Oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tidak sesuai dengan kondisi keuangan yang dimiliki.

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

ANALISIS PSAK 102 (REVISI 2013) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PRODUK KEPEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (KKB) BRISYARIAH IB

1 Hadits Riwayat Muslim, didukung oleh Hadits-hadits Riwayat Bukhori dan Nasa i.

BAB IV PEMBAHASAN. A. Implementasi Akad pada produk Gadai Emas di bank Syariah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. keuangan bukanlah sebuah pabrik atau produsen yang menghasilkan uang

BAB I PENDAHULUAN. Modal dengan jumlah tertentu untuk membiayai proses usaha dengan

BAB IV. Seperti di perbankan syari ah Internasional, transaksi mura>bah}ah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sejarah pertumbuhan bank syariah. 1 Bank secara. kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.

BAB IV MEKANISME AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN PRODUK MULIA DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS HASIL PEMBAHASAN PEMBIAYAAN. A. Analisis Akad Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik Pada Produk. Pembiayaan Angsuran di BMT SM NU Cabang Kajen.

BAB IV IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH PADA PEMBIAYAAN EMAS DI BNI SYARIAH CABANG PEKALONGAN (STUDY KASUS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank atau perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan di

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengalami peningkatan yang cukup pesat tidak hanya pada negaranegara

Pengertian. Dasar Hukum. QS. Al-Baqarah [2] : 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB IV TINJAUAN FATWA NO /DSN-MUI/III/2002 TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD IJA>RAH PADA SEWA TEMPAT PRODUK GADAI EMAS BANK BRI SYARIAH KC SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk adanya sebuah lembaga keuangan. Salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. yang lainnya. Sebagai makhluk sosial manusia menerima dan memberikan

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur an dan Al-Hadis. ditugaskan oleh Allah SWT untuk mengelola bumi secara amanah.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pinjam meminjam menjadi salah satu cara terbaik untuk

BAB IV ANALISIS APLIKASI RAHN PADA PRODUK GADAI EMAS DALAM MENINGKATKAN PROFITABILITAS BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA

BAB III PEMBAHASAN HASIL PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

Exploring Islamic Products by Comparing Aqad between Indonesia and Malaysia. Muhamad Nadratuzzaman Hosen dan Amirah Ahmad. Jakarta, 19 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan seperti perbankan merupakan instrumen penting. syariah telah memasuki persaingan berskala global,

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, perekonomian yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Gadai Emas Pada Bank BRI Syariah KCP Bukittinggi. produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa emas sebagai salah satu

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan yang mendesak atau kekurangan dana dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II REGULASI PERBANKAN SYARI AH DAN CARA PENYELESAIANNYA. kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka

IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH

BAB IV PENUTUP. maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Substansi dari jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

BAB V PEMBAHASAN. kausalitas yang terjadi antara variabel yang diteliti sebagai pembuktian atas

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DUA AKAD DALAM SATU TRANSAKSI KARANGCANGKRING JAWA TIMUR CABANG PASAR KRANJI PACIRAN LAMONGAN MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

Apriliana Fidyaningrum dan Nasyitotul Jannah Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Magelang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG-PIUTANG DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM MULTIJASA DI PT. BPRS LANTABUR TEBUIRENG KANTOR CABANG MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. terus melakukan peningkatan pendapatan dari produk inti PT. Pegadaian (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

MURA<BAH{AH BERMASALAH DI BPRS BAKTI MAKMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PEMBAYARAN IMBALAN. A. Analisis Terhadap Mekanisme Pembayaran Imbalan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisis terhadap penggunaan

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, bukan hanya dalam permasalahan ibadah ubūdiyah saja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di dunia modern, peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB V PENUTUP. Kajian ini merupakan satu analisis tentang aplikasi pelaksanaan murébaíah dalam

I. PENDAHULUAN. Rumah merupakan suatu kebutuhan primer dan hak dasar manusia untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Simpulan. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada PT. BPR Syariah Karya Mugi

Setelah penulis mengumpulkan data dari lapangan melalui wawancara. dan dokumentasi di lapangan, yaitu di Bank BNI Syariah Kantor Cabang

BAB IV IMPLEMENTASI PRODUK PEMBIAYAAN BSM CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG ULAK KARANG PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan kartu..., Caroline, FH UI, 2010.

