Ferosemen Sebagai Alternatif Material Untuk Memperkuat Kolom Beton Bertulang



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. beton yang demikian memerlukan perkuatan. FRP (Fiber Reinforced Polymer). FRP adalah jenis material yang ringan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain biaya (cost), kekakuan (stiffness), kekuatan (strength), kestabilan (stability)

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kali kita membahas tentang konstruksi bangunan, tidak lepas dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

METODE RETROFIT DENGAN WIRE MESH DAN SCC UNTUK PENINGKATAN KEKUATAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penambahan dimensi dengan cara concrete jacketing. Namun perkuatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I 1.1 LATAR BELAKANG

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka kegiatan pemerintahan yang berkaitan dengan hukum dan perundangundangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN KUAT LENTUR PLAT LANTAI MENGGUNAKAN TULANGAN WIRE MESH DENGAN PENAMBAHAN POLYVINYL ACETAT

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

PENGARUH PENGGUNAAN WIRE ROPE SEBAGAI PERKUATAN LENTUR TERHADAP KEKUATAN DAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG TAMPANG T (040S)

PERBANDINGAN DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKUATAN CFRP DAN GFRP

Beton sebagai bahan bangunan teknik sipil telah lama dikenal di Indonesia, lokal, sehingga beton sangat populer dipakai untuk struktur-struktur besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

Naskah Publikasi. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil. diajukan oleh : BAMBANG SUTRISNO NIM : D

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. belum tentu kuat untuk menahan beban yang ada. membutuhkan suatu perkuatan karena kolom menahan balok yang memikul

BONDEK DAN HOLLOW CORE SLAB

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. untuk mencari ketinggian shear wall yang optimal untuk gedung perkantoran 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENGARUH PENGGUNAAN PENGEKANG (BRACING) PADA DINDING PASANGAN BATU BATA TERHADAP RESPON GEMPA

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS LENTUR BALOK BETON BERTULANG BAMBU YANG TERKANG PADA JALUR TEKANNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Beton dan bahan dasar butiran halus (cementitious) telah digunakan sejak

STUDI PENGARUH PEMASANGAN ANGKUR DARI KOLOM KE DINDING BATA PADA RUMAH SEDERHANA AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ada tiga jenis bahan bangunan yang sering digunakan dalam dunia

Sri Indah Setiyaningsih, Penghitungan Struktur Beton Dan Perbandingan Perhitungan Biaya Menurut SNI

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH KERETAKAN PADA BETON. Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta pada khususnya semakin meningkat. Populasi penduduk

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pekerjaan struktur seringkali ditekankan pada aspek estetika dan kenyamanan

BAB II TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

PERBAIKAN ELEMEN STRUKTUR PASCA KEBAKARAN. Kusdiman Joko Priyanto. Abstrak

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG DAN RASIO TULANGAN LONGITUDINAL TERHADAP MEKANISME DAN POLA RETAK KOLOM BERTULANGAN RINGAN AKIBAT BEBAN SIKLIK

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BEKISTING, PEMBESIAN DAN PENGECORAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Beton merupakan salah satu material utama yang banyak digunakan untuk

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI EKSPERIMENTAL PERBAIKAN KOLOM LINGKARAN BETON BERTULANG ABSTRAK

BAB I PEDAHULUAN. dan bahkan karena bobotnya yang ringan, bisa digunakan melebihi

ANALISIS DAN DESAIN DINDING GESER GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan konstruksi bangunan di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia tidak dapat lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Seismic Column Demand Pada Rangka Bresing Konsentrik Khusus

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAB I PENDAHULUAN. umumnya berupa pasir dan agregat kasar yaitu kerikil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bertulang, mulai dari jembatan, gedung - gedung perkantoran, hotel,

PENGARUH PENAMBAHAN KAIT PADA TULANGAN BAMBU TERHADAP RESPON LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU

PENGUJIAN KAPASITAS LENTUR DAN KAPASITAS TUMPU KONSTRUKSI DINDING ALTERNATIF BERBAHAN DASAR EPOXY POLYSTYRENE (EPS)