Pelaksanaan Penyaluran Kredit Guna Bhakti (KGB) Pada Bank Bjb Cabang Pembantu Ujung Berung

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB IV PEMBAHASAN. 1. Pembukaan Simpanan Berjangka (SIJANGKA)

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI TAKE OVER PADA PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH DI PT. BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG PEMBANTU MOJOKERTO

BAB III LAPORAN PENELITIAN. A. Gambaran Umum Perum Pegadaian Syari ah Cabang Bandar Lampung

BAB I PENDAHULUAN. pengangguran, masalah kekurangan modal. globalisasi saat ini masyarakat mudah memperoleh modal untuk memulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. peneliti menemukan beberapa hal penting yang bisa dicermati dan dijadikan acuan penelitian ini.

Transkripsi:

TINJAUAN FATWA DSN-MUI NO.77/DSN-MUI/V/2010 TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI DI PEGADAIAN KONVENSIONAL CABANG KARTASURA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Oleh: Seruni Harumsari I 000 150 018 HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

i

ii ii

iii

TINJAUAN FATWA DSN-MUI NO.77/DSN-MUI/V/2010 TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI DI PEGADAIAN KONVENSIONAL CABANG KARTASURA Abstrak Tujuan penelitian ini tujuan untuk mengetahui praktek jual beli emas secara tidak tunai di PT. Pegadaian (Persero) Kartasura ditinjau dari Fatwa DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan deskriptif yang berhubungan langsung dengan subjek penelitian yang ada di lapangan. Adapun, sumber data yang dikumpulkan oleh penulis bersumber dari data primer merupakan data yang dikumpulkan sendiri oleh penulis melalu metode wawancara kepada karywan PT. Pegadaian (Persero) Kartasura dan data sekunder yang melengkapi penelitian ini berupa beberapa dokumen-dokumen dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan ini. Teknik analisis data yang digunakan merupakan teknik analisis data kualitatif. Hasil yang di dapat dalam penelitian ini bisa dijelaskan secara singkat, praktek yang terjadi di PT Pegadaian (Persero) Kartasura sejauh ini telah sesuai dengan apa yang ada dalam Fatwa DSN-MUI nomor 77/DSN-MUI/V/2010. Kata kunci: Jual Beli Emas Tidak Tunai, Angsuran, Pegadaian, dan DSN-MUI Abstract The purpose of this study is to find out the practice of buying and selling gold in non-cash at PT. Pegadaian (Persero) Kartasura in terms of the Fatwa DSN-MUI Number 77/DSN-MUI/V/2010. The research conducted is a field research using a descriptive approach that is directly related to the subject of research in the field. Meanwhile, the source of data collected by the author comes from primary data is data collected by the author through the interview method to employees of PT. Pegadaian (Persero) Kartasura and secondary data that complement this research in the form of several documents and books related to this problem. The data analysis technique used is a qualitative data analysis technique. The results obtained in this study can be briefly explained, the practice that occurred at PT Pegadaian (Persero) Kartasura so far has been in accordance with what is in the Fatwa DSN-MUI number 77/DSN-MUI/V/2010. Keywords: Buying and Selling Gold Non-Cash, Installment Payment, Pegadaian, and DSN-MUI 1. PENDAHULUAN Jaman yang modern ini, banyak dikenal berbagai jenis transaksi yang salah satunya jual beli. Jaman sudah modern, ekonomi Islam pun sudah mengalamai perkembangan. Salah satunya dalam praktek kegiatan yang dinamakan jual beli 1

atau bermuamalah. Bermuamalah dalam Islam juga memiliki ragam seperti jual beli emas secara tidak tunai yang beberapa tahun terkahir ini menjadi kegemaran masyarakat di Indonesia. Jual beli merupakan salah satu cara perpindahan kepemilikan yang dihalalkan oleh Al-Qur an. Ia telah ada sebelum Al-Qur an diturunkan. Al- Qur an mengatur tijarah (bisnis) yang didalamnya termasuk jual beli, agar pelaksanaannya dilakukan atas dasar saling rela. 1 Fitrah manusia adalah hidup bermasyarakat, saling tolong menolong dan bermuamalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Salah satu aktivitas muamalah yang sering bahkan selalu dilakukan oleh setiap orang adalah akad jual beli. Jual beli merupakan salah satu bentuk muamalah yang menjadi konsep dasar dalam berbisnis. Mengapa demikian, karena substansi dunia bisnis atau perdagangan tidak lain adalah jual beli yang kemudian dikembangkan dengan model-model bisnis yang sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi. 2 Transaksi jual beli tentu saja dilakukan oleh beberapa lembaga keuangan yang salah satunya adalah Pegadaian. Salah satu transaksi yang ditawarkan oleh pegadaian merupakan jual beli emas secara tidak tunai tersebut, baik itu emas batangan ataupun emas murni yang belum menjadi perhiasan dan emas yang sudah menjadi perhiasan. Jual beli secara tidak tunai adalah suatu transaksi pembelian yang dilakukan pada suatu barang, dengan cara pembayaran yang dilakukan secara bertahap atau angsuran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak andara penjual dan pembeli. 3 Pegadaian menawarkan untuk dapat memiliki emas dengan cara jual beli secara tidak tunai dan hal ini sangat mengundang masyarakat untuk memilikinya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang sistem dan praktek jual beli emas secara tidak tunai yang dijalankan oleh pegadaian konvensional sebelum dan sesudah dikeluarkannya Fatwa DSN- 1 Nur Fathoni, Konsep Jual Beli dalam Fatwa DSN-MUI, Economica Vol IV edisi 1, 2013, 51 2 Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press), 2017, hlm.65 3 Indra Suwanda, Analisis Implementasi Fatwa DSN-MUI no.77/dsn-mui/v/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai: Studi PT Pegadaian Syariah UPS Way Halim Bandar Lampung, (Bandar Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2018), hlm.5 2

MUI no.77/dsn-mui/v/2010 tentang Jual Beli Emas Tidak Tunai serta proses dalam penerapannya sudah memenuhi syariat Islam dan juga sesuai dengan yang terkandung dalam Fatwa DSN-MUI. 2. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan berdasarkan atas data yang diperlukan dan diperoleh dari lapangan atau responden dengan lokasi penelitian yang berhubungan langsung dengan topik dan masalah yang akan diteliti berdasarkan fenomena-fenomena yang sedang berkembang. 4 Pendekatan deskriptif dipilih untuk menjadi metode pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena pendekatan ini akan langsung memberikan gambaran tentang proses atau praktek jual beli emas yang terjadi di PT Pegadaian (Persero) Kartasura. Data Primer, merupakan data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri baik perorangan atau organisasi. 5 Data yang diperoleh dari data premier ini harus diolah lagi. Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. 6 Data yang dimaksudkan ini merupakan data hasil wawancara dengan pihak manager dari Pegadaian Karatasura yang memahami langsung tentang tata cara jual beli emas secara tidak tunai pada PT Pegadaian (Persero) Kartasura. Sedangkan data sekunder, data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi berupa publikasi atau file digital. 7 Data ini bersumber dari buku tentang jual beli, Murābaḥah, muamalah, jual beli tidak tunai serta dari buku lain dan berkas-berkas yang dimiliki oleh pihak PT Pegadaian (Persero) Kartasura. 4 Zuhriah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Kredit Logam Mulia PT. Pegadaian Persero (Studi Kasus Pegadaian Cabang Sekip Kota Palembang), (Palembang: UIN Raden Fatah Palembang, 2017), hlm.25 5 Firdaus Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish), 2018, hlm.102 6 V. Wiratna Sujarwati, Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami, (Yogyakarta: PUSTAKABARUPRES), 2014, hlm.73 7 Firdaus Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodologi Penelitian, hlm. 102 3