PENINGKATAN DISIPASI ENERGI DAN DAKTILITAS PADA KOLOM BETON BERTULANG YANG DIRETROFIT DENGAN CARBON FIBER JACKET

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

BAB I PENDAHULUAN. dua dari banyak faktor yang dapat memancing orang dari luar daerah untuk datang

Analisis Pengaruh Penambahan Serat Kawat Berkait Pada Beton Mutu Tinggi Berdasarkan Optimasi Diameter Serat BAB I PENDAHULUAN

PERBAIKAN DAN PERKUATAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN GLASS FIBER TIPE WOVEN ROVING

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan keruntuhan tekan, yang pada umumnya tidak ada tanda-tanda awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN KEKUATAN DAN ANALISIS TEORITIS MODEL SAMBUNGAN UNTUK MOMEN DAN GESER PADA BALOK BETON BERTULANG TESIS

DAFTAR ISI JUDUL PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

KAJIAN PENGGUNAAN FERROCEMENT UNTUK RETROFIT KOLOM BETON BERTULANG DENGAN VARIASI TINGKAT PEMBEBANAN

Transkripsi:

ZOA NO. 4 (TANGGAL ON AIR 7 S/D 10 DESEMBER 1999, DENGAN MODERATOR : UTOMO SP) Ferosemen Sebagai Alternatif Material Untuk Memperkuat Kolom Beton Bertulang Abdullah Department of Mechanical and Environmental Informatics Tokyo Institute of Technology, Email : abdullah@tm.mei.titech.ac.jp 1. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini, para civil engineer, khususnya structural engineer, kembali harus menghadapi kenyataan betapa gempa bumi seperti pada gempa Turki dan gempa Taiwan dapat merobohkan tidak saja bangunan lama yang di bangun (tahun 70-an) saat penguasaan ilmu mendisain struktur tidak sebaik sekarang ini, tetapi juga bangunan yang relatif baru. Akibat dari gempa-gempa tersebut selain jatuhnya korban yang mencapai angka ribuan - meskipun bukan semuanya disebabkan oleh ambruknya bangunan - puluhan ribu lainnya harus kehilangan tempat tinggal. Selain itu, juga mengakibatkan terhentinya aktivitas ekonomi dan pemerintahan, serta tidak berfungsinya fasilitas umum vital seperti aliran listrik, air bersih, telephone, gas, dsb. Hal ini menyebabkan penderitaan korban gempa bumi semakin bertambah. Penderitaan dan terhentinya nadi ekonomi sebenarnya tidak disebabkan oleh mekanisme dari suatu gempa bumi tetapi lebih disebabkan oleh hancurnya infrastruktur yang dibangun oleh manusia yang seharusnya menjadi tempat dan fasilitas untuk menunjang dan menikmati kehidupan yang nyaman. Penyebab dari rubuhnya bangunan, khususnya bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak dan juga jembatan beton bertulang, adalah akibat ambruknya/hancurnya kolom yang merupakan bagian struktur yang utama pada bangunan teknik sipil. Umumnya kehancuran kolom tersebut disebabkan oleh kurangnya kemampuan menahan geser dan rendahnya daktilitas (ductility) akibat, salah satunya, jumlah tulangan geser yang dipasang tidak mencukupi. Kalau pada bangunan lama kurangnya tulangan geser yang dipasang memang akibat peraturan beton yang ada pada saat itu mengaturnya demikian, tetapi pada bangunan baru kekurangan tulangan geser pada kolom lebih banyak disebabkan oleh kesalahan manusia yang dilakukan secara sadar. Selain jumlah tulangan geser yang tidak memadai, pada bangunan yang relatif masih baru, yaitu yang dibangun pada tahun 1980-an, meskipun jumlah tulangan geser yang dipasang jauh lebih rapat dibandingkan dengan yang terpasang pada bangunan yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi karena sudut kait (hook) ujung tulangan geser yang hanya 90-derajat ternyata tidak mencukupi untuk mentranfer tegangan agar tulangan geser bisa menahan deformasi tulangan utama kolom. Pada beberapa kasus gempa bumi, banyak kolom yang mengalami kehancuran geser yang dimulai oleh terbukanya kait tulangan geser. Hasil dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa jika pada kolom yang jumlah tulangan gesernya sedikit/kurang tetapi diberi penguat berupa selubung (jacket) pada bagian luarnya, kekuatan kolom tersebut akan meningkat, dan yang paling penting adalah daktilitasnya juga meningkat significantly. Karenanya, penggunaan selubung, baik dari pelat baja, composite base material (carbon fiber sheet, aramid, dsb), maupun beton bertulang, banyak kita jumpai applikasinya terutama dinegara-negara yang rentan terhadap gempa bumi dan kaya seperti, Jepang, Amerika, New Zealand, dll. Akan tetapi, penggunaan material tersebut bisa jadi akan sangat mahal dan memerlukan high skill labors (misalnya jika bahan pelat baja dan carbon fiber yang digunakan), ataupun secara visual tidak/kurang bisa diterima karena ukuran kolom menjadi sangat besar (beton bertulang, tebal jacket mencapai 10 cm). Pada penelitian yang hasilnya dilaporkan pada tulisan ini, sebagai bahan untuk selubung digunakan ferosemen (ferrocement), yaitu salah satu jenis beton bertulang tetapi tebalnya hanya sekitar 10-40 mm. Perbedaannya dari beton bertulang yang sudah umum dikenal adalah jika pada beton bertulang tulangan yang digunakan adalah batangan besi, pada ferosemen sebagai tulangan digunakan jaringan kawat (wiremesh), misalnya jaringan kawat ayam. 2. TUJUAN Dari penelitian ini diharapkan akan bisa dikonfirmasikan bahwa ferrosemen bisa sebagai alternatif material untuk memperkuat kolom bertulang yang ada tetapi tidak memenuhi syarat untuk bisa bertahan jika terjadi gempa dengan kekuatan tertentu. Juga diharapkan bahwa pada akhir penelitian yang bagian dari hasilnya dilaporkan di sini akan bisa diformulasikan metode untuk mendisain selubung ferosemen untuk memperkuat kolom yang ada dan tidak memenuhi syarat. 3. KAJIAN EKSPERIMEN 3.1 Benda Uji dan Metode Pengujian Untuk menguji apakah ferosemen bisa dijadikan sebagai bahan alternatif untuk memperkuat kolom, telah dibuat dan diuji sebanyak 11 kolom beton bertulang berukuran 143