Metode pengumpulan datanya sendiri, menggunakan metode wawancara yang dilakukan bersama dengan pihak PT Pegadaian (Persero) Kartasura yaitu dengan Ibu Desy. Penulis juga menggunakan analisis data kualitatif yang berupa penguraian dari data-data yang telah dikumpulkan oleh penulis selama masa penelitian. 3. HASIL PEMBAHASAN Jual beli secara tidak tunai atau dalam kata lain kredit merupakan suatu transaksi yang dilakukan oleh seseorang untuk membeli suatu barang dengan sistem angsuran atau cicilan yang dapat dibayarkan tiap bulannya dengan biaya angsuran tertentu, tergantung dengan barang apa yang akan dibeli secara kredit atau angsuran. Contoh barang yang akhir-akhir ini banyak diminati oleh masyarakat adalah emas. PT Pegadaian (Persero) Kartasura memiliki produk jual beli emas secara tidak tunai yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang ingin memiliki emas namun dengan cara yang lebih mudah, yaitu secara angsuran. Adanya transaksi jual beli secara tidak tunai ini menimbulkan berbagai pertanyaan pada masyarakat tentang kehalalan transaksi tersebut dalam Islam. Dalam agama Islam ada hukumnya bahwa jual beli emas itu harus secara langsung dan tunai sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Karena hal itulah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia atau DSN-MUI mengeluarkan fatwa DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai. DSN-MUI mengeluarkan fatwa tersebut karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yakni: 1. Banyaknya minat masyarakat dalam bertransaksi jual beli emas secara angsuran yang dapat dibayar secara berkala. 2. Adanya perbedaan pendapat antara yang membolehkan dan tidak membolehkan transaksi jual beli emas dengan sistem kredit atau angsuran. 4

3. DSN-MUI ingin membuat sebuah acuan agar nantinya tidak ada lagi yang mempermasalahkan tentang transaksi jual beli emas secara tidak tunai. Melakukan transaksi jual beli emas secara tidak tunai tetap ada batasannya serta ketentuan-ketentuan agar tidak terjadi kesalahan dalam bertransaksi, batas dan ketentuan sebagai berikut: a. Dilarangnya penambahan harga jual (Ṡaman) selama jangka waktu perjanjian jual beli meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo. b. Emas dalam transaksi jual beli secara tidak tunai dapat dijadikan jaminan kembali. c. Emas yang telah dijaminkan tidak boleh dijualbelikan oleh pihak manapun sehingga menimbulkan perpindahan kepemilikan. Pegadaian (Persero) dalam hal ini merupakan lembaga ekonomi yang dapat melakukan transaksi jual beli emas secara tidak tunai harus mematuhi fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI yang mengatur tentang jual beli emas secara tidak tunai yang beracuan pada Al-Quran dan hadits serta fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Salah satunya merupakan praktek pelaksanaan dari jual beli emas secara tidak tunai yang menjadi salah satu produk di Pegadaian (Persero). Transaksi jual beli emas secara tidak tunai di PT Pegadaian (Persero) Kartasura menggunakan akad jual beli dan angsuran. Harga awal emas serta angsuran setiap bulannya yang harus dibayarkan oleh nasabah ditentukan oleh pihak pegadaian. Jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh nasabah setiap bulannya berjumlah sama atau tidak mengalami penambahan maupun pengurangan jumlah angsuran. Naik turunnya nilai emas juga tidak mempengaruhi jumlah angsuran setiap 5