120 mm x 120 mm dengan tinggi 600 mm merupakan model kolom dengan skala 1:6 - yang kapasitas gesernya rendah (jumlah tulangan geser sedikit) untuk mewakili kondisi kolom sebenarnya dilapangan. Tinggi total benda uji adalah 1000 mm. Untuk detailnya lihat gambar 1. Empat buah dari kolom tersebut diuji sebagai benda uji kontrol tanpa diberi selubung penguat. Sisanya diuji setelah diberi selubung penguat berbentuk lingkaran, yaitu: satu kolom diberi selubung dari bahan pelat baja (tebal 0.8 mm); satu kolom dipasangi selubung carbon fiber (satu lapis; tebal 0.2 mm); dan sisanya di perkuat dengan selubung dari ferosemen dengan jumlah lapisan wire mesh yang berbeda (2, 3, 4, 6, dan 12 lapis). Dalam kajian eksperimen yang hasilnya dilaporkan disini, hanya satu jenis jaringan kawat yang dipakai, yaitu woven wire mesh dengan diameter kawat 0.45 mm, dan spasi kawatnya adalah 2.5 mm. Untuk grouting mortar (bahan pengisi) digunakan slurry cement paste. Untuk semua kolom yang diberi selubung penguat, diameter dari selubung penguatnya adalah 200 mm. Kuat tekan beton dan grouting mortar berkisar dari 30 sampai 35 MPa, sedangkan kuat tarik ultimate dari pelat baja, carbon fiber, dan jaringan kawat masing-masing adalah 317 MPa, 2740 MPa, dan 363 MPa. Grouting mortar yang dipakai pada kolom yang diperkuat dengan selubung dari ferosemen di-cor dengan menggunakan tekanan. Kolom-kolom tersebut diuji dengan beban horizontal yang berulang (cyclic loading), seperti halnya pada saat gempa terjadi dari jack pembebanan dengan kapasitas 20 ton dan pada saat yang bersamaan dibebani dengan beban axial seberat lebih kurang 7 ton. Pengujian dilakukan pada frame pembebanan (lihat Gambar 2) yang mampu men-displaced benda uji kolom sebagaimana yang dialami kolom pada suatu bangunan yang sebenarnya. 3.2 Hasil Pengujian dan Diskusi Dari hasil pengujian, sebagaimana diduga, bahwa kolom-kolom yang tanpa selubung penguat (OC1 dan OC2) disamping semuanya hancur sebelum mencapai kekuatan bending (flexural strength) yang direncanakan, kolom-kolom tersebut juga mengalami hancur geser pada daktilitas yang sangat rendah, yaitu pada drift ratio yang lebih rendah dari 2.5 %. Drift ratio adalah perbandingan displacement dalam arah horizontal terhadap tinggi total kolom. Sebaliknya, pada kolom- 144