bulannya. Pembayaran angsuran berdasarkan pada kesepakatan awal yang disepakati oleh pihak nasabah dan pihak pegadaian. Pembayaran angsuran yang bersifat sama atau tetap setiap bulannya ini, menurut penulis telah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai pada pernyataan yang menunjukkan bahwa jual beli emas secara tidak tunai boleh dilakukan apabila harga jualnya (Ṡaman) tidak bertambah sama sekali selama masa perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah habis masa perjanjiannya. Namun, bila terjadi keterlambatan dalam pembayaran yang dilakukan oleh nasabah maka pihak PT Pegadaian (Persero) Kartasura berhak untuk mengajukan denda sebesar 4% per hari dari biaya angsuran setiap bulannya. Contoh kasusnya, Bobi adalah seorang nasabah dari PT Pegadaian (Persero) Kartasura yang melakukan transaksi jual beli emas secara tidak tunai yang setiap bulannya harus membayar sebesar Rp 1.500.000. Namun, Bobi telat membayar angsuran selama 4 (empat) bulan yaitu bulan februari, maret, april dan mei. Denda yang dimiliki Bobi selama telat membayar angsuran selama 4 bulan tersebut sebesar Rp 2.400.000. Jadi, total Bobi harus membayar dibulan keempat sebesar Rp 4.240.000. Pihak PT Pegadaian (Persero) Kartasura memberlakukan sistem denda ini bertujuan agar nasabah membayar angsuran secara rutin dan tepat waktu. Diberlakukannya denda ini merupakan suatu hal yang wajar karena penetapan denda ini merupakan salah satu cara untuk mendisiplinkan nasabah yang menggunakan sistem angsuran agar membayar angsuran tepat waktu. Pengenaan denda ini sudah diinformasikan di awal oleh pihak PT Pegadaian (Persero) Kartasura kepada nasabah apabila nasabah telat membayar angsuran. Akad atau sistem yang digunakan oleh PT Pegadain (Persero) Kartasura merupakan jual beli, namun karena nasabah melakukan jual 6

beli secara tidak tunai atau kredit atau dalam kata lain angsuran, maka setelah melakukan akad jual beli yang maksudnya adalah penyerahn uang muka untuk membayar emas kepada pihak pegadaian lalu setelahnya transaksi yang awalnya adalah jual beli berubah menjadi sistem angsuran. Pihak pegadaian akan membelikan terlebih dahulu emas milik nasabah. Selama masa angsuran, emas akan disimpan atau dijadikan jaminan oleh pihak pegadaian sampai nasabah melunasi seluruh angsuran. Jika, angsuran sudah lunas maka emas tersebut akan diserahkan kepada nasabah. Jadi, dalam hal ini terdapat dua akad terpisah yaitu akad jual beli dan akad angsuran. Akad jual beli dalam pegadaian sama dengan akad Murābaḥah yang memang dibolehkan dalam Islam. Menurut istilah Murābaḥah adalah jual beli suatu barang, di mana penjual menyebutkan harga jual yang terdiri dari harga pokok dan tingkat keuntungan tertentu atas barang dan harga jual tersebut disetujui pembeli. 8 Konsep tentang Murābaḥah, sama dengan konsep jual beli yang diterapkan oleh pegadaian. Jadi, menurut penulis, transaksi jual beli ini boleh dilakukan karena memang sesuai dengan syariat Islam. Namun, dalam prakternya terdapat akad tersembunyi yaitu, akad gadai. Gadai adalah kegiatan meminjam barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara penggadai dengan lembaga gadai (penerima gadai) 9. Menurut penulis, dua akad ini tidak terjadi dalam satu transaksi, karena dalam prakteknya hanya terdapat akad jual beli emas secara tidak tunai. Emas sebagai objek jual beli memang ditahan atau disimpan oleh pihak pegadaian namun bukan berarti didalamnya termasuk akad gadai, karena dari pengertian gadai sebelumnya gadai dilakukan untuk memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus, 8 Harun, Fiqh Muamalah, hlm. 87 9 Ibid., hlm. 131 7