kolom yang diberikan selubung penguat, baik dari pelat baja, lapisan carbon fiber, ataupun ferosemen, kehancuran geser yang sangat tidak diharapkan dalam perencanaan struktur bangunan karena sifat hancurnya yang mendadak atau getas, bisa dihindari. Semua kolom yang diberi selubung penguat mengalami kehancuran bending dengan daktilitas yang cukup tinggi, yaitu untuk kolom yang dipasang selubung pelat baja drift rationya mencapai 4.7 %, carbon fiber 6.7 %, sedangkan untuk kolom yang beri selubung dari ferosemen drift ratio pada saat beban hancur berkisar dari 6.7-22 %, tergantung pada jumlah lapisan jaringan kawat yang dipasang. Selain kehancuran geser yang terjadi pada kolom kontrol bisa dihindari, dengan menambah selubung ferosemen kekuatan geser, daktilitas, dan kekakuan kolom meningkat secara significant. Dari hasil pengujian juga diamati bahwa dengan diberi 4 (empat) lapis jaringan kawat pada selubung ferosemen, sampai drift ratio sekitar 7 % displacement response dari kolom masih sangat stabil. Sampai pada poin displacement tersebut, kapasitas beban lateralnya menurun hanya 8 % dari beban maksimum. Untuk benda uji kolom yang diberi selubung penguat dari ferosemen dengan jumlah jaringan kawat 2, 3, dan 4 lapis (SC-2L, SC-3L, dan SC4L), pengujian dihentikan setelah selubung penguatnya hancur/pecah. Sedangkan pada benda uji yang selubungnya diberi 6 (SC-6L) dan 12 lapis jaringan kawat, selubungnya masih tetap utuh sampai pengujian dihentikan. Demikian juga halnya dengan selubung yang terbuat dari pelat baja dan carbon fiber. Contoh dari beban lateral displacement envelopes diperlihatkan pada Gambar 3 di bawah. banyak tenaga kerja yang jumlahnya melimpah dinegara-negara sedang berkembang. 3.3 Kesimpulan Dari hasil pengujian sebanyak sebelas benda uji kolom, beberapa kesimpulan bisa diambil. Ferosemen sebagai bahan alternatif untuk selubung penguat kolom adalah sangat feasible. Dengan memasang selubung ferosemen yang hanya diperkuat oleh dua lapis jaringan kawat (volume fraction of about 1.54 %), kekuatan, kekakuan, dan daktilitas kolom meningkat significantly. 4. MANFAAT BAGI INDONESIA Bagi Indonesia, hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat. Alasannya, selain beberapa daerah di Indonesia adalah termasuk rawan terhadap gempa bumi, juga karena banyak bangunan yang dibangun dengan tingkat pengawasan yang sangat rendah serta adanya korupsi (KKN) yang cukup terkenal dan sudah menjadi rahasia umum mulai dari pelaksanaan tender sampai pada saat pelaksanaan pembangunan gedung. Kenapa technologi ferosemen ini sangat berarti dan bermanfaat bagi Indonesia? Ada beberapa alasan: 1) Ferrosemen memperkerjakan/membutuhkan banyak pekerja (labor intensive) pada saat pelaksanaannya. Bagi Indonesia hal ini tidak menjadi masalah, justru masalahnya adalah banyak penganggur. Jika pada suatu negara atau daerah yang labor costnya cukup tinggi, biaya produksi bisa diatasi dengan memanfaatkan technologi pracetak (prefabricated). 2) Selain wiremesh (jaringan kawat) yang memang masih harus di impor, bahan untuk ferosemen lain, seperti semen dan pasir, tersedia cukup disemua daerah diseluruh Indonesia. Barangkali kalau ferosemen ini menjadi populer, Insya Allah, kita bisa dan harus mendesak PT Krakatau Steel untuk membentuk anak perusahaan untuk memproduksi sendiri wire mesh, dengan demikian Indonesia tidak perlu mengeluarkan cadangan devisanya untuk mengadakan/mengimpor wire mesh. 3) Karena ferosemen tidak menggunakan kerikil sebagai bahan campurannya pemanfaatan teknologi ferrosemen (tidak hanya sebagai bahan penguat kolom) ini juga bisa menjadi jawaban bagi daerah yang tidak ada kerikil. Hasil pengujian di atas adalah sangat menggembirakan mengingat tehnologi ferosemen tidak memerlukan tenaga kerja khusus dan bisa dikerjakan oleh pekerja bangunan biasa. Disamping itu, karena dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi ferosemen memperkerjakan banyak tenaga kerja (labour intensive), pemanfaatan tehnologi ferosemen tentu akan menyerap 5. DISKUSI 1. Dari Pak Ade Kadarusman Pertanyaan : Saya jadi 'curious' sejak Jakarta pernah digoyang gempa ringan tahun 1997(?), apakah bangunan-bangunan tinggi dijakarta memenuhi standard bangunan anti gempa?, 145