dalam hal ini nasabah yang melakukan transaksi tidak memperoleh sejumlah uang namun hanya membayar sejumlah angsuran dengan nilai yang sama setiap bulannya. Akad gadai baru dapat dilakukan apabila nasabah telah selesai dalam melakukan angsuran. Bila emas sudah lunas baru pihak nasabah dapat melakukan akad gadai dengan pegadaian. Namun, hal ini jarang terjadi karena nasabah biasanya langsung mengambil emas yang telah lunas masa angsuran. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa barang atau emas yang telah dibeli boleh untuk dijadikan jaminan yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai. Tetapi, dalam transaksi jual beli emas secara tidak tunai di PT Pegadaian (Persero) Kartasura ini tidak ada yang dinamakan jaminan fidusia kepada nasabah karena emas sebagai objek transaksi ini tidak langsung diberikan kepada nasabah melainkan akan ditahan terlebih dahulu oleh pihak pegadaian sampai nasabah bisa melunasi angsuran emas tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan bahwa emas boleh dijadikan bahan jaminan yang terdapat di fatwa DSN-MUI. Emas yang telah dibeli dan dijadikan jaminan oleh nasabah tidak dapat dipindahtangankan sampai angsuran emas tersebut lunas. Namun, jika memang nasabah ingin memindahtangankan emas tersebut maka nasabah dapat mengajukan ketidakmampuan untuk melunasi kepada pihak pegadaian, maka pihak pegadaian akan melakukan lelang pada emas tersebut untuk menutup angsuran lalu nasabah mendapat sisa uangnya kembali dari pihak pegadaian. Hal ini menurut penulis juga sesuai dengan pernyataan dalam fatwa DSN- MUI yang menyatakan bahwa emas yang menjadi objek jual beli tidak dapat diperjualbelikan yang mengakibatkan perpindahan kepemilikan emas tersebut. Praktek yang dilakukan oleh PT Pegadaian (Persero) Kartasura telah sesuai dengan Fatwa DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 8

tentang jual beli emas secara tidak tunai. Mulai dari pelaksanaan akad jual beli, mekanisme denda apabila terjadi keterlambatan dalam membayar angsuran, angsuran juga disesuaikan dengan kemampuan nasabah, serta tindakan yang dilakukan dalam menyelesaian masalah saat nasabah tidak sanggup untuk membayar angsuran. Seluruh kegiatan yang dilakukan oleh PT Pegadaian (Persero) Kartasura, meurut penulis, sudah sesuai dengan yang tertulis di dalan DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010 tentang jual beli emas secara tidak tunai. 4. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan dari uraian analisis di atas yang menjadi pokok masalah dari skripsi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: jual beli emas secara tidak tunai atau angsuran di PT Pegadaian (Persero) Kartasura dalam prakteknya sudah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI Nomor 77/DSN-MUI/V/2010. Dalam prakteknya memang diharuskan emas untuk ditahan oleh pihak pegadaoian sebagai jaminan atas transaksi jual beli secara tidak tunai tersebut. tersebut. Hal ini dikarenakan agar nasabah rutin dan tepat waktu dalam membayar angsuran agar emas dapat segera didapatkan. Emas yang digunakan sebagai jaminan di sini bukan berarti dalam prosesnya terdapat dua akad dalam satu kali transaksi, namun akad yang digunakan hanya akad jual beli dengan jaminan agar nasabah tertib dalam membayar angsuran. Sedangkan akad gadai hanya dapat dilakukan bila nasabah telah menyelesaikan angsuran. Jika, nasabah terlambat dalam membayar angsuran maka akan dikenakan denda yang dimaksudkan agar nasabah tidak lalai atau terlambat dalam membayar angsuran. 9

4.2 Saran Dari pemaparan yang telah disampaikan oleh penulis, penulis memberikan saran kepada pihak pegadaian untuk mempertegas bahwa adanya jaminan dalam transaksi jual beli ini hanya digunakan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bukan merupakan perwujudan dari akad gadai. 10

DAFTAR PUSTAKA Fathoni, N. 2013. Konsep Jual Beli dalam Fatwa DSN-MUI. Economica, IV (1). Harun. 2017. Fiqh Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Sujarwati, V. W. 2014. Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami. Yogyakarta: PUSTAKABARUPRESS. Suwanda, I. 2018. Analisis Implementasi Fatwa DSN-MUI no.77/dsn- MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai: Studi PT Pegadaian Syariah UPS Way Halim Bandar Lampung. Bandar Lampung: UIN Raden Intan Lampung. Zamzam, F. F. 2018. Aplikasi Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit Deepublish. Zuhriah. 2017. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Kredit Logam Mulia PT Pegadaian Persero (Studi Kasus Pegadaian Cabang Sekip Kota Palembang). Palembang: UIN Raden Fatah Palembang. 11