sampai skala gempa berapa (skala Ritcher) Bangunan tinggi Jakarta bisa tahan gempa?, Sampai skala richter(saya singkat : SR) berapa suatu bangunan bisa bertahan bila terjadi gempa tidak ditentukan secara langsung. Karena pada saat mendisain bangunan A, misalnya, kita tidak menetapkan bahwa bangunan A ini kalau sudah selesai dibangun akan mampu menahan gempa SR tertentu. Tetapi apa yang dilakukan oleh para structural engineer adalah mengikuti code yang dikeluarkan oleh departemen terkait. Nah, dalam code tersebutlah paturan-aturan ditetapkan. Sebagai ilustrasi, sekaligus menjawab pertanyaan pak Utomo, dalam perencanaan gedung terhadap gempa, daerah-daerah yang ada di Indonesia dibagi terlebih dahulu atas sejumlah zone (1-6), mulai dari yang kemungkinan terjadi gempa yang fatal (kiamat kecil), major damage, moderat damage, minor damage, sampai yang tidak ada gempa sama sekali. Jadi memang tidak disama ratakan. Barangkali berdasarkan zone inilah kemungkinan gempa dengan SR tertentu diklasifikasikan. Misalnya, untuk zone 1 gempa yang akan terjadi lebih besar dari SR 8.5, zone 2 SR 7.5-8.5, zone 3 SR 6.5-7.5 dst. Maaf angka SR yang saya tuliskan ini bisa jadi tidak demikian (sudah lupa). Berdasarkan zone yang diatur dalam buku perencanaan gempa, Jakarta masuk kedalam zone 4. Kalau angka SR yang saya tuliskan di atas benar, maka ada kemungkinan bahwa gedung di Jakarta akan bertahan, minimal, sampai SR 6.5, karena pada saat mendisain gedung, structural engineer diharuskan mendisain bangunan untuk bisa bertahan terhadap gempa yang lebih besar dari kemungkinan yang ada di zone tersebut. Sebenarnya walaupun berada dalam zone yang sama kemungkinan bertahan antar satu bangunan dengan bangunan yang lain akan berbeda. Hal ini disebabkan, pada saat mendisain banyak faktor yang mempengaruhi, seperti: 1) apakah bangunan tersebut akan dihuni oleh banyak orang (lebih dari 1000); apakah bangunan tersebut untuk rumah sakit (yang diharuskan tetap berfungsi walaupun terjadi gempa terbesar di zone tertentu); atau apakah bangunan tersebut merupakan gudang yang akan menyimpan gas, toxid dan barang-barang yang berbahaya; dll. 2) jenis tanah tempat bangunan didirikan (keras atau lunak). 3) bentuk bangunan itu sendiri (symetris atau tidak) dsb. 2. Dari Pak Utomo a) Korelasinya dengan Indonesia adalah karena daerah di Indonesia sangat luas, maka adakah kemungkinan satu daerah punya standar yang berbeda dengan daerah yang lain? b) Beton yang didesain Pak Abdullah sangat cocok untuk skala tahan gempa yang berapa ya? a) Lihat jawaban pertanyaan pak Ade b) Tergantung kebutuhan. Dilakukan dengan membedakan jumlah lapisan wire mesh yang dipasang. Yang jelas, sebenarnya (Insya Allah) seorang strutural engineer bisa mendisain gedung yang bisa bertahan sampai SR maksimum. Masalahnya adalah cost dari bangunan tersebut akan sangat mahal, dan secara visual enggak menarik sama sekali barangkali. 3. Dari Pak Ridha a) faktor yang menyebabkan ferrosemen lebih tahan karat dibanding beton bertulang, apakah karena material yang dipakai untuk wiremeshnya memang lebih tahan karat atau ada faktor lainnya. b) Tentang modeling dari ferrocement sendiri, sejauh yang pak Abdullah ketahui, bagaimana meshing yang sering dipakai untk menganalisa kekuatan ferrosement? Apakah beton dan wiremeshnya dimeshing secara terpisah atau menjadi satu. a) faktor yang menyebabkan ferrosemen lebih tahan karat dibanding beton bertulang, apakah karena material yang dipakai untuk wiremeshnya memang lebih tahan karat atau ada faktor lainnya. Kalau saja tebal selimut betonnya sama, kemungkinan ferosemen lebih tahan terhadap karat dibandingkan beton bertulang akan lebih besar. Karena bahan pencampur mortar (semen + air + pasir) yang digunakan untuk ferosemen lebih homogen. Sedangkan pada beton bertulang, karena pada bahan beton terdapat kerikil akan lebih porous. b) Saya pernah lihat judul paper (saat S-2 di S'pore) tentang modeling (dengan metoda finete element) dari suatu pelat ferosemen. Sayangnya karena penelitian saya saat itu (juga sekarang) adalah experimental dan lebih ke arah aplikasi jadinya tidak memberi cukup perhatian terhadap yang namanya modeling. Untuk dimeshing tidak terpisah sangat memungkinkan untuk pelat ferosemen karena dibandingkan beton bertulang dia lebih homogen. Tapi saya enggak berani memberi komentar banyak tentang hal ini. Masalahnya, di TIT tidak ada yang namanya Jurnal Ferrocement. Saya akan coba carikan informasi yang pak Ridah maksud. Tetapi enggak dalam waktu dekat. 4) Dari Pak Bambang Salah satu kawan kami di Ind dalam percobaannya membuat beton dengan campuran serat bambu/ bahan sisa dari pabrik hashi (sumpit?). Dari hasil (katanya) menunjukkan kekuatan yang melebihi dari pada kalau dengan serat besi (saya kurang tahu persis, yang jelas katanya lebih kuat dari yang ada sekarang), juga bersifat lebih lentur. Bagaimana pendapat sekilas P.Abdullah dengan campuran bambu tsb? Baik, jelek, atau malah 146

nggak mungkin? kalau memang bisa lebih baik kan bisa menguntungkan sekali... Memang, dalam technologi beton dikenal banyak jenis beton bertulang, diantaranya: 1- Beton bertulang konvensional (yang umumnya kita kenal dan digunakan pada banyak bangunan, seperti untuk membuat kolom/tiang, balok, pelat lantai, dll). Tulangannya dari besi batangan dengan diameter yang beragam. 2 - Beton Prestress (disebut juga beton pra-tegang, karena terhadap tulangannya (biasanya dari kawat khusus) diberi sejumlah tegangan (ditarik). 3 - Ferrosemen (terbuat dari mortar (semen+pasir+air) + jaringan kawat (wire mesh) sebagai tulangan) 4 - Fiber Concrete (beton serat), terbuat dari beton (semen+pasir+kerikil+air) + serat sebagai tulangan. Ada kalanya selain serat juga dipasang besi batangan sebagaimana beton bertulang konvensional. Nah, untuk bahan serat ini bisa bermacam-macam: a) sintetis : serat baja, serat carbon, serat polimer, dll. b) natural : bambu, serat batang nibung, ijuk, dll. Barangkali yang di coba rekan pak Bambang adalah beton serat. Dia menggunakan hashi /stik bekas sebagai seratnya (?). lebih tahu karena bahan tersebut adalah bahan kimia) untuk mencegah masuk/meresapnya air. Kembali, nantinya cost akan menjadi permasalahan. 6. PERKENALAN PRESENTER Nama : Abdullah Riwayat Pendidikan : S1 (1988) : Fakultas Teknik Unsyiah, Darussalam - Banda Aceh. S2 (1993) : Dept. of Civil Eng, National University of Singapore (NUS). S3 (1998- : Dept. Mechanical and Environmental Informatics, Tokyo Institute of Technology. Riwayat Pekerjaan - 1988-1989 : Structural Engineer, CAE Consultant, Banda Aceh, Indonesia. - 1989-sekarang : Staf Pengajar F.T. UNSYIAH. - 1993-1994 : Research Assistant, NUS, Singapore. - 1995-1997 : Construction Division, PIU-OECF, UNSYIAH. Research interest: - Low cost housing and methods; and - Strengthening and Repair of R/C members Dibandingkan beton polos (tanpa tulangan) jelas beton serat lebih baik sifat mekanisnya. Tetapi ada kelemahan pada beton serat yaitu saat pencampuran bahan serat dengan bahan beton didalam pengaduk. Kemungkinan untuk tidak teraduk merata sangat besar. Jika hal ini terjadi sifat mekanisnya akan lebih jelek dibandingkan beton polos. Untuk mengatasi masalah pencampuran ini pada serat baja dan serat sintetis khususnya, dibuatkan bentuk serat sedemikian sehingga mudah bercampur. Misalnya, pada serat baja, panjang serat dibatasi hanya 3-4 cm; ujungnya dibuat bulat dsb. Pada serat alam kemungkinan untuk itu juga ada tetapi sepertinya tidak ekonomis. Barangkali diatasi dengan memperkerjakan banyak orang untuk mengaduk-aduk kembali setelah dikeluarkan dari pengaduknya (molen). Kelemahan serat alam lainnya adalah kemungkinan terjadi perubahan volume pada serat itu sendiri cukup besar karena bahan dari alam akan mudah sekali menyerap air pada saat pengadukan. Setelah sekian lama (beberapa bulan atau tahun) air tersebut akan mengering dan serat alam tersebut (misalnya serat bambu) akan mengecil. Akibatnya akan terbentuk pori disekitar serat. Hal ini sangat tidak diharapkan karena akan sangat mempengaruhi tidak saja kekuatan tetapi, yang terpenting, mempengaruhi daya tahan (durability) dari beton serat itu sendiri. Untuk jangka pendek barangkali masih OK, tetapi untuk jangka panjang jelas tidak bisa diterima. Ada usaha untuk meminimalkan perubahan volume dari serat atau batangan bambu, yaitu dengan melaburi/mencat/memberi lapisan tertentu (laminar, saya lupa namanya barangkali pak Bambang 147